Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 46) - Desa Kuno


"Yang ingin aku kisahkan adalah perihal sebuah kota kuno.."

Terlihat semua tamu yang hadir kali ini memandang kearahnya dan menyimak semua perkataannya dengan seksama, membuat Dewi Chandranaya merasa puas dan tersenyum, lalu setelah menghela nafas ia mulai melanjutkan ceritanya.

"Berdasar informasi yang ku ketahui banyak tokoh dari berbagai kerajaan dan berbagai golongan, baik golongan putih maupun kalangan hitam, bahkan adapula dari kalangan manusia, yang semuanya lagi mencari jejak keberadaan sebuah kota kuno."

"Apa menariknya kota kuno tersebut??" Tanya seorang peri remaja cantik yang membawa busur panah yang ditemani seorang gadis remaja berbusana serba putih yang juga tak kalah cantik darinya.

"Konon didalam kota kuno itu, terdapat sebuah istana yang merupakan peninggalan raja jaman dulu kala."

"Oohh.... bagaimanakah kisahnya!?" Desak Pemuda bertanduk kambing.

Terlihat para pengunjung yang hadir sudah mulai ikut terlibat dan menyimak semua pembicaraan yang diutarakan Dewi Chandranaya.

"Aku pun tidak begitu jelas." Cuma berdasar desas desus yang beredar di kota kuno tersebut terdapat sebuah istana peninggalan raja jaman dahulu kala, adapula yang mengatakan Istana itu adalah Istana permata yang masih merupakan salah satu istana tempat peristirahatan dari Raja Solomon (Nabi Sulaiman As). Raja Solomon adalah satu-satunya Raja yang menguasai dunia manusia dan dunia astral (kalangan Jin).

Akhir-akhir ini ada beberapa pelancong dan musafir yang datang mencari kabar padaku tentang keberadaan kota kuno ini, sebab itulah aku tahu ada hal demikian."

"Apakah mereka yang mencari keterangan kepada nyonya, itu semuanya tokoh kalangan astral dari golongan hitam dan golongan putih?"

"Betul.!" Bahkan jauh sebelumnya adapula yang berasal dari kalangan manusia. Kalangan bangsawan kerajaan ternama dari kalangan makhluk astral, juga dari gerombolan bandit dunia hitam (kalangan penjahat), juga ada, yang kuingat ada bangsawan dengan wajah menyerupai kera dengan bulu coklat keemasan, diiringi beberapa pengawalnya juga menanyakan letak kota kuno itu, dan yang menarik ada juga satu orang pemuda dari
kalangan manusia, ia sempat memperkenalkan diri tapi aku lupa namanya... yang kuingat pemuda tersebut berbadan langsing berisi, kulit kecoklatan, berwajah cukup tampan dengan memakai ikat kain batik pada kepalanya. Selain itu ada pula serombongan wanita-wanita cantik, mengendarai kereta kencana dari bangsa peri. Selebihnya adalah para satria dan mereka-mereka yang terlihat memiliki ilmu yang tinggi."

"Engkau tidak tanya apa maksud tujuan mereka mencari keterangan letak kota kuno tersebut?"

"Aku tanya, tetapi mereka tidak mau menjelaskan." Hanya aku sempat mendengar dari salah seorang rombongan wanita-wanita cantik yang berbicara tentang adanya istana di kota kuno tersebut.

"Wuah...! Aku kira pasti terdapat sesuatu benda mustika dan barang berharga yang sangat menarik, atau harta karun pada kota kuno tersebut." Ujar salah satu pengunjung berbadan manusia tapi berkepala kerbau.

"Belum tentu demikian" Kata Dewi Chandranaya.

"Sebab beberapa diantara yang mencari keterangan padaku itu, di antaranya ada Peri langit, dan Peri langit dikenal sebagai bangsa yang yang senang menjauhi diri dari keramaian dan bukanlah bangsa yang tertarik dengan harta karun segala."

"Jika begitu, sungguh aneh sekali," Kata gadis remaja yang membawa busur dan anak panah.

Bisa saja kota kuno tersebut selain terdapat harta karun, juga terdapat hal-hal lain yang berguna bagi kehidupan dan kelestarian alam, sehingga tokoh-tokoh kerajaan bahkan Peri langit juga mencari keberadaan kota kuno tersebut.

"Eh...mungkin saja.." Ucap Dewi Chandranaya.

Lalu gadis remaja cantik yang membawa busur dan anak panah, kembali celingukan memperhatikan semua tamu kedai makan yang hadir, sepertinya ia sedang mencari seseorang namun tak ditemukannya.

Gumamnya lirih.. "Aneh....? Mengapa ia tidak berada disini.... sedangkan ini satu-satunya kedai di hutan Jagad Buwono, siapapun yang lewat hutan Jagad Buwono tentu akan singgah disini."

"Siapakah yang kamu cari??" Tanya rekannya.
"Raden Jaka Indi, tepatnya paman Jaka Indi... la berjalan lebih dahulu dari kita, semestinya ia telah sampai di kedai ini."

"Mungkin ia hanya mampir sejenak, dan sudah pergi melanjutkan perjalanannya kembali." Ujar gadis berbaju serba putih.

"Rasanya tidak.." Aku tadi sempat bertanya pada pelayan disini.
"Apakah ada pengunjung dari jenis manusia dengan ciri-ciri seperti paman Jaka Indi."

Pelayan tersebut mengatakan kalau seminggu terakhir ini. Bahkan belum ada pengunjung dari jenis manusia yang datang. Terlebih lagi paman Jaka Indi berjalan hanya beberapa saat sebelum kita.

"Bila tidak ada sesuatu yang merintanginya, tentunya ia telah tiba di sini." Ucapnya sambil menghela nafas dengan rasa prihatin.

Siapakah kedua remaja wanita tersebut. Yup... kedua wanita remaja cantik itu adalah Anggraini dan Diandra.

Lantas dimanakah Jaka Indi dan Gochan saat ini berada, mengapa mereka belum tiba di Pondok Seriti Kuning!?

Waktu itu, belasan orang tamu yang duduk di sekitar sana ikut tertarik juga oleh cerita Dewi Chandranaya ini. Sehingga beramai ramai mereka pun ikut berkerumun.

Dewi Chandranaya minum seteguk air teh yang masih hangat, ia pandang sekeliling orang banyak lalu bertanya dengan tersenyum,

"Apakah ada di antara hadirin yang tahu lebih jelas peristiwa ini?"

Tiba-tiba seorang pria tua, dengan wajah serupa harimau berusia 50-an dengan golok perunggu tergantung di pinggangnya menanggapi dengan wajah serius.
"Aku kira, sebaiknya kita jangan membicarakan urusan ini!"

"Oo0.., sebab apa?" tanya Dewi Chandranaya dengan melenggak.

Si pria tua muka harimau seperti menguatirkan sesuatu, ia celingukan ke sana-sini, habis itu baru menghela napas perlahan, akhirnya berkata dengan sikap yang tetap serius dan prihatin,
"Aku datang dari desa kabut di sebelah tenggara, sepanjang jalan aku dengar cerita dari dua orang temanku di tempat yang berbeda, baru saja mereka mulai bercerita tentang istana permata itu, kontan mereka terbunuh oleh senjata rahasia yang tidak jelas dilakukan oleh siapa."

"Hah, bisa terjadi begitu?" Seru Dewi Chandranaya.

Si pria tua muka harimau mengangguk,
"Betul memang terjadi hal seperti itu. Pertama kali terjadi di kedai Tuak gembira, dusun Segoro. Seorang kawan bernama Udbal sedang minum tuak dengan beberapa teman, setelah menegak beberapa mangkuk Tuak, langsung ia menyerocos bercerita tentang istana permata yang aneh itu. Ketika dia bicara bahwa ia tahu keberadaan istana permata tersebut, mendadak ia jatuh terjungkal dari tempat duduknya. Kemudian beberapa temannya menemukan sebatang jarum berbisa menancap di batang lehernya."

la berhenti sejenak, sesudah celingukan lagi kian kemari, kemudian ia menyambung ceritanya,
"Kejadian yang kedua terjadi di kedai taman asri, di dusun Berlambak, yang berkisah adalah Turangga, kami biasa memanggilnya sastrawan lidah panjang, karena kesenangannya bicara dan kepandaiannya bercerita. Dia juga sedang mengobral ceritanya mengenai istana permata yang berada di kota kuno ini kepada beberapa sahabatnya. Ketika dia menyatakan ia mengetahui keberadaan kota kuno dan istana permata. Pada saat ia hendak mengucapkan nama sebuah tempat, kontan ia pun roboh terjungkal, senjata yang membinasakan dia juga sebatang jarum berbisa."

Rupanya keterangan kakek muka harimau ini membuat para pendengarnya merasa tegang, air muka hadirin yang berkerumun itu sama berubah pucat dan merinding, mereka sama berpaling dan menoleh kian kemari, seperti khawatir mereka pun akan terbunuh oleh jarum berbisa yang entah akan menyambar dari jurusan mana.

Seketika suasana kedai minum Pondok Seriti Kuning ini berubah sunyi dan mencekam. Suasana sunyi itu berlangsung hingga cukup lama, akhirnya si pelayan Rengganis yang memecahkan kesunyian, dia menaruh teko tanah liat yang besar itu dengan keras,

"Braaaak...!"

Lalu berseru, "Hadirin yang terhormat, apakah boleh hamba ikut menimbrung sepatah dua patah kata?"

Dewi Chandranaya menoleh dengan tercengang, katanya, "Rengganis, kau mau bicara apa, silakan bicara!"

Dengan sungguh-sungguh Rengganis berkata,
"Mengenai istana Permata yang berada di kota kuno tersebut, menurut pendapat hamba sudah bukan sesuatu rahasia lagi. Maksud tujuan orang yang membunuh Udbal siluman harimau dan Turangga si sastrawan lidah panjang jelas adalah untuk menghilangkan saksi hidup.!"

"Apa... apa katamu?" Dewi Chandranaya dengan melengong.

Bahwa seorang pelayan kedai teh yang merupakan masyarakat awam ikut bicara kisah rahasia istana permata sudah merupakan kejadian aneh, sekarang dia malahan menyatakan kisah itu bukan lagi suatu rahasia, tentu saja hal ini membuat semua yang hadir melengak heran.

Begitulah semua tamu yang hadir sama memandang dengan tercengang, sebaliknya Rengganis memberi hormat kepada Dewi Chandranaya dan berkata dengan serius,
"Nyonya, apa yang hamba katakan itu ada dasar buktinya dan bukan cuma bualan belaka."

BERSAMBUNG


close