Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI DAN DUNIA ASTRAL (Part 6) - Negeri Para Peri


"Dahulu kala.. saat negeri peri ini mengalami peperangan dengan Negeri astral lain, Prabu Brawijaya pernah meminjamkan Dua khodam macan putihnya untuk membantu Negeri kami, dan sebagai penghormatan atas jasa khodam Macan tersebut, maka kami membuatkan Patung Macan Putih dari batu pualam putih pada kedua sisi gerbang utama Istana." Terang Dewi Nawang sari.

"Oh begitu toh... sebabnya, asal usul keberadaan patung khodam Macan putih," Gumam Jaka indi dalam hati.

"Eyang Dewi.... maaf... mengapa kereta ini terkadang berjalan didarat tapi terkadang terasa melayang diudara?"

"Iya... saat ini ada perubahan rencana pertemuan, kita tidak akan menuju istana tapi akan menuju Pesanggrahan Bunda Ratu yang berada disisi utara negeri ini. Adakalanya kereta terasa melayang karena kita harus terbang melewati hutan dan danau."

Jaka Indi jadi teringat dengan Khodamnya Macan Putih, yang juga dapat melompati kawasan perhutanan dan juga bisa melompati sungai yang luas dan bahkan lompatannya dapat menjangkau sejauh mata memandang, dan khodam macam putihnya juga bisa terbang diudara. Ternyata kuda putih bertanduk (unicorn) yang digunakan untuk menarik kereta kencana ini, juga dapat melakukan seperti yang dilakukan paman harimaunya.

"Begini ananda Raden Jaka Indi. Aku akan ceritakan sedikit sejarah terkait keadaan negeri para peri dinegeri ini, agar setidaknya ananda mengerti sejarah yang terjadi dalam dunia astral."

"Dahulu kala disaat Raja Solomon atau yang dikenal juga dengan nama Kanjeng Nabi Sulaiman as masih berkuasa, kami para makhluk astral termasuk Jin dan para peri hidup secara tertib dalam keteraturan dibawah satu pemerintahan, yaitu dibawah kepemimpinan Raja Solomon atau Salomo dan Ratu Bilqis-

-Sepeninggal Raja Solomon dan Ratu Bilqis... beberapa kerajaan astral yang tadinya masih berada dalam satu naungan dan satu kerajaan, satu persatu mulai memisahkan diri, tidak sedikit raja-raja kecil dari kalangan astral yang kerajaannya runtuh dan bubar, karena tidak ada lagi para penguasa yang memiliki pengaruh dan kemampuan mengendalikan rakyatnya dari kalangan Jin dan makhluk astral-

-Sehingga para jin dan mahluk astral dari kerajaan tersebut berkeliaran tanpa kendali dan tanpa aturan, berbuat semaunya dan sebebasnya, serta berlaku hukum rimba-

-Bahkan ada pula Raja dan Ratu Astral yang digulingkan kekuasaannya dan beralih dikuasai oleh makhluk astral yang jahat atau jin yang sesat, yang mengambil alih menjadi rajanya atau ratunya. Beruntunglah mereka para penguasa yang mendapatkan ilmu menguasai makhluk halus yang dimiliki Raja Solomon, yang ilmu tersebut diwariskan Raja Solomon kepada Ratu Bilqis dan kemudian diwariskan kepada para raja/ratu penguasa makhluk astral di wilayah tertentu. Sehingga pemerintahannya masih dapat bertahan dan rakyatnya dari kalangan astral masih dapat dikendalikan."

"Lantas bagaimana dengan agama atau kepercayaan para peri di negeri ini eyang Dewi?" Tanya Jaka Indi.

"Sejak dulu para peri mengakui KeEsaan Tuhan, sehingga itu yang menjadi inti ajaran agama dari para Peri. Walau tidak ada ritual peribadatan secara khusus. Tapi sejak kedatangan Kanjeng Sunan Kali Jaga ke negeri ini, kami mendapat penjelasan bahwa kepercayaan kami adalah dasar ajaran agama tauhid yang dibawa para nabi terdahulu termasuk yang diajarkan oleh Raja Solomon, lalu kanjeng Sunan Kali Jaga mengajarkan tata cara peibadatannya, diantaranya ibadah sembahyang atau sholat, Pasa Sekeman (senin kamis), Pasa tengah Wulan, Pasa Ramadhan dan seterusnya, tapi masih cukup banyak para peri yang tidak melakukan ritual peribadatan."

"Wali songo juga sangat terkenal di negri astral ini."

"Konon Penguasa pantai Selatan tanah jawa, mengenal islam lebih mendalam juga karena jasa kanjeng sunan kali jaga-

-Tetapi pada dasarnya masalah keagamaan tidak diatur penguasa di negeri kami, itu menjadi kebebasan setiap para peri."

"Ouh... pantes aku lihat di ruang tengah Istana ada lukisan wali songo," sela Jaka Indi.

"Disebelah lukisan sunan kali jaga, saya juga melihat lukisan raja Jawa, lukisan siapakah itu Eyang Dewi ?"

"Itu Lukisan Kanjeng Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati, saat babat alas mentaok, guna pendirian kerajaan mataram, Kanjeng Panembahan Senopati juga meminta bantuan bala tentara dari beberapa penguasa astral."

"Ananda Jaka Indi," kata Dewi Nawang sari...tiba-tiba, seperti teringat akan sesuatu, yang mengakibatkan Dewi Nawang sari beralih topik pembicaraan.

"Sudah menjadi kebiasan bunda ratu, bila ada tamu yang diundang dan berjumpa bunda ratu, akan diberikan cinderamata sebagai kenang-kenangan, bila nanti bunda ratu menanyakan hal yang ananda inginkan, mintalah agar bunda ratu berkenan memberikan mustika setetes mata air kehidupan, mustika ini dapat menyehatkan tubuh dan memanjangkan usia, atau mintalah mustika citra ghaib, khasiat mustika ini adalah dapat membuat diri tak terlihat,"

"Kalau mustika ini digunakan, pemakainya tidak akan terlihat oleh manusia maupun mahluk astral"

"Kedua mustika tersebut akan sangat berguna untuk melindungi ananda Jaka Indi dari mara bahaya," Jelas Dewi Nawang Sari.

Jaka Indi merenung... dan teringat akan cerita gurunya Kanjeng Cakra Langit, tentang beberapa mustika istimewa yang dicari oleh banyak orang, diantaranya adalah mustika yang dapat membuat diri tak terlihat, disebut dengan nama mustika Yassin 9, karena mustika ini awalnya berasal dari tasbih yang dimiliki seorang waliyullah yang sangat taat ibadah, dan senang berzikir, diantara zikirnya termasuk zikir ayat ke 9 surah yassin, yang konon katanya suatu saat tanpa disadarinya saat berzikir dirinya menjadi tak terlihat oleh orang-orang disekitarnya. Tasbih dari sang ahli ibadah tersebut, bila dipakai oleh siapa saja, maka akan membuat diri orang tersebut tidak terlihat oleh manusia dan bahkan juga oleh makhluk astral.

"Mungkinkah Mustika Citra Gaib adalah mustika yang sama dengan Tasbih tersebut," Renung jaka Indi dalam hati.

"Ananda... ! Ananda.... ! Ada apakah...!? Mengapa ananda terdiam saja.... !"

"Oh... maaf eyang Dewi, masih jauhkah perjalanan kita?"

"Sebentar lagi sampai... setelah melewati taman bunga, kita akan tiba ditujuan." Tak lama berhentilah kereta tersebut, dan pintu kereta dibuka oleh prajurid pengawal kerajaan.

Setelah dewi Nawang Sari turun, berikutnya Jaka Indi turun dari kereta.

Jaka Indi melihat didepannya tampak bangunan dengan arsitektur seperti rumah joglo, dengan taman dan air mancur disekitarnya. Terlihat model atap pada bangunan Pesanggaran Bunda Ratu yang mengambil konsep doro kepak, burung dara yang mengepakkan sayapnya. hanya saja bangunan ini lebih Indah dan megah, bahkan ukurannya 10 kali lipat lebih besar dari bangunan doro-kepak yang paling besar yang pernah dilihat jaka Indi di alam dunianya.

Para pengawal disini tidak mengenakan seragam prajurit, hanya mengenakan seragam biasa, tapi tetap membawa pedang khusus semacam katana pedang samurai jepang, hanya saja pedang ini lebih pendek dari katana, pada umumnya.

Tak jauh dari kereta Jaka Indi berhenti,

Jaka indi melihat kereta lain yang berisi dua wanita cantik berbusana keraton warna hitam, sepertinya kedua wanita ini juga akan menghadiri jamuan makan malam, demikian fikir Jaka indi.

Dewi nawang sari bergegas naik anak tangga bangunan, yang hanya terdiri dari lima anak tangga, diikuti Jaka Indi, dan mereka langsung menuju ruang tengah, lalu berbelok kanan ke serambi samping, tak lama sampailah mereka di ruang besar yang terang benderang, karena dipenuhi banyak lampu pelita yang menyala,. Di tengah ruang terdapat meja kayu yang indah dan sangat panjang, di atas meja kayu tersedia berbagai jenis makanan dari jenis buah-buahan dan berbagai perlengkapan makanan yang terbuat dari emas, perak, dan kristal.

Terlihat telah banyak tamu yang hadir dan duduk di meja jamuan.

Dewi Nawang Sari membawa Jaka Indi menuju bagian tengah meja pada sisi barat, mempersilahkannya duduk, disebelah pemuda berjas biru panjang, yang tidak dikenali oleh Jaka Indi,

Dewi Nawang Sari lantas membisikkan ditelinga Jaka Indi, mereka yang hadir disini semuanya adalah keluarga dan kerabat serta para sahabat dekat kerajaan, lalu Dewi Nawang sari menuju kursi dekat sudut meja, Pada penghujung meja terdapat kursi serupa kursi singgasana.
"Emmm...ini mungkin diperuntukan bunda Ratu," Renung Jaka Indi.

Kemudian Jaka indi melihat kedepannya, tampak beberapa Putri Bunda ratu telah hadir, terlihat mereka duduk tidak jauh dari hadapannya. Saat ia menatap Dewi Sekar Arum, Dewi sekar Arum tersenyum sambil sedikit menganggukkan kepalanya, disebelahnya ada Dewi Ambarwati, yang juga tersenyum padanya, lalu sebelahnya tampak Dewi Kemala, yang terlihat tersenyum kecil seraya melambaikan tangannya, disebelah Dewi Kemala tampak Dewi Kirana, yang mengenakan busana warna pink.. dan kali ini rambut panjangnya diikat, sehingga terlihat lebih manis dan segar, juga nampak leher jenjangnya yang indah, hanya saja ia menatap Jaka Indi dengan mata yang mendelik.

"Qiqiqiqiqiqi..." Jaka Indi tertawa dalam hati, pasti dia masih marah sehubungan kejadian di pemandian."

Jaka Indi jadi teringat pada sahabatnya yang bernama mas Bagus, mas Bagus pernah berkata pada jaka Indi, Ingat baik-baik rumus kehidupan ini.

"Pertama bahwa wanita tidak bisa salah, jadi jangan pernah berselisih atau berdebat dengan wanita, lalu kalau ada wanita yang terlihat kesal serta selalu diam saja saat ditanya sama pasangannya, itu juga bukan salah wanitanya, tapi salah lelakinya yang gak peka dan gak bisa ngerti."

"Jadi laki-laki harus bisa ngerti dengan sendirinya."

"Pokoknya yang salah itu laki-laki....ingat yang salah itu laki-laki..." Wkwkwkwkwk..

"Rumus kehidupan berikutnya, bahwa yang namanya Boss tidak bisa salah...!!"

"Jadi sampeyan sudah pahamkan sekarang."

"INGAT.... bahwa wanita dan boss tidak bisa salah !!"

Nah...kalau kebetulan sampeyan .... Punya Boss Wanita... "Maka KELAR.. HIDUP SAMPEYAN !!"

Tentu saja Jaka Indi tidak sepenuhnya percaya perkataan temannya tersebut.

Kembali Jaka Indi melihat kearah Dewi Kirana, yang terlihat masih mendelik kearahnya. Jaka Indi lantas merapatkan kedua tangannya didepan dada seraya sedikit menundukkan badannya, sebagai tanda permohonan maaf. Terlihat Dewi Kirana hanya mendengus lalu memalingkan wajahnya..

"Wuaaah... KELAR HIDUP guwe nih.. wkwkwkwk..." Pikir Jaka Indi. lesu.

Berikutnya Jaka Indi mengalihkan pandangannya menatap wanita disebelah Dewi Kirana, wanita tesebut juga memiliki wajah yang masih muda dan cantik, rambutnya berwarna putih perak, dan telinganya tampak sedikit lebih besar dari telinga umumnya, serta terlihat meruncing pada bagian atas telinganya, ia mengenakan busana putih dengan semacam tameng dada warna hitam, pada bajunya terdapat hiasan berbentuk Bintang warna emas dan tampak ada dua pedang yang juga berwarna putih yang diletakkan di atas meja didepannya. Terlihat matanya menatap kearah bangku kosong Bunda Ratu.
"Ehm... mungkin ia sedang menunggu Bunda Ratu dan mungkin Ia Dewi Salasika, yang juga merupakan panglima perang kerajaan ini..." pikir Jaka Indi.

Lalu pandangan Jaka indi dialihkan ke sebelah gadis rambut putih perak.... tampak dua wanita berbusana Kraton yang tadi ditemuinya di pintu masuk, mereka tampak asik berbincang berdua.

Dalam perjamuan tidak terlihat kedua putri Bunda Ratu, yaitu Dewi Rheena dan Dewi Yuna. Selanjutnya Jaka Indi melirik pria berjas biru yang duduk disebelah kirinya, wajahnya putih pucat tapi sangat tampan, lagaknya terkesan angkuh, badannya terlihat tinggi dan gagah, tingginya sekitar 185 cm, Jaka indi yang setinggi 173 cm jadi terlihat kecil disisi pemuda itu, saat pemuda tersebut membuka mulut untuk minum air yang ada dihadapannya, terlihat ada taring kecil pada kedua sisi giginya, hampir tak terlihat bila tidak diperhatikan dari jarak dekat.

Lalu Jaka Indi mencolek bahu pemuda berjas biru panjang tersebut dengan ujung jarinya, seraya mengulurkan tangannya sambil berkata,
"Jaka Indi," pemuda itu menyambut tangan Jaka Indi, lalu juga berkata "Corwin."

"Emmmm... Corwin...seperti bukan nama asia," gumam Jaka dalam hati.

Kemudian Jaka indi melihat pria yang berada disisi sebelah kanan jaka Indi, pemuda tersebut memiliki tinggi badan sekitar 160 cm, tapi yang uniknya badan dan wajahnya seperti menyerupai kera, seluruh tubuh dan wajahnya dipenuhi bulu halus warna coklat keemasan, bahkan bola matanya juga berwarna keemasan, dari pakaian yang dikenakan terlihat bling...bling...bling... saat terkena sinar cahaya... seperti pakaian bangsawan mungkin lebih tepat seperti pakaian kaisar, karena ada mahkota kecil diatas kepalanya, lagaknya besar dan pembawaannya terkesan sombong lagi Jumawa,

Terlihat pemuda yang menyerupai kera itu, selalu menatap wajah Dewi Kemala, bahkan seperti tidak memperdulikan keberadaan orang-orang sekitarnya.

Disebelah pemuda yang menyerupai kera terdapat seseorang yang berjubah serba putih, tampak seperti sudah berumur cukup lanjut, rambut dan jenggotnya yang panjang telah memutih semua, potongannya layaknya seorang pertapa, Jaka indi dapat mengetahui kalau pertapa tersebut dan juga dua gadis keraton yang ditemuinya saat dihalaman pesanggrahan. Adalah jenis manusia sebagaimana dirinya.

Pertapa tua itu terlihat juga menatap Jaka Indi dengan tajam. Jaka Indi hanya melambaikan tangan sebagai tanda sapaan dan dibalas dengan isyarat anggukan ringan serta tatapan mata bersahabat.

[BERSAMBUNG]
close