Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Legenda Ki Ageng Selo (Part 48) - Liburan Mengerikan


"Tolong tolong...!!"

Suara seseorang yang berteriak minta tolong terdengar di seluruh hutan. Suara itu disertai dengan suara langkah kaki yang cepat, menandakan bahwa dia sedang berlari. Suara yang dipenuhi ketakutan dan keputusasaan.

Suara itu berasal dari seorang gadis muda yang mengenakan pakaian trendi tahun 2000-an, yang berarti dia juga dari masa depan.

"Sayang... kamu lari kemana? Apa kamu tidak ingin mencari teman kita?" sebuah suara bergema dari tengah hutan. Suara itu terdengar serak, seperti suara seorang psikopat yang mencari mangsanya, membuat suasana semakin mencekam malam itu. "Kenapa kamu lari dariku, sayang? Apa kamu tidak ingin bertemu dengan nenekku?"

Mengabaikan suara pria itu, gadis itu terus menelusuri hutan untuk mencari jalan keluar dari hutan mistis itu. Tidak peduli seberapa jauh dia pergi, suara pria mengerikan itu masih bisa terdengar, menambah suasana tegang yang dirasakannya.

Setelah berlari kesana kemari selama satu setengah jam dan tanpa tujuan, dipandu oleh rasa putus asa, gadis itu akhirnya menemukan sebuah pos ronda, yang menunjukkan bahwa ada sebuah desa di sekitarnya. Gadis bernama Adin itu berharap bisa meminta bantuan warga disana.

Sesampainya di sana, Adin yang masih terengah-engah langsung meminta bantuan para peronda yang berjumlah sekitar tujuh orang. Karena suara Adin terdengar aneh dan wajahnya terlihat panik dan ketakutan, salah satu peronda akhirnya memberinya sebotol air mineral.

Setelah meminum beberapa teguk air mineral, ia akhirnya merasa agak tenang dan mampu menarik napas dalam-dalam. Setelah agak tenang, ketujuh peronda yang tadinya sedang bermain kartu mulai bertanya kepadanya, meski beberapa di antara mereka merasa aneh dan penasaran dengan pakaian yang dikenakan oleh Adin. Karena tahun itu, tidak ada yang memakai apa yang dikenakan Adin.

“Tolong Pak, saya dikejar pembunuh,” kata Adin masih sedikit terengah-engah. Tujuh peronda terkejut dan saling memandang. "Teman-temanku telah dibantai di tengah hutan oleh seorang pria dan seorang wanita tua!"
Ketujuh orang itu kaget setelah mendengar kata-kata ‘wanita tua’, "Nenek? Mungkinkah itu Nenek Kemuning?"

Mendengar nama Kemuning, Adin langsung mengangguk, pertanda iya. Mengetahui hal itu, ketujuh peronda itu langsung panik dan bingung, seolah ingin menghindari masalah dan tidak mau menghadapi bahaya jika mereka mau membantunya.

"Astaga! Kita akan mati jika terus begini," kata salah satu dari mereka, bercucuran keringat dingin, wajahnya pucat. "Maaf, Nisanak. Kami tidak bisa membantumu dalam hal ini, karena siapa pun yang pernah bertemu Nyi Kemuning, dan melihat wajahnya, tidak akan bisa lepas dari cengkeraman si nenek tua!"

Suara burung gagak dan hembusan angin panas mulai terasa ke segala arah, membuat ketujuh peronda itu ketakutan dan langsung berhamburan ke segala arah untuk menghindari munculnya apa yang mereka takutkan.

Sebelum Adin sempat melangkah, tiba-tiba sebuah paku hitam berkarat berukuran sekitar 1 meter menembus punggungnya hingga menusuk jantungnya hingga membuatnya terjatuh dan tewas seketika.

"Ah, sayang~ akhirnya aku menemukanmu juga," kata pria psikopat yang mengejar Adin. "Dengan cara ini, kamu akan dapat bertemu teman-temanmu yang lain di surga di sana, sayang~. Ah, aku akan sangat merindukanmu di sini!"

Pria bernama Mahesa itu langsung membawa jenazah Adin ke tengah hutan dengan menyeretnya.

Mahesa terus menyeret tubuh Adin ke dalam hutan yang gelap hingga tiba di jurang yang terlihat sangat curam. Entah kenapa tiba-tiba Mahesa langsung terjun ke jurang.

Anehnya, ketika Mahesa melompat ke jurang dengan membawa tubuh Adin, tiba-tiba dia berpindah tempat ke suatu tempat secara gaib yang di tengah-tengah tempat itu ada sebuah rumah kayu sederhana yang mana di sampingnya ada puluhan salib mata terbalik yang menjadi tempat untuk menyalibkan puluhan orang, yang bisa jadi diperkirakan semua korban adalah remaja.

Dari dalam rumah kayu itu, keluarlah seorang wanita yang sangat tua, sekitar 80 tahun. Wanita tua itu tertatih-tatih mendekati Mahesa menggunakan tongkat setianya.

“Selamat malam, nenek,” kata Mahesa sambil berlutut di depan nenek tua yang ternyata adalah nenek buyut Mahesa. "Saya telah berhasil menemukan seorang gadis yang memenuhi persyaratan nenek mengenai tanda lahir serta keturunan."

“Bagus, cu. Cepat bawa mayat gadis muda itu ke altar pemujaan,” jawab nenek tua yang sudah dipastikan bahwa dia adalah Nyi Kemuning. "Aku harus segera memulai ritualnya, atau aku akan mati!"

Mahesa mengangguk dan hanya mengikuti Nyi Kemuning ke altar pemujaan di belakang rumah kayu tanpa ada percakapan.

"Apakah kamu menyesal, Mahesa?"

"Eh, ti-tidak, nenek. Aku sama sekali tidak mencintainya, hanya saja... aku bisa merasakan aura yang sangat kuat saat upacara pembukaan Test of Faith 67 hari yang lalu," jawab Mahesa, yang sedikit gelisah tentang sesuatu. "Aku yakin, tidak yakin, tetapi aku telah menemukan seorang gadis yang memiliki aura hitam yang sangat kuat, dia juga sangat cantik ... mungkin dia adalah gadis yang dinantikan nenek!"

Nenek Kemuning hanya tersenyum kecil sambil mengunyah daun sirih. Matanya melotot sekilas ke arah Mahesa, menunjukkan kemarahan, tetapi kemarahan itu segera hilang setelah Mahesa meletakkan tubuh Adin di altar pemujaan.

Nyi Kemuning membaca mantra sambil menunggu datangnya bulan purnama. Mahesa kemudian mundur sepuluh langkah dari altar, bermaksud untuk tidak mengganggu nenek buyutnya dalam upacara ritualnya.

Sambil menunggu datangnya bulan purnama, Mahesa bersantai sambil menghisap dua batang rokoknya. Dia menengadahkan kepalanya, menatap langit malam yang indah sambil berpikir.

“Siapa gadis yang kutemui saat itu? Dia memiliki aura hitam yang sangat kuat, tapi dia juga sangat cantik,” kata Mahesa melamun, penasaran dengan gadis yang ditemuinya di pembukaan Test of Faith. "... Yang aku tahu, dia adalah rekan anggota dari cicit kakek tua, yang namanya aku tidak tahu. Bagaimanapun, aku harus menemukan gadis itu."

Saat Mahesa sibuk melamun, bulan purnama muncul. Nyi Kemuning memanggil nama cucunya, yang tentu saja tak digubris Mahesa karena sedang melamun.

“Mahesa…” panggil Nyi Kemuning dengan nada rendah. Mahesa masih diam. "Mahesa...!!!"

Mendengar teriakan sang nenek, Mahesa akhirnya terbangun dari lamunannya. "Y-Ya, Nenek? Ada apa?"

"Bulan purnama telah muncul. Upacara akan segera dimulai. Bantu nenek!" perintah Nyi Kemuning yang masih sedikit marah dengan kelakuan cucunya itu.

Mahesa berjalan mendekati neneknya, kemudian disuruh memegang kedua tangan Adin. Nyi Kemuning berpesan apapun yang terjadi jangan sampai cengkeraman Mahesa terlepas dari tangan Adin.

Nyi Kemuning kemudian melafalkan mantera lagi, hal yang aneh terjadi. Adin yang seharusnya sudah mati, tiba-tiba bisa bergerak sendiri. Mahesa terkejut. Tidak menunda lagi dan berisiko cengkeraman Mahesa terlepas, Nyi Kemuning segera mengambil paku dari sakunya dan langsung menancapkan paku itu tepat di tengah dadanya.

Hal-hal aneh mulai terjadi, tubuh Adin seharusnya berdarah atau semacamnya, tetapi tidak. Tiba-tiba, Nyi Kemuning membuka mulutnya lebar-lebar, dan cahaya hitam keluar dari tubuh Nyi Kemuning dari mulutnya.

Cahaya hitam itu dengan cepat memasuki tubuh Adin melalui lubang seukuran paku di dadanya. Dalam sekejap, tubuh Nyi Kemuning ambruk, dan Adin mulai membuka matanya.

"Ahhh... apa yang terjadi?" Mahesa terkejut melihat pemandangan ini. “Kenapa A-Adin bisa hidup kembali, sedangkan Nenek harus mati?”

"Dasar cucu bodoh!" umpat Adin dengan keras. “Aku ini nenekmu, Nyi Kemuning. Aku hanya ingin bertukar jiwa dengan gadis ini, agar bisa hidup muda. Dengan cara ini kita bisa membalas dendam pada wanita itu.”

***

Kembali ke rumah Mbah Jayos. Kami semua siap untuk pergi berlibur ke pantai Jolosutro. Aku tidak berpikir bahwa mereka akan menyetujui keputusanku ini, meskipun mereka juga tahu bahwa saya baru saja pulih. Namun, berharap mendapatkan liburan yang menyenangkan untuk melupakan sejenak kejadian baru-baru ini yang benar-benar menegangkan jadi semuanya sepakat.

Sebenarnya Mela saat itu membujukku untuk tidak pergi berlibur di saat seperti ini, tapi karena desakan dariku dan yang lainnya, akhirnya dia mengalah dan mau ikut juga.

Sebelum berangkat, Aku diajak diskusi pribadi oleh Mbah Jayos, Mbah Ibu, dan Mbah Kari. Saat itu hanya diriku dan Wulan yang diajak berdiskusi, sedangkan yang lain diarahkan oleh Mbah Gel untuk segera menyiapkan barang-barang yang akan dibawa berlibur.

"Loh, kenapa Wulan ada di sini?" Tanyaku heran melihat Wulan sudah duduk di ruang tamu bersama Mbok Ruqayah dan Mbah Jayos.

“Jangan kaget seperti itu. Nenek sudah memutuskan mengangkat Wulan sebagai muridku,” jawab Mbok Ruqayah singkat. Aku melihat Wulan tersenyum sedikit karena keterkejutanku.

Aku kemudian duduk di sebelah Mbah Kari, "Lalu, ada apa Mbah-Mbah memanggilku ke sini? Ada yang perlu kita bicarakan?"

Ketiga orang tua itu saling berpandangan mendengar kata-kata singkatku, lalu Mbah Kari berkata, "Ah, jadi kamu belum tahu, rupanya?"

"Mengetahui apa?"

“… Ah, tidak usah dibicarakan. Nanti bikin mood liburanmu jadi kacau. He-he…” jawab Mbah Kari sambil tertawa. "Kami kesini karena ada rumor bahwa Ki Serang masih hidup, kan?"

Kedua lelaki tua itu mengangguk, tetapi ada sesuatu yang aneh pada mereka bertiga. Seolah ada sesuatu yang mereka bertiga sembunyikan dariku. Aku menatap Wulan, sepertinya dia juga mengetahuinya.

Merasa tidak enak dipermainkan oleh ketiga orang tua itu, aku segera berdiri dan berjalan menjauh dari tempat itu. Sebelum pergi, Mbah Jayos menggandeng tanganku dan menyodorkan tasbih dan keris kecil. Setelah itu, dia mendekatkan bibirnya ke telingaku sambil berbisik, "Nyi Kemuning ada di sana. Hati-hati dan jaga teman-temanmu!"

Tidak mau menunda-nunda lagi, agar tidak kesiangan, kami langsung berangkat dengan diantar truk milik teman Mbah Gel.

Dalam perjalanan, aku menghabiskan waktu melihat keris dan tasbih yang diberikan oleh Mbah Jayos. Jujur, aku sedikit penasaran kenapa kakek tua memberikan dua gaman ini untuk jaga-jaga. Selain itu, aku sedikit penasaran dengan nama yang disebut 'Nyi Kemuning'. Apakah dia begitu berbahaya?

***

Setelah mereka semua pergi...

"Kamu yakin, Jayos? Membiarkan mereka semua pergi ke sana, mengetahui bahwa di antara mereka ada seorang gadis yang merupakan titisan dari Nimas?" tanya Mbok Ruqayah yang tampak melirik suaminya. "Apalagi setelah kejadian beberapa hari yang lalu. Ki Serang... Pasopati. Sepertinya mereka semua terpancing atau bahkan dipancing oleh suatu kekuatan yang membuat mereka datang ke sini."

Mbah Jayos hanya mengangguk, lalu tersenyum. “Menarik kan? Di usia kita yang setua ini, kita masih bisa merasakan tantangan yang cukup berat, apalagi cicit kita bisa menyegel kembali iblis Sangkala tanpa bantuanmu, Ruqayah.”

"Jangan merayuku seperti itu, Jayos!" kata Mbok Ruqayah sambil mengalihkan pandangannya dari suaminya.

"Ah, maaf. Aku lupa kamu sama sekali tidak suka lelucon seperti itu, Ruqayah," jawab Mbah Jayos sambil menghentakkan tongkatnya ke tanah, meminta maaf. "Namun, kamu tidak perlu khawatir atau apa. Aku yakin dia akan bisa mengatasi rintangan kali ini bersama teman-temannya, lagipula, ilmu kanuragan mereka sudah di atas rata-rata sekarang."

---- SEKIAN DULU ----

*****
Sebelumnya
close