Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENGHALANG JODOH (Part 1)

Semua orang yang sudah dewasa pasti ada berkeinginan memiliki pasangan hidup. Mengarungi bahtera rumah tangga. Mempunyai anak, kalau bisa sampai mempunyai cucu. Tapi tidak dengan perempuan di dalam cerita ini, keinginan mempunyai pasangan banyak kendala hingga akhirnya memilih untuk sendiri seumur hidupnya. 


Arumi Nasha Razeta perempuan manis, berkulit putih. Anak tunggal pasangan H, Abdullah dan Hj, Asti.  Sudah lama kedua orang tua Arumi menginginkan anaknya mendapatkan jodoh dan segera menimpang cucu. Tetapi hingga sekarang Arumi tidak juga mendapatkan jodoh yang pas. 

"Bagaimana perkembangan Tokonya Nak?" tanya Umi kepada Arumi.

"Alhamdulillah lancar Umi. Namanya juga baru merintis jualan jadi agak sepi saja." Senyum manis Arumi kepada ibunya. 

"Ya... Disyukuri saja nak.  Dua hari lagi Ustaz dari pondok datang lho,  kenalan dari Abi kamu juga," ucap Umi. 

Mendengar ada yang bakalan datang ke rumah wajah Arumi sedikit berubah. Mau menunjukkan ekspresi marah tapi takut Umi tersinggung. Apalagi sudah berapa laki-laki yang datang mau melamar hasilnya tetap sama, Arumi menolak semua. Dari pengusaha muda, sampai ustaz pimpinan pondok pesantren sudah siap melamarnya. 

"Lebih baik ditunda dulu saja Umi. Soalnya Arumi lagi malas membicarakan soal jodoh. Apalagi sekarang masih konsentrasi  mengurus toko di pasar," jelas Arumi kepada ibunya dengan lemah lembut. 

Tidak lama berselang si Abah alias H. Abdullah turun. Dengan perlahan berjalan kearah Arumi dan istrinya yang sedang duduk sambil membahas perjodohan yang akan dilakukan dua hari lagi. 

"Sebaiknya kita makan dulu. Tidak baik membahas hal seperti ini di depan rezeki. Nanti ujung-ujungnya kalian ribut seperti dulu."  Ucap H. Abdullah.

"Tapi Arumi itu sudah  kepala tiga lewat umurnya. Teman teman seangkatan-nya sudah menikah semua." Jelas Umi dengan suara bergetar menjelaskan ke suaminya. Entah sudah berapa kali penjelasan itu ke H. Abdullah. Tapi  tetap saja tidak ada respon sedikitpun dari Arumi untuk berusaha mencari jodoh. 

Mendengar ucapan Umi, Arumi hanya menyuap nasi beberapa kali saja setelah itu meninggalkan kedua orang tuanya dan langsung masuk ke kamar mengunci diri. 
Rasa kesal, malu dan takut tidak akan mendapatkan jodoh terus terngiang-ngiang dikepala Arumi. Bahkan setiap malam harus mengkonsumsi obat-obatan dari dokter spesialis sayraf akibat susah tidur. 

Hal itu membuat efek samping buat pikiran Arumi terkadang berhalusinasi kedatangan makhluk halus yang menghantui berkali-kali tidak mengenal waktu. 

Arumi melihat jam dinding sudah melewati tengah malam rasa kantuk tidak mau datang sama sekali.
Kebiasaan lama Arumi ditengah malam menggelar sejadah dan sholat tahajud di sepertiga malam berdo'a kepada Allah SWT semoga mendapatkan jodoh yang terbaik mau menerima dia apa adanya. 

Kamar Arumi di atas sedangkan kedua orang tuanya dibagian bawah. Kondisi rumah sudah pasti sepi apalagi  tengah malam lewat. Arumi mencoba memberanikan diri ke kamar mandi untuk berwudhu bersiap menjalankan sholat tahajud. 

Saat berjalan melewati dapur menuju kamar mandi rasa dingin merasuk di tengkuk leher, bulu kuduk tiba-tiba berdiri. Arumi mencoba bersikap tenang sambil membaca istighfar. 

Disebelah kiri meja kompor bersandingan dengan lemari makanan dan perlengkapan alat-alat masak, sedangkan kulkas berada disebelah kanan berdekatan dengan jendela. 
Tetapi entah kenapa saat hendak ke kamar mandi mata Arumi melirik keluar jendela yang tertutup gorden tipis. 

Terlihat sosok perempuan berbaju putih sedang memperhatikan dengan tatapan mata merah yang tajam. Tangan keriput ditiap jari tumbuh kuku panjang hitam serta tajam.  Arumi hanya terpaku melihat sosok perempuan itu badannya kaku saat itu juga kesadaran mulai hilang dan jatuh pingsan didepan kamar mandi. 

***

Samar-samar terdengar suara Umi berbicara dengan seseorang, walaupun kesadaran  belum sepenuhnya pulih tapi sangat hafal dengan suara itu. Dia adalah Mbah Bisri Sesepuh Desa kenalan Umi sejak dulu selalu dipanggil kalau dirumah ada gangguan. 

"Alhamdulillah sudahsadar juga kamu Nak," ucap Umi. 

Mbah Bisri dengan pelan mengucapkan mantra-mantra entah apa Arumi tidak paham.

"Sepertinya kamu diganggu orang yang iri Nak," ucap Mbah Bisri.  

Arumi yang keadaannya masih setengah sadar  tidak mau menjawab  ucapan Mbah Bisri.  Apalagi sehabis pingsan merasa tidak enak membahas hal seperti itu. 

"Aku kenapa Umi? Kenapa bisa disini?" tanya Arumi kepada Ibunya.  

"Kamu pingsan Ar. Abi yang menemukanmu di dekat toilet saat mau bersiap sholat subuh," jelas Umi. 

Arumi mencoba mengingat kejadian sebelum pingsan setelah beberapa menit baru ingat.

"Arum, sebelum pingsan melihat perempuan di samping rumah kita, Wajahnya seram." Ucap Arumi menjelaskan kepada Umi dengan nada sedikit pelan. 

"Ini tidak bisa dibiarkan. Semakin lama mereka yang menganggu Arum akan lebih kuat lagi." Ucap Mbah Bisri sambil berdiri menghisap sebatan rokok. 

"Terus harus gimana, Mbah. Sudah berapa kali mengurus hal seperti ini kenapa makhluk itu tetap menganggu Arum." Ucap Umi sedikit kesal karena Mbah Bisri tidak bisa mengurus makhluk halus yang mengganggu. 

"Sebaiknya Arum kita bawa ke rumah saja biar lebih cepat dijauhkan dari kiriman orang iri"  

Mendengar ucapan Mbah, Arumi tambah malas mengurusi hal seperti itu. Apalagi sudah menyangkut akan keyakinan. 

"Arumi gak mau, sudah berapa kali Mbah mengobati saya tetap saja tidak ada hasil, ya kan!" ucapan kesal Arumi kepada Mbah. Karena dulu merasa dipaksa Umi saja, akhirnya mau menuruti kemauan Mbah Bisri.

"Tapi kali ini Arumi tidak akan mau menerima tawaran Mbah lagi." Mendengar penjelasan Arumi akhirnya Mbah pamit undur diri pulang kerumah.

"Besok malam Mbah. Kembali lagi ya. Soalnya ini rumah terasa panas dan pengap juga," jelas Mbah Bisri sambil berpamitan pulang. 

"Kamu itu gimana sih Ar. Mbah Bisri itu orang baik lho masih mau membantu kamu dalam hal gaib." 

"Maaf Umi. Sudah berapa Dukun sampai ahli ruqyah datang kerumah mengobati tapi hasilnya nihil tetap saja semua laki-laki yang mendekati Arum akan merasa jijik atau apalah Arum juga tidak paham."

"Umi dan Abi hanya mau kamu mendapatkan jodoh yang terbaik. Apapun akan kami lakukan. Setiap kami naik haji menghadap Baitullah hanya satu doa yang keluar dari mulut Umi dan Abi 'semoga  Arumi Nasha Razeta mendapatkan jodoh' hanya itu doa kami tidak ada yang lainnya." Jelas Umi sambil menahan air mata yang sudah hampir keluar. 

"Maafkan anakmu ini Umi. Walaupun tidak ada jodoh pasti bakti kepada orang tua tetap Arum jalankan. Arum rela, ikhlas walaupun tidak mendapatkan jodoh seumur hidup," ucap Arumi dengan berurai air mata menetes dipipinya. Badannya masih lemas dan hanya bisa berbaring di kamarnya. 

Umi pun berlalu menahan tangis sambil meninggalkan Arum, sedangkan Abah dari pagi pergi kepasar membuka tokonya, urusan Arum seperti biasa sudah diserahkan kepada Umi dan Mbah Bisri. 

***

Orang tua bersongkok putih, rambutnya yang hitam sudah hampir tertutupi oleh uban duduk termenung di depan toko sembako  mengingat anak semata wayangnya Arumi sangat sulit mendapatkan jodoh apalagi kondisi kesehatannya kiju menurun menandakan sudah waktunya istirahat dalam bekerja. Berharap seorang menantu laki-laki bisa meneruskan usaha toko di pasar. 

"Assalamu'alaikum," sapa ustaz Umar sahabat Bima dari depan Toko karena melihat Abah Haji Abdullah duduk melamun di tengah hari. 

"Ayok Abah kita ke masjid," ajak ustaz Umar yang memang jarak pasar dan masjid berdekatan. 

"Waalaikumsalam," balas Haji Abdullah, merasa terkejut hari sudah hampir masuk waktu dhuhur.
"Duluan saja ustadz,  saya mau menutup toko dulu."  

Setelah ustaz Umar mengumandangkan adzan dzuhur dan melaksanakan sholat berjamaah bersama-sama orang pasar serta para pekerja kantor dan pekerja kuli panggul. Satu persatu mereka membubarkan diri ada yang membaringkan tubuh, membaca alquran, memainkan gawai. Waktu yang sangat pas untuk istirahat bersantai-santai. Tetapi tidak dengan Haji Abdullah dia masih saja duduk melamun dengan tasbih ditangannya yang terhenti. Melihat keadaan seperti itu ustaz Umar mencoba mendekati. 

"Apa yang Haji pikirkan? Dari tadi saya liat terus melamun." Tanya ustadz Umar Sembari duduk di samping.

Haji Abdullah menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan ustadz Umar. Masalah ini banyak orang tidak tau apalagi soal jodoh anaknya.

Dengan berat Haji Abdullah menceritakan permasalahan satu persatu dari awal permasalahan sampai sekarang. Ustadz Umar hanya bisa menyimak selama 10 menit. 

"Yang sabar Pak. Jodoh, maut, rezeki Allah yang mengaturnya, kita manusia hanya bisa berusaha dan berdoa."

"Terima kasih ustadz. Mohon Do'anya semoga anak saya bisa mendapatkan jodohnya. Ustadz bisa membantu anak saya? Siapa tau cocok soalnya sudah kemana-mana berobat tapi hasilnya tidak ada, malah sekarang anak saya sering menyendiri dikamar."

Mendengar cerita dan tawaran Abah Haji Abdullah rasa iba dihati Umar muncul untuk membantu anaknya. 

"Boleh juga, kalau besok saya kerumah Abah gimana?"

"Habis isya saja ustadz kalau mau kerumah. Biasanya anak saya bersama Umi sudah ngumpul."

"InsyaAllah Abah." 

Umar kepikiran mau mengajak Bima menemani kerumah Abah Haji. Tapi niat itu diurungkan,
"Mungkin aku saja yang kesana sudah cukup membantu anaknya Abah." batin dihati ustadz Umar.  

Abah Haji pun berpamitan untuk kembali menjaga Toko. Sedangkan Umar seperti biasa mengurus apa yang sudah menjadi kewajibannya sebagai Takmir Masjid

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya
close