Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MATA BATIN ARYA (Part 9) - Kiriman Gaib

Liburan kelulusan masih belum habis, padahal kadang aku sudah merasa bosan berada dirumah terus-terusan. Seperti malam minggu itu, bosan di rumah, ditambah udara terasa nggak enak banget, panas, lembab, gerah, bikin keringetan. Nggak biasanya hawanya sampai kayak gini. Firasatku mengatakan akan terjadi sesuatu hal yang buruk disini, tapi aku tak tahu apa itu. 


Karena di dalam rumah terasa sangat panas, maka aku keluar rumah untuk mencari angin. Ternyata di luar hawanya sama saja, panas dan lembab, suasana terasa semakin aneh aja. Tapi baru aja duduk di kursi depan rumah, ibu sudah muncul dan menyuruhku ke warung.

"Ndra, tolong Ibu dibeliin kopi ya. Kopinya ayah abis itu. Beli di warung pojokan itu aja."

"Iya Bu, tapi ntar aku dibuatin kopi juga ya," jawabku.

"Ya, ntar aja dibuatin sekalian, kata ibu sambil menyerahkan uang.

"Ini kopi yang biasanya itu kan...?" tanyaku.

"Iya, emang kesukaan ayahmu cuma itu...."

Bergegas kuambil sepedaku dan mengayuhnya ke arah warung. Sesampai di warung aku beli 2 bungkus kopi, cuma beli itu aja langsung pulang. Hawa terasa makin gerah saja, dan entah kenapa jalanan kampung itu terlihat sepi. Entah pada kemana orang-orang itu.

Dalam perjalanan pulang itu, mendadak saja, di angkasa jauh di atasku, kuihat suatu larikan sinar merah melesat cepat. Kemudian muncul lagi sinar di belakangnya, lalu muncul lagi, dan lagi, hingga kira-kira ada sepuluh sinar merah melesat berurutan, seperti meteor jatuh yang meninggalkan jejak panjang di belakangnya. Sinar-sinar itu melesat pada ketinggian kira-kira lebih dari tinggi rumah berlantai tiga. 

Tapi kemudian aku terhenyak sendiri, karena ternyata semua sinar itu menuju ke arah rumahku! Maka kugenjot sepeda dengan cepat, niatnya sih ngebut, tapi namanya cuma  naik sepeda, kecepatan ya cuma segitu aja. Aku cuma kuatir kalau rumahku yang dituju oleh sinar-sinar itu. 

Namun ternyata sinar-sinar merah itu menabrak dinding rumah Pak Har, salah satu tetangga yang berjarak 4 rumah dari rumahku. Sinar-sinar merah itu seakan meledak buyar saat menghantam dinding dan genteng rumah, hingga menimbulkan suara ledakan-ledakan keras dan menyebarkan percikan bunga api.

Tapi anehnya, dinding dan genteng rumah Pak Har masih utuh! Dan saat semua ledakan itu mereda, aku jadi terjingkat kaget karena mendadak saja tepat di sebelahku sudah berdiri sesosok gadis sangat cantik berpakaian hitam-hitam. Gadis itu tertawa merdu melihat kekagetanku, dia adalah Salma.

"Kenapa kamu masih kaget saja...? Apa kamu nggak merasakan kehadiranku?"

"Orang lagi fokus sama sinar tadi kok... lagian ngapain kamu tau-tau muncul gitu?" kataku agak kesal.

Salma tertawa lagi, "aku cuma merasakan suatu serangan gaib di sekitar sini, aku cuma kuatir kalo kamu ikut terkena., jadi aku datang mencarimu."

"Serangan? Apa maksudnya?" tanyaku.

"Sinar merah tadi adalah serangan gaib dari seseorang yang ditujukan pada penghuni rumah itu," jawab Salma, "termasuk jenis serangan jarak jauh."

"Jadi, sinar itu adalah serangan gaib?" tanyaku, "bisa dari jarak jauh gitu ya…,"

"Iya, memang kebanyakan seranga gaib itu dari jarak jauh, dan cuma kamu dan orang-orang sepertimu yang bisa melihat sinar merah macam tadi...."

"Jadi gitu ya… cuma aku yang bisa lihat..," kataku. "Pantesan saja rumah itu masih utuh, ternyata cuma gaib saja.."

"Itu baru serangan permulaan, malam nanti akan ada serangan lagi.."

"Kamu yakin?" tanyaku

Salma tersenyum. "Aku ini jin, jadi aku tau segala macam serangan semacam itu.."

"Aku yang nggak ngerti sama sekali.." jawabku.

Tawa cekikikan Salma terdengar keras karena mendengar jawabanku. "Apa kamu ingin aku menghentikan serangan itu...?" tanyaku.

"Emang kamu bisa?" tanyaku heran. 

"Itu adalah persoalan mudah buatku... gimana?"

"Nggak usah aja lah, jangan mencampuri urusan orang, jadi biarkan saja," jawabku.

Selama ini aku sudah sering melihat kilatan-kilatan sinar yang melesat di angkasa seperti tadi, tapi aku nggak tau sinar apa itu. Ternyata sinar itu adalah perwujudan dari serangan gaib, dan malam ini aku baru mengetahuinya dari Salma. Dan entah kapan perginya, tau-tau aja Salma sudah nggak ada di situ lagi.

Lalu kulihat Pak Har keluar dari rumahnya, dia celingukan ke arah tembok samping rumahnya seakan sedang mencari sesuatu. Akhirnya dia cuma berdiri mematung dan garuk-garuk kepala. Aku jadi heran, sinar-sinar tadi berwujud gaib, tapi kenapa Pak Har bisa mendengarnya? Dan lebih anehnya lagi tidak ada satu pun tetangga yang keluar rumah. Berarti tidak ada satu orang pun yang mendengarnya selain aku dan Pak Har

Tanpa sengaja mataku menangkap suatu gerakan di pojokan halaman rumah Pak Har, dua sosok berbalut kain putih yang diikat pada bagian atas kepala dan kakinya, wajah mereka gosong seperti habis terbakar, kulit wajah sebagian mengelupas dan berdarah!

Matanya melotot seperti mau keluar dari tempatnya, sedangkan bibirnya hancur membusuk hingga giginya terlihat dari luar. Dan dari mulut mereka terdapat banyak sekali belatung yang keluar dan berjatuhan di dadanya. Pasti bau sangat busuk seperti bau bangkai tikus menguar sangat tajam bila berada di dekat mereka. Dua sosok yang kulihat itu adalah pocong! 

Heran, kenapa bisa ada pocong di sini? Biasanya jarang sekali ada makhluk halus di sekitar sini? pikirku. Dan tampaknya Pak Har tidak bisa melihatnya, karena saat 2 pocong itu melayang tepat di depan Pak Har, dia tidak bereaksi sama sekali. Dua pocong itu terus melayang masuk rumah Pak Har dengan cara menembus tembok rumah!

"Ada apa Pak? Lagi nyari apa?" tanyaku berbasa-basi pada Pak Har

"Eh,  kamu, tho, Ndra. Ini tadi kayaknya ada yang melempari rumah, keras banget bunyinya. Sampai dinding rumahku bergetar lho. Apa tadi ada yang melempar petasan ya? Kok sampai keras gitu..."

"Masak, sih pak? Aku barusan lewat sini, tapi nggak ada orang, tuh, Pak," jawabku pura-pura nggak tau

"Ini pasti kerjaan anak-anak perempatan itu! Kurang kerjaan banget, melempari rumah orang, pake petasan lagi!. Kerjaannya cuma mengganggu orang saja!! Awas aja kalau sampai aku pergoki mereka!" Pak Har menggerutu sambil berjalan masuk lagi ke rumahnya.

Memang di batas desa ini ada perempatan jalan yang sering dipakai anak-anak muda buat nongkrong, mereka sering godain cewek-cewek lewat. Dan pak Har telah menyalahkan para pemuda itu. Tapi kemudian tanpa pikir panjang, aku lanjut jalankan sepeda menuju rumah. Dan kejadian itu langsung terlupakan begitu saja.

***

Keesokan harinya, minggu pagi sekitar jam 9, Pak Har tau-tau datang ke rumahku. Jadi teringat kejadian semalam, aku langsung menduga kalau hal ini ada hubungannya sama kejadian itu, moga aja aku nggak disalahkan. Bisa saja pak Har mengira kalau aku yang melempari rumahnya.

"Ayahmu ada, nggak, Ndra?" tanya Pak Har.

"Oh, ada Pak, mari masuk dulu, tak panggilkan dulu," jawabku.

Kini aku bisa bernapas lega, ternyata Pak Har mencari ayahku. Kupersilakan dia masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu. Sementara aku masuk untuk memanggil ayah, lalu keluar lagi dan duduk di beranda rumah, tapi dari sini masih bisa kudengar suara obrolan ayah dan Pak Har,

"Eh, Pak Har, ada apa Pak? Kayaknya penting banget," kata ayahku.

"Maaf mengganggu ya Pak... saya ke sini mau minta tolong, kakakmu Pak Nardi itu kan bisa mengerti soal hal-hal gaib, saya minta tolong buat dihubungkan dengannya, kira-kira bisa, nggak, Pak?" urai Pak Har. 

"Oohh, tentu bisa, lha emang ada masalah apa, Pak?" tanya ayahk

"Begini, tadi malam itu rumah saya kayak ada yang melempari pakai petasan, bunyinya keras banget. Itu kemarin si Andra juga pas lewat sana. Terus pas tengah malam, ada suara kayak ledakan kembang api di atas rumah. Dan genteng rumah itu kayak ada yang menyebari pasir gitu. Terus pagi harinya, tetiba istri saya merasa sakit di seluruh badan, mau bangun nggak bisa, katanya badan terasa lumpuh, lehernya terasa kayak ada yang mencekik. Saya kok curiga ini adalah kiriman dari orang." Panjang lebar Pak Har menjelaskan

"Kiriman? Maksud Pak Har?" tanya ayah

"Ya semacam kiriman gaib, gitu Pak… entah santet atau teluh, saya juga nggak tau pasti. Makanya saya minta tolong buat dihubungkan dengan Pak Nardi, beliau pasti tau soal ini." Nardi adalah kakak dari ayahku, pakdeku.

"Saya juga nggak ngerti soal hal beginian Pak, biar saya ke rumah Mas Nardi dan menjemputnya sekarang," kata ayahku

"Saya ikut sekalian aja Pak, masak bapak mau berangkat sendiri."

"Baiklah... begitu lebih baik... bapak bisa ngomong langsung sama Mas Nardi," jawab ayah.

"Ya memang itu yang saya pikirkan Pak, terima kasih banyak ya Pak, maaf udah mengganggu istirahatnya," Pak Har terlihat sungkan. 

"Ooh, nggak apa-apa, jangan dipikirkan, sesama tetangga memang harus tolong-menolong, tho, Pak," jawab ayahku.

"Ya, sudah... kita ke rumah saya dulu, berangkat naik mobil saya saja," Pak Har pamit pulang.

Mereka beranjak keluar dan menuju ke rumahnya Pak Har. Sementara aku malah jadi kepikiran, yang dikatakan Salma kemarin ternyata benar, sinar itu adalah wujud dari serangan gaib. Dan kata Pak Har tadi, itu adalah kiriman santet atau teluh, entah apa bedanya.

Apakah santet dan teluh itu adalah serangan gaib jarak jauh yang dimaksudkan Salma itu ya? Gaib memang benar-benar membingungkan, apalagi buat bocah sepertiku yang pemikirannya belum sampai kesitu. Pengen mengabaikan, tapi kok ya penasaran terus. 

***

Sore harinya jam 3, ayahku sudah pulang bersama Pakde Nardi tanpa Pak Har, mungkin dia langsung pulang. Tampak Pakde Nardi membawa tas besar dan tas kresek kecil. Ketika kulihat bungkusan tas kresek itu, ternyata isinya kembang setaman. Ini buat apa lagi pakai kembang segala? Aku memang belum ngerti apa-apa.

Pakde dan ayah ngobrol di ruang tamu, dan obrolan itu masih bisa kudengar dari kamarku. Ternyata nanti malam Pakde berniat membantu tetanggaku yang kena gangguan gaib itu. Makanya dia membawa tas besar yang entah apa isinya, mungkin peralatan ritual. Berarti kembang itu mungkin untuk keperluan ritual juga.

Dari obrolan itu aku baru tau kalo ternyata Pakde udah cerita ke ayah soal kemampuanku. Ayahku malah mendukung untuk mengembangkan kemampuan itu. Katanya biar aku bisa membantu orang yang diganggu makhluk halus. Aku malah jadi heran karena ternyata ayah malah mendukungku. Akhirnya akupun ikut bergabung dengan obrolan mereka di ruang tamu. Baru saja duduk, pakde sudah nyeletuk.

"Kemarin disuruh menginap 2-3 hari aja nggak mau, sekarang malah ketemu lagi disini kan?" 

Aku cuma bisa cengar-cengir. "Kalo kelamaan menginap, nggak enak pakde.."

"Halah, aku ini pakdemu lho.. kenapa harus nggak enak?" sahut pakde. "Jadi gimana? Apa kamu sudah memutuskan?

"Memutuskan apa pakde..?" tanyaku bingung.

"Soal kemampuanmu itu.." jawab Pakde.

"Belum.. baru juga beberapa hari.." jawabku

Ayahku menyahut. "Pakde-mu itu, pengen bisa aja harus belajar dan berguru kemana-mana. Kamu yang dapat dari bawaan lahir malah nggak mau,"

"Tapi aku nggak suka yah, rasanya aneh aja punya sesuatu yang asing gitu... aku pengen kayak anak-anak normal lainnya," jawabku mengelak.

"Jadi kamu anggap Pakdemu ini juga nggak normal donk? Ha ha…," sahut pakdeku bercanda.

"Hehe... bukan gitu, Pakde, kalau Pakde kan memang belajar, memang niat mencari sampai kemana-mana. Lha aku, nggak ngapa-ngapain aja dapat dengan sendirinya... kayak datang secara tiba-tiba…," kataku. 

Akhirnya ayah menengahi. "Ya sudah, kalau itu keinginanmu, terserah kamu aja... Ayah cuma mendukungmu aja. Asal kamu tau, kami ini keluargamu, jadi kami nggak akan memperlakukanmu seperti orang lain memperlakukan kamu."

"Iya, Yah, aku ngerti kok... makasih…," jawabku.

"Nanti kamu ikut ke rumah Pak Har ya, Ndra?" tawar pakde padaku.

"Aku mau cerita pakde.. soal apa yang kulihat kemarin di rumah pak Har.." kataku.

"Apa yang kamu lihat? Apakah ada hubungannya dengan masalah ini?" Tanya pakde.

"Aku nggak tau.. tapi aku melihat banyak sekali kilatan-kilatan cahaya di atas…"

Maka kuceritakan semua yang kulihat malam itu di rumah pak Har, mulai dari kilatan sinar-sinar yang banyak itu, suara-suara ledakan, sampai penampakan pocong yang mengerikan. Selesai bercerita, pakde tampak terdiam sejenak, sepertinya beliau lagi memikirkan sesuatu. Kami jadi sama-sama terdiam.

"Apa ada hubungannya dengan kejadian ini mas?" tanya ayah.

"Aku sudah bisa menduga, tapi belum terlalu yakin sebelum melihatnya sendiri.. Soalnya tadi waktu lewat di depan rumah pak Har, aku juga merasa adanya hawa yang aneh, tapi aku tidak melihat penampakan apapun.." jawab pakde.

"Jadi harus melihat lebih dalam lagi ya.." kata ayah.

"Itulah sebabnya aku mau mengajak Andra buat membantuku.." kata pakde.

"Apa nggak bahaya, tho, Mas?" sahut ayah.

"Sudah, kamu tenang aja, lagian anakmu itu diikuti jin yang sangat kuat, nggak mungkin itu jin ngebiarin anakmu kenapa-kenapa," kata Pakde. 

"Apa jin yang mengikuti Andra itu cukup kuat? Apa bisa menjaganya?" tanya ayah masih kuatir.

"Kamu belum tahu sih, umur jin itu aja mungkin sudah ribuan tahun, jadi nggak disangsikan lagi kesaktiannya. Nanti kamu akan melihatnya sendiri," jawab pakde.

"Lah, aku kan nggak bisa melihat seperti kalian berdua?!" kata ayah.

"Oh, iya, ya... ha ha ha…," Pakde tertawa terbahak-bahak.

Pakde berada di rumahku sampai malam, sekaligus persiapkan diri buat pembersihan itu. Aku sendiri nggak bisa bayangin apa yang akan terjadi nanti, karena memang aku belum pernah melihat secara langsung proses penyembuhan dari gangguan gaib semacam ini, dan yang jelas, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan nanti.

BERSAMBUNG
close