Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DEMIT WENGI - Larasati


Cerita nyata ini dari seseorang yang mengerti dengan alam sebelah.
Dan dia pernah menceritakan kisah-kisahnya kepaku melalui salah satu akun sosial media.

Saya mendengar cerita-ceritanya dan terpaku dengan salah satu cerita yang berjudul, Larasati. Bercerita tentang pengalaman pulangnya yang bertemu dengan hantu cantik bermata biru.

Awalnya dia tak tahu kalau sosok perempuan tersebut adalah hantu.
Karena di mata dia, semuanya sama. Hingga terkadang bingung, mana manusia dan mana demit (jin/makhluk halus).

"Kayaknya bagus nih kalau ditulis ulang dan dibikinkan thread, agar yang lain bisa tahu kisah ini!" ya, itulah yang saya pikirkan.

Saya meminta ijin kepada dia. Sebut saja, mas Katon.
Dan alhamdulillah, dia mengijinkannya.

Oke, langsung ke ceritanya

Kejadian ini terjadi, sekitar tahun 2007.
Yang bertempat, di sekitaran terminal pekalongan.

Asap jalanan tercium begitu hebat.
Teriakkan beberapa kondektur, terdengar jelas di telinga.

Malam itu, Katon pergi ke salah satu terminal bus yang ada di jakarta.
Tetapi sial! Dia di tipu sama calo yang bisa dibilang agak sangar, bahkan pakai acara bentak-membentak.

Saking ingin pulangnya ke kampung halaman (Purwodadi), dia pun mau saja.
Tetapi sialnya lagi, karena bus hanya sampai di terminal pekalongan.

Disaat dia sedang beradu harga dengan sang calo. Sesekali, Katon melirik kearah belakang.
Dia merasa ada seseorang yang tengah mengawasi. Namun tak tahu siapa dan mungkin hanya perasaan-nya saja.

Setelah mendapatkan tiket, Katon duduk-duduk sejenak di kursi tunggu.
Sambil menghisap sebatang rokok.
Sebatang rokok sudah habis di hisap, Katon mulai beranjak menaiki bus yang tak lama lagi akan berangkat.

Bus yang lumayan lega, karena cuma diisi sembilan penumpang.
Sebelas, kalau menghitung kernet dan supir.

"Mampus koe! Calomu rese, nyari penumpang gak halal." gumam batin Katon.

Karena merasa begitu lega dan perjalanan lumayan jauh, Katon memilih kursi paling belakang, agar bisa tiduran.
Tas punggung, digunakan sebagai bantalan. Bus mulai berangkat dan Katon pun, tertidur.

Baru sampai di Brebes (jawa tengah), bus mendadak berhenti.
Beberapa penumpang keluar, termasuk Katon.

Pukul 02 dini hari, bus berhenti ditempat yang tak semestinya.
Dipinggir jalan yang tak terdapat penerangan. Tempatnya begitu sepi, hanya dilewati oleh beberapa mobil saja dan bukan area perumahan.

Rupanya, roda belakang bagian dalam mendadak kempes.
Supir dan kernet pun, mengganti dengan ban cadangan.

Penumpang lelaki yang turun, mulai menyalakan rokoknya.
Sambil berdiri dan melihat jalanan.
Beberapa dari mereka ada yang berbincang.
Sedangkan Katon, memilih sendiri dan duduk diatas batu besar dipinggir jalan.

Katon duduk dibatu itu sambil menyalakan rokok.
Dengan santainya, sambil sesekali melihat kendaraan yang lewat.

Habis satu batang rokok, Katon mulai melihat area sekitar.
Tak jauh dari tempat dia duduk, tepatnya dibelakangnya, ada rumah gubug yang nampak begitu usang dan tak adanya penerangan.

Didepan rumah gubug itu, ada pohon ketela. Disitu, dia melihat siluet perempuan sedang melihatnya.
Perempuan yang bersembunyi diantara pohon ketela, sambil mengeluarkan bagian kepala, melihat kearah Katon.

"Deg-deg... Deg-deg...." degup jantungnya berdetak cepat.

"Busnya kenapa, mas?" tanya perempuan itu.

Katon terdiam untuk sesaat, dengan bagian kepala melihat arah belakang.
Sedangkan badannya, masih menghadap kearah jalan.

"Wujuh buneh, Ayune...." (waduh, cantiknya....) ucap Katon dalam hati.

Bukan hanya parasnya yang cantik, namun pakaian yang dikenakan wanita tersebut membuat jantung Katon berdegup kencang. Pakaian tidur yang tipis dan bagian bawah, hanya sampai sebatas paha.

Walau tiada penerangan, Katon bisa melihat dengan sangat jelas.
Karena dibantu oleh penerangan dari lampu kendaraan yang lewat.

"Bannya kempes, mbak!" jawab Katon.

Perempuan tersebut berambut panjang, hampir sepinggang.
Baju tidurnya berwarna coklat.

"Apa gak kedinginan?" tanya Katon dalam batinnya.

Perempuan tersebut berjalan, mendekat. Membuat Katon semakin salah tingkah. Lalu, dia hendak duduk disebelah Katon, membuatnya harus bergeser tempat duduk. Perempuan itu duduk, lalu mulai berucap,

"Oh iya mas! Aku habis pipis di kebun itu! Habisnya, di bus tidak ada toilet!
Sudah begitu, harga tiketnya lumayan mahal.
Mas! Duduk disebalah mana? Aku duduk ditengah!
Mas naik dari mana? Kalideres? Kalau begitu, sama mas! Aku juga naik dari kampung rambutan!"

"Eh, mas! Kok diem saja? Kenapa? Lapar?
Sama, mas, aku juga lapar! Nanti kita berhenti dimana? Di rumah mas saja ya? Dikasih gratis, hehee."

"Soalnya, tasku ketinggalan di rumah, mas! Atau, nanti turun di rumah makan dan mas yang bayarin? Tenang saja, mas! Makanku sedikit, kok! Hanya pakai nasi dan ayam goreng saja! Oh iya sama minum juga, es teh manis!" ucap perempuan tersebut.

"Gak sekalian kita menginap di hotel mana gitu?" ucap Katon, ngasal.

"Hm, masnya marah, ya?" tanyanya.

"Eh, mbak! Ngomong kok gak ada berhentinya? Bablas ae, kaya bus malam!" gerutu Katon.

"Oh iya, mas! Namaku, Larasti," ucapnya memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangan.

"Zzblis Katon!" balasku memegang tangannya, balik memperkenalkan diri.

Katon merasa jengkel, karena perempuan itu begitu cerewet.
Dan dia juga membuang pandangan, karena tak enak memandang kearah perempuan yang berpakaian sangat minim.

"Jangan mengumpat terus, mas!" teriak seseorang.

Katon penasaran dan mencoba melirik kearah Larasati.
Katon kaget, bukan main.

"Byuh... Kok ada perempuan secantik ini? Matanya biru dan bibirnya merah meronah." gumam Katon dalam hati.

"Tapi, cerewet sekali nih perempuan! Pakaiannya pun tak sopan begitu. Apa dia pelacur?" lanjutnya bertanya dalam hati.

Tak lama ban sudah selesai dipasang. Semua penumpang kembali naik. Katon mulai berjalan kearah bus dan naik, tanpa memperdulikan Larasati yang tertinggal dibelakang.

Katon kembali rebahan dan bus pun mulai berjalan. Baru saja memejamkan mata, samar-samar terlihat siluet putih tengah berdiri didepan pintu belakang. Tepatnya, didekat bagian kaki Katon yang sedang dalam posisi tiduran.

Katon melirik kearah sosok tersebut. Sosok itu melihat kearah Katon dengan penuh kebencian.

"Nih pocong perempuan atau lelaki? Apa aku raba dulu kali ya? Biar tahu jenis kelaminnya?" tanya Katon dalam hati.

Didalam bus begitu gelap, karena lampu sudah di matikan.
Tetapi, sosok pocong terlihat begitu jelas, karena adanya cahaya dari lampu kendaraan lain yang berpapasan.

Jantungnya kembali berdetak hebat.
Dag, dig, dug, serrr....

Katon merasa sudah tak nyaman. Lalu dia berdiri, hendak pergi ke kursi bagian depan. Untuk mencari Larasati, yang mungkin saja duduk sendirian.

Baru dua langkah. Katon terhenti, karena sang pocong mengucapkan salah satu kata, yang membuatnya sedikit murka,

"Takut, ya?" suaranya, seperti perempuan.

Katon terdiam, mengambil nafas dalam-dalam. Lalu berbalik dan mendekati sang pocong. Katon memegang kain yang diikat diatas kepala sang pocong, sambil membentaknya,

"Kamu ngomong apa, hah?"

"Hihihihi" mbak pocong, hanya tertawa.

"Apa kau kira aku takut!" bentak Katon kembali dengan suara lirih.

Tiba-tiba, mbak pocong semakin tinggi dan tinggi. Saking tingginya, dia sampai membungkukan badan. Sedangkan kakinya semakin memanjang. Sampai dibagian kursi yang Katon tiduri dibagian kepala.

Kepala pocong itu menyentuh bagian kursi. Lalu,

"Cuhhhh...."

Dengan sigap, Katon menghindar. Melompat, sambil melemparkan tasnya kearah pocong tersebut.

"Buk"

"Cittt...."

Bus mendadak berhenti, karena supir melihat dibalik cermin, kalau Katon bertingkah aneh.

"Ada apa mas?" teriak sang supir.

"Ada kecoa pak!" balas Katon dengan nada teriak pula.

Perlahan Katon mulai kembali duduk dikursi, tetapi dibagian sebelah kiri, didekat pintu. Sambil matanya terus memandang kearah depan, melihat Larasati yang menoleh kearah belakang.

Larasati tak hentinya memandang Katon, atau lebih tepatnya memandang kearah pocong yang kian melebar dan semakin lama, menjadi kain kafan yang melayang-layang. Lalu, 'pushhh....' menjadi kepulan asap.

Larasati masih memandangi bagian-bagian sisa pocong yang mulai menghilang. Secara kalau manusia biasa takkan mungkin bisa melihatnya. Tetapi, kenapa Larasati bisa?

Katon tak mau berbikir pusing. Matanya menjadi agak sayu dan kembali tertidur.

"Habis... Habis....! Maaf, busnya hanya bisa sampai disini!" terdengar suara teriakkan, membuat Katon terbangun.

Semua penumpang turun di terminal pekalongan. Penumpang mengeluhkan akan hal itu, tetapi mau bagaimana lagi? Sudah di terminal akhir!

Dengan agak sedikit sempoyongan, Katon berjalan keluar terminal. Niat hati ingin ngopi sambil nunggu pagi. Tetapi setelah sampai di warung, tiada penghuni. Alias, tutup.

Warung kopi yang ditutup terpal, dengan bangku yang ditinggalkan dibagian luar. Mungkin sengaja, atau tadinya ada orang duduk-duduk dibangku tersebut, hingga tak dibawa masuk.

"Uahhh...." Katon kembali menguap, tanda mengantuk.
Lalu, dia kembali membaringkan badan dibangku milik warung kopi.

Baru saja tertidur, Katon mencium bau aroma bunga kenanga. Tetapi dia cuek dan berpikir kalau ada orang lewat dan kembali memejamkan mata.

Katon terbangun, karena mendengar riuh ramai orang mengobrol. Suara orang-orang tersebut terdengar begitu kencang, seakan ngobrol didekat telinga Katon.

Katon kembali terperanjat dan langsung duduk. Dia sesekali mengedip dan mengucek matanya.

Katon bangkit, sambil mencari sumber suara. Ternyata, suara berisik orang mengobrol datangnya dari dalam warung kopi.

Katon mencari celah, untuk melihat siapa yang ngobrol didalam. Kalau obrolan biasa, tak kan mungkin Katon terperanjat dari tidurnya. Obrolan aneh, yang asing didengar oleh manusia,

"Jantungku, berhenti berdetak!"
"Ingin keluar dari sini! Bisa gak, ya?"
"Aduh, kepalaku belum sembuh!"
"Rasanya, ringan seperti angin!"
"Aku ingin kembali saja!"

Bukan seperti obrolan, namun seperti seseorang yang mengeluh sendiri-sendiri.

Katon penasaran dan masih mencari celah untuk melihat.
Akhirnya, ada celah dari arah bawah. Tetapi tak mungkin Katon masuk sambil merangkak.

Mata Katon kembali mencari dan terlihat diujung terpal, ada kawat mengikat. Katon melepas kawat tersebut dan membukanya keatas, lalu masuk kedalam warung kopi.

"Astaga naga....!" gumam Katon kaget, saat melihat beberapa orang tengah duduk diatas tumpukan paving blok, dengan posisi duduk membuat lingkaran. Seperti posisi duduk orang yang tengah main judi kuclak.

Jelas bukan manusia! Karena ada yang kepalanya hanya tinggal setengah. Ada yang dadanya berlubang. Seperti, Uchiha Obito. Dan ada pula yang sedang melepas kain kafannya.

"Yang ini ingin melepaskan kain kafan, apa mau berenang? Atau dari clan uciha yang mau melakukan kudeta? Pocong vs Kuntilanak. Nah, nanti anaknya apa? Pokun? Atau, Conak?" gumam Katon.

Katon kembali melihat sesekiling. Dia kembali kaget, saat melihat perempuan bermata biru tengah berdiri diantara gerbang tertutup.
Ya, Larasati tengah memandang kearahnya. Atau, memandang kearah makhluk-makhluk ini?!

Katon merasa terusik dan hendak mengusir mereka,
"Woy! Makhluk edo tensei! Kalian mau pergi, gak?"

"Kamu saja yang pergi!" balas mereka.

Katon geram, menelisik area sekitar. Dia mencari sesuatu yang dapat di gunakan, untuk mengusir makhluk-makhluk edo tensei (mayat hidup).
Katon melihat ada bekas galian tanah, lalu mengambil beberapa batu berukuran sedang.

Katon kembali ke tempat tersebut dan ternyata, masih ada dua sosok yang enggan untuk pergi. Mungkin dua sosok yang bertahan ini, ketua dari kelompok Pain dan Akatsuki. Makanya, merasa kuat dan mempertahankan daerahnya.

"Rasengan...." teriak Katon sambil melempar batu, bug... bug.... Terdengar suara bebatuan yang mengenai punggung.

"Dasar orang gila!" teriak salah satu sosok.
"Yuk, Obito! Kita pergi saja!" ajak salah satunya.
"Ya, Nagato!" jawab temannya dan bayang mereka mulai memudar, lalu menghilang.

Katon kembali ke tempat yang ada bangkunya dan dia melanjutkan kembali mimpi indah, mimpi menjadi hokage ke 7.

"Mas! Tangio, wis awan!" (Mas! Bangun, sudah siang!) terdengar suara perempuan membangunkan Katon.

Katon membuka matanya. Sorot mentari langsung menyinari wajah, menyilaukan pandangannya.

"Jelas sekali aku mendengar suara perempuan, tapi gak ada?" dalam batin Katon bertanya.

"Loh! Aku ada dimana?" lanjut Katon, kaget.

Katon terbangun didalam sebuah gedung yang sudah terbengkalai. Dengan sigap dia mengambil tas yang menjadi bantalan, lalu berlari keluar.

"Astaga...! Wis awan." (Astaga...! Sudah siang.) gumam Katon.

Katon terlihat bingung, karena dia tak menemukan jalan untuk keluar. Pagar besi yang ada dihalaman depan, masih terkunci dengan gembok yang sudah berkarat. Seakan bangunan ini, sudah lama tak dikunjungi manusia.

Katon terus berlari untuk mencari cela dan sempat putus asa. Saat dia berhenti dan melihat kearah pagar yang lain, terlihat sosok wanita bermata biru, Larasati.

Katon mengejar Larasati dan melompati pagar. Namun sebelum Katon hendak melompat, banyak sosok yang mengejarnya. Sosok aneh dengan macam-macam rupa. Mungkin mereka kelompok dari Pain dan organisasi Akatsuki lainnya.

Ada pocong dengan wajah kusam nan gosong, ada pula mbak Kunti yang tengah ayunan diatas pohon sambil melambai. Ada juga Jutsu hitam, yang mengkuciyoshe makhluk tinggi besar (Genderuwo) dan masih banyak makhkuk-makhluk yang lain.

Entah bagaimana caranya, Katon dapat melompati pagar yang dibawahnya ada selokan besar.
Dan entah bagaimana pula, Katon bisa berada didalam gedung terbengkalai.

Saat sampai ditepian jalan, tepatnya di samping lampu merah... Eh Ralat, lampu hijau. Soalnya saat itu, lampu hijau yang menyala.

Katon melihat Larasati berjalan ke tengah jalan. Dan seketika,
"Cittt.... bruak....." Terjadi tabarakan beruntun.

Larasati, tertabrak.
Tetapi tubuhnya seperti beton, karena mobil yang menabraknya lah, yang mengalami kerusakan, seperti pengok.

Lalu dari arah belakang ada minibus melaju dan menabrak Larasati. Namun hasilnya sama, mobil tersebut yang kalah.

Mungkin, Larasati mengaktifkan sharinggannya. Hingga, menimbulkan efek genjutsu (halusinasi) terhadap para pengendara.

Larasati melihat kearah Katon sambil melambaikan tangan, seolah memanggilnya.

Katon mendekat dan Larasati pun mulai berjalan. Katon terus mengekori Larasati, hingga sampai didepan rumah sakit.

Larasati duduk diatas batu beton yang terdapat bagian depan rumah sakit. Katon pun menghampirinya.

"Mas! Tunggu ibuku disini! Dan sampaikan, aku merindukannya," pinta Larasati.
"Dan tolong, berikan bungkusan ini pada ibu," timpanya.

Katon menerima bungkusan itu.
Bungkusan seperti dompet, tapi mirip seperti peti berukuran kecil.

"Ibunya yang mana, mbak? Dan namanya siapa?" tanya Katon.

"Nanti akan ada wanita pertama yang datang kesini dan duduk dibatu ini. Nama ibuku, Anik Miati." jelas Larasati.

Katon mengangguk, tanda mengiyakan. Sambil tangannya menerima bungkusan yang Larasati berikan.

"Terima kasih mas! Dan tolong sampaikan ke ibu, aku minta maaf karena belum bisa membahagiakan-nya. Tapi, sudah keburu meninggal," ucapnya.

"Mbak meninggal karena sakit, atau kecelakaan?" tanya Katon.

"Maaf mas! Karena Allah yang maha tahu atas semuanya!" jelas Laras sambil mengusap air matanya.

Keduanya terus mengobrol dan sesekali bercanda. Hingga tak terasa, kalau waktu sudah siang dan perut pun, semakin keroncongan.

Dari arah berlawanan, ada seorang ibu setengah tua dengan membawa tas bermerk. Ibu itu menghampiri dan duduk disebelah Katon. Melirik, lalu tersenyum.

"Apa ini ibunya? Kalau iya, pantas! Walau sudah agak tua, tapi ibunya masih tetap cantik." gumam dalam batin Katon.

"Ibu?" tanya Katon tanpa bersuara, hanya menggunakan bahasa isyarat.
Laras menjawab dengan anggukan.

"Maaf, apa ibu ini yang namanya, bu Anik?" tanya Katon.

"Iya mas! Kok tahu?" tanya balik, terkejut. Tetapi langsung berubah menjadi agak segar, padahal tadinya raut wajah ibu Anik terlihat kusut.

"Oh iya, bu! Ini ada titipan dari mbak Larasati!" ucap Katon memberikan bungkusan itu.

Bu Anik menerimanya dan langsung terharu. Bu Anik menangis sambil menutup mulutnya, sampai rambutnya yang panjang ikut tersikap kedepan, hampir menutupi semua bagian wajah.

"Te-terima kasih," ucapnya terbata sambil menyapu genangan air yang belum sempat jatuh dari mata.

"Iya, sama-sama bu!" balas Katon.

"Mas! Sampaikan! Kalau aku ingin mencium kaki ibu untuk yang terakhir kalinya!" pinta Larasati dengan tatapan sedih.

Katon mengganguk, lalu menyampaikan apa yang Larasati ucapkan,
"Maaf bu! Mbak Larasati mau sungkem sama ibu, untuk yang terakhir kalinya!" seru Katon.

Ibu Anik mengangguk dan kembali menangis.
Tangis antar ibu dan anak yang berbeda dimensi, membuat hati Katon teriris pilu.

Katon memegang tangan ibu Anik, mentransferkan sedikit energinya, agar ibu Anik bisa merasakan kehadiran Larasati yang tengah bersimpuh di kedua kakinya.

Katon menggerakan tangan bu Anik untuk merasakan kepala Larasati dan mengelus kepala Laras beberapa kali.

"Apa ibu mau melihat Larasati untuk yang terakhir kalinya?" tanya Katon.

Bu Anik menjawab dengan anggukan.
Katon menyuruh Larasati untuk berdiri. Lalu, Katon membuka mata batin ibu Anik, agar bisa melihat anaknya yang cantik, untuk yang terakhir kali.

Tangis diantara keduanya semakin pecah. Katon hanya bisa melihat dengan rasa ibah. Tak lama, bu Anik hampir terjatuh. Lemas, karena merasakan kesedihan yang teramat.

Akhirnya, Katon menutup kembali mata batin bu Anik dan acara pertemuan ibu dan anaknya pun, berakhir.

"Mas! Aku pamit dan doakan aku!" ujar Larasati.

"Iya! Baik-baik kamu di alam sana!" jawab Katon.

"Mas! tahu gak, aku ditempatkan dimana?" tanya Larasati.

"Surga?" tanya balik Katon, mengerenyitkan dahi.

"Salah mas! Neraka, hihihihi" jawab Laras tertawa dengan tubuh melayang, menjauh. Sambil melambai dan perlahan menghilang, kembali ke alamnya.

SEKIAN

Terima kasih telah membaca cerita ini sampai akhir dan maaf, kalau saya tambahkan komedi yang absurd.
close