Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 61) - Tidak Semua Kucing Doyan Ikan


"Tidak ada... tidak ada lagi yang ingin kukatakan." Jawab Jaka Indi dengan suara bergetar.

"Sekalipun ada... juga tak berani kau katakan,?" Ujar Gendis dengan tertawa.

Dalam beberapa saat Jaka Indi memikirkan gadis yang sangat aneh itu, perlahan ia merasakan ada sesuatu yang janggal pada tubuhnya....

"Apa betul aku tidak ada keperluan lain lagi...? Mengapa tidak kukatakan...?" Gumamnya. Tiba-tiba ia merasakan dalam tubuh sendiri timbul semacam perasaan aneh yang tidak wajar, semacam suhu panas yang khas dan mulai tersebar di badannya, ia merasa tubuh sendiri seperti mau meledak.

Tapi ia. tidak mampu mengerahkan tenaga untuk melawan, tubuh juga tidak dapat bergerak. Terpaksa ia menahannya, semacam siksaan yang aneh, juga ada perasaan birahi yang muncul dengan tiba-tiba. Mulutnya mulai kering, tapi tubuhnya justru basah oleh keringat.

Di bawah siksaan itu, entah berselang berana lama pula. tahu-tahu. diketahuinya Gendis berbisik ditepi telinganya, "Haus tidak ?"

"Haus.. haus sekali..!" Jawab Jaka Indi dengan parau.

Kutahu jawaban ini berani kau katakan, Gendis tersenyum. la mengangkat dan mendudukkan Jaka Indi di penmbaringan, kemudian menyandarkan tubuh Jaka Indi di dadanya dan memberinya minum.

Meski tubuh Jaka Indi lemah tidak dapat bergerak, tapi organ tertentu dari tubuhnya, seakan-akan lagi bergerak dengan keras. Bau harumnya tubuh sang nona, tangannya yang halus, badannya yang sintal dan hangat serta lekuk tubuhnya yang menggiurkan, juga sepasang bukit kembarnya yang sekal, padat dan kenyal, yang menekan kuat punggungnya, membuat Jaka Indi merasa setengah linglung.

Gendis menatapnya lembut dan berucap pula, sekata demi sekata... "Sekarang, kau perlu apa lagi ?" Sambil kembali membaringkan Jaka Indi.

Memandangi d**a si nona yang gempal dan berombak, Jaka Indi berkata, "Aku... aku....? "Omong saja bila menghendaki apa-apa." Ucap Gendis lembut.

"Mengapa engkau menyiksaku cara begini"

"Bilakah kusiksa dirimu!? Asalkan kau katakan kehendakmu, semuanya dapat kupenuhi, tapi engkau tidak berani omong, ini sama dengan engkau menyiksa diri sendiri...?"

"Aku... aku tidak...? Keringat memenuhi kepala Jaka Indi, entah memerlukan berapa besar tenaga untuk bicara, "Aku tidak...?"

"Kutahu engkau tidak berani omong, !?" Gendis tertawa pula... tertawa mengejek, lalu ia bergerak mendekat, bajunya yang tipis tiba-tiba terlepas jatuh kelantai.

Payudaranya nampak bernas, tegak menantang, pinggangnya ramping dan kakinya lurus jenjang. Bahkan bagian paling sensitif dari tubuh Gendis, semua terpampang jelas didepan mata Jaka Indi, membuat jantung Jaka Indi berdegup kencang. Di bawah cahaya lampu kamar hotel yang terang benderang, kulitnya tampak putih mulus bagaikan kain sutra yang mahal.

Setiap jengkal tubuhnya mengandung daya pikat yang sangat kuat. Memang pantas Gendis bangga akan kemolekan tubuhnya yang sempurna.

"Raden apakah kau tahu kalau aku sesungguhnya masih seorang gadis perawan, dan akan ku-persembahkan kesucian tubuhku hanya untukmu."

Raden, percayalah, setelah itu matipun kau akan merasa puas dan tidak akan merasa menyesal.

Gendis terus menindihkan tubuhnya secara berhadapan di atas tubuh Jaka Indi, hingga d**a bertemu d**a, lalu mencium dan mengulum bibir Jaka Indi dengan bibir lembutnya yang merah merekah, berikutnya Gendis berbisik lirih ditelinga Jaka Indi, seperti mengigau dan mendesis,

"Kutahu..kutahu.... kutahu pasti... apa yang jadi... kehendakmu... seraya merapatkan tubuhnya yang sintal dan meliukkan pinggulnya.

Sebenarnya setelah beberapa saat... kesadaran Jaka Indi telah pulih dengan sepenuhnya, dan obat bius ataupun racun yang diberikan Gendis juga telah punah dengan sendirinya, akibat reaksi pemulihan dari ainul hayat atau air kehidupan dan campuran madu khusus yang pernah diminumnya, yang membuat dirinya punya anti-bodi, berupa kemampuan menyembuhkan dan memulihkan luka maupun menghilangkan racun dengan sendirinya.

Namun Jaka Indi sungguh tidak menyangka kalau Gendis akan tidur di atas tubuhnya dengan bertelanjang bulat, bagaimanapun juga Jaka Indi adalah pria normal, setiap pria normal sedikit banyak akan bangkit juga gairahnya bila menghadapi peristiwa seperti ini.

Dengan nafas sedikit memburu Jaka Indi mulai balas memeluk erat tubuh Gendis, lalu tangan kanannya mulaimeraba bahu... punggung terus merambat turun hingga ke pinggang dan pinggul nona yang halus licin. Mendadak jari Jaka Indi menotok di beberapa titik Hiat-to (titik Jalan darah) atau titik-titik akupuntur yang berada dipunggung dan pinggang Gendis.

Bagai mendadak disengat listrik dan terkena strum... seketika tubuh Gendis lumpuh tak bisa bergerak.

Yap... selain keahlian Jaka Indi dalam menggunakan jarum akupuntur, Jaka Indi sebenarnya juga menguasai ilmu totok jari petir, yang memiliki prinsip yang sama dengan Akupuntur, yaitu terkait titik jalan darah pada tubuh manusia (Hiat-to).

Melihat Gendis sudah tidak dapat bergerak, digulirkan tubuh Gendis ke sisi tubuhnya, lalu digulungnya tubuh telanjang Gendhis dengan kain selimut yang ada di atas ranjang.

"Hai.. Raden... apa... apa... yang kamu lakukan !?" Seru Gendis dengan kaget, gugup dan suara terbata-bata...

"Tidak apa-apa.., Pertama.. aku belum ingin mati. Kedua...! Aku juga.. tidak ingin punya anak dari hubungan diluar nikah, kelak bila aku berniat poligami, mungkin aku bisa mempertimbangkan-mu menjadi istriku yang berikutnya." Ucap Jaka Indi dengan senyum kalem, seraya jarinya mencolek perlahan pipi Gendis.

Perasaan geregetan dan gusar meliputi diri Gendis, dengan napas yang memburu, dan sorot mata penuh amarah, sambil mengatupkan gerahamnya ditatapnya mata Jaka Indi dalam-dalam.

Sebaliknya Jaka Indi hanya tersenyum geli melihat keadaan Gendis, Habis itu, perlahan ia menggelitik telinga Gendis, dengan jari jemarinya.

Sekarang berbalik Jaka Indi yang bertanya, "Apa yang kau pikirkan"!?

"Apa ada sesuatu yang kau inginkan?" Ucap Jaka Indi dengan nada nakal.

Gendis tidak segera menjawabnya, terhadap ucapan yang sederhana ini tampaknya ia tidak tahu cara bagaimana harus menjawab.

Selang sekian lama barulah ia menghela napas dan berkata, "Sungguh aku tidak habis fikir bagaimana kau bisa tidak terpengaruh obat perangsang dalam dosis tinggi yang telah kuberikan padamu !?"

"Ada yang tidak kau ketahui tentangku.! Jangankan obat bius atau segala macam obat perangsang, bahkan racun pun tidak lagi berpengaruh bagiku.!" Ujarnya sambil tersenyum riang.

Gendis hanya bisa mendelong dengan tatapan bingung. Lalu katanya, "Raden, sesungguhnya engkau pria macam apakah !?"

"Katakanlah... sekalipun engkau tidak mempan obat biusku, tapi belum pernah kutahu ada kucing yang tidak doyan ikan!?"

"Bahkan saat aku menindih tubuhmu dan memelukmu erat, aku dapat merasakan, kalau kau... kau... tadi juga sudah mulai terangsang olehku. Kenapa saat kau juga sudah mulai terangsang oleh birahimu, justru kau tolak diriku !??"

"Asal kau tahu saja, tidak semua kucing doyan ikan, karena sepertinya aku jenis kucing anggora, bukan kucing kampung, jadi makananku wiskas tau...!!" Jawab Jaka Indi seenaknya.

Lalu lanjut Jaka Indi... "Tapi pria begini sepertiku, juga tidak dapat ditemui pada setiap orang, betul tidak!?"

"Maka sudah seharusnya engkau merasa beruntung... karena aku bukan pemuda begajulan, yang senang hati mencicipi tubuh seorang gadis, sehingga tidak sampai ku celakai dirimu, dan kau masih tetap perawan suci, yang kelak dapat kau persembahkan kesucianmu pada suamimu yang sah." Jaka Indi tertawa sambil turun dari pembaringan dan berdiri di sisi tempat tidur, perlahan ia rapikan selimut hotel untuk menutup bagian paha dan betis nona Gendis yang masih tersingkap, tapi sorot matanya tidak pernah meninggalkan wajah Gendis, lalu berkata pula,

"Engkau boleh tidurlah, setelah kisaran tiga puluh menit pengaruh totokanku akan punah dengan sendirinya, dan kau dapat bergerak bebas kembali, Ohh...iya... aku tiba-tiba ingin makan nasi kucing dan minum s**u jahe panas, tahukah kau tempat angkringan penjual nasi kucing dekat sini,!?" Kata Jaka Indi kalem.

Gendis hanya menjawab dengan mata mendelik...

Jaka Indi tertawa geli.. "Terima kasih atas perhatianmu, juga atas tiket kereta, makan malam yang istimewa, dan telah menjadi teman perjalanan yang menyenangkan. Bila kau tidak puas, pada lain kesempatan kau masih bisa mencoba membunuhku." Ucap Jaka Indi dengan senyum menggoda.

"Kelak bila terpaksa kau ingin membunuhku, rencanakanlah dengan lebih baik," ucap Jaka Indi, sambil tangannya mengusap air mata Gendis yang jatuh menetes di pipinya.

Berikutnya Jaka lndi mengambil tas ransel hitamnya, mengenakan tas pinggangnya lalu pergi melangkah keluar kamar hotel, meninggalkan Gendis yang masih menangis dan menatap gemas juga jengkel padanya.

BERSAMBUNG
close