Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PAMIT

Sampaikan maaf ku untuk kedua orang tuaku dan semua teman-temanku.


Namaku Tio, ini adalah ceritaku saat belum beranjak dewasa seperti sekarang, di tahun 2012. Aku yang masih duduk di bangku SMP kelas 8 mendapati peristiwa yang tak pernah ku lupa hingga sekarang dan mungkin selamanya.

Petik makna dan pelajarannya.
Dan wajib sebagai manusia agar selalu muhasabah diri.

Bismillahirrahmanirrahim...

Semoga kita senantiasa selalu di lindungi Allah SWT dimanapun kita berada...

Cuittt.....cuiitttt.....cuittttt....
Kukuruyukkk......

"Le tangi (nak, bangun)" ucap ibuku sambil menggoyang-goyangkan kakiku agar aku lekas bangun dan berangkat sekolah hari ini.

"Tangi! lek ndan adus" (bangun! buruan mandi) tambah ibuku

"Hmmmm" gerutuku sambil berusaha membuka mata dipagi yang sangat dingin ini.

Dengan nyawa yang belum terkumpul penuh aku berjalan ke belakang rumah mengambil handuk dan melanjutkan mandi.

Seperti biasa, ibuku sudah menyiapkan sarapan untukku, mas (kakaku) dan bapaku.

Tempe dan sayur bayam sudah tersaji diatas meja makan menanti kami lahap sekeluarga.

"Bali sekolah langsung bali ora usah mampir-mampir" (pulang sekolah langsung pulang, jangan mampir-mampir) nasehat bapaku karena aku kerap pulang sekolah mampir ke rumah temanku dan tidak langsung pulang ke rumah.

"Iya pak" jawabku 

Selesai makan aku bersiap mengambil tas dan memakai sepatu untuk lekas berangkat sekolah.

Ku lihat kakaku juga demikian, ia bersiap berangkat sekolah.

Sesaat setelah sepatuku terpakai ku lihat Adi, temanku sekolah yang hanya beda kelas sudah terlihat menghampiriku berangkat sekolah bersama.

"Ayo fan mangkat" (ayo fan berangkat) ajaknya.

Tak lupa aku pamitan dengan bapak ibuku sebelum berangkat.

"Pak bu aku mangkat sekolah, Adi sampun marani" (pak bu aku berangkat sekolah, Adi sudah jemput) ucap pamitku sembari mengangkat tangan untuk "Salim" kepada kedua orang tuaku.

"Iyo le, sekolah sing pinter" (iya nak, sekolah yang pinter) ucap bapak dan ibuku. Ku lihat ibuku mengeluarkan dompet khas ibu-ibu semasa itu dan mengeluarkan uang 5.000 untuk uang saku ku

Ku langkahkan kaki ku menuju sepeda legendaku yang selalu setia menemani perjalananku semasa SMP dulu.

Aku mulai mengayuh sepeda bersama Adi ke sekolah yang hanya berjarak 10-15 menit bila ditempuh dengan sepeda.

Sejak dulu aku adalah orang yang cenderung introvert bila di sekolah, selama sekolah aku tidak sering berkumpul dengan teman sekolahku. Aku banyak berkumpul saat dirumah dengan teman-teman rumah.

Jam 1 siang aku pulang dari sekolah, seperti biasa aku pulang dengan teman-temanku entah yang satu desa atau satu arah dengan rumahku.

"Assalamualaikum.... bu..... aku balik" seruku
Pulangku disambut ibu di rumah yang langsung menyuruhku ganti baju dan makan siang.

Layaknya anak seumuranku pada umumnya, aku pergi main ke salah satu temanku yang namanya Fian, dia satu angkatan denganku hanya saja berbeda sekolah.

Setibanya disana ternyata sudah ada 4 temanku; Putra, Bowo, Yuda dan Dayat.

Nah ke 4 temanku ini, Bowo dan Yuda masih SD kelas 6, dayat kelas 3 SMP dan putra juga satu angkatan denganku satu sekolah dengan Fian

"Ayok podo adus ng kali biasane (ayok kita mandi di sungai)" Yuda mengajak kami mandi di sungai yang tak begitu jauh dari kampung kami.

Oiya lupa aku jelaskan. Letak kampungku berada di salah satu kota di pesisir pantai utara Jawa Tengah.

Kami semua yg memang sudah seringkali mandi disaja pun tak lama berpikir dan langsung berangkat kesana.

Sungainya berada di kampung sebelah dan karena wilayah kami tak jauh dari laut,

sungai ini merupakan sungai tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan yang baru pulang atau hendak melaut.

Kami ber 6 kesana membawa sepeda kami masing-masing. Kami semua mengayuh sepera kami dengann semangat

Temanku, putra tampak lebih semangat dari yang lain.
"Semangat nemen sih put" (semangat banget sih put) tanyaku.

"Awan-awan ngene seger nek kanggo adus kali sambong put" (siang-siang begini sangat segar kalau buat mandi di sungai sambong put) jawabnya.

Sebenarnya air sungai sambong sangat keruh kalau dipandang dengan mata orang dewasa, namun entah kenapa di masaku dulu, aku dan teman-temanku sangat sering mandi disana. Ah, mungkin karena pemikiran kami dulu yg masih seperti anak kecil.

Jika sekarang mah boro-boro mau mandi disana, hanya sekedar memasukan kaki disana saja aku sudah enggan karena saking keruh air nya yang berwarna coklat kehitaman.

Sesampainya di tepi sungai sana tanpa membutuhkan waktu lama kami ber 6 langsung menanggalkan pakaian yang kami kenakan dengan menyisakan celana kolor (pendek)

byurrrr.....byurrrrr.....byurrrr.....

Satu persatu dari kami mulai lompat menceburkan diri ke sungai.

Tak sedikitpun dari kami merasa jijik dengan warna air yang keruh kehitaman, yang kami tau hanyalah keseruan.....

Ku lihat Yuda dan Dayat mulai menaiki salah satu kapal dan lompat dari sana.

Byurrr........ Byurrr.......

"Segere pwolll mlumpat seko kapal kae (seger banget lompat dari kapal itu)" ucap Dayat sambil menunjuk kapal yg ada di dekat kami.

Kami bergantian mengikuti Yuda dan Dayat yang melompat dari atas kapal, kami melakukan itu di kapal yang berbeda yang ada di dekat kami.

Jam menunjukan pukul 16.30 kami terpaksa menyudahi keasikan ini.

Kami pulang ke rumah masing-masing dengan membawa pakaian basah kami.

Rutinitas ini sering kami lakukan namun tifak setiap hari, mungkin satu minggu bisa 2 hingga 3x aku dan ke 5 kawanku kembali ke sungai sambong ini.

***

(Besok harinya)

Sore hari, seperti biasa aku kumpul dengan 5 temanku yg kemarin.

"Adus kali neh yok" (mandi sungai lagi yok) ajak putra

"Ojo terus-terusan put, di seneni ibuku nek enggal dino adus kali" (jangan terus-terusan put, dimarahi ibuku kalau setiap hari mandi sungai terus) jawabku.

"He'e put" (iya put) timpal Bowo dan Yuda mendukung ucapanku.

"Wes ayo kartunan wae timbang rak ngopo-ngopo" (sudah ayo main kartu timbang tidak main apa-apa) ajak Dayat.

Kami semua pun pindah nongkrong di pos ronda kampung kami.

Aku, Dayat, Putra dan Fian asik main kartu, sementara Bowo dan Yuda memperhatikan kami berempat bermain.

Saat maghrib akan tiba kami semua pulang ke rumah masing-masing.

"Jangan baru pulang kalau sudah gelap, nanti diculik wewe" kata orang-orang tua terdahulu untuk mengancam anak-anaknya agar tidak main hingga larut malam.

(Lusa dari hari kami mandi di sungai)

Sepulang sekolah putra datang ke rumahku
"io tio, adus kali neh yok" (io, mandi sungai lagi yok) putra mengajaku mandi ke sungai.

"Kowe meh opo to put kok wit wingi ngajak adus kali wae ?" (kamu mau apa to put kok sejak kemarin ngajak mandi di sungai terus ?) tanyaku

"Pengen wae rasane, seger kok panas-panas ngene" (pengen aja rasanya, segar kok apalagi panas-panas begini) jawabnya

"Podo ng omahe dayat wae disek" (ke rumah dayat dulu aja) ajakku.

Kami berdua beranjak ke rumah dayat yang tak jauh dari rumahku. Dari kejauhan tampak dayat sedang duduk didepan rumahnya sambil meminum segelas es sirup di tangannya.

"Mas dayat, ayo podo adus kali meneh (mas dayat, ayo kita mandi di sungai lagi)"

Belum juga sampai di rumah mas dayat si putra sudah teriak mengajaknya untuk mandi ke sungai.

"Bocah iki kenekan opo sih" (anak ini kenapa sih) pikirku dalam hati karena heran memperhatikan gelagat putra yg sejak kemarin mengajak mandi ke sungai dengan wajah mencurigakan.

"Haa ? ngopo ? adus kali kok terusan. Sesok wae" (haa ? ngapain ? mandi sungai kok terus. Besok aja) jawab mas dayat

Mendengar jawaban mas dayat, aku melihat wajah putra tampak kecewa.

Putra tampak ingin memaksa mas dayat hanya saja ia sungkan karena mas dayat lebih tua darinya.

Akhirnya kami bertiga dudukan aja di depan rumah mas dayat.

Tak lama, teman-temanku yg lain datang. Tidak hanya ber 6, kali ini ramai dari biasanya. Kami semua asik dengan aktifitas kami masing-masing layaknya anak-anak seumuran kami.

Singkat cerita,
Besok harinya kami ber 6 kumpul lagi.
Seperti biasa aku, Fian, Bowo, Dayat, Putra dan Yuda.

Kali ini kami berkumpul di rumah putra.

Seperti hari-hari sebelumnya; putra kembali mengajak kami semua mandi di sungai sambong.

Aku yg sudah paham gelegat anehnya 3 hari ini hanya memendam tanya sebenarnya apa yang sedang terjadi atau yang sedang direncanakan putra.

Kali ini mas dayat mengiyakan ajakannya.

Seperti biasa kami ber 6 berangkat menggunakan sepeda andalan kami masing-masing.

Di sepanjang jalan kami merasa seperti preman jalanan yang terlihat keren melintasi jalanan kampung hahaha.....

Setibanya di sungai sambong kami bersiap dan menanggalkan pakaian kami masing-masing.

Byurrrrr......byurrrrr...... Byurrr......

Satu persatu dari kami mulai menceburkan diri ke dalam sungai.

Tampak sekali wajah bahagia putra yang sudah sejak 2 hari lalu ingin sekali mandi disini.

Tampak juga mas dayat dan fian melompat dari atas kapal dengan gaya mereka masing-masing.

Hingga kurang lebih 15 menit kami mandi, kejadian aneh dan yang tidak kami inginkan pun akhirnya terjadi.

Putra yang sangat semangat dan gembira kali ini menaiki kapal untuk melancarkan niatnya lompat darisana.

"Woy delok iki" (woy, lihat nih) teriak putra karena ingin kami melihat lompatannya.

Dengan sedikit atraksinya putra melompat dari atas kapal.

Byurrrrr........

Setelah melompat, putra tiba-tiba hilang tak terlihat di permukaan.

Awalnya kami mengira ia menyelam seperti biasa, tapi agak lama ia tak muncul juga. Hingga akhirnya kami curiga sedang terjadi apa-apa pada putra.

"Heh, si putra endi rak metu-metu seko banyu" (heh, si putra mana gak keluar-keluar dari air) ucap Fian panik dan tanya kepada yang lain saat menyadari kejadian itu.

"Sing bener kowe fi, ojo guyon" (serius kamu fi jangan bercanda) jawabku saat aku belum menyadari kejadian ini

"He'e mas, iki putra gak metu-metu sakwise njegur seko mlumpat" (iya mas, ini putra gak keluar-keluar sesudah nyebur dari lompat tadi) tambah bowo menguatkan fian.

Suasana yang baru memasuki sore yang awalnya ceria dan asik seketika berubah menegangkan dan menakutkan.

Kami berusaha mencari putra sebisa kami, memanggil dan menyelam walau air keruh dan susah melihat ke dalan air. Tapi usaha kami sia-sia, kami tidak menemukan putra.

Karena tidak menemukan apa-apa, Kami ber 5 langsung menepi ke tepi sungai takut hal-hal yang tidak kami inginkan menimpa kami.

"Iki pie putra durung mentas seko banyu?" (ini gimana putra belum keluar dari air?) tanyaku kepada mas dayat karena ia yang paling tua diantara kami

Suasana di sekitar sungai sedang sepi karena baru mau masuk ashar, dan rumah-rumah warga agak jauh dari tempat kami mandi.

Kami ber 5 kebingungan mau melakukan apa supaya putra kembali lagi, mau mencari turun ke air lagi tapi kami sudah takut hendak turun ke air lagi.

"Golek bantuan wong wo" (cari bantuan fan) seru mas dayat menyuruh bowo mencari pertolongan warga. Bowo ditemani yuda berlari ke arah rumah warga yg terdekat berharap mendapatkan bantuan dari sana.

Ngimpi apa kami sebelumnya, bisa-bisanya dihadapkan masalah besar seperti ini di usia kami yang baru beranjak remaja

***

(Sudut pandang bowo dan yuda)

Mereka berdua masih hanya mengenakan celana pendek yang mereka pakai saat mandi di sungai. Kami semua tidak sempat ganti baju, kami hanya fokus agar putra lekas muncul lagi dan ketemu

"Tolong......Tolong.......Tolong........" teriak bowo dan yuda sambil berlari. Seketika warga yang mendengar langsung mengerumuni dan mendatangi bowo dan yuda.

"Ono opo le? kowe kenopo?" (apa yang terjadi nak? kamu kenapa) tanya pak yanto salah satu warga yang datang dengan wajah panik melihat bowo dan yuda.

"Iyo le, kowe kenopo?" (iya nak, kamu kenapa?) imbuh dari warga yang lain yang ikut mendatangi bowo dan yuda.

"Rencange kula pak, renange kula ilang ng kali sambong" (temanku pak, temanku hilang di sungai sambong) ucap bowo

"Rencange kula putra, ilang ujug-ujug kelep ng kali sambong" (temanku putra, hilang tiba-tiba tenggelam di sungai sambong) imbuh yuda.

"Sing tenanan kowe le ojo guyonan masalah ngene iki" (serius kamu nak? jangan bercanda masalah seperti ini) tanya pak yanto.

"Serius pak, putra ilang" jawab yuda.

"Putra anake pak har karo bu anis kae po le?" (putra anaknya pak har sama bu anis itu nak?) tanya warga yg lain.

"Nggih niku, putra ilang pas podo jeguran ng kali sambong entes niki wau" (iya itu, putra hilang waktu mandi di sungai sambong barusan ini tadi) jawab yuda.

"Ayo-ayo pak bu podo ng kali digoleki" (ayo pak, bu kita ke sungai dicari) seru pak yanto kepada warga yg berkumpul.

Sementara 2 orang warga yang bernama bu wati dan bu irna pergi ke rumah putra dengan maksud hendak memberi kabar ini kepada orang tua putra.

***

(Kembali ke sudut pandang tio)

10 menit kami menunggu, tiba-tiba ada badan yang muncul dari dalam air mengambang dengan keadaan telungkup.

"Iku putra..... iku putraaa" (itu putra... itu putraaa) ucapku dengan teriak memberi tau yang lain

Tanpa berpikir lama aku, mas dayat dan Fani langsung menceburkan diri ke dalam air dan menghampiri tubuh manusia yang kami yakini itu adalah tubuh putra.

"Iki bener putra" (ini benar putra) ucap mas dayat saat mendapati benar bahwa itu adalah tubuh putra yang sudah tak sadarkan diri.

Kami langsung menepikan tubuh putra ke pinggir sungai. Badan putra terasa lebih berat dari sebelumnya, padahal ukuran badannya sama denganku yang tak begitu besar.

Bebarengan dengan kami yang berhasil mengangkat dan menepikan tubuh putra, bowo & yuda datang dengan membawa banyak warga bersamanya.

"Endi bocah sing ilang le?" (mana anak yg hilang nak?) tanya warga bersahutan satu sama lain

"Niki pak nembe ketemu keadaane sampun koyo ngene" (ini pak baru ketemu keadaannya sudah seperti ini) jawab mas dayat.

Aku, mas dayat, Fani dan temanku disini belum tau bagaimana keadaan putra sekarang saat baru kami temukan

***

(Sudut pandang bu wati dan bu irna)

"Iki piye malah ono kedadean koyo ngene yo bu" (ini gimana kok malah ada kejadian seperti ini bu) ucap bu wati kepada bu irna.

"Aku dewe gak ngerti bu, wes ayo lek ndang ngabari pak har karo bu anis mesakke. Aku rak iso mbayangke perasaane pak har karo bu anis kepie mengko nek ngerti anake koyo ngono"

(aku sendiri gak paham hu, ayo buruan mengabarkan ke pak har dan bu anis, kasihan. Aku gak bisa membayangkan perasaannya pak har dan bu anis bagaimana kalau tau anaknya jadi begini)" ucap bu irna.

Setibanya di depan rumah pak har rumahnya tampak sepi dengan pintu ditutup.

"Tokkk....tok.....tokkkk......

Assalamualaikum......

Assalamualaikum......

Assalamualaikum......" ucap salam bu wati dan bu irna bergantuan berharap pak har dan bu anis sedang di rumah.

"Assamaualaikum........" ucap salam bu irna sekali lagi

"Walaikumsalam...... nggih sekedap" (iya sebentara) terdengar suara bu anis dari dalam.

Tak lama bu anis membuka pintu.

"Enten nopo bu?" (ada apa bu?) tanya bu anis yang sedikit bingung melihat raut muka bu wati dan bu irna yang tegang

"Nganu bu anis... nganu...." ucap bu irna.

"Putra, anake njenengan ilang ng kali sambong" (Putra, anaknya ibu hilang di kali sambong) ucap bu wati terbata-bata.

"Njenengan sing nggenah bu, anakku rak ngopo-ngopo kok iso ilang! ojo aneh-aneh njenengan bu!" (yang benar aja bu, anakku gak ngapa-ngapain kok bisa hilang! jangan aneh-aneh ya bu!) jawab bu anis karena tidak terima anaknya dikatakan hilang.

"Enggeh bu, sakurunge ngapunten. Iki warga nggeh dikabari kanca-kancane putra sing mau podo adus bareng ng kali sambong" (iya bu, sebelumnya maaf. Ini warga juga yg memberi kabar teman-temannya putra yg tadi mandi bareng di kali sambong) ucap bu wati lagi meyakinkan bu anis.

Tanpa menjawab, bu anis tiba-tiba langsung berlari ke dalam rumah.

"Bapak......pak.......anake dewe pak....." teriak bu anis di dalam rumah memanggil suaminya. Setelah itu tak terdengar lagi percakapan bu anis dengan pak har.

Tak lama bu anis keluar rumah dengan pak har dan langsung menaiki motornya menuju sungai sambong.

Terlihat sekali wajah pak har dan bu anis sangat panik mengkhawatirkan anaknya putra

***

(Kembali lagi ke sudut pandang tio)

Warga yang tiba-tiba datang langsung mengerumuni kami semua, kurang lebih ada 10 warga yang mendatangi kami sore itu.

Tampak salah satu warga yang bernama pak Agus mengecek keadaan putra, beliau adalah salah satu tokok masyarakat di sekitar sini.

"Innalilahiwainnalillahirojiun"ucap pak agus yang membuat kami semua terkejut.

"Pak, putra kenapa pak? gak mungkin putra meninggal" tanyaku yang tak percaya dengan semua ini

"Putra...putra..." ucap bowo dan fani dengan menggerak-gerakan tubuh putra, berharap ia sadar.

Dari kejauhan tiba-tiba putra.......putra anakku........

Terdengar suara ibu-ibu dari belakang kerumunan, ternyata bu anis dan pak har sudah sampai dan berusaha melihat keadaan putra.

putra.......putra.......

Teriak bu anis dan pak har yang terkejut dan menangis melihat keadaan anaknya.

Yang sudah terbujur kaku di hadapannya.

"Sing sabar pak, bu sing ikhlas (yang sabar pak, bu yang ikhlas)" ucap pak agus membuat pak har dan bu anis semakin menangis menjadi-jadi

Di sisi lain beberapa warga memarahi dan menyalahkan kami "Makane to le le ojo do adus ng kene, kene ki nggon kerjo ora dienggo dolanan" (makanya nak jangan mandi disini, disini itu tempat kerja bukan tempat main)" ucap salah satu warga yang tak ku tau namanya.

Kami hanya diam tidak menjawab,

Tak lama setelah menyadari dan mendapati anaknya telah meninggal, bu wati dan pak har dengan dibantu warga yang lain membawa jenazah putra ke Rumah Sakit.

Sejak di bawa ke Rumah Sakit kami sama sekali tidak tau bagaimana kabarnya,

Kami saat itu bergegas memakai pakaian kami dan lekas pulang ke rumah kami masing-masing.

Sesampainya di rumah aku dan hampir semua temanku terkena marah oleh orang tua kami masing-masing yang ternyata saat kami sampai di rumah, orang tua kami sudah menerima kabar bahwa putra tenggelam dan ditemukan tewas tenggelam saat mandi di sungai bersama kami.

Singkat cerita kurang lebih jam 8 malam terdengar suara ambulan dari kejauhan. Aku berpikir bahwa itu pasti membawa jenazah putra, tanpa berpikir aku pamit orang tuaku dan pergi ke rumah putra.

Benar saja, sesampainya aku disana. Disana sudah ramai dengan warga dan aku melihat mas dayat, fian, bowo dan yuda juga ada disana.

Jenazah putra sudah berada di dalam rumah dengan ditunggui oleh beberapa keluarganya

"Ya Allah le, kenopo kowe iso koyo ngene" (Ya Allah bak, kebapa kamu bisa seperti ini) ucap bu anis yang masih tidak menyangka atas kejadian ini.

Pak har hanya diam, namun terlihat sangat terpukul dan menangis melihat keadaan anaknya.

Melihat ini, kami benar-benar dihantui rasa bersalah akan kejadian ini, kejadian yang singkat tapi mampu menghilangkan nyawa teman kami.

Tidak ada yang menyangka semua ini bisa terjadi, putra yang sebelumnya lancar saja saat berenang tiba-tiba tenggelam dan tak menyisakan tanda apa-apa.

"Pie iki" (gimana ini) tanya kami bergantian karena saking ketakutannya. Kami yg masih berusia segini sudah dihadapkan masalah sebesar ini.

Beberapa warga kampung tampak membantu menyiapkan perlengkapan selayaknya saat ada orang meninggal.

Kami hanya berani menunggu di depan rumah dan duduk di pinggir jalanan.

Tiba-tiba ada bapak-bapak menghampiri kami, beliau adalah pak Nasih ketua RT tempat rumah putra.

"Putra mau adus kali karo kowe kabeh?" (putra tadi mandi sungai dgn kalian semua?) tanya pak Nasih.

"Iya pak" jawab kami.

"Kok iso nganti koyo ngene kepie ceritane?" (kok bisa seperti ini bagaimana ceritanya?) tanya pak nasih lagi.

Kami semua bingung siapa yang hendak menjelaskan, akhirnya fian memberanikan diri menceritakan kronologi kejadiannya.

"Wau putra kaleh kula lan rencang-rencang adus kali pas meh mlebu waktu ashar, awale nggih normal wong biasane sampun sering adus kali. Tapi pas putra mlumpat saka nduwur kapal ujug-ujug pas tekan banyu putra ilang, kelep menjero banyu pak"

(tadi putra dengan kami semua mandi sungai waktu sebelum ashar, awalnya normal karena sudah biasa mandi disana. Tapi waktu putra lompat dari atas kapal, tiba-tiba putra hilang tenggelam di dalan air) pungkas fian.

Pak nasih tampak bingung,

"Lha opo pas kelep putra ora bengok-bengok njaluk tulung?" (lha apa waktu tenggelam putra tidak teriak minta tolong?) tanya pak nasih lagi.

"Mboten pak, nggih niku kula lan rencang-rencang nggih bingung, ujug-ujug kelep" (tidak pak, iya itu kami juga bingung, tiba-tiba tenggelam) jawab fian.

"Mau pas ng Rumah Sakit, sikil kiwo ne putra aboh le, opo ora kejiret opo-opo?" (tadi waktu di Rumah Sakit, kaki kiri putra lebam nak, apa gak ketarik apa-apa kakinya?) tanya pak nasih.

"Mboten pak, kula pas nulungi putra nggih mboten enten apa-apane ng sikile" (tidak pak, aku pas menolong putra ya tidak ada apa-apa di kakinya) jawab mas dayat.

Tiba-tiba aku teringat dengan gelagat aneh putra yang sudah 2-3 hari kemarin ngotot ngajak mandi di sungai sambong.

"Tapi pak, kula sampun ngematke putra wingi-wingi aneh, sejak 2-3 hari wingi putra ngebet ngajak adus kali sambong tapi nembe keturutan niki wau" (tapi pak, aku sudah menperhatikan putra sejak kemarin aneh, sejak 2-3 hari kemarin putra ngotot minta mandi di sungai sambong tapi baru keturutan tadi) ucapku.

"Jarene meh ngopo pas tekan kono le?" (katanya mau apa waktu sampai sana le?) tanya pak nasih.

"Jarene nggih pengen wae pak mboten enten alasan khusus" (katanya ya pengen aja pak tidak ada alasan khusus) jawabku.

Setelah itu pak nasih pamit kepada kami dan masuk ke dalam rumah bu anis dan pak har.

Dari luar tempat kami kumpul tampak pak nasih mengajak ngobrol pak har, sepertinya ia menjelaskan informasi yang telah kami berikan.

Sementara bu anis yang dibantu ibu-ibu yang lain tampak masih menangisi anak kesayangannya yang sudah terbujur kaku tak bernyawa di hadapannya.

Malam itu benar-benar terasa menyedihkan, kami kehilangan salah satu teman baik kami.

Andai saja waktu bisa diulang.

***

Esok hari..
Pagi sekitar jam 9 jenazah putra di kebumikan. Dan kebetulan hari itu adalah hari libur, jadi kami bisa mengikuti.

"Lailahaillallah..... Lailahaillallah... Lailahaillallah"

Kerumunan warga berjalan menuju TPU terdekat di kampung kami.

Singkat cerita jenazah putra selesai di makamkan, dan kami pulang ke rumah kami masing-masing

1 minggu setelahnya semua kembali normal, sebelum akhirnya dalam tidurku aku bermimpi kejadian yang cukup membuatku takut.

Di dalam mimpi, aku yang tengah asik membaca buku di dalam rumah tiba-tiba mendengar suara tangis anak laki-laki diluar rumah, awalnya aku hanya biarkan tapi lama-lama suara itu semakin jelas.

Akhirnya aku putuskan keluar rumah dan mencari darimana sumber suara itu. Dari luar rumah aku melihat putra tak jauh dari rumahku duduk dan menangis.

Aku yang penasaran akhirnya menghampirinya dan tanya apa hal yang sedang menimpanya,
"Maafke aku io, sampaike maafku juga ng konco-konco terutama ng wong tuaku. Aku njaluk dikirimi dongo ng kene panas banget"

(maafkan aku ya, sampaikan maafku juga ke teman-teman terutama kepada orang tuaku, aku minta dikirimi doa, disini aku merasakan sangat panas) ucap putra dalam mimpiku sambil merintih menandakan bahwa ia sangat kesakitan.

Setelahnya, aku tiba-tiba bangun dari tidurku dengan nafas tersengal-sengal dan badanku penuh dengan keringat. Aku sangat terkejut dengan mimpiku barusan, mimpi didatangi temanku yang telah meninggal seminggu yang lalu

Aku langsung mengambi air minum dan mendapati jam masih pukul 3 dini hari.

Besoknya aku kembali berkumpul dengan teman-temanku di poskamling di kampung kami. Tiba-tiba mas dayat membuka percakapan yang cukup membuatku terkejut.

"Kowe kabeh nganu gak, ngimpi diparani putra?" (kalian mimpi didatangi putra gak?) tanya mas dayat.

"Mas? kowe di impeni juga? aku juga di impeni" (mas? kamu di mimpini juga? aku juga di mimpiin putra) jawabku.

Mas dayat mengatakan jika ia didatangi dalam mimpi 3 hari setelah kepergian putra saat kami sedang tidur di mushola kampung setelah pengajian.

Yang membuatku terkejut lagi adalah ketiga kawanku yang lain juga didatangi putra di dalam mimpinya mereka masing-masing. Dan juga memberikan pesan yang sama, ia menyampaikan maaf kepada teman dan orang tuanya dan minta tolong dikirim doa karena disana dia merasa sangat kepanasan dan kesakitan.

Disitu kami langsung mendoakan putra bersama-sama, berharap agar putra baik-baik saja disana dan diterima segala amal dan kebaikannya.

Setelahnya, kami mulai berpikir bagaimana cara kami menyampaikan amanah ini kepada orang tuanya.

Singkat cerita kami sepakat bahwa mas dayat yang akan menyampaikannya karena ia yang paling tua disini dan rumahnya tak jauh dari rumah putra.

***

(Sudut pandang mas dayat)

Besok harinya saat mas dayat pulang sekolah,
"Assalamualaikum........." ucap mas dayat sambil mengetuk pintu rumah alm putra.

"Walaikumsalam......." pak har membuka pintu rumahnya dan mempersilahkanku masuk, tak lama bu anis juga datang ikut menemuiku.

Aku langsung menceritakan maksud dan tujuanku kemari. Aku menjelaskan bahwa beberapa hari terakhir aku dan semuanya yang saat itu mandi bersama putra di sungai sambong didatangi putra di dalam mimpi.

Dan aku juga menyampaikan kata maaf dari putra kepada orang tuanya, putra minta diberikan doa dari orang tuanya.

Setelah aku menjelaskan itu semua, pak har dan bu anis hanya bisa menangis dan mengucapkan terima kasih. Beliau juga memohon maaf dari teman-temannya apabila dia ada banyak salah kepada teman-temannya.

***

(Kembali sudut pandang tio)

Seperi biasa kami bermain bersama dan nongkrong di poskamling, tiba-tiba kami di datangi mas rudi (warga kampung sebelah tempat sungai sambong berada), intinya ada rumor bahwa tewasnya putra ada sangkutannya dengan "Wiyonggo".

Karena dulu pernah ada warga melihat sosok seperti manusia tapi memiliki tempurung di punggungnya seperti kura-kura yang tiba-tiba masuk ke dalam air di area sungai sambong dan saat dicari warga, tidak ada sesuatu yang ditemukan.

Sedikit ulasan mengenai wiyonggo:
Wiyonggo/bulus adalah makhuk yang mempunyai ciri fisik mirip hewan campuran dari katak, kura-kura, buaya dan manusia. Dengan bentuk tubuh layaknya manusia dengan rambut panjang, dengan moncong mulut dan gigi mirip buaya, dan dipunggung ada tempurung mirip kura-kura serta di tangan dan kakinya ada selaputnya layaknya katak. Makhluk ini di gambarkan sejenis dengan Kappa, salah satu makhluk mitologi Jepang…

Namun makhluk ini digambarkan lebih kejam karna suka sekali menyerang manusia dan menyeretnya kedasar sungai untuk memakan salah satu bagian tubuhnya.

Memiliki habitat di perairan terutama di sungai-sungai yang masih alami dan masih banyak tumbuh pohon Bambu di bibir sungainya…. Ciri khas dari makhluk ini adalah sebelum memangsa korban, rambut panjangnya terurai di permukaan air.

Sempat di gambarkan oleh warga wiyonggo dapat berenang dengan cepat dan tempat tinggalnya adalah dasar dari sungai atau kadang di bibir sungai yang tanahnya nampak kosong atau tanahnya bila diinjak agak lembut.

Setelah mendengarkan cerita mas rudi, perasaan kami semakin tidak karuan. Dan sejak pesan putra kami sampaikan ke orang tuanya dan sering kami kirimkan doa untuknya, kini putra sudah tak lagi datang di mimpi kami.

Dan juga sampai sekarang kami sudah tidak lagi berani mandi atau bermain di sungai sambong

ilustrasi wiyonggo
Mari kita kirim Al-Fatihah untuk putra agar amal ibadahnya di terima di sisi Allah SWT.

Al-Fatihah....

Dan terlepas dari itu semua ada baiknya kita sebagai manusia mawas diri karena percaya tidak percaya memang ada makhluk ciptaan Allah SWT lain yang ada di sekitar kita, sudah seharusnya kita saling menghormati terutama dengan aturan-aturan maupun adat-adat yang ada di daerah tersebut. dan tak lupa selalu berdoa dalam setiap aktivitas

-TAMAT-

Terima kasih yang sabar dan membaca kisah ini hingga akhir....
close