Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR PATI (Part 25) - Lintang Dan Ramadhan


JEJAKMISTERI - Amukan Bu Ratih semakin menjadi jadi, manakala melihat Ramadhan yang datang dengan menggendong mayat Pak Dul Modin. Ramadhan yang mencoba menahan dan menenangkan sang kakak, justru menjadi bulan bulanan dan dihajar sampai babak belur oleh Bu Ratih. Kematian Pak Dul Modin benar benar telah membakar amarah Bu Ratih. Korban semakin banyak berjatuhan, karena Guru perempuan itu kini sudah tak peduli akan siapa kawan dan siapa lawan. Siapa saja yang berada di hadapannya akan segera ia serang dengan membabi buta.

Bukan hal yang aneh kalau Bu Ratih sampai kehilangan kendali seperti itu. Pak Dul Modin, sang uwak, adalah orang yang paling banyak berjasa dalam hidupnya. Bahkan saat ia pertama kali menginjakkan kaki di desa ini, Pak Dul Modinlah orang pertama yang menolongnya. Entah apa jadinya waktu itu kalau tak ada laki laki yang kini telah terbujur kaku menjadi mayat itu. Mungkin Bu Ratih tak akan sempat hidup sampai sekarang. (Kisah selengkapnya tentang masa lalu Bu Ratih bisa gansist baca di bagian side story thread Wulan : Dendam Kesumat Dari Masa Silam)

Amukan Bu Ratih baru bisa sedikit mereda, manakala Wulan tiba di tempat itu. Aura kekuatan Wulan yang memang sedikit berada diatas kekuatan guru perempuan itu, sedikit banyak mempengaruhi emosi Bu Ratih. Namun alih alih menenangkan Sang Guru, Wulan yang melihat Bu Ratih dipermainkan oleh para iblis itu justru ikut terbakar emosi.

Pertarunganpun semakin menjadi jadi. Dua perempuan berkemampuan tinggi yang tengah dilanda emosi mengamuk sejadi jadinya. Bu Ratih dengan cahaya kuning keemasan yang memancar dari tubuhnya, membabat habis apa saja yang berhasil diserangnya. Sementara Wulan dengan api yang berkobar kobar yang menyelimuti l tubuhnya, membakar apa saja yang berhasil disentuhnya.

Kedua guru dan murid itu terus merangsek maju, membabi buta menyerang para iblis yang merasuki para warga, juga mayat mayat yang telah dibangkitkan. Dan para iblis itu sepertinya juga melakukan perlawanan yang sengit. Kedatangan Wulan justru membuat para iblis itu semakin bersemangat, karena memang anak perempuan itulah yang menjadi incaran utama mereka.

Pertarungan sepertinya berjalan seimbang. Belum ada korban yang jatuh dari kedua belah pihak. Yang jadi korban justru para warga yang tengah kesurupan. Banyak dari mereka yang bergelimpangan kehilangan nyawa. Warga lain yang masih sadar dan selamat segera berhamburan menyelamatkan diri. Mereka kembali masuk kedalam rumah Pak Dul Modin untuk bersembunyi. Bahkan para petugas polisi yang dipimpin oleh Pak Bambangpun tak bisa berbuat apa apa kini, karena bahkan pelurupun tak lagi sanggup menghentikan Bu Ratih dan Wulan. Ramadhan yang sudah setengah sekarat, segera diseret oleh Pak Slamet dan Mas Joko menjauh dari arena pertarungan. Sementara Mbak Romlah dan Mas Toni, lari pontang panting sambil menggendong Ndaru dan Ratri masuk kedalam rumah.

"Lepas...kan!!!" Ramadhan menjerit dan meronta, mencoba melepaskan cekalan tangan Pak Slamet dan Mas Joko dari lengannya. "A...ku harus meng...henti..kan mereka! Ka...lau tidak, maka semua warga a...kan habis men...jadi korban!"

"Jangan konyol Rom! Menghadapi kakakmu seorang saja kamu sudah sekarat dan babak belur begini. Apalagi sekarang ada Wulan? Kamu mau mati konyol hah?!" Setengah berteriak Pak Slamet mencoba menyadarkan sang keponakan yang masih berusaha untuk nekat itu.

"Ah, sial! Anak itu, anak sampeyan Mas Joko, kenapa malah ikut ikutan mengamuk seperti itu? Bikin nambah masalah saja! Dan kenapa ia datang seorang diri? Dimana Lintang? Apa jangan jangan...., eh, itu...," semangat Ramadhan kembali bangkit saat di kejauhan ia melihat seorang pemuda yang berjalan santai ke arah mereka.

"Lintang! Syukurlah dia datang! Mas Slamet! Mas Joko! Tolong bantu aku mendekat ke arah Lintang!"

"Ndak usah terlalu memaksakan diri Mas Rom," Lintang yang semakin mendekat berseru.

"Wedhus kamu Tang! Disaat seperti ini, masih juga kamu bersikap santai begitu! Apa kamu ndak lihat apa yang terjadi di sana itu?" Dengus Ramadhan sambil berusaha duduk bersandar pada tembok teras.

"Ya. Tentu saja aku melihatnya Mas," Lintang berjongkok dihadapan Ramadhan yang duduk berselonjor bersandar pada dinding itu. Kedua telapak tangan pemuda itu lalu ditempelkan di dada Ramadhan. Sebentuk hawa dingin sedingin es merambat dari telapak tangan itu, merasuk ke sekujur tubuh Ramadhan. Ramadhan merasakan perubahan yang drastis pada tubuhnya. Rasa sakit dan ngilu yang tadi ia rasakan berangsur angsur mereda.

"Sebuah pertunjukan yang luar biasa ya," Lintang lalu kembali bangkit dan menatap ke arah arena pertarungan. "Mereka itu, guru dan murid sama saja, tak pernah bisa belajar untuk mengendalikan emosi. Dan sampeyan Mas Rom," Lintang mengalihkan tatapannya ke arah Ramadhan sambil tersenyum geli. "Kenapa sampeyan bisa sampai babak belur begitu?"

"Wedhus! Orang lagi sekarat malah diketawain!" Dengus Ramadhan yang kini telah mampu bangkit berdiri lagi.

"Hehehe, ya maaf Mas, habisnya..., eh, dimana Pak Modin? Kenapa disaat seperti ini beliau tidak bertindak?" Lintang bergantian menatap ke arah Ramadhan, Pak Slamet, dan Mas Joko.

"Anu Tang, sebenarnya..., pak Modin sudah ndak ada," Jawab Mas Joko.

"Ndak ada? Maksudnya?" Tanya Lintang tak mengerti.

"Pak Modin telah tewas semalam, saat berusaha menyelamatkan Ndaru dan Ratri yang diculik oleh para iblis itu."

"APAAAAA...?!" bagai disambar petir Lintang mendengar jawaban Mas Joko barusan. Tubuh pemuda itu bergetar hebat, lalu pelan pelan tubuh gempal itu merosot, jatuh terduduk bertumpu pada kedua lutut.

"Sial! Kenapa sampeyan bilang sama Lintang kalau Wak Dul sudah ndak ada sih Mas?" Ramadhan mendelik ke arah Mas Joko.

"Lho, memangnya...."

"Arrgghhh...! Sudahlah! Harus segera ditenangkan ini si Lintang, kalau enggak bisa ikutan ngamuk kayak mereka!" Ramadhan segera mendekati Lintang yang jatuh terduduk sambil menatap nanar ke arah arena pertempuranbitu. Dengan jelas Ramadhan melihat mata pemuda itu mulai berkaca kaca. Kedua tangannya terkepal keras, menampakkan otot ototnya yang bertonjolan.

"Tang! Tenang Tang! Jangan terbawa emosi! Kita sama sama murid wak Dul! Aku juga bisa merasakan apa yang kamu rasakan Tang! Tapi seperti yang kau bilang tadi, semua ini tak bisa diselesaikan dengan emosi Tang! Ingat Tang! Sadar! Kita..., ah, sial!" Ramadhan memaki, saat menyadari kejanggalan mulai terjadi. Pelan namun pasti, ia merasakan udara di sekitarnya mulai bergerak, seolah tersedot ke arah tubuh Lintang, disertai hawa dingin yang memancar dari tubuh pemuda bertubuh gempal itu.

Sigap Ramadhan segera menempelkan kedua telapak tangannya ke punggung Lintang, berusaha menahan energi pemuda gempal itu agar jangan sampai menyeruak keluar. Ia tau seberapa besar kemampuan Lintang, karena keduanya adalah sama sama murid dari Pak Dul Modin. Dan Ramadhan sadar, kalau sampai Lintang ikut ikutan kehilangan kendali seperti Bu Ratih dan Wulan, maka tak alan ada lagi yang bisa diharapkan untuk menyelesaikan pageblug yang terjadi di desa ini.

Bukan tanpa alasan kalau Ramadhan terlihat panik. Ia tau betul seberapa penting kehadiran Wak Dul bagi Lintang. Laki laki sepuh itu, bagaikan malaikat penyelamat di mata Lintang. Dulu, saat kelahiran Lintang, pak Dul Modinlah yang menyelamatkan bayi Lintang dari incaran wewe gombel penghuni Tegal Salahan. Dari Pak Dul Modin juga akhirnya Lintang mendapatkan kalung benang lawe berbandul bungkusan kain putih kumal yang sampai saat ini masih melingkar di lehernya. Kalung yang menjadi sumber kekuatan pemuda itu. Dan kabar kematian Pak Dul Modin yang tiba tiba dan denga cara yang sangat mengenaskan itu, sudah pasti membuat batin pemuda itu terguncang hebat. (kisah kelahiran Lintang yang penuh tragedi ini selengkapnya bisa gansist baca di cerita "Mbak Patmi dan Wewe Gombel" yang ane rangkum dalam thread "Tegal Salahan Jilid 2". Ane lupa di part berapa, silahkan di cek di bagian indeks)

"Jadi begitu ya! Iblis iblis terkutuk itu juga telah menghabisi guruku!" Lintang mendesis tajam. Kedua matanya yang mulai mengalirkan air mata itu masih terus menatap tajam ke arah arena pertarungan. Udara dingin semakin banyak berkumpul membungkus tubuh pemuda itu, membuat Ramadhan yang mencoba menahan kemarahannLintang semakin panik.

"Pak Dul Modin! Tak akan kubiarkan kau mati sia sia! Perbuatan bejat iblis iblis terkutuk itu terhadapmu, akan kubalas dengan balasan yang setimpal!" Terhuyung, Lintang berusaha bangkit. Ramadhan yang sedang menahan tubuh pemuda itu sampai nyaris terjengkang akibat gerakan Lintang yang tiba tiba itu.

"Sial!" Sadar bahwa usahanya sia sia, Ramadhan lalu melepaskan kedua telapak tangannya dari punggung Lintang, lalu dengan cepat segera memeluk tubuh pemuda gempal itu dari belakang. Beruntung, tadi Lintang sempat memulihkan kondisi fisiknya, hingga sekarang Ramadhan sedikit banyak bisa menyalurkan energinya untuk menekan energi Lintang yang terus berusaha memberontak keluar.

"Tang! Dengarkan aku! Kita sama sama murid Wak Dul! Dan kita pasti akan membalaskan kematiannya! Tapi tidak dengan cara seperti ini Tang! Jangan nodai pengorbanan Wak Dul dengan emosimu! Tenangkan dirimu Tang, dan mari sama sama kita pikirkan cara yang terbaik untuk menyelesaiakan masalah ini!" Sambil terus memeluk san menyalurkan energinya ke tubuh Lintang, Ramadhan berbisik pelan di telinga pemuda bertubuh gempal itu. Bisikan yang juga dilambari dengan energi positif, yang merasuk dan merambat ke dalam sanubari Lintang, membuat pemuda itu kembali jatuh terduduk dalam pelukan Ramadhan.

"Pak Modin," Lintang mendesah lemah.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close