Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUSUK TERATAI PUTIH (Part 2) - Cah Ayu


CAH AYU

Huh...huh...huh...

"Aku harus lari, jangan sampai bos Jarwo yang mata keranjang itu menangkapku lagi..!"

Seorang perempuan berlari menembus rimbunnya hutan, gelap, hanya cahaya rembulan yang menjadi penerang langkahnya.

Kain jariknya sobek hingga terlihat paha mulusnya, baju kebayanya sobek di bagian dada. Telapak kakinya terluka karena menginjak ranting-ranting kering yang tajam.

Nafasnya terputus-putus, tapi sekuat tenaga tetap dia pacu dengan menarik nafas sekuat-kuatnya berharap tenaganya takkan hilang.

Wanita itu adalah Sumirah, perempuan tercantik di kampungnya, kampung Kalimas.

"Sumiraaaaah...Sumiraaaah... Jangan kabuur kamu...!"

"Itu suara bos Jarwo, tidaak. Suaranya semakin dekat. Aku harus terus berlari, tidak sudi aku menjadi gundiknya...!"

Gedebukkk... "Aaaaargghhh....!!"

Sumirah terjatuh, kakinya tersangkut pohon gadung, durinya menancap dan menyisahkan luka berdarah.

"Arrrghht...."

Sumirah kembali berdiri dan berusaha terus berlari walau kakinya harus berjalan dengan terpincang-pincang.
Dia terus berlari sambil menangis, hatinya sakit, jiwanya rapuh, raganya tercabik-cabik harga dirinya terinjak-injak dengan mengenaskan.

"Kang Permana, ini semua salahmu...!"

Sumirah terus melanjutkan larinya, tangisnya kini benar-benar pecah. Bayangan suaminya tadi siang sungguh menancapkan amarah di sukmanya.

"Kangmas...!! Apa yang kamu lakukan mas, kenapa tega kamu melakukan ini kepadaku kangmas, apa salahku..."

Sumirah yang baru saja pulang dari rumah uwaknya terkejut mendapati suaminya, Permana tengah bergumul dengan perempuan yang tidak halal baginya.

Perempuan itu adalah Gendis, seorang penari yang sangat terkenal diseluruh kampung. Penari yang dikenal dengan kemolekan tubuhnya yang sintal berisi, buah dada yang menantang setiap mata lelaki. Lenggokan tubuhnya saat menari mampu menghentikan laju angin seolah berhenti hanya untuk melihat dirinya menari.

Sebenarnya untuk kecantikan, Sumirah jauh lebih menawan dibandingkan Gendis. Sumirah dengan aura keibuan serta kelemah-lembutan tutur katanya yang menjadikannya primadona saat dirinya masih gadis dulu, sementara Gendis hanya bermodalkan pesona senyum genit serta suara yang dia buat mendayu-dayu memanja dan tubuhnya saja.

Mata Sumirah melotot melihat pemandangan menjijikan itu, Gendis tersenyum sinis saat melihat Sumirah memergoki suaminya tengah mencumbu dirinya dengan sangat liar. Sementara Permana suami Sumirah tampak acuh dan tetap melanjutkan kegiatannya, dia tak peduli dengan amukkan dan tangisan sang istri. Baginya Gendis lebih memberikannya kepuasan daripada Sumirah, dirinya sudah bosan dengan perempuan yang sudah dia nikahi selama 4 tahun itu.

Braaaak....
Sumirah membanting pintu dengan kasar, matanya tak kuasa melihat hal yang menjijikan itu, terlebih kedua iblis itu sengaja membuatnya mendengar suara desahan serta rintihan kenikmatan dari mulut mereka.
Entah kenapa Sumirah tak mampu menggerakkan badannya, padahal sungguh dirinya ingin mencincang tubuh kedua manusia laknat tersebut. Tapi jangankan mencincang mendekati mereka saja kakinya mendadak terpaku, hingga akhirnya dia memilih keluar dan terduduk lemas diruang tamunya.

Pendengarannya masih dengan jelas mendengar lenguhan demi lenguhan suara yang baginya sangat menjijikkan, Sumirah hanya bisa menangis, hingga akhirnya suara itu berhenti.

Pintu kamar terbuka lebar, Sumirah mengangkat kepalanya dan melihat suaminya memakai kembali pakaiannya, sementara wajah kelelahan milik Gendis menyunggingkan senyum sinisnya, dia membiarkan tubuh polosnya tetap seperti saat Permana menikmatinya tidak dia selimuti, sengaja seolah memberi tahu bahwa Permana adalah miliknya.

Permana melangkahkan kakinya kearah Sumirah yang terduduk dilantai sambil menangis, tangannya dia letakkan dipinggang, matanya menatap bengis Sumirah, hingga detik kemudian.

"Plaaaaak.....!!"
Permana menampar wajah ayu Sumirah hingga tubuhnya tersungkur, bibir Sumirah mengeluarkan darah segar.

Gedebug...

"Aaarrrrrgghht...."

Permana menendang tubuh istrinya hingga terjengkal, tangan kanannya menarik rambut Sumirah hingga gelungannya terlepas.

Tangan Permana dengan kasar menarik rambut Sumirah hingga kepalanya mendongak keatas.

"Cuiiiih....!!"
Permana meludahi wajah sumirah yang telah basah dengan airmata.

Gendis keluar dari kamar ingin melihat Sumirah yang terinjak harga dirinya itu. Pakaian telah dia kenakan. Gendis duduk dengan jumawa menghadap Sumirah yang tengah disiksa suaminya.

"Aaah... Sakit kangmas...!!"

Sumirah merintih tatkata Permana menarik rambutnya. Perih rasanya tapi sakit dihatinya seribu kali lebih perih.

Gendis mendekatkan wajahnya dengan kepala Sumirah yang tengah ditarik rambutnya oleh Permana.

"Cuiiih...!"
Gendis meludahi wajah Sumirah, bagai luka yang masih meneteskan darahnya sengaja dia siram dengan cuka. Perih tak terkira.

"Aaaargggthht...."
Lagi-lagi Sumirah memekik, Permana menjambak rambut Sumirah dengan kasar hingga banyak helaian rambut yang tersangkut ditangannya.
Rambut Sumirah tergerai berantakan.

"Heh mandul...!!! Pergi kau dari sini, mulai saat ini kau ku cerai. Wanita mandul sepertimu tak pantas dipertahankan."

Suara Permana menggelegar, meremukkan hati Sumirah.

"Tapi aku harus pergi kemana kangmas? Ini sudah malam. Lagipula rumah ini milikku, warisan dari ramaku, kamu yang harusnya pergi bukan aku...!"

"Aaaarrrrrgght..."
Suara Sumirah terdengar sangat pilu, Permana menyeret paksa tangan Sumirah lalu melemparkannya keluar pintu bagai anjing buduk.

"Ini rumahku, terserah kau mau kemana. Rama mu sudah mati. Jadi harta beserta rumah ini milikku."

Rama Sumirah adalah juragan tanah yang sangat kaya raya, tapi entah kenapa sangat menyayangi Permana yang seorang pemabuk dan Pemalas hingga akhirnya mengangkatnya sebagai menantunya, suami Sumirah. Tapi hanya berhitung bulan tiba-tiba rama Sumirah meninggal tiba-tiba, padahal tidak pernah sakit. Hingga akhirnya semua hartanya jatuh ketangan Sumirah yang secara otomatis menjadi milik Permana.

Warga kampung berkumpul melihat apa yang tengah terjadi, mereka iba dengan Sumirah tapi tak bisa berbuat apa-apa. Seluruh warga kampung sangat takut dengan Permana, karena mereka mempunyai hutang yang sangat banyak. Jika ada yang berani membantu Sumirah, maka dapat dipastikan orang itu akan kehilangan rumahnya karena disita Permana si lintah darat.

Sumirah berdiri terhuyung-huyung. Dia diusir tanpa boleh membawa seperserpun uang, harta satu-satunya hanya pakaian yang melekat ditubuhnya. Sumirah berjalan pelan meninggalkan rumah yang sudah dia tempati sedari kecil itu.

Gendis tertawa penuh kemenangan melihat Sumirah pergi, Permana menggandeng Gendis agar masuk kerumah lalu menutup pintu dengan keras.

Sumirah berjalan menyusuri pinggir hutan, dia akan kembali kerumah uwaknya, hanya itu satu-satunya tempat dia kembali.

Tapi tiba-tiba dirinya dihadang bos Jarwo, Maman dan Paijo. Mereka menyeret Sumirah ketengah hutan dan melemparkan paksa Sumirah kedalam gubuk tua.

"Jo, Man, kalian jaga diluar, aku mau bersenang-senang."

"Wokey bos...."

Sumirah ketakutan, dia tak sudi tubunya disentuh oleh bos Jarwo. Sumirah berlari tetapi tubuhnya dengan mudah ditangkap bos Jarwo.
Dengan beringas bos Jarwo membuka paksa kancing kebaya Sumirah dengan susah hingga sobek karena ditahan tangan Sumirah.

"Wadoooooh...."

Sumirah menggigit tangan bos Jarwo, sehingga dapat berdiri dari posisi yang ditimpa tubuh besar bos Jarwo.

Prepeeeeeeet....

Bos Jarwo menarik paksa jarik yang digunakan oleh Sumirah hingga sobek.
Sumirah pun bingung, hingga akhirnya menendang keras pusaka bos Jarwo dan kabur melalu pintu belakang gubug.

Sumirah terus berlari hingga dirinya sampai dirawa ireng. Dia menyadari bahwa rawa ireng adalah tempat keramat yang dijauhi semua orang, yang konon katanya orang yang masuk tak dapat lagi keluar.

Sumirah tak peduli, dia lebih memilih mati di rawa ireng daripada dinodai oleh bos Jarwo.

Sumirah menangis tersedu, kini dia berada dipusat rawa ireng. Dirinya sudah tidak mendengar lagi suara langkah kaki mengejarnya. Sumirah berfikir jika bos Jarwo dan anak buahnya tak berani mengikuti dirinya hingga ke rawa ireng.

Sumirah terduduk di rawa yang lembab dan basah.

"Aaaarhhhhh.....aaaaaaaaaaaaaaaah....aaaaaaaaaahhhhh.....!"

Sumirah berteriak kencang sambil memukul-mukul keras dadanya.

Buk..buk...buk..

Sumirah terus memukul-mukul dadanya berharap sesak didadanya bisa keluar, berharap rasa sakit didadanya bisa berkurang.
Tapi nyatanya sia-sia.

"Aaaaaaaaaaaah.....aaaaaahh...aaaahh..."

Sumirah terus berteriak dengan putus asa, dia tak peduli lagi jika para penghuni rawa ireng akan marah karena terganggu dengan teriakan dan tangisnya. Baginya rasa sakit dihatinya sangat besar, dia tak peduli jika dia harus mati di rawa ireng.

Tiba-tiba bau bangkai tercium dengan pekat, bukan tak menyadari hal ini tapi Sumirah sudah tidak peduli.

Buk....buk...buk..
Dirinya kembali memukul-mukul dadanya dengan keras, tangisnya kembali pecah dan terdengar sangat menyayat. Dia mengeluarkan semua air matanya, biarlah kering asal perasaannya membaik.
Tapi sebanyak apapun air matanya keluar, justru rasa sakit di hatinya semakin terasa. Dia merasa menjadi wanita bodoh dan lemah karena tak mampu melawan Permana, suaminya manusia berhati iblis itu.

Tiba-tiba bau busuk itu menghilang dan berubah menjadi wangi aroma kenanga.

"Mungkin ini akhir dari hidupku"

Sumirah berkata dalam hati sambil terus menangis dan memukul dadanya dengan keras.
Sumirah sudah siap mati dimakan lelembut rawa ireng.
Mata Sumirah terpejam, bersiap-siap menghadapi murka para penghuni rawa ireng.

Aroma bunga kenanga semakin tercium pekat, Sumirah lemas dan pasrah.
Namun apa yang Sumirah pikirkan tidak terjadi, tidak ada hal buruk yang menimpa dirinya.
Justru dia mendengar suara halus perempuan memanggil dirinya.

"Cah Ayu....!"

BERSAMBUNG
close