Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUSUK TERATAI PUTIH (Part 31) - Hadiah Perpisahan


HADIAH PERPISAHAN

" Kangmas Permana.....!!"

Gendis berteriak histeris saat tahu jika yang memanggilnya adalah Permana suaminya. Tubuhnya gemetar hebat saat melihat Permana perlahan berjalan mendekatinya.

"Gendis....! Sini kau..!"

Permana langsung menarik lengan Gendis dengan kasar.

"Kenapa kau disini! kenapa kau sama orang Londo itu hah! Mau jual diri kamu hah!."

"Bukan begitu kangmas, aku....!!"

Gendis berusaha menjelaskan namun Permana yang sedang emosi tak tahan Lagi. Ia Mendorong tubuh Gendis ke tanah.

Bruuuuughht..

Tubuh kurus Gendis terpelanting lalu jatuh tersungkur di atas tanah.

"Bukannya kamu kabur dengan Meneer sialan itu.! Kenapa kamu ada di tempat murahan seperti ini Gendis! kamu memang murahan! sudah aku pungut dari tempat sampah, malah kembali ke tempat sampah lagi. Kalau dasarnya sampah ya kembali lagi ke tempat sampah. Kamu memang murahan! Kau berbeda dengan Sumirah yang keturunan ningrat! Cuiih!."

"Kang Mas! Tutup mulutmu!."

Gendis tak terima saat Permana terus menyebutnya murahan, bahkan sampai meludahi wajahnya.

Gendis berdiri lalu berbicara kasar sambil menunjuk-nunjuk muka Permana.

"Kemana kau bertahun-tahun hah Permana! aku tersiksa disini kau malah tak peduli. Sekalinya datang malah miskin, nggak ada duit. Bagaimana kau bisa menebusku dari meneer John itu. Cuuuih.....!!"

Kini giliran Gendis yang meludah ke arah Suaminya. Permana kalap dan entah dari mana asalnya tangan kanan Permana sudah memegang sebuah Tusuk Konde emas. Tanpa babibu Permana seperti orang kesetanan langsung menusukkan Tusuk Konde emas itu ke dada Gendis dengan bengis.

"Aaarghht.... Apa yang kau lakukan kangmasss...."

Gendis terjatuh ke tanah, tubuhnya bersimbah darah. Gendis mati dengan mata melotot dan tangannya memegang Tusuk Konde yang menancap di dadanya.

"Gendis..... Gendis.... Maafkan aku Gendis, bangun Gendis..!"

Saat Permana tengah menangis terdengar suara seseorang bertepuk tangan.

"Plok.... Plok..... Plok... Bravo..... Bravo.... Plok... Plok...Plok...."

Meneer John terlihat keluar dari rumah bordil, langkahnya perlahan mendekati Permana.

"U kembali Permana. Tapi kenapa U membunuh tambang emas Ik, Gendis adalah Primadona disini. Tubuhnya sangat digemari oleh para petinggi kompeni. U membuat Ik marah Permana...!"

"Jadi kamu yang telah membuat Gendis seperti ini. Bukannya kau mencintai Gendis hah!"

Permana sudah tak peduli lagi, dia tak perlu berbicara sopan kepada kompeni dihadapannya itu.

"Ik bosan dengan Gendis, jadi Ikut berbagi dengan yang lain. Sangat disayangkan kalau perempuan dengan tubuh molek seperti Gendis tak dimanfaatkan. Tapi sekarang Gendis udah mati karena U. Ik sangat rugi besar.!"

"Sialan kau! Bangsat ..!!!"

Permana langsung menyerang meneer John. Namun dua pengawal langsung memegang Permana,  pengawal itu mendudukkan paksa tubuh Permana diatas tanah. Meneer Jhon  tersenyum sinis. Meneer John memegang rahang Permana dengan keras.

"U pikir Ik cinta dengan Gendis? Ik tahu kalau Gendis cuma mau uang Ik saja. Kalau Ik cinta pada seorang perempuan maka Ik akan jatuh cinta dengan Sumirah bukan Gendis. Bodohnya U..!" Meneer Jhon menghempaskan wajah Permana dengan kasar.

"U harus mati ditiang gantungan."

Mata Permana melotot saat mendengar kata mati dan tiang gantungan, sekuat tenaga Permana mencoba melepaskan diri dari cengkraman pengawal meneer John. Permana pun berhasil kabur, sekuat tenaga dirinya berlari meninggalkan tubuh kaku Gendis. Meneer Jhon mengambil senapan laras panjang milik pengawalnya  dan membidik Permana yang sedang berlari.

Doooor....

Sebuah tembakan mengenai punggung Permana. Permana terhuyung namun dirinya tetap berlari tak peduli dengan tubuhnya yang terus mengalirkan daerah.

Tangan Meneer Belanda itu terangkat ke atas menghentikan para pengawalnya yang hendak mengejar Permana.

Meneer Jhon menatap mayat Gendis, memberi perintah ke bawahannya untuk menguburnya.

Sementara itu Permana berlari dan terus berlari sampai malam hari dan tanpa sadar dirinya telah memasuki hutan. Tubuhnya sudah kehabisan darah. Permana tak sadar Jika dia memasuki Rawa Ireng. Seolah seperti ada seseorang yang mengarahkan kakinya untuk datang ke tempat ini. Padahal Rawa ireng sangat jauh dari Batavia dan entah kenapa Permana hanya dalam beberapa waktu yang singkat telah sampai di rawa Ireng.

"Aaaarghhht... Sialan!!"

Permana duduk bersandar di sebuah pohon kelapa, dirinya sudah tidak kuat lagi berjalan. Darahnya banyak yang hilang karena luka tembak tadi.

Samar Permana melihat seorang perempuan datang mendekatinya, semakin dekat perempuan itu semakin jelas siapa yang mendatanginya.

"Sumirah!"

Sumirah tertawa terbahak-bahak, wajah cantiknya terlihat begitu mengerikan. Permana mengkerut karena takut.

"Baiklah kangmas Permana Sayang, sebagai hadiah perpisahan, aku akan menunjukkan kepadamu wujud iblis ku yang sesungguhnya. Aku sangat yakin kau akan menyukainya kangmas Permana!"

Sumirah menyeringai.

"Apppa maksudmu Sumirah..."

Permata sangat takut, sampai-sampai terkencing-kencing di celana.

Sssst.. Ssssssst..Sssssst...

Terdengar desisan ular.

Wuuuush.... Wuuuush... Wuuuush....
Kreseeek.... Kreseeek... Kreseeek....

Terdengar suara angin yang membuat ujung-ujung pohon dan dedaunan saling bergoyang.

Huuk.... Huuk... Huuk...
Huuk.... Huuk... Huuk...
Huuk.... Huuk... Huuk...

Ada banyak burung hantu yang tiba-tiba bertengger disekitar Permana. suasana menjadi sangat mencekam titik Sumirah menyeringai, matanya berubah dengan pupil ular titik lidah bercabang nya menjulur menjulur.

Sssst.. Ssssssst..Sssssst...
Sssst.. Ssssssst..Sssssst...

Perlahan tapi pasti Sumirah berubah wujud menjadi wujud ularnya.

Kretek... Kretek.... Kretek...
Gedebuk...

Pohon di sekitar tumbang saat perlahan tubuh ular Sumirah membesar dan terus membesar hingga sebesar pohon kelapa. Permana ingin kabur tapi tubuhnya sudah tak mampu lagi ia gerakkan.

"Bagaimana kangmas Permana? Apa kau suka dengan wujud ular ku? Sssst.. Ssssssst..Sssssst..."

Kepala ular Sumirah mendekati wajah Permana, lidahnya menjulur, mata mereka saling beradu.

"Apa ada kata-kata terakhir kangmas,  sebelum aku memakan mu hidup-hidup!"

"Mmmaaaffffkan aakkku Sum..."

Hup...!

Sumirah mengangkat tubuh Permana ke atas lalu menelannya bulat-bulat.

"Aaaaarrrght.......!"

Anggara terbangun dari pingsannya, dirinya memegang kepalanya yang pusing.

"Dimana ini?."

Anggara bingung,  karena seingatnya dirinya terkena serangan Sumirah dan  wanita itu menelannya hidup-hidup dalam wujud ular.

Saat Anggara kebingungan tanpa sengaja jemarinya menyentuh sebuah kertas yang terlipat, ternyata itu sebuah surat yang sengaja ditinggalkan Sumirah untuknya. Anggara pun membacanya.

"PERGILAH DARI SINI, JANGAN SAMPAI MATI..!"

BERSAMBUNG
close