Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MATA BATIN ARYA (Part 1) - Tanda Pertama

"Aryaa.…"
Celingukan aku mencari sumber suara itu, tapi tidak ada orang sama sekali. Lalu suara itu terdengar lagi.

"Arya... kemarilah...."

Sampai saat itu aku masih bingung siapa yang sedang dipanggil dan siapa yang memanggil. Kukira itu adalah suara orang, jadi akupun menjawabnya.

"Siapa kau? Dan siapa yang kau panggil?" tanyaku.

"Kaulah yang kupanggil, Aryandra... kemarilah... ikutlah denganku…," jawab suara itu lagi.


Kini aku baru tau kalau aku lah, yang dipanggil, karena selama ini semua orang memanggilku dengan nama Andra saja. Suara bisikan itu terdengar serak, berat, lirih seakan datang dari tempat yang sangat jauh, tapi terdengar sangat jelas seperti bergema di liang pendengaranku

Saat ini aku masih bersekolah di bangku TK, dan sedang belajar naik sepeda. Sebagai anak yang baru bisa naik sepeda, tentu lagi senang-senangnya dan seakan tidak mau berhenti untuk terus bersepeda. Hingga aku sering bersepeda bareng teman-teman keliling kampung.

Seperti malam ini, saking asyiknya bersepeda dengan teman-teman, kami sampai tidak sadar kalau malam sudah larut. Maka kami pun berniat pulang. Saat perjalanan pulang itu, tiba-tiba saja rantai sepedaku lepas dari tempatnya, jadi aku harus membetulkan dulu, teman-temanku ikut menungguku disitu. Dan saat itulah kudengar suara bisikan memanggil namaku tadi.

"Kamu lagi ngomong sama siapa?" tanya salah satu temanku.

Sapaan temanku itu membuatku sangat terkejut, karena saat itu aku lagi konsentrasi mencari darimana  asal bisikan tadi. Sepertinya teman-teman tidak ada yang mendengar suara yang memanggilku itu.

"Ada yang manggil aku... kalian coba dengar...." lalu kuberi isyarat agar mereka diam dan mendengarkan, tapi sampai beberapa saat menunggu, suara itu tidak terdengar lagi.

"Siapa yang manggil? Nggak ada suara apa-apa gitu kok..." kata temanku.

"Tadi ada kok... manggil-manggil aku…," kataku.

"Aneh banget kamu... orang nggak ada suara apa-apa…," jawab temenku.

"Udahlah, itu rantainya udah bisa belom?" tanya temen yang satunya lagi.

"Aku nggak bisa benerin.. pulang jalan kaki aja lah …," jawabku akhirnya.

Tapi ternyata teman-temanku mulai menggenjot sepedanya masing-masing dan meninggalkan aku. Jadi terpaksa aku pulang jalan kaki dengan menuntun sepeda sendirian. Sebelum jalan, sekali lagi kuedarkan pandangan ke sekeliling, dan aku baru sadar kalau saat ini kami sedang berhenti tepat di tanah kosong yang sudah sangat terkenal keangkerannya di kampungku. Pantesan saja teman-teman berlalu begitu saja meninggalkan aku, karena meang mereka sudah ketakutan duluan. Dengan pelan ku langkahkan kaki meninggalkan tempat itu sambil menuntun sepeda.

Itulah saat pertama kalinya aku mendengar suara gaib. Sejak saat itulah, aku jadi sering sekali mendengar suara-suara aneh, kebanyakan adalah suara memanggil namaku, tapi masih banyak suara lain yang kudengar, tapi selalu saja tidak ada wujud atau sama sekali.

Yang paling sering kudengar adalah suara tangisan perempuan, suara tawa cekikikan dan tawa keras laki-laki, suara desisan keras, geraman, bahkan suara berbagai jenis binatangpun sering kudengar tanpa ada satu wujud binatang pun. Tapi akhirnya cuma kuabaikan saja, seperti tidak pernah terjadi apa-apa, karena aku memang tidak tahu harus berbuat apa.

Tapi ternyata, kemudian bukan hanya suara saja yang kudengar. Seiring pertumbuhanku, lambat laun aku juga bisa melihat sosok-sosok yang tidak jelas seperti suatu bayangan hitam samar saja. Lalu dengan makin meningkatnya usiaku, maka bayangan-bayangan siluet yang sering kulihat itu seakan menjadi jelas, hingga aku jadi tau seperti apa wujudnya.

Seperti sore itu, saat ini aku sudah duduk di bangku SD kelas 3. Aku sedang main bola bersama teman-teman di lapangan pinggiran desa yang berbatasan langsung dengan sungai. Saat itulah aku melihat suatu makhluk berbentuk sangat aneh sekaligus menyeramkan.

Dia adalah makhluk menyerupai ular yang sangat besar dengan kepala berwujud perempuan cantik. Terdapat semacam mahkota kecil di keningnya. Wajahnya sedemikian halus dan tampak bersinar, tapi ada sepasang taring yang mencuat dari bibirnya. Suara mendesis keras terus keluar dari mulutnya.

Aku tidak merasa takut, tapi malah heran, baru kali ini aku melihat makhluk perpaduan manusia dan binatang semacam ini. Yang aku kuatirkan saat itu adalah kalau makhluk itu akan mencelakai kami nantinya, jadi akupun mengajak teman-teman untuk pulang, karena waktu juga sudah mendekati maghrib. Tapi jawaban temanku malah membuatku jadi nggak enak.

"Kamu kalo mau pulang ya pulang duluan aja, dasar penakut... orang nggak ada apa-apa kok...."

"Kamu nggak lihat? Itu ada ular gede banget gitu ... tuh di pinggir sungai …," jawabku.

"Ular apaan? Nggak ada apa-apa juga..."

Tapi kemudian aku jadi sadar kalau teman-temanku tidak ada yang bisa melihatnya. Jadi aku memutuskan untuk memperingatkan makhluk itu agar jangan mengganggu kami. 

"Heh... kau...! Jangan mendekat dan jangan ganggu kami!" teriakku.

Tapi ternyata yang kulakukan malah membuat situasi bertambah menyebalkan. Teman-teman malah melihatku dengan pandangan lebih aneh lagi.

"Kamu ngomong sama siapa? Kenapa ngomong sendiri di pinggir sungai gitu?" tanya temanku.

"Aku lagi memperingatkan ular itu agar jangan mengganggu kita.."

"Ular apa? Nggak ada ular disitu.." kata temanku.

"Dasar aneh kamu, orang nggak ada apa-apa juga…," sahut temanku yang lain.

"Terserah lah... aku cuma nggak mau kita celaka…," jawabku.

"Ngomong sendirian kaya orang gila aja…," sahut temanku yang pertama.

Saking kesalnya, aku pun memutuskan untuk pulang duluan, aku sudah tidak peduli kalau teman-temanku itu diganggu makhluk ular itu. Dan sejak saat itu teman-temanku seakan menganggapku sebagai orang aneh. Perlahan mereka mulai menjauhiku, tapi aku sudah tidak peduli lagi sama mereka.

Sampai saat itu aku belum tau tentang apa yang kulihat dan kudengar, apakah mereka benar-benar ada, atau cuma halusinasiku saja. Kalo mereka benar-benar ada, termasuk makhluk apakah mereka itu? Aku tau mereka bukan jenis manusia, karena mereka bisa bergerak sangat cepat dan menghilang begitu saja. 

Aku teringat omongan guru agamaku, kalau setan itu benar-benar ada. Apakah makhluk-makhluk aneh yang kulihat itu termasuk jenis setan? Aku tidak bertanya pada guru agama karena takut dicap sebagai anak aneh. Saking penasarannya, maka suatu hari akhirnya aku tanyakan hal ini pada ayahku, meskipun terlihat heran, tapi beliau menjawabnya juga.

"Masih ada banyak makhluk ciptaan Allah selain manusia, salah satu contohnya adalah jin…," jawab ayahku.

"Apa makhluk jin ini yang disebut setan?" tanyaku.

"Bukan... setan itu bisa dari golongan manusia juga.."

"Apakah mereka hidup di dunia juga?" Tanyaku.

"Iya.. mereka ada di bumi, tapi dimensi mereka berbeda, atau berbeda alam dengan kita, jadi kita tidak bisa melihat mereka, tapi mereka bisa melihat kita.. Makhluk yang nggak kelihatan itu disebut jin, biasanya orang menyebutnya makhluk halus atau hantu…," jawab ayahku.

"Kenapa kita tidak bisa melihat mereka ayah...?" tanyaku. 

"Karena mereka tidak badan kasar atau tubuh seperti manusia... mereka juga berada di alam jin, atau alam gaib...," jawab ayahku.

"Tapi kadang ada juga manusia yang melihat hantu yah…," kataku.

"Iya itu cuma kebetulan saja, dan wujud yang kita lihat itu bukanlah wujud asli…," jawab ayahku. "Kenapa tau-tau kamu nanya gitu?"

"Eh.. Nggak papa kok, Yah, cuma penasaran aja, karena aku ingat pelajaran agama yang  menyebutkan setan.." jawabku untuk menutupi.

"Dalam kitab suci kita, jin juga disebutkan kok.. mereka benar-benar ada, cuma manusia yang nggak bisa melihatnya..."

Kini aku baru tau kalau makhluk-makhluk berwujud aneh yang sering kulihat itu dari golongan jin. Berarti hantu-hantu yang sering dilihat manusia seperti kuntilanak, pocong dan genderuwo itu termasuk dalam golongan jin juga. Jadi selama ini aku bisa melihat jin dan makhluk-makhluk yang sangat ditakuti manusia.

Satu hal yang pasti, aku belum pernah menanggapi mereka. Ketika mereka memanggil namaku, aku tidak pernah menggubrisnya, bahkan menoleh pun  tidak, apalagi untuk memanggil mereka, belum pernah satu kalipun terpikirkan olehku. Kalau aku sedang main bersama temanku, kadamg aku cuma memperingatkan mereka agar jangan mendekat. Aku memang nggak mau berhubungan dengan mereka, karena kata hatiku bilang, jangan pernah berinteraksi dan menanggapi mereka, dan lebih baik menjauh saja.

Saat mereka mencoba mengikutiku pulang, maka langsung aku usir saja dengan isyarat gerakan tangan. Dan syukurlah mereka pergi begitu saja, kalau mereka nekat mengikutiku, tentu akan kuajak berkelahi sekalian. Tapi untunglah sejauh itu mereka selalu menjauh. Firasatku mengatakan kalau mereka itu cuma akan menimbulkan masalah saja, bisa mempersulit kehidupanku, bahkan bisa saja mereka mengganggu keluargaku. 

Sampai saat itu aku nggak pernah menceritakan hal ini pada siapapun, bahkan pada keluargaku sendiri sekalipun, karena aku bingung bagaimana caranya bercerita, kuatirnya aku dianggap gila.

Makin kesini, makhluk-makhluk itu seakan makin berani saja, mereka tidak mau pergi hanya dengan diusir pake isyarat tangan, jadi terpaksa aku harus membentak mereka untuk menyuruh pergi. Dan ternyata selalu saja ada tetangga yang melihatku saat lagi membentak mereka. Jadilah semua tetanggaku menganggap aku ini anak yang kurang waras, sering berteriak sendiri tanpa sebab. Bahkan mereka melarang anak-anak mereka bermain denganku.

Hal itu baru kuketahui saat sore itu, teman-teman sedang main bola di lapangan, maka akupun ingin ikut main bola bersama mereka. Tapi baru saja aku datang, mereka malah langsung bubar.

***

"Lho? Kok udah bubar aja...? Ayo main lagi, masih siang nih …," kataku.

"Kata ibuku, aku nggak boleh main sama kamu lagi," kata salah satu dari mereka, anak-anak memang masih polos dan tidak bisa menyembunyikan rahasia.

"Kenapa nggak boleh?" tanyaku.

"Katanya kamu lagi sakit, jadi kami nggak boleh deket-deket sama kamu." 

"Sakit apaan? Aku nggak sakit apa-apa kok…," kataku keheranan.

"Ibuku bilang kamu suka bicara sendiri, ngamuk-ngamuk sendiri... jadi ibuku takut kalo kamu akan ngamuk padaku...."

"Aku nggak pernah ngamuk kok…," elakku.

"Aku juga nggak tau, tapi aku mau nurut sama ibu aja… takut dia marah ntar."

Maka mereka pun berlalu dari lapangan itu, meninggalkanku sendirian di lapangan. Sebenarnya apa salahku sampai mereka jadi segitunya sama aku. Tapi pertanyaan itu tidak pernah terjawab. Dan aku pun ikut meninggalkan lapangan itu. Tapi yang namanya anak-anak, tentu tidak berpikiran jelek sama sekali. Dan dalam perjalanan pulang, aku sudah melupakan kejadian tadi.

Sejak kejadian itu, aku seakan makin dijauhi teman-teman sebaya di kampungku. Aku juga jadi malas bermain dengan mereka, meskipun memang masih ada beberapa anak yang mau bermain denganku tanpa mengindahkan pesan orang tua mereka. Jadi kebanyakan waktuku kuhabiskan di rumah dan bermain bersama Cindy adikku. Aku cuma bisa menelan semua hinaan dan cacian mereka, hingga lambat laun mulai terbiasa juga, bahkan sama sekali tidak menggubris semua hinaan yang ditujukan padaku.

BERSAMBUNG
close