Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUMBAL SEWU NDAS (Part 1)

Sebuah kisah nyata, yang menginspirasi awal saya menuangkan ke dalam tulisan. Meski dengan alur yang amburadul dan tulisan tak tersusun. Mohon, harap maklum.

Mohon maaf jika ada kesamaan nama dan tempat.


JEJAKMISTERI - Siang itu, senyum cerah nampak berkembang dari bibir seorang lelaki tua, Pak Solehan, atau yang biasa di panggil, Mbah Han. Pasalnya, dirinya yang baru pulang dari pasar, di sambut rengekan manja Cucu perempuan kesayangannya.
Sasa, gadis kecil yang baru akan menginjak kelas dua Sekolah Dasar, tampak bergelayut pada kakungnya. Bukan tanpa maksud, sebab Mbah Han tau, jika Cucu satu-satunya sedang bermanja, sudah di pastikan ada maunya. Dan tepat, ketika Mbah Han mulai menanyakan keinginan dari Cucunya, Sasa menjawab riang penuh antusias.

Namun, berbeda dengan Mbah Han. Wajah Mbah Han berbeda dari biasanya kala mendengar keinginan dari Sasa. Kali ini Mbah Han menunjukan expresi tegang penuh kekhawatiran setelah mendengar keinginan sang Cucu.

"Wik, apa gak ada tempat lain, selain berlibur ke bendungan itu?" tanya Mbah Han, pada Wiwik, Ibu dari Sasa.
"Itu sudah program, Pak. Jadi ya kita tinggal ikut. Lagian, cuma sebentar, sore juga kita sudah pulang." Wiwik menjawab, sambil mengemasi keperluan liburan kecil, yang diadakan pihak sekolah Sasa.

"Tapi, Wik, tempat itu angker. Kamu ingatkan, bagaimana dulu tempat itu? Bapak yang sudah merasakannya."Mbah Han, mencoba memberi penjelasan. Namun, sepertinya Wiwik tak menggubris. Ia masih terlihat serius mengecek perbekalan dalam tas, yang akan di bawanya.

"Bapak takut Wik, kalau ingat dulu...."
"Sudahlah, Pak. Itu kan sudah puluhan tahun silam. Sekarang tempat itu sudah ramai, banyak di kunjungi orang. Apalagi ini hari Minggu. Jadi, Bapak gak perlu khawatir. Saya sama Sasa gak sendiri, tapi satu kelas." Sahut Wiwik, memotong ucapan Mbah Han.

"Saya juga sudah telfon Mas Zul, dan mengijinkan," sambung Wiwik menjelaskan.

Mbah Han terdiam. Matanya sayu menatap Sasa, yang sedang membenarkan rambutnya di kepang dua. Ada kecemasan menyirat jelas di wajah Mbah Han, ketika Wiwik dan Sasa tetap memaksa ikut rekreasi di sebuah tempat yang menyimpan sejarah kelam baginya.

Usahanya untuk mencegah tak membuahkan hasil, meski sudah ia minta berulang-ulang, toh akhirnya Wiwik dan Sasa berangkat juga bersama rombongan anak-anak Sekolah Dasar, tempat Sasa menimba Ilmu.

Ceria dan penuh kegembiraan, saat itu suasana perjalanan anak-anak Sekolah Dasar yang mengadakan sebuah acara akhir tahun. Di iringi lagu-lagu riang, bersama-sama mereka nyanyikan di dalam mobil bus dua pintu berkapasitas 40an orang, yang akan membawa mereka pada sebuah bendungan raksasa untuk tujuan bertamasya.

Wiwik, yang duduk di jok tengah bersama Sasa, sebentar menikmati suasana keceriaan bersama lainya. Akan tetapi, ketika Bus yang sudah menempuh perjalanan dua jam berbelok dan berhenti di parkiran, perasaan Wiwik mendadak berubah. Ia seperti merasakan satu sentakan kecemasan, ketika baru melihat pintu masuk ke dalam bendungan.

Sebentar Wiwik ragu untuk turun, sebelum akhirnya di kalahkan tarikan dan rengekan Sasa.
Wiwik melangkah pelan, menggandeng Sasa, melewati kerumunan ramai pengunjung dan penjual aneka mainan, sebelum memasuki pintu loket.
Jantung Wiwik semakin berdebar kencang, setelah melewati pintu loket dan masuk kedalam wahana bendungan yang sudah ramai pengunjung. 

Wiwik menatap sayu pada bangunan raksasa dengan puluhan pintu berjejer memanjang. 
Deburan air bergemuruh, keluar begitu deras dari tiga pintu bendungan yang di buka. Membuat Wiwik semakin merasa jantungnya terpacu lebih cepat.

Wiwik sebentar terdiam, terpaku dengan pikiran bercampur aduk. Ia berkali-kali mencoba menghilangkan kecemasan yang tiba-tiba menelusup tanpa tau sebabnya. Namun, semakin ia menekan, semakin kuat kecemasan itu menyusup.

Tanpa terasa, sudah satu jam Wiwik mengikuti dan mendampingi kegiatan Sasa dan teman-temannya. Ketika tiba waktu istirahat, ia memilih sedikit menjauh dari teman-teman Sasa yang lain. Wiwik hanya tersenyum paksa, saat Sasa menceritakan ke indahan wahana dan taman sekitaran bendungan, sebelum satu ucapan Sasa, di rasa ganjil olehnya.

"Bu, Sasa rasanya betah banget di sini. Kalau Ibu, betah gak?" 
Sejenak Wiwik terdiam, ia tersentak mendengar ucapan Sasa, seperti menjadi penanda baginya.

"Eh, Kita kan punya rumah. Jadi, Ibu ya betah di rumah sendiri, bareng Ayah dan Kakung." Wiwik menjawab dengan raut dan senyum di paksakan.

Tak ada tanggapan apapun dari si kecil Sasa. Ia terlihat melamun, menatap lurus ke sebuah puseran air bergemuruh, tepat di bawah bendungan. 
Wiwik sesaat ikut terdiam, mengikuti arah tatapan Sasa. Namun, hanya gulungan air memutar yang ia lihat. 

Seketika perasaan Wiwik begitu khawatir, saat matanya kembali menatap wajah imut Sasa, ia melihat ada senyum lembut di wajah Sasa, yang masih tertuju ke arah puseran. Cepat-cepat ia meraih kepala putrinya dan mengalihkan pandangannya.

Sasa menurut, memalingkan wajahnya ke sebuah taman, arah jalan keluar. Menatap ramai pengunjung berlalu lalang, serta penjual aneka jajanan dan makanan. Sebentar Wiwik yang sudah sedikit lega, dan tengah mengeluarkan sejumlah bekal yang ia bawa, terpaksa harus terhenti, demi mendengar rengekan manja Sasa, saat menginginkan jajanan bergerobak yang sedang berjalan di sebelah taman.

Sedikit aneh dan bingung Wiwik saat itu. Melihat gerobak berisi jajanan berkuah yang di inginkan Sasa. Bukan hanya gerobaknya yang tanpa tulisan, melainkan sang penjual yang berpakaian seperti orang jaman dahulu. Berkebaya dan dan bertapi kain batik.

Wiwik masih terlihat ragu dan heran, namun rengekan Sasa semakin kencang terdengar. Sampai akhirnya, Wiwik kalah, ia mengalah bangkit ketika isakan Sasa mulai terdengar, membuatnya mengabaikan keraguan dan bisikan-bisikan halus yang melarangnya.

Perlahan Wiwik mendekati gerobak. Mengamati seluruh isi gerobak yang memang terlihat berisi makanan tradisional berwarna warni. Tapi satu yang Wiwik rasakan begitu aneh. Sang penjual, sesosok wanita berwajah ayu dengan tubuh menebar wangi bunga, hanya diam tanpa bicara saat ia bertanya. 

Sang penjual hanya terlihat sesekali mengangguk, dan memberi isyarat dengan jempol tangan kanannya, sebagai jawaban. Membuat Wiwik semakin tak nyaman. 

Selagi Wiwik melihat dan memilih jajanan yang di rasa cocok dengan keinginan Sasa, tiba-tiba Sang penjual mulai memasukan beberapa jenis jajanan tradisional kedalam sebuah mangkok. Wiwik yang awal bingung, seketika terjingkat kaget, setelah tau jajanan baru saja rampung di racik, ia berikan pada putri kecilnya, yang sudah berdiri di sampingnya, tanpa Wiwik tau kedatanganya.

"Hemmm..." gumam Sasa, yang menerima semangkok jajanan tradisional dan langsung menyuapkan kedalam mulut kecilnya dengan sebuah sendok dari anyaman daun pisang.

Wiwik, yang saat itu melihat dengan jelas jajanan dalam mangkok, dan tengah di makan oleh putrinya, seketika terkejut dan hampir saja berteriak. Ia seolah tak percaya dengan apa yang di lihatnya, ketika yang masuk kedalam mulut putri kecilnya, bukanlah Cendol Candil berkuah kental seperti layaknya, melainkan bola-bola mata masih berurat dan darah merah bercampur otak menjadi campurannya.

Wiwik yang ngeri dengan isi dalam mangkok, cepat-cepat merebut dari tangan Sasa. Tapi, setelah ia berhasil, mangkok itu ia lihat sudah dalam keadaan kosong. Hanya terlihat bekas-bekas lendir darah bercampur urat-urat merah menempel pada dinding mangkok, membuat Wiwik gemetar.

Kepanikan sebentar kemudian menguasai Wiwik, saat menyadari jika Sasa tak lagi berada di sampingnya. Bersamaan dengan hilangnya Sang penjual. Wiwik berteriak, memanggil-manggil nama Sasa sembari mengedarkan pandanganya. Namun, sampai beberapa saat lamanya, Wiwik tak mendapati sosok Sasa. 
Wiwik sudah tak memperdulikan tatapan orang-orang padanya. Bahkan, setiap orang yang bertanya ia seolah tak mendengar. Sampai akhirnya, Wiwik mendengar jeritan-jeritan ketakutan dan teriakan histeris di sekitaran puseran air.

Baru saja Wiwik sampai di sekitar puseran yang sudah banyak di kerumuni pengunjung, tetiba saja tubuhnya di rengkuh dan di peluk dua orang perempuan. Sejenak Wiwik terdiam, bingung dan heran mendapat pelukan erat di sertai tangisan dari dua orang yang di kenalnya, sebelum tau penyebabnya. Ia semakin terbengong saat mengedarkan mata dan melihat tatapan orang di sekelilingnya, seperti menyiratkan keprihatinan dan penuh rasa iba.

Wiwik yang kembali sadar akan kejadian aneh dan hilangnya Sasa, sesaat bertanya-tanya pada beberapa orang yang ia kenal, tapi mereka hanya diam dan menunduk, sebelum satu jawaban dari seorang yang masih memeluknya, membuat tempat sekitarnya menjadi  hening dan sunyi...

[BERSAMBUNG]


****
Selanjutnya
close