Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DEMIT WENGI - Jin Penghuni Istana Keloran


Lanjut cerita mas Katon lagi nih, kisah nyatanya sewaktu membangun peletakan fondasi, atau peletakkan batu pertama untuk bangunan majelisnya.

Langsung ke ceritanya...

Malam itu mata Katon enggan terpejam. Masih di posisi tiduran dia mengecek telepon genggam untuk melihat jam. Waktu menunjukan pukul 22:00.

Daripada suntuk di rumah, Katon pun keluar kamar dan mengeluarkan kuda besi kesayangannya.

Motor sudah diluar, tak lupa dia mengunci pintu dan menaiki motor.
Katon menaiki motor, tak lupa berdoa ala kadarnya.

Stater dinyalakan lalu menarik gas dan menginjak gigi. Motor pun mulai berjalan.

Lumayan dingin malam ini, sampai sesekali Katon menggigil. Tetapi niatnya sudah bulat dan terus lanjutkan perjalanan.

"Ey., Ton! Mau kemana?" sapa pak Purnomo yang sedang olahraga malam didepan rumah.

"Ke Majelis pak!" balas Katon dengan nada teriak.

Tak lama Katon sampai didepan tanah lapang yang nantinya akan dibuat bangunan untuk Majelis. Katon menghentikan motornya, mencabut kunci dan turun.

Matanya melihat kearah langit nampak begitu cerah. Tak ada awan mendung. Sinar rembulan pun menyapa dan membantunya menerangi malam tanpa percahayaan.

Katon berjalan mendekati bahan bangunan yang tersusun rapi. Dia kembali berjalan, mendekati terpal yang menutupi alat pertukangan.

Katon membuka terpal dan mengambil beberapa barang yang bisa digunakan. Lalu menutup terpal kembali.

Dia membawa beberapa alat, mendekati bahan bangunan. Tak lupa, dia juga menyalakan lampu untuk membantu penerangan.

Katon mulai bekerja seorang diri, dengan mencampur pasir dan semen. Mencampurnya dengan air dan mulai mengaduknya.

Dirasa adukan sudah rata, Katon sedikit berjalan kearah sungai untuk mengambil beberapa batu.

"Mas! Malam-malam gini kok kerja?" terdengar suara seorang perempuan bertanya.

Katon mencari sumber suara tersebut. Namun dia tak melihat adanya orang lain. Hingga matanya menelisik kearah pohon pisang.

"Astag...." teriak Katon tertahan, kaget melihat perempuan cantik sedang duduk dibawah pohon pisang sambil menekuk kedua kakinya. Kedua tangan perempuan tersebut, diletakkan diatas lutut sebagai tumpuan.

Perempuan itu mengenakan gaun putih, rambut diikat dan tangan kirinya mengenakan gelang emas.

"I-iya mbak!" jawab Katon terbata.

"Aku temanin ya?" ucapnya dengan nada sedikit teriak, karena jauh.

Katon bingung dan ragu. Mengapa ada perempuan cantik duduk malam-malam dibawah pohon pisang?
Tetapi, dia tak menghiraukannya dan lanjut bekerja.

Sesekali Katon mencuri pandang dan perempuan itu tersenyum sambil terus menatap kearah Katon, membuatnya jadi salah tingkah.

"Mbak! Rumahnya dimana? Sudah malam begini kok keluar?" tanya Katon sesekali melihat, namun masih terus bekerja.

"Disitu mas! Sebelah Linggan," jawabnya.

"Oh..." balas Katon singkat.

(Linggan = tempat pembakaran batu bata)

Saat itu, Katon salah tingkahnya kebangetan, karena terus di tonton oleh perempuan cantik. Padahal sebenarnya dia tahu kalau di Linggan itu sebenarnya tanah kosong. Tak ada rumah satu pun.

Katon masih bekerja dan sekarang lebih fokus. Dia mengambil batu dan adukkan yang sudah jadi, lalu mulai menatanya.

"Mas! Aku ambilkan air minum ya?" ujar wanita tersebut.

"Jangan mbak! Ngrepotin!" jawab Katon tanpa melihat.

"Jangan sungkan mas! Mau yang hangat atau yang dingin?" tanya perempuan tersebut.

"Kopi saja mbak! Tapi kalau gak merepotkan!" balas Katon.

"Iya tunggu sebentar!" jawabnya mulai berdiri.

Perempuan itu mulai berjalan kearah jalanan.
Katon yang sedari awal sempat curiga, menengok kearahnya. Dia penasaran, perempuan itu demit, atau manusia. Tetapi, dia tak menemukan jawaban.

Gaun putih yang panjang, menutupi kaki perempuan tersebut. Bagian bawahnya sampai kotor, karena menyapu debu jalan.

Katon melepaskan pandangannya dan kembali bekerja. Tak berapa lama saat Katon kembali menengok, perempuan itu sudah ada dibawah pohon pisang sambil duduk, seperti pertama kali Katon melihatnya.

Perempuan itu sudah kembali tanpa tahu darimana dia datang. Tetapi ada yang berbeda, perempuan itu berganti pakaian. Dia mengenakan lingerie berwarna merah muda.

"Wes! Pokoke salah tingkah!" (Dah! Pokoknya salah tingkah!) guman katon yang semakin grogi, sampai kerjaannya jadi tak karuan.

Didepan tempat dia duduk terlihat dua gelas berisi kopi hitam dan beberapa makanan ringan.

"Sini dulu mas! Kita ngopi!" pinta perempuan itu.

"Iya mbak! Bentar!" jawab Katon.

"Sudahlah mas! Kesini saja dulu! Tak usah grogi!" pintanya lagi yang seolah tahu isi hati Katon, yang jadi grogi dibuatnya.

Dengan sedikit grogi, Katon mendekat ke mbak tersebut dan mengambil segelas kopi yang dia suguhkan. Matanya mulai melirik bagian paha, "Muluse ... Asem, kih!" pikir Katon.

Katon menaruh gelas yang baru saja dia sruput. Lalu hendak kembali untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Kemana mas? Disini saja! Dekat-dekat sama Nadia! Gak usah jauh-jauh!" pintanya sambil menepuk tanah berumput disebelahnya.

Baru beberapa langkah, Katon pun kembali dan duduk disebelah Nadia. Namun agak sedikit jauh. Tiba-tiba Nadia mendekat dan merapat kearah Katon.

Katon membuang pandangan, dia tak enak melihat kearah Nadia yang mengenakan Lingerie transparan, sampai terlihat pakaian dalamnya.

"Kurang manis gak mas?" tanya Nadia dengan bahasa halus, seakan merayu.

"Sudah manis mbak! Cukup!" balas Katon tanpa melirik.

"Kalau ngobrol menghadap kesini! Menghadap Nadia, jangan menghadap ke pohon jati." ucapnya merayu.

Sebenarnya Katon malu, tetapi dia penasaran. Akhirnya Katon memberanikan diri melihat kearah Nadia. Katon melihat kearah bawah tepatnya ke tangan Nadia. Dilihatnya ada tato tribal dipergelangan tangannya.

"Mbak Nadia kerja dimana? Selama aku ikut majelis, kalau siang sering kesini! Tapi gak pernah lihat mbak?" tanya Katon yang masih menundukan kepala.

"Aku arang di rumah mas! Kalau siang kerja dan jam segini baru pulang!" jelas Nadia.

"Kerjanya penghibur atau jadi pelacur?" tanya Katon dalam hati.

Katon masih tak berani memandang kearah Nadia yang wajahnya semakin lama semakin dekat.

"Mas! Gak lelah? Siang kerja, malam lembur untuk majelis?" tanya Nadia.

"Sebenarnya lelah! Tapi sudah aku niatkan untuk membantu!" jelas Katon sambil mengambil gelas dan meminum kopi.

Katon melihat dari ekor matanya, tangan Nadia meraba ke arah belakang tubuhnya, seakan mengambil sesuatu.

"Ini rokoknya!" ucap Nadia menjulurkan sebungkus rokok yang dia ambil dari belakang tubuhnya, rokok marlb*r* merah kesukaan Katon.

Katon hanya bisa tersenyum. Lalu dia kembali bekerja.

Katon mulai kembali bekerja. Tetapi fokusnya hilang dan sesekali melihat kearah Nadia yang masih duduk sambil terus tersenyum kepada Katon.

Udara yang tadinya agak dingin berasa begitu hangat. Dan seakan ada sesuatu yang tertiup melambai kearah hidung. Bau busuk mulai tercium dihidungnya.

Katon kembali melirik kearah Nadia, dia masih tersenyum. Tetapi aromanya bukan berasal dari Nadia. Matanya menelisik untuk mencari asal muasal bau busuk tersebut.

Dirasa tak menemukan apa yang dicari, Katon tak menghiraukan bau tersebut dan kembali memasang batu untuk fondasi.

Katon fokus memasang batu. Tetapi dia bingung karena batunya tak kunjung habis dan malah semakin banyak. Padahal dia siapkan cuma beberapa batu saja.

Mata Katon menelisik kearah sungai, tepat kearah batu dipinggir sungai yang tadi ia ambil untuk membuat fondasi. Terlihat bayangan hitam tengah berjongkok disebelah batu yang tak begitu jauh dari tempat Katon bekerja.

Katon membuang wajah dan melirik kembali kearah Nadia.
Nadia balas senyum.

Jantung katon mulai berdegup kencang! Karena ada sosok hitam yang ikut menemaninya malam ini. Katon memejamkan mata sambil beristighfar,
"Astaghfirullahal'adzim..."

"Aku pun hafal!" ucap sosok hitam.

Katon kaget dengan apa yang sosok itu ucapkan,
"Si*l*n...!" gumam Katon dalam hati.

"Surah yasin pun aku hafal! Jadi tak usah mengusirku! Aku disini berniat baik, hanya ingin membantu!" jelas sosok hitam itu setengah jengkel.

Katon pun kembali membuang wajah kearah Nadia, dia kembali tersenyum sambil berujar,
"Tidak apa-apa mas! Biarkan saja! Dia berniat baik, ingin membantu! Sama sepertiku,"

"Dia saja mau bantu! Masa aku ngak?" sela sosok hitam.

"Yo wes...!" (Ya sudah...!) jawab Katon singkat.

Katon pun kembali melanjutkan kerjaannya yang sedikit terganggu, karena kedatangan sosok hitam tersebut. Sampai membuatnya mengeluarkan keringat dingin. Tetapi, dari sini Katon baru menyadari, kalau Nadia bukanlah manusia.

"Semalam mimpi apa? Kerja ditemani dua sosok yang baik hati." gumam Katon.

"Watune angkati! Gowo rene mas!" (Batunya angkat! Bawa sini mas!) pinta Katon kepada sosok itu.

"Oke!" jawabnya singkat.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Dinginnya angin malam sampai menusuk tulang.

Ditengah malam yang dingin Katon mulai merasa tak enak dan hawatir kalau akan terjadi sesuatu. Dia sedikit was-was dan mencoba untuk mengucapkan sesuatu yang akan membuat dua sosok tersebut pergi.

"Bismillahi, Jiwalangkaji kokok beluk dem-dem bapak pergi bertapa, ibu hamil tua. Anak lima sudah gede, semua merantau jadi kuli, semuanya jadi mandor. Yang tiga sudah berumah tangga, dan kini ada di jakarta dan surabaya. Hantu muda, pergilah...! Pergi!"

"Hahaha leh! Koe baca opo?" (Hahaha nak! Kamu baca apa?) ujar sosok itu sambil tertawa.

"Mas, mas! Kalau baca mantra yang benar! Mengapa gak sekalian saja bawa abang tukang bakso?" sahut Nadia.

"Wah, ngledek ki!" (Wah, mengejek nih!) pikir Katon.

"Sudahlah! Jangan bersih keras untuk mengusir kita berdua! Kita ada disini untuk membantumu!" jelas sosok hitam.

"Aku lebih menguasai apa yang kamu baca! Dan aku diciptakan untuk berbuat baik! Ya, ada kalanya menggoda manusia, tapi tergantung dari niat dan pemikiran si manusianya tersebut," sambungnya.

Katon terdiam, memandang sosok tersebut. Yang seakan-akan menjadi seorang ustaz yang tengah ceramah.

"Ah, hati-hati! Kalau mengenaiku? Ku sikat kamu!" gertak Katon.

Bukannya takut atau marah, malah sosok itu tertawa,
"Hahaha memang kamu orangnya lucu," ucapnya.

"Yuk! Kita selesaikan pekerjaan ini dan beristirahat!" sambungnya memerintah.

Ciri dari sosok hitam tersebut sama seperti manusia pada umumnya. Hanya saja kulitnya hitam mengkilap seakan terkena pantulan cahaya. Entah sejenis hantu atau siluman kobra.

"Mas-mas! Istirahat dulu!" teriak Nadia menyuruh mereka berdua untuk istirahat dan minum kopi.

Dirasa sudah puas beristirahat mereka melanjutkan kerja. Dan tak terasa sudah kian malam. Tak terasa pula sudah dapat dua tiang penyangga.

Katon sudah tak membuat bahan untuk bangunan dan dia pun mulai merapikan alat-alat dan mencucinya hingga bersih. Lalu dikembalikan ke tempatnya dan di tutup lagi pakai terpal.

Nadia dan sosok hitam duduk beristirahat menunggu Katon, dan Katon pun menghampiri mereka.

Dengan rasa gundah dan was-was serta detak jantung yang berdegup begitu kencang, membuat Katon ingin pergi. Tetapi hatinya merasa enggan dan ingin terus menetap di tempat tersebut bersama kedua Demit Wengi (Makhluk halus malam).

"Nak! Kamu gak usah takut! Aku penunggu Linggan sebelah, dan Nadia adalah adikku. Kami berdua adalah jin penghuni istana, Keloran," jelas si hitam.

"Kami tahu niat mas baik. Dan kami ingin membantu agar surau (majelis) ini bisa berguna bagi orang banyak! Dan untuk anak-anak juga, supaya bisa di didik disini," sahut Nadia.

"Iya mbak! Mudah-mudahan!" balas Katon.

"Ayo kopinya di minum! Sambil ngobrol, nanti aku kenalkan dengan kaum sebangsaku." ujar si hitam yang tengah duduk bersandar di pohon jati.

Saking asiknya ngobrol, sampai lupa waktu. Embun pagi mulai membasahi dedaunan. Dingin! Membuat Katon sesekali menggosok telapak tangan dan meniupnya.

Nadia beranjak dari tempat duduk sambil memegang tangan Katon. Katon ikut berdiri dan mereka berdua berjalan kearah jalan. Katon tak bisa berkata, mulutnya seakan terkunci. Matanya hanya menatap wajah Nadia yang tersenyum manis.

Katon seakan terhipnotis oleh kecantikan Nadia. Bahkan dia tak menoleh sama sekali, hanya fokus memandangi wajah Nadia yang begitu indah.

Keduanya berjalan melalui sela pohon jati, dan sesampainya di jalan dekat Linggan, nampak sebuah bangunan dengan cahaya yang begitu terang benderang.

"Waw...!" Katon terperanjat kagum dengan bangunan tersebut yang mirip istana didalam film-film kolosal.

Nadia masih terus memegang tangan Katon, menggandengnya. Terus berjalan sampai mendekati bangunan yang mirip istana dan masuk kedalamnya.

Sesampainya didalam, Katon terkejut. Didalam bangunan tersebut sangatlah luas. Lantainya memakai tehel (keramik jaman dulu). Disitu juga ada meja yang tersusun rapi berjejer. Satu meja didiami satu orang.

Semua orang yang ada disitu melihat kearah Katon dan Nadia. Mungkin mereka bertanya-tanya tentang siapa manusia yang dibawanya masuk kedalam istana tersebut.

Dari arah belakang Katon mencium bau wewangian, membuatnya harus melihat kearah belakang, dan benar saja ada sosok lain yang ikut berjalan selain mereka berdua.

Sosok pemuda tampan dengan mahkota di kepalanya. Membuat Katon sedikit kaget dan terperanjat kagum dengan sosok tersebut. Karena semua orang yang melihatnya langsung menunduk dan memberi hormat.

Ketiganya masih terus berjalan menelusuri Istana Keloran. Katon membalikkan pandangannya ke Nadia, nampak dia masih tersenyum dan terus memegangi tangan Katon dengan sangat erat.

Didepan mata ada satu meja yang paling depan, terdapat tiga kursi yang saling berhadapan. Sesampainya didekat meja itu, ketiganya duduk di kursi masing-masing saling menatap.

Baru saja duduk ada beberapa Dayang cantik membawa nampan berisi makanan. Mereka meletakkan makanan tersebut di masing-masing meja yang berada didalam Istana Keloran.

Dayang cantik berusia belasan tahun (Kalau manusia), dengan rambut yang di sanggul. Mengenakan kebaya dan selendang yang terikat di pinggang dan ada juga yang menyampirkannya ke bahu. Bagian bawahnya memakai kain bermotif batik dan mereka tak mengenakan alas kaki.

Salah satu dayang yang meletakkan makanan di meja Katon sambil tersenyum, membuat Katon memandang kagum.

"Aduh" teriak Katon kala mendapatkan cubitan kecil di tangannya.

"Masnya jangan nakal!" ucap Nadia tersenyum.

Katon masih bingung dengan keadaannya saat itu, dia masih melihat kesana-kemari yang persis seperti pemandangan didalam film kolosal.

"Silahkan nikmati hidangannya...!" terdengar suara dari arah lain, membuat Katon mencari sumber suara tersebut.

Nampak seseorang yang gagah perkasa sedang duduk diatas kursi keprabon (singgasana), tersenyum kepada semua orang sambil mempersilahkan mereka memakan makanan yang sudah di hidangkan.

Katon masih terdiam sambil melihat sekeliling. Didapatinya mereka makan begitu lahap. Namun bukan makanan pada umumnya.

Katon melihat mereka makan batu bata yang masih merah (belum dibakar) dan ada pula yang makan serabut kelapa (sepet).

Katon memalingkan wajahnya lagi dan melihat kearah orang yang duduk bersamanya, duduk satu meja dengannya. Nadia dan pemuda tampan bermahkota, yang juga ikut menikmati makanan.

Namun apa yang dimakan Nadia dan pemuda tersebut berbeda dengan yang lain. Keduanya mendapatkan makanan dari daging, yang entah daging apa.

Saat Katon melihat kearah makanannya, dia mendapati pecahan batu mata merah dan sebuah kerikil.

"Sial! Dikerjain Jin!" pikir Katon dalam hati.

Katon terdiam, dia bingung dengan apa yang harus dilakukan. Dia juga tak mungkin menyantap batu kerikil dan pecahan batu bata tersebut. Dalam diam Katon kembali membaca lantunan syair nan indah,

"Bismillah, cir gobang gocir jangan nyengir dan mondar mandir. Aki Danyang! Tolong keluarkan aku dari dunia makhluk ini! Aku tidak bermaksud mengganggu dan aku tidak ingin menjadi bagian dari dunia mereka! Tolong keluarkan aku!"

Tak lama terdengar gesekan dari dahan yang bertemu, berdencit, 'cittt ... cit ... cit....' Berbunyi tiga kali.

Lalu pandangan Katon mulai buram dan anggota tubuhnya seakan mati rasa.

"Woy! Bangun!" teriak seseorang sambil menepuk-nepuk bahunya.

Pandangan Katon mulai membaik dan dia melihat siapa yang orang berada disampingnya. Rupanya dia salah satu teman Katon, satu jamaah di majelis tersebut.

"Kamu mabuk ya? Kok tidur disini?" tanyanya bingung.

Katon bangun dari tempatnya bersandar dan melihat kearah kiri yang nampak Linggan. Dan melirik ke sebelah kanan terdapat kebun kosong yang ditumbuhi tanaman liar.

Katon balik melihat kearah belakang, didapatinya pohon jati yang lumayan besar. Pohon tempat dia bersandar sebelum tersadar.

"Benar, aku di kerjain jin!" gumam Katon didalam hati.

"Dasar setan! Orang lagi kerja malah dikerjain! Nih, rasakan!" gumamnya sambil menendang-nendang pohon Jati tempatnya bersandar.

"Hkkk, cuih!" Katon meludahi pohon jati tersebut berkali-kali.

"Ku kira kamu mabuk! Jadi aku biarkan kamu duduk disitu," ucap temannya tersebut.

Katon tak menjelaskan perihal apa yang terjadi. Tak lama terdengar suara adzan subuh. Temannya langsung pamit untuk berangkat kerja di pasar.

Temannya sudah berangkat, Katon melihat sekeliling. Lalu, dia dia membuka celananya dan,
"Modar kowe! Pesingen." (M*ti kamu! Bau pesing.) Katon buang air kecil ke pohon tersebut.

Setelah itu Katon berjalan kearah motornya. Dia duduk diatas motor dan terdengar suara,

"S*tan kamu,l mas!" teriak Nadia.

"Bennn..." (Biarlah...) jawab Katon, lalu mulai menstater motornya dan pulang.

Sampai di rumah, Katon memasukan motornya dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh yang kotor, karena kerja dan kotor karena bersandar di pohon jati.

Malam berikutnya, Katon bersantai didalam kamarnya seorang diri. Tiba-tiba tercium bau wewangian yang menyengat, menyelimuti seluruh bagian kamar.

Lalu tubuhnya tak bisa digerakkan. Lampu kamarnya pun seketika padam. Katon hanya bisa menggerakan bola matanya ke kanan dan ke kiri.

"Ini sebagai permintaan maafku mas!" terdengar suara dari seseorang dan tak salah lagi kalau suara tersebut berasal dari Nadia.

Katon tak bisa menjawab, mulutnya terkunci. Dia merasa berada diujung tanduknya malapetaka.

"Kalau gak bisa keluar kamar? Wah, blaik! (Blaik = bisa diartikan kesialan)" gumam Katon dalam hatinya.

"Malam ini aku milikmu sepenuhnya!" ucap Nadia.

"Woy Nadia! Ojo edan kowe!" (Woy Nadia! Jangan gila kamu!) teriak Katon dalam batin.

"Sekali-kali edan gak opo mas! Aku kadung seneng kowe! Ora iso mbi kowe! Aku njaluk keturunan!" (Sekali-kali gila tidak apa mas! Aku terlanjur suka sama kamu! Tidak bisa sama kamu! Aku minta keturunan!) terdengar suara Nadia dari arah samping katon.

SEKIAN
close