Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENGHALANG JODOH (Part 2)


Bima setiap hari sibuk berjualan di pinggir pasar. Dia berjualan diantara toko kelontong dan toko Emas. Berjejer juga para pedagang kaki lima sedang berdagang rujak, pentol sampai sayur mayur.  

Lalu lintas cukup padat. Lalu-lalang motor dan mobil pada siang hari cukup membuat bising telinga. Sangking sibuknya dengan aktifitas membuat Bima lupa melaksanakan sholat dhuhur di masjid terdekat. 

"Sholat dulu Nak," tegur orang tua bersorban. Sedari tadi mengomel. Hanya Bima yang bisa mendengar ucapan beliau. 

"Sebentar lagi tanggung mau habis daganganya," bati Bima. Awan gelap terlihat di ujung cakrawala perasaannya pun berubah, firasat tidak nyaman datang. 

"Ada yang tidak beres sepertinya dalam waktu dekat" Gumam Bima. 

Tin... Tin...! 

Suara klakson mobil  hitam dari kajuhan menandakan ada yang memesan. Bima sudah cukup mengerti kalau tanda seperti itu pasti seorang perempuan cantik kalau bukan Arumi siapa lagi. Dengan cepat es cendol dia bungkus untuk memenuhi pesanan Arumi. Dalam hitungan menit semua selesai, Cendol langsung di antar ke arah mobil dimana terparkir diseberang jalan. 

"Wah... Arumi tambah cantik aja," goda Bima saat memberikan es pesanan dari jendela  mobil. 

"Jangan menggoda gitu, Bang. Tar dimarahi Abah lho."  

Bima memang terkenal didaerah pasar inpres tapi yang lebih terkenal Abah Haji Abdullah beliau salah satu pendiri pasar sejak awal hingga sekarang semua orang pasti segan dan hormat saat bertemu. 

"Tumben kemarin tidak ada?" tanya Bima dari jendela mobil. Arum terdiam sejenak 

"Setiap kali berdekatan sama Bima kenapa hati dan perasaannya lebih nyaman. Apa dia ini? Ah.. Tidak mungkin perasaanku saja sepertinya," batin dihati Arumi. 

"Kemarin masuk angin Bang. Makanya tidak buka Toko," Sambil menyodorkan beberapa uang buat bayar es Cendol.

"Kembaliannya ambil aja ya Bang," jelas Arumi dengan senyum tipisnya. 

"Makasih banyak. Kembaliannya masih banyak ini."

"Udah gak apa-apa Bang. Ya sudah Arum pulang dulu ya, assalamu'alaikum." 

Mobil pun perlahan meninggalkan Bima yang berdiri disamping trotoar jalan, sambil memandang tajam dan merasa ada keanehan. Tapi semua itu buyar seketika saat orang memanggil memesan es cendol.

***

Ustaz Umar sudah didepan rumah Haji Abdulah. Motor yang dia tumpangi perlahan memasuki pekarangan. Sebelum memperkirakan kendaraannya Umar mengedarkan pandangan sekeliling. Ternyata rumah ini  Terdapat pohon angsana dikanan dan kiri saat memasuki halamannya. Dengan daun-daun yang rapat, pohon ini siap melindungi rumah dari teriknya matahari apalagi saat kondisi malam seperti ini menambah suasana sejuk saat dibawahnya. 

Rumah Haji Abdulah memang tergolong model lama. Di bangun dengan bahan kayu ulin tapi tetap terlihat  megah dan kokoh.  Terasnya luas tersedia tempat duduk dari kayu yang tertata rapi pada sebelah kiri. Sedangkan dibagian kanan ada juga tempat lesahan.  

Tidak berapa lama berdiri sambil memperhatikan sekeliling Umar dipanggil Abah Haji yang sedari tadi duduk diteras menunggu kedatangannya. 

Ustad Umar memilih duduk di teras beralas tikar rotan mungkin lebih nyaman saja.
"Luas juga ya. Pekarangan rumahnya"   Mata Umar sambil  mengedarkan pandangan dihalaman rumah. Sesekali menatap tajam kearah pojok kanan halaman.  Gelapnya malam terbias oleh cahaya bulan.

"Seperti inilah rumah saya Ustad. Walaupun sudah tidak moderen tapi nyaman bagi saya dan keluarga" Jelas Abah Haji. 

"Rumah seperti ini yang saya idamkan. Jauh dari keramaian kota," jelas Umar. Tetapi obrolan mereka terhenti saat Arumi dan Umi keluar dari dalam rumah membawakan minuman dan cemilan. 

"Mari ustad minum dulu. Ini ada es cendol sama singkong goreng saja hidangannya," ucap Umi. 

Ustad Umar melihat es cendol malah teringat seseorang sahabat dekatnya.
"Iya terimakasih," jawa Umar. 

"Ini anak saya ustad, Mungkin Abah sudah menceritakan sebagian permasalahan yang kita hadapi soal anak saya,"  jelas Umi. 

Arum hanya duduk agak menjauhi mungkin rasa malas dan malu saat berhadapan dengan lelaki ketika membahas soal jodoh. Ustaz Umar memandang wajah Arum dari kejauhan memang ada yang aneh namum belum bisa memastikan kejanggalan apa didalam tubuh wanita cantik dan soleh tersebut. 

"Bisa minta air putih."  Setelah beberapa menit air putih di bacakan doa ruqyah Ustad Umar akhirnya selesai. Air pun diminum Arumi seketika itu juga tubuhnya terasa aneh, rasa dingin dibagian kaki, sedangkan panas pada bagian atas. 

Ustad Umar meminta Abah Haji memegang punggung anaknya memintanya untuk terus istighfar jangan sampai putus. 

"Abah, boleh saya pegang punggungnya?"

Dengan anggukan Abah memberi ijin. Posisi Arum, Abah dan ustadz umar sejajar saling berjejer. Saat Telapak tangan Umar menyentuh punggung Abah. Saat itu pula Doa ruqyah dibacakan. 

"Terasa ada yang mengalir dikedua tangan saya ustad," ucap Abah Haji. 

"Umi, punggung Arum panas," jelas Arumi. Dengan cepat Umi memegang tangan anaknya sambil memberikan semangat melawan apa yang dirasakan anaknya. 

Tiba tiba angin kencang menghantam tubuh Umar. Seketika itu juga badannya terpental tidak jauh dari Abah Haji. Dengan cepat Umar berdiri melanjutkan do'a sambil memegang bahu Abah. 

"Astagfirullah," ucap Abah melihat sosok perempuan keluar dari tubuh Arum berwajah hancur mengeluarkan bau tidak sedap rambut acak-acakan. 

Umar terus merapalkan ayat suci Al-Quran tetapi untuk kedua kalinya angin kencang kembali datang dari belakang tubuh Umar. Suara seperti pukulan benda tumpul terdengar jelas oleh Abah dan Umi serta Arumi. 

"Kalian baca ayat kursi jangan sampai putus. Lawan apa yang datang dengan ayat al Quran," jelas Umar. 

Sosok Jin satu persatu keluar dari tubuh Arumi. Kekuatan Umar hampir habis tetapi pengobatan harus terus dilakukan.  Pocong, kunti, manusia berkepala babi bermunculan. Arumi berteriak ketakutan karena melihat sosok tersebut berdiri jaraknya tidak jauh hanya beberapa meter saja. 

"Lawan mereka jangan takut," ucap Umar kepada Arumi. Umi dan Abah hanya bisa berdoa melihat anaknya ketakutan. 

Suara cekikikan serta auman harimau dari arah pekarangan silih berganti. Bau busuk terkadang wangi melati tidak menentu suasana semakin ramai. Umar sedikit kewalahan terlintas kenapa tadi tidak mengajak Bima ikut, sedikit banyak dia bisa diandalkan saat kondisi genting seperti ini. 

Perlahan-lahan suara serta bau menghilang dari pendengaran Umar. Sosok yang dilihat Arumi satu persatu menjauhi rumah. Sedangkan Abah serta Umi terdiam sejenak apa yang mereka saksikan benar-benar nyata padahal sering berobat kemana-mana tapi tidak sampai seperti sekarang. 

"Alhamdulillah, Allah SWT membantu Kita semua dalam menghadapi jin-jin kafir," ucap Umar dengan wajahnya penuh peluh keringat.

"Abah sepertinya sudah selesai mungkin bisa kembali duduk seperti biasa aja," pinta Umar. 

"Ada apa sebenarnya ustadz? Kenapa ada jin segitu banyak di tubuh anak saya?" tanya Abah Haji. 

"Mereka itu kiriman dukun. Diperintahkan untuk membuat jelek Arumi saat berdekatan sama lelaki."

"Apakah ustadz tau siapa yang telah tega mengirim hal seperti itu ke keluarga saya," ucap Abah Haji. 

"Hal seperti itu tidak bisa saya beritahu Abah. Nanti jadi fitnah. Lebih baik konsentrasi kesembuhan Arumi saja dulu. Biar Allah yang membalasnya nanti suatu saat," jelas Umar memberikan penjelasan. 

Melihat keberhasilan ustadz Umar mengeluarkan jin kafir dari tubuh anaknya wajah Abah dan Umi kembali bersemangat. Arumi pun begitu rasa percaya diri kembali. tidak minder saat ada lelaki sewaktu-waktu  datang melamar. 

Tetapi Umar merasa belum sepenuhnya beres ada hal lain yang harus di selesaikan. Umar merasa sangat lelah mungkin dilain waktu bisa kembali kesini mengobati Arum. 

"Apakah anak saya sudah bersih total ustad?"  

"InsyaAllah Abah. Do'akan saja, perlahan kita bersihkan Arumi dari gangguan jin kalau bisa rumah ini harus dibersihkan kalau saya liat banyak benda-benda di tanam para dukun," jelas Umar. Dengan merasa keletihan terlihat dari wajahnya. 

Waktu sudah hampir melewati jam Dua belas sepertinya Umar harus pamit pulang untuk beristirahat. 
Setelah selesai makan dan minum akhirnya Umar berpamitan pulang. Tidak lupa Abah Haji memberikan sebuah hadiah dan sedikit sembako untuk dibawa pulang hitung- hitung upah membantu keluarganya. 

"Assalamu'alaikum," ucap Umar berpamitan kepada Abah Haji serta keluarga. Dengan cepat motor yang dikendarai melesat cepat. Ditengah perjalanan Umar kembali mendapatkan serangan fisik terasa ada sebuah tangan  besar melingkar dileher membuat umar sedikit susah bernafas. Tapi tekad untuk pulang lebih kuat rasa sakit ditahan sepanjang jalan. Lagi-lagi pukulan benda tumpul mendarat di punggung Umar saat sudah memasuki halaman rumahnya.  

"Astagfirullah, Allah Hu akbar" Teriak Umar kesakitan. Darah kental mengucur keluar dari mulutnya. Sesampai di kamar badan yang sudah sangat lelah langsung terbaring lemas kesadaran Umar pun hilang. 

***

Pagi ini Bima libur berjualan karena memang diakhir pekan. Waktu untuk bersantai merilekskan pikiran setelah beberapa hari sibuk dengan aktifitas rutin. Semua pekerjaan rumah juga sudah selesai dari mengepel lantai, mencuci motor, serta membersihkan perlengkapan jualan Cendol. Niat hati setelah shalat zuhur mau berkunjung kerumah Umar, sudah lama dia tidak bertemu walaupun tempat jualannya dengan Masjid yang diurus Umar berdekatan. 

Dalam waktu tiga puluh menit Bima sampai di rumah Umar. Suasana rumah sepi tidak seperti biasa. Motornya pun terparkir dengan kunci masih tergantung dan  ada beberapa bungkus plastik. 

"Assalamu'alaikum." 

Beberapa kali ucapan Salam Bima tidak ada jawaban dari Umar, rasa penasaran mulai muncul tidak seperti biasa seperti ini. 

Pintu didorong Bima dengan mudah terbuka tidak terkunci. Lampu diruang tengah masih menyala. Padahal kondisi ruangan masih terlihat terang saat sore. 

"Assalamu'alaikum, Umar ini aku Bima!" Tetap tidak ada jawaban sama sekali.  

Saat melangkah menuju kamar alangkah terkejutnya Bima. Melihat tubuh tertelungkup tidak bergerak serta ada noda darah dibagian leher. 

"Umar, bangun!"

Dengan cepat Bima mengakat tubuh Umar ke atas kasur, baju yang penuh darah dibuka, wajahnya dibersihkan menggunakan air seadanya. Bima memeriksa nadi ternyata masih berdenyut pelan. 

"Apa yang terjadi Umar kenapa sampai seperti ini," batin Bima sambil menyeka tubuh Umar. Terlihat banyak lebam dibagian belakang pundak hingga leher seperti luka cakaran seseorang. Minyak gosok sudah usapkan kebagian perut hingga hidung berharap Umar cepat sadar.

Sekitar sepuluh menit akhirnya Umar sadar seketika itu juga teh hangat dan beberapa potong roti Bima berikan.

"Apa yang terjadi Umar.  Kenapa kamu pingsan dengan penuh lebam pukulan benda tumpul dibagian belakang badan,"

"Aku habis mengobati anak Haji Abdullah Bang. Sehabis mengobati sepertinya mendapatkan serangan balasan dari jin kafir kiriman dukun," jelas Umar sambil duduk memegangi tengkuk leher yang terasa berat. 

Bima menghela nafas panjang.
"Umar... Umar... Lain kali ajak aku. Kalau urusan seperti itu kita biasa berdua, aku liat luka itu kiriman dukun yang ilmunya lumayan tinggi,"

Umar hanya terduduk lemas nafasnya masih terasa sesak, badan terasa remuk, pundak seperti memikul benda berat.  

Bima melihat ada tangan besar dengan kuku panjang mencekik leher Umar sedangkan di badan ada ular yang melilit.

Dengan cepat air do'a segera Bima buat kalau terlambat bisa-bisa nyawa Umar terancam. 

"Minum dulu airnya Umar. Kamu merasakan ada tangan mencekik lehermu kan!" 

Setelah meminum air do'a, kepala Umar sedikit pusing nafas semakin sulit. Melihat kondisi mulai berubah dengan sigap Bima menarik secara paksa  jin dan ular keluar dari tubuh Umar. Tapi cara seperti itu membuat tenaga Bima hampir habis. 

"Mau kamu bawa kemana aku!" sergah jin dan ular. 

"Udah ikut jangan melawan," gumam Bima. 

Perlahan kondisi Umar membaik dari sore hingga selepas Isya sudah bisa duduk dan sholat fardu, Bima hanya bolak balik keluar masuk rumah merasa ada yang akan datang menyerang dirinya. Waktu sudah jam sembilan malam diapun ijin pamit pulang. 

"Umar, aku pulang dulu ya. Besok kalau kerumah Haji Abdullah Jangan sendiri bahaya," pinta Bima. 

"Terimakasih Bang.  InsyaAllah minggu depan mau kesana lagi. Hati-hati dijalan Bang. 

***

Sesampainya dirumah jin dengan wujud leak berwarna hitam dan ular berwujud wanita tua diamankan oleh Buto setinggi menara monas 'Sahabat' gaib Bima.

Biasanya memang si Buto yang mengurus hal seperti ini. Karena sudah hampir tengah malam Bima segera mengistirahatkan diri karena besok pagi harus bangun untuk berjualan kembali. 

***

Serangan gaib didalam mimpinya.  
...

Gelap sepi lembab tidak ada suara sama sekali, perlahan kaki melangkah berharap tidak ada sandungan, detak jantung sedikit memompa lebih kencang. Bima berada di alam berbeda entah dimana? 

Terdengar suara riuh manusia, binatang, makhluk gaib, tapi tidak terlihat. Perlahan cahaya menembus gelapnya alam yang di pijak Bima, Terlihat di sekeliling penuh makhluk gaib dari berbagai bentuk. 

"Ada apa ini!" ucap Bima lantang di tengah kerumunan makhluk gaib.

Keluar tiga ekor macan belang berbadan besar tanpa basa basi menyerang menggigit, mencakar, lengan Bima menyebabkan luka parah, yang bisa dilakukan hanya berlari dan menghindari dari serangan macan. 

Tanpa disadari sebilah pisau muncul di tangan kiri benda pipih itulah yang digunakan untuk melawan ketiga makhluk gaib yang sedang mengamuk. 

Satu macan menyerang satu kali juga tusukan di jantung, macan itu langsung tersungkur tak bergerak. Darah pun menetes segar di lengan kanan akibat cakarnya. 

"Maju kalian sekarang jangan lari! Lihat teman kalian!" Sergah Bima lantang dia tidak akan mundur sedikit pun kali ini.

Tersisa dua ekor macan mengelilingi tubuh Bima yang hampir kehabisan darah, suara teriakan gemuruh makhluk gaib mulai terdengar kembali. Kali ini tujuh makhluk gaib berbadan besar muncul bersamaan. 

"Kalian bisanya hanya main keroyok saja,  panggil pimpinan kalian kesini." Belum selesai berbicara macan mengigit pundak Bima, bergerak saja tidak bisa apalagi lari. 

Satu kali pukulan benda tumpul dari salah satu makhluk berbadan besar menghantam dada. Darah segar pun keluar dari mulut. 

Bima babak belur di pukul ketujuh makhluk berbadan besar tanpa ampun, yang ada di hatianya hanya bisa pasrah semoga bantuan Allah segera datang. 

"Katanya kamu hebat kenapa tidak bisa melawan," ucap salah satu makhluk berbadan besar. 

Tubuh penuh darah tergeletak di tengah kerumunan makhluk gaib disana tidak ada yang bisa menolong. Semua makhluk yang ada seperti kelaparan haus akan darah sangat menginginkan tubuh Bima. 

"Laillahaillah Muhammad Rosulullah," ucap Bima pelan, keadaan tiba-tiba sepi senyap yang ada hanya suara aliran air mengalir udara sejuk menerpa wajah yang penuh darah.

Perlahan Bima membuka mata terlihat seorang perempuan berdiri di atas batu besar didampingi tujuh ekor serigala masing-masing berbeda warna, hitam, merah, kuning, putih, abu-abu, emas dan belang. 

"Aku serahkan ketujuh serigala ini kepadamu, tapi ingat gunakan mereka di jalan kebaikan," ucapan perempuan itu sangat lembut wajah yang cantik anggun menggenakan pakaian serba kuning. Perempuan itu menghilang entah kemana setelah menyerahkan ketujuh serigala bersaudara. 

***

Bima pun terbangun dari tidur keringat dingin bercucuran, tubuh menggigil seketika, dada dan bahu terasa sakit saat disentuh. 

"Astaghfirullah, tidak ada habisnya mereka ingin membunuhku," gumam Bima. 

Ternyata tadi hanya mimpi entah apa maksudnya tapi seperti nyata, keadaan Bima setelah mimpi buruk itu sering muntah darah secara tiba-tiba.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close