Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 47) - Jarum Berbisa


"Oouh.., dari mana kau tahu?" tanya Chandranaya heran.

"Hamba dengar dari seorang Resi tua," tutur Rengganis.

"Kemarin, dulu Resi tua itu minum teh di sini dan menceritakan semua kejadian itu kepadaku.."

"Mengapa resi tua itu mau menceritakan kisah misteri kota kuno dan istana permata kepadamu?"

"Dia bilang umumnya orang khawatir rahasia akan bocor, dia justru tidak takut, dia malah minta hamba untuk menceritakan pula kepada setiap pengunjung yang minum teh disini agar sama tahu peristiwa ini."

"Coba jelaskan, bagaimana ceritanya?" tanyanya dengan cepat.

"Dia bilang bahwa letak istana permata itu adalah..." Baru bicara sampai di sini, mendadak Rengganis yang berparas ayu itu mendongak, wajahnya penuh mengunjuk rasa kaget dan bingung, lalu sinar matanya mulai buram, tubuh pun perlahan limbung lalu terkulai dan akhirnya roboh terjengkang, binasa.

"Jarum berbisa!... Jarum berbisa! Dia juga terkena jarum berbisa!"

Seketika suasana kedai minum itu menjadi kacau-balau, semua orang sama menyurut mundur hingga beberapa meja tertumbuk dan terjungkir balik dengan suara gemuruh pecahnya mangkuk piring. Tentu saja Dewi Chandranaya terkejut dan juga gusar. Cepat ia angkat jenazah Rengganis, dengan mata melotot dan penuh emosi ia pandang para pengunjung yang masih berdiri terpana itu. Lalu berkata dengan tersenyum pedih,

"Sesungguhnya sia..siapakah pencoreng mukaku ini?"
"Siapakah...sahabat yang sengaja melakukan ini!?"

Hadirin yang berdiri termangu di sekitar situ sama bermuka pucat dan saling pandang belaka tanpa ada yang bersuara.

Kening Chandranaya tampak berkerut-kerut, dengan melotot ia pandang orang banyak dan berkata pula, "Silakan sahabat tampil ke depan, biar belajar kenal dulu dengan diriku ini, katanya sambil menyingsingkan lengan bajunya dan mengeluarkan senjata semacam katana (pedang pendek warna perak). Silakan tampil!"

Tapi semua orang tampak berdiri kaku, tiada seorang pun bergeser dari tempatnya. Chandranaya mendengus gusar, tiba-tiba ia berkata kepada dua pelayan kedai di sebelahnya, "Aisha dan Ashanti, mohon kalian bantu menjagakan menutup pintu masuk, dan menjaganya, siapa pun dilarang masuk dan keluar." Sampai persoalan ini menjadi jelas. Ucapnya tandas.

Habis berkata, ia pondong jenazah Rengganis dan dibawa ke ruang dalam. Di belakang rumah minum itu masih ada lagi beberapa rumah yang bergandengan dengan rumah minum bagian depan, itulah tempat tinggal pribadi Dewi Chandranaya. la bawa Rengganis menuju ke sebuah kamar yang terletak paling belakang, setelah merapatkan pintu kamar dan menutup pintu dengan dipalang, ia taruh Rengganis di tempat tidur.

Pada saat itu juga Rengganis yang dibaringkan di tempat tidur itu mendadak melompat bangun dengan sigap, ia tanya sang nyonya dengan suara lirih, Chandranaya "Siapa yang menyerang dengan senjata rahasia?"

Aneh sekali sekarang justru sikap Rengganis tidak seperti sikap seorang atasan berbicara pada bawahannya dan sebaliknya sikap Dewi Chandranaya begitu terlihat menghormat dan sungkan terhadap Rengganis.

"Kanjeng Dewi Tiara, yang tadi saya lihat... 'Seorang wanita muda dari kalangan peri berbaju kuning, dia membawa suling perak kecil yang terselip di pinggangnya'. Untuk menjaga rahasia diriku, sementara ini tetaplah memanggilku dengan sebutan Rengganis." ujar Dewi Tiara.

"Baik kanjeng Dewi Tiara, eh.Rengganis. 'Wanita yang menyerang Kanjeng Dewi adalah seorang Peri baju kuning itu pada dahinya ada bindi (merupakan tanda bulat berwarna merah yang diletakkan tepat di dahi, atau di antara dua alis) dengan suling peraknya itu ia gunakan sebagai tulup untuk meniupkan jarum berbisa kearah korbannya.'"

Rengganis tampak bergumam perlahan.... "Hmmmm.... Tampaknya Organisasi Rahasia Bunga Teratai juga ikut campur tangan dalam urusan pencarian Harta Karun Istana Kuno Ini."

"Wanita itu adalah merupakan salah satu orang kepercayaan Ketua Bunga Teratai Dewi Jannetra, yang bernama Dewi Asmita yang juga merupakan salah satu dari Lima Duta kepercayaan Dewi Jannetra."

"Yaitu Duta Penegak Hukum, Duta penegak hukum ini diantaranya bertugas memberikan hukuman pada anggota Perkumpulan Bunga Teratai yang melanggar disiplin aturan organisasi, terdiri dari Dewi Rheena dan Dewi Asmita.

Disamping dua Duta Penegak hukum. Adapula Duta Penghibur yaitu Putri Kidung atau nona Gendis, keahliannya memainkan berbagai jenis alat musik, bernyanyi, menari dan llmu bela diri yang dikuasai adalah elemen angin atau udara. Lalu ada pula Duta kematian yaitu Putri Anindya, yang dapat membunuh korbannya tanpa menimbulkan bekas luka sedikitpun, bahkan korbannya dapat mati dalam keadaan gembira dan tersenyum. Serta Duta Harta yaitu saya sendiri Dewi Tiara."

"Diatas lima duta, ada wakil ketua yaitu Dewi Larasati, ia biasa menggunakan kalung bunga teratai warna ungu dan Ketua Perkumpulan Bunga Teratai yaitu Dewi Jannetra yang biasa mengendarai ular naga hitam."

"Harap kamu ingat baik-baik semua penjelasanku ini."

"Sepertinya ketua bunga Teratai Dewi Jannetra, telah mencium gelagat kalau saya ada kemungkinan sudah berkhianat dari organisasi tersebut, maka ia telah mengirim Duta Penegak Hukum untuk melacak keberadaan saya, untung saya sedang dalanm penyamaran, dan saat saya sedang menyamar tak seorangpun yang bisa mengenali saya."

Tiba-tiba Dewi Chandranaya mendorong perlahan bahu Dewi Tiara, Kanjeng Dewi Tiara, kini Dewi Asmita masih berbaur di tengah para tetamu, "lekaslah kanjeng Dewi Tiara, eh nona Rengganis menyamar dan keluar dari pintu belakang" kata Dewi Chandranaya dengan nada resah.

Cepat Rengganis mengosok gosokan kedua telapak tangannya, berikutnya muncul asap dari telapak tangannya dan nampak asap semakin lama semakin tebal berkumpul hingga meliputi seluruh tubuh Rengganis, kemudian perlahan asap mulai kembali menipis dan menghilang, dan saat ini Rengganis telah berubah wajah dan tampilannya menjadi wanita desa paruh baya yang sederhana dengan andeng-andeng kecil diatas bibirnya.

Alis Rengganis yang awalnya berbentuk memanjang indah melintang keatas, juga berubah menjadi tipis melengkung seperti bentuk busur, hidungnya pun yang tadinya mancung berubah jadi agak pesek dengan kulit yang awalnya kuning Langsat juga berubah jadi sawo matang.

Kemudian ia ganti pakaian sehingga berwujud layaknya seorang wanita desa sederhana, yang tidak menarik perhatian bagi siapapun yang melihatnya.

Dewi Chandranaya sudah tidak heran lagi melihat kemampuan Dewi Tiara yang mampu berubah wujud menjadi apa saja yang dikehendakinya. Karena Dewi Tiara adalah termasuk jenis makhluk astral yang dapat berubah wujud.

Melihat nona muda itu sudah selesai merubah dirinya, segera Dewi Chandranaya berkata, "Setiap kali Kanjeng Dewi Tiara berubah wujud menjadi bentuk yang berbeda, aku selalu kagum melihatnya." Ucap Chandranaya.

"Ah.... nyonya bisa saja!" Kemudian Chandranaya membuka pintu kamar, ia melongok dulu keluar, habis itu baru menoleh dan memberi tanda kepada Dewi Tiara,

"Nampaknya sudah aman, Kanjeng Dewi boleh berangkat sekarang!"

Dewi Tiara berhenti di samping pintu, lalu ucapnya. "Bibi, kepergianku ini mungkin tidak leluasa untuk putar balik lagi.. Tolong jaga tempat ini baik-baik, pihak pembunuh rahasia dari organisasi bunga teratai, bahkan telah mengirim orang-orang kepercayaannya untuk terlibat dalam urusan ini, untuk saat ini hindarilah pihak kita untuk berbenturan langsung dengan pihak Bunga Teratai. Dan juga pihak kerajaan Suralaya."

"Tadi saya lihat orang kita Anggraini dan Diandra ada hadir diantara para pengunjung. Beritahukanlah mereka agar menghindari berbenturan langsung dengan pihak Bunga Teratai dan Pihak kerajaan Suralaya."

Dewi Chandranaya, berucap.. "Baik kanjeng Dewi Tiara, eh...Rengganis!" Katanya dengan sikap hormat. sambil membungkukkan badanya. Dewi Tiara mengangguk, setelah yakin di luar kamar tiada orang lain, cepat ia menyelinap keluar. la buka pintu pagar belakang, setelah mengitari beberapa rumah pondok, sampailah dia di halaman depan Pondok Seriti Kuning. la dapat melihat keadaan dalam kedai yang masih dalam suasana gaduh, dan ia juga melihat ada Dewi Asmita (Duta Penegak Hukum) diantara para pengunjung yang hadir.

Pada waktu itu juga Chandranaya pun sudah keluar lagi, disana melihat kemunculan si Nyonya pemilik kedai, banyak orang yang sedang ribut membicarakan kejadian tadi seketika diam. Segera Aisha dan Ashanti yang diminta bantuannya untuk menjaga pintu tadi bertanya, "Bagaimana keadaan nona Rengganis, Nyonya?"

Chandranaya menggeleng kepala, sahutnya sedih, "Jarum berbisa itu sangat jahat, sukar ditolong lagi!"

la menghela napas panjang, lalu berkata pula sambil menatap orang banyak, "Hadirin sekalian, dulu saat aku buka kedai minum ini, berulang pernah aku mohon para tamu dan sahabat agar jangan bikin perkara di sini, akan tetapi hari ini toh terjadi juga.

Aiih....! Bilamana Rengganis seorang ahli dan tokoh terpandang, maka kematiannya masih bisa dimengerti. Namun dia justru pelayan biasa tidak paham ilmu beladiri segala, malahan dia anak dari keluarga miskin.. di dusun dekat hutan jagad buwono."

Habis berucap, kembali ia menghela napas menyesal tak terhingga. "Sekarang silakan Nyonya mulai menggeledah, coba siapa yang kedapatan membawa jarum berbisa serupa, maka jelas dia itulah si pengganasnya, biarlah beramai-ramai kita membinasakan dia!" Yang bicara ini adalah seorang peri muda berbaju kuning, suling perak tampak tergantung di pinggangnya dan bagian dahi ada tanda bindi.

Dewi Chandranaya, memandangnya sekejap diam-diam ia mendengus, namun lahirnya ia berlagak setuju katanya dengan mengangguk, "Betul, memang begitulah maksudku, cuma aku kuatir akan membuat susah para sahabat..."

Nona berbaju kuning itu menukas dengan sikap penasaran, "Jiwa setiap insan maha penting, masa harus kuatir bertindak secara tegas. Pendek kata, barang siapa yang hadir disini saat ini tentu juga patut dicurigai, untuk membebaskan diri dari tuduhan harus siap untuk digeledah tubuhnya."

"Betul, silakan Nyonya menggeledah saja, kami akan menerimanya dengan baik."

"Benar, setiap orang harus memperlihatkan barang yang dibawanya, dan satu persatu harus digeledah!"

Begitulah beramai-ramai tamu banyak sama menyatakan setuju untuk digeledah.

"Tapi bukankah setiap pengunjung yang ada disini harus digeledah dan diperiksa semuanya, lantas siapakah yang akan membantuku untuk menggeledah setiap tamu yang hadir, mengingat para tamu disini semuanya patut dicurigai.

Bersamaan dengan itu Dewi Tiara (Rengganis) telah pergi menyelinap lewat jalan belakang kedai, lenyap dalam kegelapan hutan jagad Buwono.

Sampai akhirnya, tanpa disuruh sebagian besar orang sudah mendahului mengeluarkan segenap barang bawaan masing-masing dan ditaruh di atas meja.

Maka dengan lagak cermat Dewi Chandranaya memeriksa setiap benda yang tertaruh di atas meja, dan lantaran tidak menemukan jarum berbisa, lalu sasaran penggeledahan dilaksanakan atas tubuh setiap orang. Padahal tahu jelas tak akan menemukan sesuatu, namun caranya menggeledah tetap dilakukan dengan teliti. Dengan sendirinya, hasilnya tetap nihil.

Chandranaya menghela napas, katanya kepada orang banyak, "Baiklah, maaf jika aku telah ganggu para hadirin, bagi mereka yang ada urusan dan tidak dapat tinggal lama di sini boleh silakan pergi dengan bebas."

"Hai, mana boleh jadi, kan pengganasnya belum ditemukan?" Seru tamu yang berwajah harimau.

"Dari pemeriksaan tadi, para kawan yang hadir di rumah minum ini tidak terdapat membawa jarum berbisa apa pun, mana bisa aku temukan lagi si pembunuh?" ujar Chandranaya dengan tersenyum getir.

la menghela napas, lalu menyambung, "Tentang kematian Rengganis biarlah nanti aku beri santunan pantas kepada ayah-ibunya, hanya ada suatu harapanku yaitu semoga selanjutnya para kawan yang mau makan dan minum di sini jangan lagi membikin onar."

Habis berkata ia lantas memohon diri dan masuk lagi ke ruangan belakang. Karena itulah para tamu yang minum teh pun sama membayar dan tinggal pergi, hanya beberapa orang saja yang masih duduk di situ.

Pada saat para tamu sama meninggalkan rumah
minum itu, Anggraini dan Diandra, justru masuk ke ruangan belakang mengikuti Dewi Chandranaya.

BERSAMBUNG
close