Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI DAN DUNIA ASTRAL (Part 4) - Dewi Achitya


Khodam macan putih juga merupakan kedaraan yang digunakan Jaka Indi saat melakukan perjalanan lintas dimensi, yang jarak lompatannya dapat menjangkau sejauh mata memandang. Selama mendampingi jaka Indi, khodam macan putih ini adalah pembantu yang sangat handal, setia, tangguh, juga selalu memenangkan pertarungan setiap melawan mahluk astral.

Kemudian Jaka Indi menggosok-gosok kepala dan leher khodam macan putih, dengan kedua telapak tangannya. Saat macan putih ini merasa senang ia akan mengeluarkan semacam keringat pada keningnya, dan bau keringatnya itu sangat harum seperti bau minyak misik atau minyak kesturi.

"Paman, saat paman tinggal di hutan istana, ketika saya sedang menjumpai tuan putri Kirana yang sedang mandi, apa yang kemudian paman lakukan?"

"Tuan muda, tadi saya berkeliling kerajaan ini, hanya saja, saya merasakan ada yang aneh dengan kerajaan ini, karena pada beberapa bangunan tertentu, saya temukan beberapa patung macan putih menyerupai saya, apakah ada leluhur atau kerabat saya yang memiliki hubungan dengan kerajaan ini?"

"Dan saya juga merasakan aura cakra energi yang sangat kuat, ini menandakan kalau ada orang-orang yang memiliki ilmu yang tinggi di negeri ini."

Jaka Indi termenung sejenak, lalu mulai garuk... garuk... kepala... sambil berfikir.....'"Sebenarnya memang banyak hal yang janggal di negeri ini, ehm... baiklah.., kita akan cari tahu, seraya menepuk-nepuk perlahan ... punggung paman macan putih.

"Nanti saya akan selidiki soal itu, sekarang pergilah paman, dan tolong cari tahu informasi dan keberadaan seseorang yang bernama Dewi Nawang Wulan, nanti pada saatnya saya akan memanggil paman. kembali."

Sepeninggal Khodam Macan Putihnya, Jaka Indi menuju pembaringan untuk rebahan sesaat. Ia merasakan kalau keadaan di dunianya saat ini tidak berbeda jauh dengan di dunia yang ia tinggali, hanya saja waktu di dunia astral yang ia datangi, terasa lebih panjang dan lebih lama dari waktu di dunianya. Bahkan sampai saat inipun mahgrib belum juga menjelang. "Hemmm.... mungkin ada baiknya aku keluar dan bicara dengan para pria yang ada ditaman yang kulewati tadi, guna mencari informasi seluasnya." Pikir Jaka Indi.

Saat jaka Indi bangun beranjak dari dipan pembaringan, tiba-tiba terdengar suara ketukan dipintu.

"Tok... tok... tok... !"

"Masuklah....pintu tidak dikunci, kata Jaka Indi." Sambil berdiri menghadap ke arah pintu, berikutnya masuklah seorang pengawal wanita, masih berpakaian prajurit dengan persenjataan lengkap, kemudian ia kembali menutup pintu dan menguncinya dari dalam.

Jaka Indi membiarkannya tanpa menegur apapun, hanya menatap dan menunggu tindakan apa yang akan dilakukan prajurit tersebut.

"Tuan..., Apakah tuan ingat saya?" Tanyanya setelah membalikan badan dan menghadapkan wajahnya ke Jaka Indi. Jaka Indi menatap wajah prajurit wanita itu dengan seksama sambil berusaha mengingatnya. Wajahnya terlihat cantik dengan potongan wajah daun sirih dan nampak lesung pipit pada kedua pipinya, kulitnya kuning langsat, rambutnya hitam lurus panjang sepunggung, hidungnya mancung, dan alis matanya lurus tipis memanjang laksana semut beriring. tubuhnya tinggi, sintal padat berisi, kecantikannya seperti kecantikan putri kraton jawa. kalau dilihat dari tampilannya usianya sekitar 20 tahunan.

"Ahh.... !" Tiba-tiba Jaka Indi teringat pada prajurit yang suka melirik dan melihat sembunyi-sembunyi padanya, prajurit pengawal yang menjemputnya di kolam pemandian, saat itu sang prajurit memang mengawal dalam posisi yang dekat dengan Jaka Indi, jadi Jaka Indi masih mengingatnya.

"Iya...aku ingat,.kamu prajurit yang mengawalku ke Istana." Jawab Jaka Indi.

"Benar tuan, nama saya Achitya, sebentar tuan," Katanya... sambil satu persatu ia melepaskan persenjataannya, ia letakkan busurnya, lalu anak panah yang ada di punggungnya, serta pedang pendek yang tersoreng di pinggangnya juga ditanggalkan, bahkan rompi seragam prajurit yang terbuat dari kulit anti senjata tajam juga dilepasnya, dan diletakkannya dilantai. Saat ini Achitya tinggal mengenakan selapis pakaian sutra, baju warna kuning emas dengan kain bawahan motif batik warna coklat. Ternyata Acitya tidak hanya berhenti disana, tapi justru melanjutkan untuk membuka pakaiannya...

Lekas jaka Indi mencegahnya,"Sudah... sudah.... tidak perlu melepaskan pakaianmu lebih lanjut,," kata Jaka Indi.

"Tapi aku ingin menunjukan suatu tanda yang ada di tubuhku tuan."

Tanpa jaka Indi sempat mencegahnya, Achitya tetap melanjutkan membuka bajunya, saat ini Achitya hanya tinggal mengenakan selembar kain warna kuning emas penutup dada dan kain batik yang membalut pinggulnya kebawah. Bahu dan perutnya yang berwarna kuning langsat terlihat jelas.

"Lihatlah tuan, apakah tuan sudah dapat melihat tanda di tubuhku dengan jelas!?"

Jaka Indi sekali lagi menatap tubuh Achitya, tubuh yang langsing berisi, dada yang ranum terbalut kain warna emas, kulit kuning langsat nan cerah.Tubuhnya bersih tanpa ada noda sedikitpun.

Jaka Indi hanya bisa menghela nafas, sambil berkata. "Maaf nona, aku tidak mengerti apa yang nona maksud dengan tanda tersebut, aku tidak melihat ada yang janggal pada tubuh nona. "

Achitya terdiam sesaat ...., lalu ia merangkapkan kedua telapak tangannya didepan dada sambil membungkukkan badannya, dan berkata...."Maaf tuan, maaf sebelumnya.... maaf," kemudian secara tiba-tiba, Achitya maju mendekati Jaka Indi dan memeluk jaka Indi dengan erat....sambil berkata,

"Sekarang.... apakah.... tuan sudah dapat merasakannya!?" Jaka Indi hanya terdiam saja, bahkan apakah harus menangis ataukah tertawa, sungguh Jaka Indi tak tahu.

Jaka Indi dapat merasakan tubuh yang lembut dan sepasang bukit kembar si nona yang kenyal dan padat yang menekan kuat tubuhnya. Bahkan ada hawa hangat yang semakin memanas yang memancar dari tubuh Achitya.

Jaka Indi berusaha mendorong pundak Achitya untuk melepaskan diri dari pelukannya, tetapi bukannya menarik diri Achitya justru terus memeluknya dengan semakin erat dan kuat.

"Tuan apakah tuan sudah dapat merasakan dan membedakannya?" Sekali lagi Achitya bertanya dengan nafas yang sedikit memburu.....tanpa melepaskan pelukannya yang erat. Saat itu Jaka Indi merasakan badan Achitya yang mulai bergetar, serta terlihat keringat yang menetes dileher jenjang Achitya dan bersamaan itu tercium aroma harum segar gadis remaja.

Tiba-tiba jaka Indi mendorong dan menyentakan tubuh Achitya,

"Huuaahhhh..... kamu manusia, kamu bukan peri !!" Seru Jaka Indi, sambil menatap wajah Achitya dengan terheran.

"Benar sekali tuan, aku manusia, seratus persen manusia, aku bukan bangsa peri, bukankah aku sudah memperlihatkan tanda pada tubuhku bahwa aku memiliki pusar, tapi karena tuan masih belum mengenalinya, maka aku memeluk tuan, agar tuan mengerti bahwa aku memiliki hawa tubuh yang hangat dan panas, seperti manusia umumnya, bukan berhawa tubuh dingin seperti bangsa Peri."

Spontan Jaka Indi menepuk keningnya, dan teringat saat melihat Dewi Kirana dipemandian yang tidak memiliki pusar. "Hehmmm....mengapa tadi aku tidak memperhatikan pusarnya Achitya.", Pikir Jaka Indi. "Oh...iya...sekarang aku mengerti, maaf.... atas kekurang tanggapanku, dan tolong panggil aku dengan sebutan Jaka Indi saja."

"Kenakanlah kembali pakaianmu dan duduklah." Kata Jaka Indi seraya mempersilahkan Achitya duduk di satu-satunya kursi yang tersedia,. sedang Jaka Indi duduk diatas dipan tempat tidurnya.

"Coba ceritakan maksud kedatanganmu, dan apakah kepala prajurit tidak mencari tahu keberadaanmu, bila kau tidak terlihat bertugas !?" Tanya jaka Indi.

Achitya segera mengenakan kembali pakaiannya, lalu menarik kursinya untuk lebih mendekat ke-dipan tempat Jaka Indi duduk, kemudian ia duduk persis berhadapan dengan jaka Indi.

"Tuan...eh...mas Jaka Indi, kebetulan hari ini giliranku berjaga di-Paviliun Kaputran (Paviliun Pria) dan pada saat waktu ashar adalah saatnya petugas lain yang menggantikan ku, Karena aku tadi kebetulan melihat tuan, eh..mas Jaka, berjalan bersama tuan putri Dewi Kemala menuju kemari, maka setelah selesai bertugas aku berusaha menemui mas Jaka indi." Terang Achitya.

"Sebenarnya aku kemari ingin meminta pertolongan sama mas Jaka Indi". Ucapnya dengan tatapan penuh harap." Sesaat Jaka Indi bangun dari duduknya, serta mengambil air dari kendi yang tersedia di meja, dan menuangkannya dalam cangkir didekatnya, lalu memberikan cangkir tersebut pada Achitya. "Minumlah...., nafasmu masih nampak memburu dan wajahmu juga masih terlihat pucat. "Minumlah... tenangkan dirimu dahulu."

"Achitya segera menyambut cangkir pemberian Jaka Indi, dan segera meminumnya sampai habis, " Terima kasih.... "

"Begini mas Jaka,setelah sekian puluh tahun, tepatnya seumur hidupku, tidak pernah melihat mahluk yang menyerupaiku, tiba-tiba mengetahui dan melihat ada mahluk yang sama dan sejenis denganku, tentu saja aku merasa sangat senang dan sangat berdebar-debar....." Jelas Achitya, dengan mata berbinar.

"Ehm...bagaimanakah kamu bisa berada di negeri para peri ini?" Tanya Jaka indi

"Menurut cerita ibu angkatku peri Dewi Wening, pada sekitar tahun 1949, pernah terjadi bencana meletusnya Gunung Merapi yang mengakibatkan candi-candi dan pemukiman penduduk yang berada di kawasan Jawa Tengah bagian selatan terkubur abu vulkanik. Banyak sekali yang menjadi korban saat itu, saat terjadinya peristiwa tersebut, ibu angkatku, peri Dewi Wening, sedang berada dilokasi kejadian, dan ibu angkatku menemukanku yang masih bayi yang telah tertimbun oleh sebagian lumpur vulkanik, dan berusaha menyelamatkan ku, kemudian membawaku ke alam peri dan merawatku layaknya putrinya sendiri." Jelas Achitya panjang lebar.

"Apa... tahun .sembilan belas empat sembilan" ....! Bukankah itu berarti usiamu saat ini sudah 74 tahun!? Benarkah ceritamu itu...!??"

"Tentu saja benar, tapi kami disini secara jasmani selalu muda, dan kami disini dapat hidup hingga ratusan tahun, bahkan ada yang mencapai usia seribu tahun lebih...., " Terang Achitya sambil tersenyum. hingga terlihat kedua lesung pipitnya yang menambah manis wajahnya. Kemudian lanjutnya..... "Perihal mengapa para peri selalu awet muda, aku juga pernah menanyakan hal ini pada ibu angkatku, Peri Dewi Wening. Hal tersebut kutanyakan saat suatu kali aku diajak ke negeri astral lain, disana kulihat dan kutemui beberapa mahluk astral yang telah berusia lanjut, berambut putih dan berkulit keriput, yang menjadi pikiranku mengapa para peri dan kami yang tinggal di negeri ini tidak ada yang terlihat tua? Kata ibu angkatku, sebenarnya mahluk astral dan bahkan para Peri, secara jasmani juga bisa bertambah tua, dan kulitnya juga bisa menjadi keriput, hanya saja dikarenakan leluhur kami dari para peri telah menemukan mata air keabadian, cukup minum setetes air akan menyehatkan badan, menyembuhkan berbagai penyakit, menguatkan tulang, bahkan dapat meremajakan kulit dan tubuh, serta mempercantik wajah." Tukasnya sambil. tersenyum.

"Aku pernah minum setetes mata air keabadian tersebut, yang diberikan ibu angkatku, saat aku masih kecil, oleh karenanya aku juga sama seperti para peri yang lainnya."

"Ibu angkatku bisa memberikan aku air tersebut, karena beliau masih kerabat kraton dan menjabat kepala rumah tangga istana."

Jaka Indi termenung sesaat.... ia ingat almarhum ayahnya pernah bercerita tentang keberadaan mata air keabadian yang disebut dengan sebutan Ainul Hayat, yang menurut legenda, air tersebut berasal dari tetesan Air Surga yang jatuh ke bumi, dan konon Kanjeng Nabi Khidir as pernah pula meminumnya,

"Apakah mata air keabadian tersebut juga berada di negeri ini ??" Tanya Jaka Indi dengan rasa ingin tahu.

"Mata Air Keabadian justru berada di negeri tuan, yang dahulu kala disebut dengan nama negeri Atlantis, sebelum negeri tersebut hilang dari permukaan, tapi mengenai tempat persisnya dimana, aku kurang tahu."

"Kata Ibu angkatku, dahulu kala, keberadaan mata air keabadian ini, tidak hanya dicari keberadaannya oleh bangsa manusia., bahkan juga dicari oleh para mahluk astral termasuk bangsa jin dan para per, konon katanya, selain para peri dari bangsa kami, adapula beberapa bangsa mahluk astral lainnya yang juga pernah meminum air keabadian ini, diantaranya Ratu Pantai Selatan." Tiba-tiba Achitya maju sambil membisikan sebuah nama ke telinga Jaka Indi, yang membuat jaka indi terkejut, karena nama yang disebut merupakan nama ratu mesir yang sangat terkenal akan kecantikannya.

"Lantas apakah para peri yang lain, yang berada di negeri ini juga minum air keabadian tersebut ?" Tanya Jaka Indi lebih lanjut.

"Leluhur para peri yang menemukan telaga mata air keabadian tersebut, dahulunya tidak hanya minum setetes, tapi mereka minum sekenyangnya, dan juga mandi sepuasnya."

"Jadi keturunannya yang minum dari air susu para peri tersebut, dengan sendirinya juga awet muda dan cantik-cantik. Serta dapat berusia panjang, sekalipun tidak meminum air keabadian tersebut secara langsung. Saat ini air keabadian ditempat kami, yang dahulu pernah dibawa leluhur kami, hanya tinggal tersisa seukuran satu botol minyak wangi, tersimpan diruang perbendaharaan istana, dan hanya lima orang saja yang bisa memasukinya, yaitu Bunda Ratu, tiga sesepuh peri yang juga menjabat penasihat Bunda Ratu, dan Ibu angkatku Dewi Wening, selaku kepala rumah tangga Istana.

"Mas Jaka Indi...."Sebenarnya maksud kedatanganku menjumpai mas Jaka, adalah untuk memohon bantuan Mas Jaka, aku ingin bisa kembali ke negeri asalku, ke negrinya mas Jaka, untuk mencaritahu apakah masih ada keluargaku atau keturunannya, bagaimanapun asal duniaku bukanlah dunia yang saat ini kutempati."

"Aku pernah memohon pada ibu angkatku agar membawaku keduania asalku, tapi ibu angkatku justru terlihat sedih dan hanya diam membisu saja."

"iya..., aku mengerti, aku akan membantumu membawamu ke dunia asalku, dengan catatan ibu angkatmu mengijinkannya, bagaimanapun juga peri Dewi Wengilah yang mengasuhmu selama ini, jadi mintalah ijin padanya." Jelas Kaka Indi bijak.

Achitya tampak termenung sedih dan terdiam sesaat dengan perasaan masygul.

[BERSAMBUNG]
close