Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 42) - Aji Lembu Sekilan


"Eyang... apakah eyang tahu, apa yang sebenarnya dicari oleh kakak seperguruanku tersebut?"

"Saya juga kurang tahu Raden.."

"Eyang..! "Maaf sebelumnya.... kalau saya banyak bertanya."

"Silahkan Raden."

"Saya perhatikan Eyang sering berpergian meninggalkan pesanggrahan ini, bahkan adakalanya sangat bergegas dan tergesa, sampai tidak sempat mendampingi saya dan Bimo berlatih, sesungguhnya ada urusan penting apakah eyang?" Tanya Jaka Indi dengan santun dan sangat hati-hati.

Bukannya menjawab pertanyaan Jaka Indi, sekonyong-konyong Eyang Ageng Wicaksono
mengambil cangkir kosong yang ada dihadapannya dan melemparkan ke Jaka Indi, yang membuat Jaka Indi terkejut dan tak sempat menghindar, namun anehnya cangkir tersebut telah jatuh dengan sendirinya ketika dalam jarak beberapa senti dari tubuh Jaka Indi.

"Blugh...!"
Cangkir tersebut terjatuh kelantai dan tidak pecah. Namun perasaan Jaka Indi sangat terkejut.

Sebaliknya Eyang Ageng Wicaksono tampak
tertawa gembira. "Hahahaha... Tidak sia-sia latihan yang telah Raden jalani."

"Memangnya ada apa Eyang!?" Tanya Jaka Indi masih dengan rasa keheranan.

"Perisai energi yang Raden miliki sudah mengalami kemajuan yang lebih baik. Sekalipun Raden tidak dalam keadaan siaga"

Jaka Indi baru menyadari kalau cangkir yang dilontarkan Eyang Ageng Wicaksono tersebut telah jatuh dengan sendirinya sebelum menyentuh tubuhnya. Itu berarti perisai energi yang dibentuk dari latihan tenaga dalam telah mulai menunjukkan hasilnya. Dan perisai energi yang dimilikinya, telah dapat memberikan perlindungan dengan sendirinya secara otomatis.

Dari apa yang diketahui Jaka Indi, salah satu ilmu kejawen tingkat tinggi yang paling tersohor  di nusantara diantaranya ajian lembu sekilan, para pendekar di tanah Jawa, diyakini memiliki kemampuan tak tertandingi diantaranya karena ajian ini.

Ajian ini merupakan tameng diri agar tak tersentuh senjata apapun. Mau diserang dengan senjata api, senjata tajam, benda tumpul, bahkan dengan tangan kosong pun akan meleset dalanm jarak sejengkal.

Bagi pemegang ajian Lembu Sekilan. Banyak yang mengatakan kalau di sekitar tubuh pemilik ilmu ini dilindungi jin atau khodam, sehingga serangan fisik berupa apapun akan meleset selebar 'sekilan' atau sejengkal dari badan.

Padahal berdasar apa yang dipelajari oleh Jaka Indi, menurutnya Aji Lembu Sekilan sangat mungkin merupakan olah hawa murni atau latihan tenaga dalam yang membentuk suatu perisai energi, yang bersifat melindungi diri hingga jarak sekilan (sejengkal), bisa juga kurang atau lebih dari sekilan tergantung power energi atau tenaga dalam yang dimiliki orang yang bersangkutan.

Namun bagi yang mendalami ilmu lembu sekilan biasanya dalam proses latihannya, termasuk dalam meditasinya juga ada pembacaan zikir dengan mantra suci (ayat-ayat suci) dan dengan laku tirakat (puasa, meditasi dan sebagainya), sehingga aji lembu sekilan tidak hanya bisa sebagai perisai energi tapi juga bisa sebagai perisai ghaib dari serangan teluh, santet atau sihir.

Mungkinkan perisai energi adalah juga sama dengan aji lembu sekilan, ataukah aji lembu sekilan memang karena ada jin atau khodam yang melindungi. Ah, entahlah, wallahu alam, renung Jaka Indi.

Setelah tertawa dan tersenyum melihat hasil yang dicapai oleh Jaka Indi, Eyang Ageng Wicaksono tiba-tiba tampak menghela nafas dan mengernyitkan dahi sejenak. Kemudian menjawab apa yang Jaka Indi tanyakan.

"Mengenai perjalananku, sebenarnya ini juga merupakan tugas dan kebiasaan yang dilakukan oleh para sesepuh, satria waskita dan para leluhur kita terdahulu, Yaitu ikut menjaga kedamaian, ketentraman dan juga stabilitas alam"

"Sebenarnya Eyang.... dalam beberapa waktu ini berkunjung ke alam manusia, ke negeri tempat Raden tinggal untuk menanam beberapa pusaka."

"Maksudnya eyang...?"
"Seperti yang Eyang jelaskan sebelumnya, bahwa beberapa pusaka memiliki kegunaannya sendiri-sendiri. Misal Tongkat Kalimasada, yang dimiliki Sunan Kalijaga, yang konon bisa memancarkan air bila tongkat tersebut ditancapkan di tanah yang gersang sekalipun, tentu akan sangat membantu penduduk di daerah yang sedang mengalami kemarau panjang, bila pusaka tersebut ditanam ditempat tersebut, sayangnya eyang belum memiliki pusaka tongkat ini.

Atau tongkat Syadina Ali yang ditancapkan di pasir yang tidak bisa dicabut oleh Raden Kian Santang yang terkenal sakti mandraguna.

Nah bila pusaka tongkat Syaidina Ali ditanam di suatu daerah yang rawan gempa, diharapkan tongkat tersebut dapat membantu menstabilkan tanah disekitarbya.

Begitu pula menanam keris, tombak, batu mustika dan pusaka lainnya untuk memberikan energi positif, pada lingkungan tersebut."

Kira-kira... seperti itulah pekerjaan yang eyang lakukan, melanjutkan apa yang dilakukan para sesepuh terdahulu, namun hal ini akan sulit dipahami oleh orang-orang di generasi Raden."

"Malah tidak sedikit... mereka dari generasi ter-kebelakang, yang berburu pusaka dan berusaha menarik pusaka yang sudah dipasang oleh orang-orang terdahulu yang sebetulnya bertujuan untuk membentengi wilayah tersebut dari pengaruh energi negatif.!"

"Aku paham Eyang" Sahut Jaka Indi.

"Perumpamaannya mungkin seperti ini, bila sebuah bangunan atau gedung dipasang penangkal petir dari besi tembaga dengan rangkaian jalur petir mulai dari puncak bangunan atau puncak gedung tersebut sampai ke bumi, maka penangkal petir diharapkan dapat menghindari gedung terkena efek negatif dari sambaran petir, kira-kira seperti itu kan eyang," kata Jaka Indi sambil menepuk keningnya.

"Eyang Ageng Wicaksono hanya tersenyum mendengar penjelasan Jaka Indi"

"Itu berarti..kita tidak boleh sembarangan menarik pusaka yang tertanam disuatu tempat, ya..eyang?"

"Betul sekali Raden...! Bila tidak mengerti... jangan sembarangan menarilk atau membuang pusaka disembarang tempat."
"Baik Eyang...."

"Kembali ke soal istana pernmata, coba Raden perhatikan peta ini baik-baik." Kata eyang Wicaksono, sambil membentangkan selembar kulit kambing yang terdapat garis-garis dan tanda-tanda serta beberapa simbol, Raden ikutilah arah panah yang ada di peta ini hingga menemui hutan jagad buwono, setelah itu terus kearah barat hingga melewati hutan jagad buwono, selewat hutan jagad buwono Raden akan menemui gurun pasir dan teruslah berjalan lurus kearah barat hingga Raden bisa menemukan sebuah oasis ditengah padang pasir, disanalah kemungkinan tempat kota kuno dan istana tersebut berada."

"Baik Eyang Ageng..."

"Apakah saya berangkat sekarang ini juga... lantas bagaimana dengan istri saya Yuna bila menjemput saya kesini."

"Raden bisa berangkat selewat waktu ashar, saya telah persiapkan kereta kuda dan perbekalan yang Raden perlukan, serta beberapa daftar yang mesti Raden cari dan lakukan, bila telah menemukan istana permata, alangkah baiknya kalau Indrajit juga bisa menemani Raden, sedang Gochan sementara bisa tinggal di Padepokan ini sekalian menemani Bimo."

"Mengenai Yuna putri Ratu Shema Maharani, biar aku yang akan memberi penjelasan."

"Hemmmm... Baru tahu aku kalau nama Bunda Ratu adalah Shema Maharani...." Gumam Jaka Indi.

"Ingat apapun yang terjadi jangan mudah percaya pada siapapun, terlebih pada makhluk astral, terutama pada bangsa Jin, Siluman atau bangsa Peri sekalipun, berhati-hatilah."

Jaka Indi hanya mengangguk dan kembali membatin... "Lah...Eyang Ageng Wicaksono kan juga Peri ?!"

Tiba-tiba Bimo muncul dari samping beranda belakang, "Eyang... Kereta kuda sudah dipersiapkan di teras depan, Paman yang berambut gondrong dan Gochan juga sedang menunggu Eyang di teras depan.  Tapi ...sekalipun aku sudah membujuk Gochan untuk tinggal menemaniku disini, Gochan tidak mau.... Eyang. Katanya ia ingin pergi menemani paman Jaka Indi."

"Tidak apa-apa Eyang.. Biar Gochan menemaniku, aku akan menjaganya." Ujar Jaka Indi.

Kemudian mereka bersama menuju teras depan pondok menemui Indrajit dan Gochan, dan setelahnya Jaka Indi, Indrajit dan Gochan pergi berpamitan dengan Eyang Ageng
Wicaksono.

Inilah awal perjalanan bersama antara Jaka
Indi, Indrajit dan Gochan menuju
K-E-D-A-I A-R-W-A-H.

BERSAMBUNG
close