Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MATA BATIN ARYA (Part 8) - Pusaka Liar

"Ndra... nanti kamu menginap disini aja ya.." 

"Tapi aku belom bilang Ibuku, Pakde…," kataku.

"Kan, udah pamit tadi..?" 

"Udah sih... tapi pamit cuma berkunjung aja, nggak menginap.." jawabku.

"Nggak papa itu.. mereka pasti tau kalo kamu menginap disini kok."

"Ya, udah, kalo gitu.. aku menginap aja," kataku akhirnya.

"Menginaplah disini barang 2-3 hari lagi.."

"Nanti aja lah pakde, belom tau ntar..." jawabku.


Saat ini aku masih berada di rumah Pakde, untuk mengisi liburan kenaikan kelas. Rencana awal cuma mau berkunjung sehari itu malah berubah jadi menginap atas permintaan Pakde. Aku nggak bisa menolak karena memang jarang  banget ke sini, lagian aku juga senang mendengar cerita dari Pakde. Tapi kadang ada rasa sungkan juga kalau terlalu lama disini, itulah sebabnya aku nggak mau berlama-lama.

Sore hari itu, ada keinginan buat keliling desa, karena memang desa ini masih asri dan banyak sawahnya, hingga menyajikan pemandangan indah. Setelah berpamitan ke Pakde, kukayuh sepeda ontelku perlahan menyusuri jalan desa, sambil menikmati sore yang sejuk, baru jam segini aja sudah sejuk hawanya. 

Kumulai perjalanan itu dari batas desa sebelah barat. Sejauh mata memandang, sawah-sawah terbentang luas. Sampai di batas barat daya, kubelokkan sepeda ke timur, menyusuri batas selatan desa. Cuma ada sawah yang luas disini, anak-anak sedang ribut mengusir burung-burung yang mau memakan padi. 

Sampailah aku pada sebuah gapura yang membatasi desa ini dengan desa tetangga. Tepat sebelah gapura itu, aku melihat sosok hitam yang besar sekali yang cuma berdiri diam saja. Aku perkirakan tinggi gapura itu sekitar 4 meter, tapi gapura itu cuma sepundaknya saja. Benar-benar luar biasa tinggi makhluk itu. Makhluk itu tampaknya tidak mengganggu, mungkin cuma menjaga jalan masuk ke desa aja.

Kuteruskan bersepeda ke sebelah timur desa. Lagi-lagi persawahan membentang luas. Suasana sangat sepi disini, karena memang langit sudah mulai remang-remang. Saat sedang santai bersepeda, dari arah atas pesawahan, kulihat suatu sinar merah menyala, nampak seperti meteor jatuh. Kuhentikan kayuhanku untuk mengamati, ternyata sinar merah itu menuju ke arahku!

Dengan panik kugenjot lagi sepedaku, coba menjauh dari sana. Tapi aku kalah cepat, sinar merah itu melesat sangat cepat dan jatuh tepat di sampingku. Ternyata sinar merah itu cuma berupa benda sebesar ibu jari! 

Aku jadi ingat dengan cerita pakde soal benda pusaka yang kadang ngikut manusia secara sukarela, ciri-ciri kedatangannya sama dengan yang diceritakan pakde mungkinkah benda itu adalah pusaka yang mau mengikutiku? Tapi masak iya baru aja diceritakan trus langsung kejadian kayak gini?

Kuamati benda yang tergeletak di tanah itu, seperti sebuah batu bening berbentuk lonjong yang mengeluarkan sinar merah menyala. Tanpa ragu kuambil aja batu itu. Aneh, kukira akan terasa panas di tanganku, ternyata malah sangat dingin. Batu ini adalah sebuah akik.  Kulemparkan kuat-kuat batu akik itu ke arah pertengahan sawah. Lalu aku lanjut lagi bersepeda.

Langit benar-benar menggelap saat aku sampai di batas utara desa. Ada sebuah sungai agak besar sebagai pembatas  dengan desa sebelah. Di seberang sungai itu, nampak banyak sekali pohon bambu yang tumbuh di sepanjang sungai itu. Di sini suasana lebih sepi lagi, bahkan suara kendaraan dari kejauhan sudah tidak terdengar lagi, karena memang sudah gelap. Aku pun mengayuh sepeda untuk kembali ke rumah pakde. 

Saat melewati sebuah tegalan yang luas, di seberang tegalan itu kulihat ada tanah lapang, dan di tanah itu ada petak-petak persegi panjang, berwarna putih, jumlahnya banyak sekali. Apakah petak-petak itu adalah kuburan? Kok nggak ada nisan satupun? Tiba-tiba mataku menangkap suatu cahaya sangat terang dari samping tanah lapang itu. Dan ternyata cahaya terang itu berasal dari lampu di sebuah masjid yang sangat megah.

Masjid itu sangat besar, terang, dan sangat bersih. Aku heran, perasaan tadi nggak ada masjid, kenapa tiba-tiba bisa nongol di situ? Tidak ada satu orang pun disitu, segalanya terasa sangat sunyi dan aneh.

Selagi aku keheranan, mendadak dari arah kubah masjid itu melesatlah suatu cahaya kuning sebesar bola tenis yang berputar-putar sangat cepat menuju ke arahku! Bahkan sebelum aku sempat menghindar, cahaya kuning itu jatuh tepat di dekat kakiku, yang ternyata adalah sebuah benda kotak sebesar kotak korek api berwarna kuning mengkilat. Apakah ini semacam benda pusaka lagi? Kenapa bisa dua kali? Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku.

Kuambil benda itu, bentuknya semacam peti sangat kecil berwarna keemasan. Kotak itu mungkin sebesar kotak korek api. Terdapat semacam batu mulia berwarna gelap yang menempel di bagian atas. Kucoba membuka tutupnya, ternyata di dalamnya terdapat semacam buku kecil sekali, panjang sekitar 3 senti dengan lebar dua senti, dan buku itu ada tulisannya! tapi karena gelap, aku nggak bisa membacanya. 

Benda itu mengeluarkan semacam hawa sejuk dan lembut, seperti tidak berusaha untuk menekanku. Aku jadi bingung, mau kuapakan benda itu, mau kubuang kok sayang, karena isinya AlQuran. Setelah berpikir sejenak, akhirnya aku bawa aja kotak itu. 

Sebelum beranjak pergi, kuedarkan pandangan ke arah masjid tadi, tapi ternyata di situ sudah tidak ada masjid! Cuma tinggal lahan kosong dan sangat gelap. Akhirnya kukayuh lagi sepedaku untuk tinggalkan tempat itu, sudah cukup, aku nggak mau menemui dan melihat keanehan lagi.

Sesampainya di rumah Pakde, kucoba memeriksa kotak kuning tadi di bawah sinar lampu. Sebuah kotak yang terbuat dari logam kuning, entah emas atau kuningan. Pada bagian luar kotak itu ada tulisan-tulisan arab kecil-kecil yang memenuhi permukaan kotak. 

Kubuka tutup kotak itu, dan ternyata benar kalau di dalamnya ada semacam buku kecil yang penuh dengan tulisan arabnya. Buku ini adalah AlQuran mini! Bagaimana bisa ada AlQuran sekecil ini? Kok ya ada yang bisa membuatnya? Gimana cara membacanya! Tulisannya aja kecil banget.

Selagi kau berpikir sambil menimang-nimang benda itu, tiba-tiba saja muncullah Salma, Nyai penunggu ruang tamu, dan juga sosok pendekar penunggu halaman. Tiga jin itu menatap tajam pada benda yang kubawa. Maka segera saja kumasukkan benda itu ke dalam kotaknya lagi. Daripada bingung, lebih baik kutanya Pakde aja. Kutemui Pakde yang sedang nonton tv di ruang tamu.

Selagi kau berpikir sambil menimang-nimang benda itu, tiba-tiba saja muncullah Salma, Nyai penunggu ruang tamu, dan juga sosok pendekar penunggu halaman. Tiga jin itu menatap tajam pada benda yang kubawa. Maka segera saja kumasukkan benda itu ke dalam kotaknya lagi. Daripada bingung, lebih baik kutanya Pakde aja. Kutemui Pakde yang sedang nonton tv di ruang tamu.

"Pakde, aku tadi kejatuhan ini," kataku sambil menyerahkan kotak itu ke Pakde.

Pakde menerimanya, mengamatinya, lalu membukanya. "Whoaa... AlQuran ini Ndra... bagus sekali ini. Dapat dari mana itu?"

"Waktu aku lewat tegalan sana, aku kayak melihat masjid besar dan megah gitu, lalu tahu-tahu benda ini jatuh dari kubah masjid itu ke arahku, " Jawabku singkat.

"Tegalan? Nggak ada masjid di situ! Adanya malah kuburan," jawab Pakde.

"Oalah, jadi seberang tegalan itu kuburan to…," kataku kaget, "tapi kayaknya bukan masjid beneran kok Pakde, waktu aku ambil benda itu, masjid itu udah nggak ada di situ…," kataku. 

"Ow, berarti itu masjid gaib … emang di situ udah banyak orang yang melihat masjid itu kok, biasanya orang-orang dari luar desa ini yang melihatnya. Malah dulu pernah ada orang dari kota, mau ke desa sini lewat situ. Dikira ada masjid beneran, orang itu ikutan sholat di masjid itu, katanya sih ada imam dan makmum juga. Tapi setelah orang itu keluar dari masjid, tiba-tiba masjid itu hilang."

"Hah! Ada kejadian kayak gitu pakde?" tanyaku kaget. 

"Iya, beneran ini. Tapi nggak apa-apa kok, buktinya sampai sekarang nggak terjadi apa-apa sama orang yang ikut sholat di masjid itu…," kata Pakde, "ini AlQur'an bagus banget lho, mungkin malah benda langka ini. Kotaknya mungkin dari emas!"

"Eh! Emas, Pakde? Mahal, donk?" kataku sambil cengar-cengir.

"Woo, dasar kamu!"

"Sebenarnya aku tadi juga kejatuhan benda lain lagi Pakde, di sebelah timur desa, di persawahan itu."

"Hah?! Ada lagi? Benda apa itu? Sekarang di mana benda itu?" tanya Pakde dengan antusias.

"Batu akik berwarna merah, Pakde, tapi sudah kubuang lagi. He he he," kataku sambil ketawa.

"Woo... dasar kamu ini. Sebenarnya akik itu ada isinya, dan dia mau ikut kamu. Kayak kotak kecil ini juga mau ngikut kamu," jelas Pakde.

"Apakah itu seperti yang diceritakan pakde? Soal benda yang mau ngikut manusia secara sukarela?" tanyaku. 

"Benar, dua benda itu merasa cocok dengan kamu.. jadi mereka mau ikut kamu." jelas Pakde. "Kamu memang anak beruntung, mungkin malah istimewa, baru semalam di sini aja udah ada 2 benda yang mau ngikut kamu."

"Beruntung apanya, Pakde, pengennya jadi orang normal aja. Tapi ngeri juga ya, kalau tiap kali ketemu jin terus dia mau ngikut aku, haduh, bisa berapa banyak jin yang ngikut donk. Nggak mau ah." kataku.

Pakde tertawa, "kotak ini kamu simpan aja, jangan di buang. Auranya baik kok."

"Disimpan? Buat apa?" Tanyaku.

"Yaa buat koleksi lah. Dasar, kamu ini lho Ndra, orang lain yang pengen dapat aja nyarinya susah-susah, kamu yang tinggal nemu kok malah main buang aja!"

"Pakde aja yang simpan.. aku nggak tau harus kuapakan benda itu.." jawabku.

"Benda ini ngikut kamu dengan sukarela, jadi kamu sendirilah yang harus menyimpannya, kalo pakde yang menyimpan, pasti akan hilang sendiri dan pergi mencari kamu.."

"Bisa gitu ya..? Menyusulku sampai rumah gitu?" tanyaku heran.

"Mencarimu itu hal yang mudah buat jin.." jawab pakde. "Udahlah.. kamu simpan aja.. nggak kamu apa-apain juga nggak papa.. cuma disimpan saja.."

Agak ragu juga, benda-benda semacam itu memang kuanggap nggak penting. Tapi kotak kuning tadi akhirnya kusimpan juga, karena itu adalah AlQur'an, meskipun kecil. Lagian itu benda yang unik, Alquran kok sebesar kotak korek api. Mungkin malah termasuk benda  langka.

"Sebenarnya benda-benda itu dari mana asalnya to pakde?" Tanyaku. "Apakah ada yang memilikinya..?"

"Kalau benda itu ada pemiliknya, maka dia tidak akan berkeliaran mencari tuan seperti itu.."

"Lalu kenapa benda itu kayak muncul begitu saja dan mau mengikuti aku?" tanyaku.

"Benda pusaka semacam itu bisa disebut sebagai pusaka liar, pusaka yang tidak ada pemiliknya.."

"Lalu, dari mana asal muasalnya..?" tanyaku.

"Sebenarnya, dulunya pusaka itu juga ada pemiliknya, tapi mungkin karena pemiliknya sudah tidak mau memilikinya, maka pusaka itu dibuang begitu saja.. Bisa juga pusaka itu yang pergi sendiri dari pemiliknya, menghilang begitu saja dari tempat penyimpanannya.."

"Kenapa pusaka bisa pergi dengan sendirinya?" tanyaku

"Karena merasa tidak cocok dengan pemiliknya.. jadi dia pergi untuk mencari tuan baru yang sekiranya cocok dengannya.."

"Bisa nyari sendiri sesuai pilihannya gitu ya.." tanyaku heran.

"Memang begitu, karena benda itu berisi energi dari jin, juga ditambah energi dari pemilik sebelumnya. Dengan kata lain, jin yang berada di dalam pusaka itulah yang sebenarnya mencari pemiliknya.."

Makin banyak bertanya, maka makin banyak pula yang aku ketahui soal hal gaib, tapi juga makin membuatku pusing, karena semua hal gaib itu seakan tidak bisa pikirkan dengan akal. Aku bersyukur punya seseorang yang bisa menjelaskan segala hal soal keanehan ini.

Malam harinya sekitar jam 10, aku bersiap tidur dikamar yang sudah disediakan oleh Pakde Nardi, kamar ini bersebelahan dengan ruang penyimpanan benda-benda pusaka milik Pakde. Aku merebahkan diri di kasur, dan langsung tertidur.

Glodak..! Glodak..! Sreek..! Sreek..dug..! Dug..!

Suara gaduh dari ruangan sebelah mrmbangunkanku, suara-suara seperti orang memukul meja atau lemari, menyeret kursi, seperti ada yang beraktifitas dengan riuh. Aku lihat jam dinding, masih jam 1 pagi. Apa Pakde lagi memindah meja kursi ya? Tapi kenapa malam-malam begini?.

Dengan rasa jengkel, aku bangun dan menuju ke ruangan sebelah, kubuka pintu ruangan itu, sepi! nggak ada orang sama sekali! Tapi di lantai kamar, nampak sebuah peti kayu persegi panjang, nggak mungkin Pakde menaruh peti sembarangan gini. Mendadak saja peti itu bergerak-gerak dengan sendirinya! Aku terkejut setengah mati, malam-malam sepi tahu-tahu ada suara berisik dari peti yg bergerak sendiri.

Glodak..! Glodak..! Dug..! Dug..!

Peti itu seakan melompat-lompat sendiri. Aku mendekat dan menyentuhnya, peti itu diam. Lalu kubuka penutupnya, ternyata di dalamnya adalah kerisnya pakde yang baru. Saat aku sedang mengamatinya, tiba-tiba keris itu bergerak dan berdiri! Iya... keris itu berdiri pada ujungnya! Aku sampai terlonjak ke belakang saking kagetnya. Jadi teringat omongan Pakde tadi siang, ada beberapa pusaka yang nakal, jadi ternyata ini yang dimaksud pakde. 

Keris itu masih berdiri di dalam peti yang terbuka itu, maka kuraih keris itu dan kuletakkan di dasar peti. Tapi mendadak saja di sebelah peti itu muncul sosok harimau loreng hitam-kuning sebesar sapi! Aku terhenyak kembali! Dasar keris sialan, ngagetin kok berturut-turut! Harimau itu menggereng-nggereng lirih.

"Heh, jin sialan! Bisa tenang nggak?! Mengganggu orang tidur saja! Sana pergi!"

Saat itulah kurasakan aura lain di belakangku yang kukenali sebagai auranya Salma. Kutengok ke belakang, sosoknya Salma sudah berdiri di sana.

"Apa dia sudah mengganggumu?" tanya Salma.

"Ehh, nggak kok, cuma bercanda," kataku untuk menghindari keributan.

Tapi jin mana bisa dibohongi. Salma menatap tajam ke arah harimau besar itu, aura hitam terpancar sangat kuat darinya. Dan tau-tau saja harimau yang tadinya galak dan sangar itu sekarang cuma menunduk diam di depanku seperti seekor kucing. Mungkin dia takut dengan Salma, dan mungkin Salma sedang mengancamnya. Harimau itu mundur-mundur sambil masih terus menunduk lalu sosoknya menghilang begitu saja. Salma pun ikut menghilang dari ruangan itu.

Kututup peti kayu itu lagi, kuangkat dan kuletakkan di atas meja di tengah ruangan. Kutinggalkan ruangan itu untuk kembali ke kamar. Tapi baru sampai di ambang pintu ruangan,  mendadak  saja muncul sosok wanita cantik tepat di depanku! Dia adalah nyai cantik berkemben, penunggu ruang tamu rumahnya Pakde. Aku terlonjak kaget lagi! Sialan bener! Bisa jantungan kalau kayak gini terus! 

"Nyaiii..! Ngagetin aja! Bisa nggak sih muncul nggak ngagetin?" Aku nggak tau namanya jadi kupanggil nyai aja, sama kayak Pakde manggil dia.

"Hihihi... maaf kalau mengagetkan, kamu kenapa belum tidur? Malah ada di ruangan ini?" kata nyai itu.

"Aku terbangun, gara-gara harimau sialan itu, usil banget sih dia?!" kataku.

"Dia memang nakal, masih liar, belum dijinakkan," kata nyai.

"Kasih tau dia, nyai, agar jangan gaduh dan berisik."

"Iya, nanti biar tak kasihtau."

"Ya, udah, aku mau tidur lagi." kataku.

Aku beranjak ke kamar dan merebahkan diri, tapi otakku masih mikir, jadi ternyata pusaka yang belum jinak itu begitu kelakuannya, ada-ada saja. Jadi tambah kuat keinginanku buat menghindari benda pusaka. Tanpa terasa aku sudah terbang ke alam mimpi lagi. 

Keesokan harinya, adzan subuh membangunkanku, langsung beranjak wudhu dan sholat subuh di kamar. Setelah selesai, aku keluar kamar, ternyata Pakde sudah bangun, lagi duduk di ruang tamu. Di meja ada 2 gelas kopi dan singkong goreng.

"Sini, ngopi dulu, Ndra... sama singkongnya di sambi," kata pakde.

"Iya… makasih, Pakde," aku duduk dan menyeruput kopi itu, terasa nikmat sekali. Sambil ngemil singkong, aku pun bercerita. "Pakde, tadi malam kerisnya masih nakal lho.

"Lho! Iya to? Kamu digangguin?"

"Ya cuma bikin suara gaduh gitu. Tapi pas tengah malam, jadi kebangun,"  jawabku.

"Yaa emang gitu kok kalau pusaka nakal. Coba nanti tak ganti tindiknya aja, diganti yang lebih kuat," kata Pakde.

"Emangnya tindik gitu juga ada tingkatannya, to, Pakde?" tanyaku

"Ya, ada lah, kan pusaka juga beda-beda  tingkatannya, jadi tindiknya juga harus beda-beda dong, kalau pusaka yang nakal itu kuat ya tindiknya harus kuat."

"Oo... gitu, ya.…" cuma itu yang bisa kukatakan.

"Dulunya keris itu juga termasuk pusaka liar juga, nggak ada pemiliknya, maka kuambil saja. Jadi pusaka itu mengikutiku tanpa kehendaknya sendiri, seperti dipaksa. Jadilah pusaka yang liar dan perlu dijinakkan.."

"Jadi harus dijinakkan dulu ya.." jawabku.

"Lah iya.. biar nggak jadi liar.." sambung pakde. "Ngomong-ngomong, ntar kamu ikut Pakde nggak? Ke tegalan?"

"Nggak, ah, Pakde, aku mau pulang pagi aja sekalian…,". jawabku.

"Lho?! Lha kok malah tergesa-gesa pulang tu gimana? Menginap lagi aja di sini." 

"Aku masih harus persiapan buat masuk SMP, kok, Pakde," ujarku.

"Ooo, gitu to, ya sudah. Tapi pulangnya ntar aja, nunggu biar terang dulu."

"Iya, lah, Pakde, masak masih gelap  gini, mau pulang," kataku.

Sekitar jam 7 pagi aku pamit ke Bude dan Pakde Nardi. Beliau berdua berpesan agar aku sering-sering datang kesana. Aku kayuh sepedaku untuk pulang. Bahkan aku disuruh membawa oleh-oleh berupa sayur dan buah-buahan untuk keluargaku, sampai aku kerepotan sendiri membawanya dengan naik sepeda.

Sungguh pengalaman yang mengasyikkan, aneh lagi membingungkan, dan penuh misteri. Tambah lagi, aku mendapatkan sebuah benda berupa AlQuran mini yang menurut pakde adalah termasuk benda pusaka juga. Walaupun beberapa pertanyaanku sudah terjawab, tapi malah membuatku semakin penasaran untuk tahu lebih banyak lagi. Mungkin aku harus sering berkunjung ke rumah Pakde lagi nanti.

BERSAMBUNG
close