Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MATA BATIN ARYA (Part 10) - Teluh

"Saya akan masuk ke kamar itu, berusaha menolong istri sampeyan, saya harap sampeyan dan yang lainnya tetap disini," kata pakde, "jangan sampai ada yang ikut masuk kesana sebelum keadaan aman...."

"Baik, Pak…," jawab Pak Har.

"Terus, aku ikut nggak?" tanya ayahku tiba-tiba.

"Tetap disini aja, sama kayak yang lain…," tukas Pakde, "Ndra, ntar kamu ikut aku masuk ke kamar ya…." 

"Lah... aku kan nggak bisa apa-apa, ntar  kesurupan gimana? malah semua ikut celaka lho…," protesku.

"Udah, tenang aja... nggak akan terjadi apa-apa sama kamu," kata Pakde.


Saat ini kami sedang berada di rumah Pak Har, dia menduga kalau istrinya telah mendapat gangguan gaib, jadi Pak Har meminta tolong pada Pakde untuk menyembuhkan istrinya itu. Aku sendiri nggak tau kenapa aku diajak juga. Sedangkan ayahku cuma mau mendampingiku saja.

Tadi saat  baru masuk ke halaman saja, sudah kulihat jelas kalau rumah ini diselimuti semacam kabut hitam tipis di sekelilingnya. Di atas genteng rumah, kabut itu terlihat lebih tebal bergumpal-gumpal, suasana rumah ini jadi terasa seram dan mencekam. 

Bahkan di ruang tamu ini saja kulihat 2 makhluk berwujud perempuan berbaju putih bergeming di pojokan ruang tamu sambil menatap tajam ke arah kami, seakan sedang menunggu sesuatu. Rambut awut-awutan dengan wajah seram luar biasa, kulit wajah itu seperti daging yang telah membusuk dan dikerubungi banyak sekali belatung.

Di ruang tamu itu kami ngobrol membahas hal yang akan pakde lakukan. Di situ juga ada beberapa orang yang mungkin saja saudaranya Pak Har. Wajah-wajah mereka menunjukkan kecemasan dan ketakutan, tapi mereka seperti penasaran dan tampaknya ingin mengetahui apa yang terjadi selanjutnya.

Setelah menjelaskan pada pak Har, apa yang harus dia lakukan nanti, pakde pun mengajakku menuju ke pintu kamar Pak Har. Kuikuti saja langkah beliau dengan hati was-was, kuatir kalau-kalau nantinya aku malah mengacaukan keadaan itu hingga membuat kami semua jadi celaka. 

Pelan-pelan Pakde membuka pintu kamar tempat istri Pak Har terbaring. Begitu pintu terbuka, kulihat sebuah pemandangan yang sangat mengenaskan, juga membangkitkan emosi. Di kamar itu ada sebuah tempat tidur besar, dan di atasnya terbaring seorang perempuan yang merintih-rintih kesakitan, mungkin memang inilah istrinya Pak Har. Kulihat ada tigabelas sosok jin mengerumuni tubuh perempuan itu!

Sembilan sosok jin kerdil, botak, berperut buncit, bertelinga lancip dan berwajah tua. Makhluk-makhluk kerdil ini cuma memakai semacam cawat saja. Dengan kuku-kuku panjang runcing itu, mereka mencengkeram kaki dan tangan istrinya Pak Har, terlihat jelas kalau kuku-kuku makhluk itu sampai menembus kaki dan tangannya. 

Masih ada dua sosok tinggi besar berbulu hitam, mirip gorilla tapi wajahnya sangat menyeramkan dengan gigi taring yang besar-besar dan mata yang mencorong merah menyala. Kedua sosok ini menduduki perut dan dada istrinya pak Har, seakan sengaja membuat perempuan itu jadi kesulitan bernapas.

Di arah kaki perempuan itu, aku melihat makhluk besar dan gemuk pendek, bungkuk dan bulat di punggung, kulitnya berwarna hijau bersisik, dan ditumbuhi bulu-bulu jarang dan kaku seperti ijuk. Wajahnya sangat menyeramkan, mata besar melotot, mulut lebar dipenuhi gigi taring yang menjorok keluar, dengan lidah panjang terjulur. Makhluk ini membawa semacam tombak yang berbentuk sangat aneh, dan tombak itu terus-menerus ditusukkan ke kaki istri Pak Har. 

Makhluk yang paling menyeramkan adalah sosok yang sedang mencekik leher istrinya Pak Har. Sosok ini berwujud nenek keriput berwajah mengerikan, pipi kempot hingga tampak seperti tengkorak. Mata cekung sangat dalam, bola mata hitam semua, rambut putih awut-awutan, kuku jari-jarinya panjang dan runcing yang mencengkeram  sampai menembus masuk ke leher istri Pak Har.

Aku ingat kalau masih ada 2 sosok lagi, yaitu sosok pocong yang kemarin kulihat waktu sinar-sinar gaib itu datang. Juga masih ada dua sosok kunti lagi di ruang tamu tadi. Aku cuma kuatir kalau mereka tetiba  menyerang dari belakang. Aku harus ngomong ke pakde soal 4 makhluk itu. Saat kami baru masuk ke kamar itu aja, kulihat semua makhluk itu melihat ke arah kami dengan tatapan marah, seakan terganggu pekerjaannya

Sungguh suatu pemandangan yang membuat bulu kuduk merinding. Aku bener-bener nggak tega melihat kondisi istrinya pak Har, dia terus menangis dan berteriak kesakitan. Tak disangka kok ya ada manusia tega berbuat sekeji ini. Sepertinya pengirimnya sudah tidak punya belas kasihan, niat banget mencelakakan si korban.

Sampai saat itu aku masih berdiri mematung di depan pintu itu, nggak tau harus ngapain. Belum pernah aku melihat makhluk halus mencelakai manusia seperti sekarang ini. Pakde melangkah masuk ke kamar itu, aku pun mengikutinya. Udara di dalam kamar itu terasa sangat tidak enak, panas, lembab dan berbau amis busuk. Energi hitam pekat terasa menekan kuat.

"Ini adalah jenis teluh, bukan santet…," gumam pakde dengan suara pelan.

"Apa bedanya, Pakde...?" tanyaku bingung.

"Teluh itu bertujuan untuk menyiksa korban, membuatnya menderita dan merasa sakit terus-menerus dalam waktu yang sangat lama sampai akhirnya meninggal juga…," kata pakde.

"Gimana caranya jin menyiksa?" tanyaku.

"Kamu lihat sendiri itu.." kata pakde sambil menunjuk ke arah istrinya pak Har yang terbaring dikerubuti jin. "Para jin itu sedang menyiksa korban, hingga nanti sampai meninggal.."

"Lalu apa tujuannya menyiksa begitu?" tanyaku heran.

"Untuk memberikan teror dan kengerian, agar si korban dan keluarganya jadi takut dan ngeri.. Mungkin juga si pengirim memiliki suatu dendam yang besar pada korban.."

"Sungguh mengerikan, manusia tega berbuat begitu pada sesama.." kataku bergidik ngeri.

"Memang begitulah sakit hati dan dendam itu.."

"Kalo santet itu yang bagaimana pakde?" tanyaku lagi untuk mengalihkan pembicaraan.

"Santet itu bertujuan membunuh korban secepat-cepatnya.... dengan memasukkan benda-benda kedalam tubuh korban.."

"Siapa yang memasukkan?" Tanyaku dengan bodohnya.

"Tentu saja jin-jin suruhan.. mereka yang membawa benda-benda untuk dimasukkan ke dalam tubuh korban.. seperti para jin yang kita lihat itu.. mereka juga suruhan.."

"Gimana cara memasukkannya pakde?"

"Benda yang dibawa jin pastinya diubah dulu dalam bentuk gaib.. jadi cara memasukkannya juga dengan jalan gaib.."

"Lalu benda macam apa saja itu..?" Tanyaku.

"Banyak sekali jenisnya, tergantung pengirimnya, bisa berupa paku, silet, kawat, batu, kerikil, besi, bahkan lintah dan kalajengking.."

Merinding kudukku mendengar benda-benda yang baru saja disebutkan pakde, tak terbayangkan bagaimana rasanya kalau benda-benda semacam itu berada di dalam tubuh manusia, padahal cuma tertusuk paku di kaki saja sakitnya sudah luar biasa.

Baru sekarang aku tau apa itu santet dan teluh, dan keduanya ternyata berbeda. Walaupun santet itu sangat keji, tapi teluh tentu saja jauh lebih keji. Nggak pernah kubayangkan kalau ternyata ada manusia yang tega sekali berbuat seperti ini. Pakde pun sepertinya juga kaget dengan banyaknya makhluk halus di dalam kamar.

Setelah meneliti keadaan kamar itu, Pakde Nardi maju ke tengah kamar, dia duduk bersila di lantai, mengambil tasnya, lalu mengeluarkan baskom, botol berisi air mineral, 3 batang dupa, sebungkus garam, dan kembang setaman. Pakde menuangkan air dari botol ke baskom itu, kembang setaman juga dimasukkan, kemudian menyalakan 3 batang dupa sekaligus, dupa itu diletakkan di dekat baskom berisi air kembang itu.

Pakde diam menunduk dan berkomat-kamit, entah apa yang dibacanya. Lalu dia mengambil garam dan menaburkan ke sekeliling kamar itu, maka tampak olehku suatu tabir samar-samar berwarna hijau yang tercipta dari garam yang disebar Pakde tadi, seperti semacam pagar gaib.

"Kamu tetap disitu, ya Ndra... jangan mendekat…," kata pakde. 

"Iya, Pakde... aku juga nggak ngerti kok…," jawabku.

"Perhatikan saja apa yang aku lakukan... nanti kamu pasti tau...." 

"Siap, Pakde…," jawabku.

Kemudian Pakde mengambil baskom berisi air kembang, mencelupkan tangannya ke dalam air kembang, komat-kamit sebentar, lalu air kembang itu ditiup sebanyak tiga kali. Kemudian pakde menciprat-cipratkan air kembang itu di sekitar tempat tidur istrinya Pak Har, dan mengenai semua makhluk yang merubunginya.

Entah apa kegunaan air kembang itu, tapi kulihat makhluk-makhluk kerdil botak itu menjerit bersamaan, kulit tubuh mereka langsung melepuh terkena cipratan air kembang itu, dan mereka pun menyingkir berserabutan dari tubuh istri Pak Har. 

Sungguh luar biasa, bagaimana mungkin cuma air kembang aja bisa melukai mereka? Semua makhluk kerdil berperut buncit itu kabur berlarian ke segala arah, tapi karena sebelumnya Pakde sudah membuat pagar di sekeliling kamar, maka mereka menabrak tabir pagar hijau yang tercipta dari garam tadi.

Pakde maju mengejar makhluk-makhluk kerdil yang berusaha kabur itu. Dari kedua tangan pakde keluar cahaya berpendar berwarna hijau. Sinar itu terus memanjang membentuk semacam pedang. Pakde menyabet-nyabetkan kedua pedang cahaya itu ke makhluk-makhluk kerdil itu. Mereka berusaha menghindar dan melawan, tapi mereka tak bisa menghadapi pakde.

Dua cahaya berbentuk pedang di tangan pakde itu membuatku takjub, belum pernah aku melihat hal semacam itu. Sementara jeritan kesakitan terdengar susul-menyusul, sosok-sosok kerdil itu berjatuhan, semua terkapar dengan tubuh terbelah. Bau sangit dan bau daging terbakar memenuhi ruangan. Kemudian mereka berubah jadi asap dan menghilang.

Empat makhluk yang tersisa masih bertahan di tempatnya, seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan air kembang itu. Mereka memandang tajam ke arah Pakde dengan penuh kemarahan. Pakde melangkah mendekati mereka, kudengar dua sosok hitam berbulu itu menggeram-geram, sepertinya mereka sedang berkomunikasi, mungkin lewat batin. 

Tiba-tiba dua sosok mirip gorila itu melesat menyerang pakde! Sementara sosok berwujud nenek dan sosok berkulit hijau itu masih terus menyakiti tubuh istrinya Pak Har. Pakde Nardi terkejut melihat serangan mendadak itu, segera dia bergerak menghindar lalu melakukan gerakan seperti sedang silat, bertarung dengan dua sosok mirip gorila itu. 

Pedang cahaya masih ada di kedua tangannya, membabat dan menangkis serangan dari dua makhluk berbulu itu, dia coba bertahan dengan pedang itu. Kalau dilihat dari mata awam, maka Pakde terlihat hanya bersilat sendirian dan tanpa dua pedang cahaya, padahal dia sedang bertarung dikeroyok 2 sosok hitam berbulu, bertarung dengan dua pedang seperti di film-film silat! Lalu mendadak saja pintu kamar terbuka dan ayahku masuk ke ruangan!

"Aku mendengar suara gaduh... apa kalian baik-baik saja...?"

"Ayah... jangan masuk dulu... bahaya…!" teriakku.

"Itu Pakde-mu lagi ngapain...?" tanya ayah keheranan.

"Lagi menghadapi makhluk halus…," kataku, "sebaiknya Ayah keluar dulu aja...."

"Tapi kamu nggak papa kan?" tanya Ayah kuatir.

"Sampai saat ini masih baik-baik saja…," jawabku.

"Ya, udah, Ayah keluar sekarang... kalo butuh bantuan, panggil saja...."

"Iya, Yah…," jawabku.

Ayahku pun keluar ruangan, maka kualihkan pandangan pada pertarungan itu. Walau dikeroyok dua sosok, tapi Pakde tidak terlihat kerepotan, bahkan bisa mendesak dua sosok itu. Tapi tanpa diduga, mendadak saja dua kuntilanak putih yang ada di ruang tamu masuk ke kamar, dan ikut menyerang Pakde. Padahal tempat itu sudah dipagari Pakde, dan ternyata 2 kunti itu sanggup menembusnya!

Kini Pakde dikeroyok 4 sosok. Namun begitu, Pakde masih sanggup mengimbangi gerakan mereka, bahkan sempat membacok salah satu kuntilanak dengan pedang cahaya yang membuat kunti terlempar jauh dengan kepala terbelah, berubah jadi asap, lalu menghilang.

Sosok nenek yang mencekik leher istrinya Pak Har itu menggeram marah, dan melesat ikut menyerang Pakde. Ditambah 2 sosok berbentuk gorila dan 1 sosok kunti, jadi pakde dikeroyok 4 sosok lagi.  Kali ini Pakde agak kewalahan karena selain dikeroyok, ternyata sosok nenek itu bisa bergerak sangat cepat. Pada satu kesempatan, sosok nenek itu berhasil menghantam punggung pakde dan membuatnya terlempar dan jatuh di lantai.

"Pakde...! Pakde baik-baik saja?" cecarku penuh cemas. 

"Tenanglah... serangan seperti itu nggak akan bisa membunuhku," jawab Pakde. "Tapi memang makhluk itu kuat sekali, kamu cepatlah menjauh, berbahaya."

Tapi sebelum aku menjauh, keempat sosok itu sudah menyerang lagi. Bahkan aku pun ikut diserang juga! Pakde Nardi bergerak menghindar, lalu balas menyerang. Maka terjadilah pertarungan itu lagi. 3 sosok mengeroyok Pakde. Dan kunti putih yang tinggal satu itu berkelebat cepat ke arahku!

Aku sama sekali buta soal gerakan silat, dan nggak tahu cara menghadapi jin. Dan tau-tau saja segumpal bola cahaya berwarna merah sudah berada tepat di depanku dan  menghantam dadaku. Aku terlempar ke belakang dengan punggung menabrak tembok ruangan, dadaku terasa sakit sekali, napasku sangat sesak dan pandangan mata mulai mengabur...

BERSAMBUNG
close