Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR PATI (Part 26) - Strategi Lintang


JEJAKMISTERI - "Pak Modin...!!!" Lintang mendesah pelan, seiring dengan tubuhnya yang kembali jatuh terduduk. Ramadhan yang sedang merangkul tubuh Lintang dari belakangpun ikut terjatuh. Namun pemuda itu sama sekali tak melepaskan rangkulannya. Justru ia semakin mempererat pelukannya, sambil terus membisikkan kata kata yang dilambari dengan energi penyejuk ke telinga Lintang.

"Sadar Tang! Eling! Kendalikan dirimu! Jangan terbawa emosi! Kita semua sangat berharap kepadamu! Kau satu satunya harapan kami sekarang Tang! Kami semua bergantung kepadamu! Aku tau apa yang kau rasakan Tang! Kita sama sama murid Wak Dul! Aku bisa merasakan apa yang kau rasakan! Aku juga sangat ingin membalas kematian Wak Dul! Tapi tidak begini caranya Tang! Kita..."

"Ya," Lintang mendesis pelan. "Aku..., aku sadar Mas! Aku eling! Terimakasih karena sudah menahanku! Sekarang..." Suara Lintang tersendat, di sela nafasnya yang memburu. Pemuda itu lalu berusaha untuk bangkit kembali. Tubuhnya terhuyung. Nyaris saja tersungkur kalau saja Ramadhan tidak buru buru menahannya.

"Mereka itu...," Lintang kembali mendesis sambil menatap ke arah Wulan dan Bu Ratih yang masih mengamuk membabi buta di kejauhan sana. "Mereka berdua, merepotkan saja ya! Kita harus menghentikan mereka Mas, agar masalah ini bisa segera diselesaikan."

"Ya. Seharusnya begitu Tang," Ramadhan ikut menatap ke arah Wulan dan Bu Ratih. "Tapi itu bukan hal yang mudah Tang. Tadi, menghadapi Mbak Ratih seorang saja aku sudah babak belur. Apalagi sekarang ada Wulan."

"Jangan khawatir Mas! Biar aku yang mengurusnya. Sekarang, lebih baik Mas Ramadhan mundur dulu. Menjauhlah dariku." ujar Lintang. Suaranya mulai terdengar tenang kini.

Meski tak begitu mengerti dengan apa yang akan dilakukan oleh Lintang, toh akhirnya Ramadhan menuruti semua kata kata Lintang. Ia mundur, sambil terus mengamati Lintang yang kini telah berdiri dengan gagahnya. Kepalanya sedikit menunduk, dengan kedua mata terpejam dan tangan terkepal rapat disamping tubuhnya. Sejenak kemudian kemudian, terlihat Lintang mengangkat wajahnya. Kedua matanya nyalang menatap ke depan. Pelan pelan juga ia lalu merentangkan kedua tangannya kesamping dengan telapak tangan tetap terkepal.

Ramadhan merasakan ada perubahan dengan suasana di sekelilingnya. Udara mulai bergerak. Dari arah utara, selatan, timur, dan barat, angin sepoi sepoi berhembus menuju ke satu titik. Tubuh Lintang. Disertai dengan suhu udara yang semakin menurun drastis. Dingin, terasa menusuk sampai ke tulang. Membuat tubuh Ramadhan menggigil hebat.

Angin sepoi sepoi itu bertiup semakin kencang, menerbangkan debu debu dan dedaunan kering yang berserakan, berkumpul membentuk semacam perisai yang menyelubungi tubuh Lintang, lalu menjalar dan berkumpul di kedua lengan pemuda itu, berputar membentuh semacam tornado kecil yang berputar menyelubungi kedua lengan Lintang.

Suara angin berkesiur berubah menjadi suara menderu, seiring dengan semakin membesarnya pusaran tornado yang menyelubungi kedua lengan Lintang. Lalu, dengan diiringi dengan suara teriakan keras, Lintang menyentakkan kedua tangannya kedepan.

"BAYU SEGOROOOOO...!!!"

"HEAAAAAA....!!!"

"WHUSSSSSSSS....!!!"

Kedua pusaran angin tornado yang bergulung di kedua lengan Lintang terus membesar dan membesar, memanjang ke depan, mengarah tepat ke arah Bu Ratih dan Wulan yang berada di kejauhan sana. Angin berhawa sangat dingin itu lalu menggulung kedua tubuh perempuan itu.

"Grrrrrrrr....!!! Biadab! Siapa yang telah berani ...."

"Bu Ratih! Wulan! Tolong dengarkan aku!" Lintang berteriak lantang ditengah suara deru angin yang ssmakin dahsyat itu.

"Lintang! Gembul! Kau..." Wulan dan Bu Ratih berusaha membebaskan diri dari gulungan angin tornado berhawa dingin itu. Lintangpun tak mau menyerah. Ia terus menambah dan menambah energi dingin yang ia salurkan melalui angin tornado yang ia ciptakan. Terjadilah adegan tarik menarik antara Lintang yang berusaha menarik kedua perempuan itu dengan Wulan dan Bu Ratih yang berusaha membebaskan diri dari gulungan angin tornado ciptaan Lintang.

"Bu Ratih! Wulan! Tolong sekai ini saja kalian dengarkan aku! Mundurlah sebentar! Kita perlu bicara! Masalah ini tak akan pernah selesai dengan tindakan kalian itu! Kumohon! Andaipun kalian tak mau menganggapku, paling tidak tolong hormati Pak Modin! Jangan nodai pengorbanan beliau dengan tindakan konyol kalian ini!"

Kata kata Lintang sepertinya sedikit banyak mempengaruhi kedua perempuan yang tengah dibakar emosi itu. Lintang bisa merasakan, energi kedua perempuan itu berangsur angsur melemah, seiring dengan pendar cahaya kuning keemasan dan kobaran api yang menyelubungi tubuh kedua perempuan itu yang juga berangsur angsur meredup. Kesempatan itu tak disia siakan oleh Lintang. Dengan satu sentakan keras Lintang lalu menyentakkan kedua lengannya kebelakang, membuat angin tornado ciptaannya seolah menarik dan mencampakkan tubuh Bu Ratih dan Wulan mundur dan mendarat di belakang tubuh Lintang.

Lintang lalu berbalik, sambil kedua lengannya terus terarah ke tubuh Bu Ratih dan Wulan yang kini telah berdiri di hadapannya. Angin tornado ciptaannya, meski mulai melemah, namun Lintang tak serta merta melepaskannya dari kedua tubuh perempuan itu.

"Apa yang kau lakukan Mbul? Beraninya kau menghalangiku untuk menghancurkan iblis iblis itu,?" Wulan menggeram marah. Kobaran api, meski sudah tak terlalu besar namun masih berkobar menyelimuti tubuh gadis itu. Sementara Bu Ratih, sepertinya emosinya benar benar sudah mereda. Pendaran cahaya kuning keemasan yang menyelimuti tubuhnya benar benar telah lenyap kini.

"Wulan! Bu Ratih! tolong dengarkan aku! Lihat dan perhatikan! Tindakan yang barusan kalian lakukan itu, itu semua sia sia! Bukan para iblis yang telah kalian lenyapkan! Tapi justru para warga yang kesurupan yang telah kalian bantai! Sadarlah! Sadar Bu Ratih, Wulan! Iblis iblis itu hanya memanfaatkan kalian! Kalian diperdaya dan dimanfaatkan untuk membunuh teman teman kita sendiri. Sadar! SADAR...!!!"

Wulan dan Bu Ratih saling pandang sesaat. Lalu seperti dikomando, keduanya menatap ke depan, dimana nampak beberapa warga yang telah terkapar kehilangan nyawa. Sementara para iblis justru semakin banyak berterbangan, seolah tengah berpesta pora dan mentertawakan kebodohan mereka.

"Sial! Apa yang telah kulakukan?!" hampir bersamaan Wulan dan Bu Ratih mendesah, lalu jatuh terduduk dengan bertumpu pada kedua lutut mereka.

"Sekarang, tolong dengarkan aku," Lintang yang menyadari bahwa Bu Ratih dan Wulan telah sadar sepenuhnya, lalu melepaskan pusaran angin tornado ciptaannya dari tubuh kedua perempuan itu. "Ini semua, harus kita selesaikan dengan kepala dingin. Dan untuk sementara, biar aku yang mengambil kendali. Aku punya rencana, tapi aku butuh bantuan kalian semua."

"Apa yang kau rencanakan Mbul?" Wulan kembali bangkit. Matanya yang masih memancarkan kemarahan menatap tajam ke arah iblis iblis yang masih berterbangan itu.

"Jadi begini! Melihat pertarungan kalian tadi, aku jadi tau bahwa iblis iblis itu tak bisa dianggap enteng. Serangan serangan yang kalian lancarkan, justru mereka serap, dan itu membuat mereka semakin kuat. Jadi untuk sementara, kita jauhkan dulu mereka dari desa, agar kita punya kesempatan menyusun rencana untuk melenyapkan mereka." ujar Lintang.

"Rencana?" Bu Ratih ikut bangkit. "Rencana yang seperti apa?"

"Kita bagi tugas. Bu Ratih, bisa sampeyan keluarkan iblis iblis yang merasuki para warga itu?" tanya Lintang.

"Sepertinya bisa, meski agak sulit. Gerakan mereka begitu cepat Tang! Begitu berhasil kukeluarkan dari raga salah satu warga, mereka akan segera melesat cepat dan masuk ke raga warga yang lain," jawab Bu Ratih.

"Itu bukan masalah Bu! Kita eksekusi mereka satu persatu. Aku akan berusaha menyapu setiap iblis yang telah ibu keluarkan dari raga para warga agar menjauh dari desa dan tak punya kesempatan untuk merasuk ke raga warga yang lain. Tapi sebelumnya Bu Ratih bisa kan memasang pagar di sekeliling rumah ini?" kata Lintang lagi.

"Hmmm, pagar ya? Sepertinya bisa Tang! Tapi aku tak yakin pagar yang kubuat bisa banyak membantu. Sebelumnya sudah kucoba, tapi makhluk makhluk itu tak perlu waktu lama untuk bisa menembusnya. Apalagi dengan keadaanku yang sekarang, energiku sudah banyak terpakai, jadi pagar yang akan kubuat juga sepertinya tak akan sekuat yang sebelumnya." jawab Bu Ratih.

"Kira kira berapa lama pagar yang Bu Ratih buat bisa bertahan dengan kondisi Bu Ratih yang sekarang ini?"

"Yach, mungkin hanya dalam hitungan jam. Dua atau tiga jam tepatnya."

"Itu sudah lebih dari cukup Bu. Dua atau tiga jam kurasa cukup untuk menahan para iblis itu untuk sementara. Soal bagaimana nanti setelahnya, itu akan kupikirkan nanti. Jadi, sekarang tolong ibu buat saja pagarnya. Kau bisa membantu kan Lan?"

Wulan hanya mengangguk. Kedua perempuan itu lalu bahu membahu memasang pagar di sekeliling rumah itu.

"Jangan habiskan energi kalian untuk membangun terlalu banyak pagar. Cukup dua atau tiga lapis saja. Ingat, setelah ini kita masih harus bertempur lagi." Lintang mengingatkan.

"Ya. Tiga lapis sepertinya cukup," ujar Bu Ratih dengan nafas sedikit terengah. Membangun pagar gaib setelah tadi sempat bertarung habis habisan benar bemar telah menguras tenaganya.

"Bagus! Selanjutnya, mari kita beraksi. Lakukan yang kuminta tadi Bu, keluarkan iblis yang merasuki para warga itu satu per satu. Aku akan menyapu mereka keluar dari desa begitu mereka keluar dari raga para warga itu, agar tak punya kesempatan untuk merasuki raga warga yang lain. Mas Ramadhan, nanti begitu ada warga yang sudah berhasil disadarkan oleh Bu Ratih, cepat bawa masuk kedalam rumah, agar tak menjadi incaran para iblis itu."

"Baik. Akan kulakukan tugasku sebaik mungkin Tang," jawab Ramadhan tegas. Ada rasa bangga yang ia rasakan melihat kemampuan Lintang dalam mengendalikan situasi. Benar benar mirip dengan kebijaksanaan yang selama ini dimiliki oleh Pak Modin. Lintang memang benar benar sangat pantas menjadi murid Pak Modin.

"Lalu apa tugas untukku?" Wulan yang sejak tadi diam bertanya.

"Kamu...., ah, dari matamu aku tau, amarahmu belum benar benar mereda Lan. Jadi sebaiknya kamu...., emmm..., ah, iya. Aku punya tugas yang pantas untukmu. Tugas yang sangat menyenangkan.Kau lihat mayat mayat yang dirasuki oleh para iblis itu?"

"Ya. Aku tau."

"Bagus! Lampiaskan amarahmu kepada mereka! Habisi mayat mayat hidup itu."

"Dengan senang hati Mbul!"

"Baiklah kalau begitu. Jangan buang buang waktu. Mari kita beraksi. SERAAAAANNGGGG....!!!."

Keempat sosok itu lalu melesat ke depan. Dibawah komando Lintang, mereka kembali berjibaku melawan iblis iblis yang sepertinya semakin banyak itu.

Pertarungan sengit kembali terjadi. Namun dibawah kendali Lintang, kini pihak dari Kedung Jati sepertinya sedikit diatas angin. Rencana yang telah disusun Lintang, sedikit banyak mulai menampakkan hasilnya.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close