Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

NYI BLORONG PUTRI KANJENG RATU KIDUL


Konon, di dasar Laut Selatan atau sering disebut sebagai Segara Kidul berdirilah sebuah keraton siluman.

Keraton tersebut dipimpin oleh Sinuwun Kanjeng Ratu Kidul.

Ratu Kidul dikisahkan sebagai putri yang sangat cantik jelita.

Suatu hari, Kanjeng Ratu Kidul sedang duduk di singgasananya.

Di hadapannya duduk seorang mahapatih Sapu Jagad dan Senopati Sapuregel.

Mereka sedang membicarakan keamanan dan ketenteraman wilayah Keraton Kidul.

Tiba-tiba datanglah seorang raja dari dasar Laut Jawa menghadap sang ratu.

“Paduka Yang Mulia Ratu Kidul nan arif dan bijaksana. Hamba Prabu Dewa Mungkar, Raja dari dasar Laut Jawa. Hamba menghadap Ratu dengan maksud untuk melamar putri Paduka, Nyai Blorong”

Mendengar pernyataan Prabu Dewa Mungkar tersebut, Ratu Kidul memanggil putrinya, Nyi Blorong.

“Blorong, putriku. Ini ada tamu raja dari Laut Jawa yang dating untuk melamarmu.”

“Kakang Dewa Mungkar, mohon maaf kepada Kakang Prabu Dewa Mungkar. Saya tidak dapat menerima lamaran Kakang karena saya sudah memiliki seorang kekasih. Putra Adipati Limbangan yang bernama Teja Arum,” jawab Nyi Blorong sambil menunduk.

“Nyi Blorong yang saya cintai. Yang namanya suka bukan berarti Nyai sudah menjadi istri laki-laki itu. Nyi Blorong masih dalam keadaan yang bebas. Masih ada kesempatan bagi saya memiliki Adinda,” tukas Sang Prabu Dewa Mungkar.

“Mohon maaf, Kakang. Bagi saya, cinta ini telah terpatri dalam untuk Kakang Teja Arum. Saya tidak dapat menerima cinta Kakang Prabu. Maaf, Kakang,” balas Nyi Blorong.

Prabu Dewa Mungkar sangat kecewa dengan kenyataan itu.

Lamarannya ditolak oleh pujaan hatinya karena adanya laki-laki lain dicintai oleh pujaannya tersebut.

Dengan geram ia berniat mencari laki-laki yang bernama Teja Arum itu.

Ia hendak membunuh Teja Arum agar tidak ada lagi penghalang cintanya kepada Nyi Blorong.

Akhirnya, Prabu Dewa Mungkar pergi menuju dasar laut Sunda untuk membunuh Teja Arum.

Singkat cerita, Prabu Dewa Mungkar berhasil membunuh Teja Arum.

Ia pun kembali ke dasar laut selatan untuk menemui Nyi Blorong, pujaan hatinya.

“Nyi, Blorong pujaan hatiku. Sekarang terimalah lamaranku karena kekasihmu telah kuhabisi, hahahaha” kata Prabu Dewa Mungkar.

“Aku tidak percaya, Kakang Prabu. Mana mayat Kakang Teja Arum?” jawab Nyi Blorong dingin menutupi keterkejutannya.

“Baik, kalau itu yang Dinda inginkan. Segera akan kubawa mayat Teja Arum ke hadapanmu agar kau percaya dan mau menikah denganku!” jawab Prabu Dewa Mungkar sambil berlalu.

Sementara itu, di Laut Selat Sunda, kematian Teja Arum meninggalkan duka yang amat mendalam bagi keluarganya dan abdinya yang bernama Ki Cekruk Truna.

“Pangeran Teja Arum, mengapa kau pergi secepat ini?” isak Ki Cekruk Truna.

Tiba-tiba datang sesosok iblis mendatangi mereka.

Ki Cekruk Truna terkejut dengan kedatangan iblis yang tidak dikenalnya itu.

“Kau... kau si... siapa? Beraninya masuk ke sini tanpa izin dahulu? Siapa kau sebenarnya?” gagap Ki Cekruk tergagu.

“Hahahahahaha... kau tanya siapa aku? Buka telingamu lebar-lebar supaya dapat mendengar dengan baik. Aku Buntung Seta. Aku adalah demit dari Karang Bolong. Aku akan bantu kau menghidupkan kembali ndaramu, Pangeran Teja Arum, hahahaha...,” jawab sang iblis bernama Buntung Seta itu.

Singkat cerita, mayat Teja Arum dibawa oleh Buntung Seta.

Setelah itu, Prabu Dewa Mungkar datang.

Terkejutlah ia karena mayat Teja Arum sudah tidak ada di tempat ketika ia membunuhnya.

Ternyata Buntung Seta adalah Ratu Pantai Selatan yang menyamar.

Ia yang menghidupkan Teja Arum sehingga membuat Nyi Blorong bersuka cita.

Pada sisi lain, Prabu Dewa Mungkar belajar ajian lebur sekethi yang dapat membuat apa pun menjadi hancur berkeping-keping.

Setelah cukup menguasai, ia menuju ke dasar Laut Selatan untuk membunuh Teja Arum kembali.

Terjadilah pertarungan sengit antara keduanya.

Prabu Dewa Mungkar menggunakan ajian Lebur Sekethi, sedangkan Teja Arum menggunakan ajian Gelap Ngampar.

Prabu Dewa Mungkar dapat dirobohkan oleh Teja Arum.

Tubuhnya hangus terbakar tidak bersisa sedikit pun.

Teja Arum pun sempat terkena ajian Prabu Dewa Mungkar yang membuat wajahnya menjadi rusak dan menjijikkan.

Hal ini membuat Nyi Blorong jijik dengannya.

“Kakang Teja Arum. Jika engkau ingin wajah tampanmu Kembali lagi, kakang harus bertapa selama 100 tahun di dasar Selat Bali,” kata Nyi Blorong menasihati kekasihnya itu.

Hal itu dimaknai oleh Teja Arum sebagai penolakan cinta Nyi Blorong.

Teja Arum sangat kecewa.

Ia melangkah pergi meninggalkan Nyi Blorong.

Sepeninggal Teja Arum keanehan terjadi.

Tubuh Nyi Blorong berubah bersisik seperti ular.

Itulah kutukan Teja Arum yang merasa dikhianati oleh Nyi Blorong.

-SEKIAN-
close