Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MATA BATIN ARYA (Part 4) - Asal Muasal

Aku tinggal di bagian pinggir timur kota, jadi masih belum terlalu ramai jika dibanding dengan pusat kota, malah seakan masih ada kesan dan suasana desa. Karena di kampungku masih banyak pohon besar dan lahan kosong. Hawanya juga tidak sepanas pusat kota, meskipun polusi suara dan udara sudah mulai memasuki kampungku.

Bangunan rumahku termasuk kecil jika dibanding luasnya tanah, meskipun nggak terlalu besar, rumahku terasa teduh, karena ada 2 pohon mangga di pekarangan depan rumah, di pojokan kiri kanan. Di halaman belakang juga ada pohon kelapa gading dan pohon jambu air. Jadi kalau siang hari, rumahku tidak terlalu panas karena ada pepohonan itu.


Sudah pernah kusebutkan sebelumnya, meskipun di sekitar rumahku ada makhluk-makhluk halus, tapi di dalam rumah tidak ada sama sekali. Ditambah lagi akhir-akhir ini aku merasakan seperti ada semacam tekanan yang nggak kelihatan dari sekeliling rumahku, tapi aku nggak melihat apa-apa. Kadang hal ini  membuatku jadi penasaran.

Hingga suatu sore kucoba mencari tau, sebenarnya tekanan apa yang selalu kurasakan itu, dan apa hal itu masih ada hubungannya dengan 'bersihnya' rumahku dari makhluk halus. Kucoba duduk diam di beranda rumah dan mulai berkonsentrasi. Sebenarnya aku sendiri nggak tau apa yang kulakukan, cuma menuruti kata hati saja. 

Mendadak aja, tepat didepanku, kulihat semacam tabir cahaya yang bersinar redup tembus pandang berwarna biru muda. Aku terhenyak kaget, dan tabir itu menghilang secara tiba-tiba. Maka kucoba lagi berkonsentrasi, dan tabir cahaya itu terpampang kembali. Aku  berdiri dan mendekat, tabir cahaya itu setinggi genteng rumah, bagian atas rumah juga tertutupi. Maka dengan penasaran aku berjalan mengelilingi rumah. 

Dan ternyata tabir cahaya ini seakan mengelilingi seluruh rumahku, membentuk semacam kubus hingga terlihat seperti sebuah benteng pertahanan. Aku sempat tertegun, takjub dan keheranan, tabir macam apakah ini? Apa fungsinya? Kenapa baru sekarang aku melihat ini? Apa tabir ini sudah dari dulu berada disini? Lalu darimana asalnya?

Berbagai pertanyaan berputar di kepalaku. Dan tiba-tiba seperti ada sebuah suara yang membisikiku, entah itu suara dari hati, ataukah dari pikiranku sendiri. Suara itu mengatakan kalau tabir cahaya itu memang berfungsi sebagai pagar gaib untuk melindungi rumah, membentengi dari makhluk halus atau orang yang berniat jahat yang mencoba masuk ke rumah. 

Aku sampe terheran-heran, dari mana asal suara itu? Kenapa bisa membisiki informasi dengan sedemikian detil? Dan sebelum selesai berpikir, suara itu kembali terdengar, menyuruhku untuk berkonsentrasi lebih keras lagi. Entah apa tujuannya, tapi kuputuskan untuk menurutinya saja.

Lalu terlihatlah 4 buah bungkusan kain putih kecil tergantung di keempat sudut rumah sebelah atas, tepat di bawah atap eternit. Siapa juga yang memasang bungkusan begituan? Apa hal semacam itu bukan termasuk syirik? Gitu pikirku. Emang sih tujuannya untuk membentengi rumah, tapi menurut guru agamaku, kalau pengen terbebas dari bahaya, maka mintalah perlindungan itu kepada Tuhan.  Itu adalah perlindungan paling kuat.

Aku jadi penasaran sendiri untuk mencari tahu darimana asal bungkusan itu, dan siapa yang telah memasangnya. Mungkin ayahku tau soal itu. Maka aku balik masuk ke rumah dan mendapati ayahku lagi menonton tv di ruang tamu. Jadi kutanyakan aja sekalian ke beliau.

"Yah, itu bungkusan yang di gantung di pojokan luar rumah, itu apa..? 

"Bungkusan apa?" tanya ayah.

"Itu bungkusan kain putih, ada empat bungkusan, satu di tiap pojokan rumah…," jawabku.

Dengan heran, ayah beranjak keluar rumah, dan sebentar kemudian beliau sudah balik lagi

"Ooh, itu... Ayah nggak tau apa isinya, dulu mbah kakung yang memasang…," jawab ayah sambil duduk kembali di sofa.

"Terus kenapa harus dipasangi gituan Yah...?" tanyaku.

"Kata mbah kakungmu sih buat perlindungan rumah... tapi Ayah juga nggak tau perlindungan macam apa…," jawab ayah. Mbah kakung adalah ayah dari ayahku, alias kakekku. 

"Mbokya dilepas aja to Yah, nggak usah pake gituan…," kataku.

"Udah biarkan saja, dari pada Mbah Kung-mu marah." jawab ayah.

Aku jadi mikir, kalau mbahku yang memasang bungkusan itu, berarti beliau juga mengerti soal hal-hal gaib

"Jadi, mbah kakung itu mengerti soal hal gaib gitu to Yah...?" tanyaku lagi.

"Iya... beliau memang bisa dan juga mengerti. Beliau ini diberi semacam kelebihan, mata batinnya sangat kuat, bahkan beliau bisa melihat makhluk halus…," jawab ayah.

Baru aku tau kalo ternyata mbah kakungku juga memiliki kemampuan itu, memang selama ini keluargaku memang nggak pernah membicarakan hal gaib semacam ini. Kini aku jadi merasa nggak sendirian lagi, dan ternyata bukan aku saja dalam keluarga ini yang memiliki keanehan. Aku jadi antusias untuk bertanya lagi, mungkin ayah tau lebih detil soal ini.

"Terus mbah kakung dapet dari mana Yah? Maksudku, dari mana asalnya...? tanyaku.

"Menurut cerita beliau, mbahmu itu dapat dari mbahnya lagi... karena mbah canggahmu itu juga punya kelebihan yang sama seperti mbah kakung…," jawab ayah. 

"Gimana cara dapetinnya? Di ajarin gitu?" tanyaku.

"Beliau bilang hal itu adalah semacam bawaan turunan dari lahir, jadi kelebihan itu sudah ada sejak dia lahir."

"Ooo, jadi di keluarga kita ada semacam kelebihan yang turun turun temurun gitu ya…," kataku.

"Ayah juga nggak tahu gimana detailnya, mbah kakungmu yang tau. Mungkin ntar kalo kamu ketemu sama beliau, kamu bisa tanyakan langsung saja…," jawab ayah.

Padahal rumah mbah kakungku itu sangat jauh, tepatnya berada di provinsi sebelah, dan baru satu kali aku mengunjunginya waktu masih kecil dulu. 

"Apa ayah juga mengerti tentang hal-hal kayak gitu? Maksudku punya kelebihan seperti mbah kakung juga?" tanyaku.

"Tidak, ayah tidak mendapat kelebihan turunan itu, tapi ayah malah senang nggak mendapatkannya…."

"Kenapa malah senang Yah..? Kan enak tuh bisa punya kelebihan mata batin gitu?" tanyaku.

"Enak apanya? coba kamu bayangin, tiap saat bisa ngelihat hantu gitu, dan pastinya semua hantu itu serem wujudnya... jadi nggak enak banget lah, ketakutan terus gitu…," ujar ayahku.

Memang benar kata ayah, akupun juga mengalaminya, merasa diawasi terus-terusan oleh makhluk halus dari segala arah. Belom lagi kalo ada yang mengikutiku. Dan sekarang aku dianggap anak aneh dan nggak waras oleh tetangga-tetangga, itu semua juga karena kelebihanku ini, kelebihan mata batin yang baru saja kuketahui. Sampai saat itu aku belum bercerita pada keluarga soal kelebihanku ini. Jadi aku masih berpura-pura nggak tau untuk bisa mendapat cerita dari ayah.

"Terus selain kakek, masih ada lagi nggak, anggota keluarga kita yang bisa dan mengerti hal-hal gaib gitu Yah?" tanyaku.

"Pakdemu itu sebenarnya juga bisa, tapi dia mendapatkan itu bukan karena keturunan, bukan dari lahir, dia memang belajar dan berguru."

"Pakde Nardi, itu, Yah?!"

"Iya Pakde Nardi… tapi sepertinya tidak terlalu kuat, dan nggak seperti mbah kakungmu, soalnya dia bukan keturunan, tapi cuma belajar dan mendalami…."

"Jadi, itu juga berpengaruh ya Yah..?" tanyaku.

"Iya menurut mbah kakungmu gitu, Ayah sendiri nggak mengerti soal itu…," jawab Ayah.

Pakde Nardi adalah kakak dari ayahku. Dan aku tahu kalau dia juga bisa dan mengerti soal gaib. Pakde Nardi memang sangat dekat dengan keluargaku, karena memang rumahnya paling dekat dibanding saudara-saudaranya ayah atau ibu yang lain. Ntar kapan-kapan aku pergi ke rumahnya aja, mau menanyakan hal-hal kayak gitu. Terlalu jauh kalau mau ke rumahnya mbah kung.

Sekarang baru aku mengerti dari mana ini semua dan apa yang terjadi denganku, suatu kelebihan yang disebut sebagai mata batin alias indra keenam. Dan dalam keluargaku nggak cuma aku saja yang diberi kelebihan ini. Namun begitu, entah ini bisa disebut anugerah atau malah musibah, karena aku sudah mulai merasa nggak nyaman dengan kelebihan mata batin ini.

Dan ternyata ayah pun juga berpendapat sama denganku, beliau tidak mau mempunyai kelebihan atau apalah itu namanya. Tapi mau bagaimana lagi, aku nggak bisa memilih terlahir sebagai apa. Sepertinya hal itu datang secara acak dari nenek moyang, menurun ke salah satu keturunan dan terus turun temurun tanpa bisa dihindari, dan tentu saja semua itu atas izin dari Allah. Dan sialnya, kebetulan pas aku yang ketiban kelebihan turunan itu. 

Mungkin ini sudah menjadi takdir dari Allah, atau mungkin malah sebuah cobaan, karena kalau Allah tidak mengizinkan, maka semua ini tidak akan terjadi. Ya, sudahlah..., aku cuma bisa menerimanya dengan pasrah, menjalani apa yang sudah jadi takdirku, mencoba jadi lebih sabar lagi meskipun kadang hati berontak ingin melepaskan diri dari semua ini.

BERSAMBUNG
close