Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TALDEA DJALIL (Part 4 END)


"Sejak kejadian itu berselang dua minggu kemudian Aya jadi sakit-sakitan. Makan atau sekedar minumpun tidak mau. Usaha buat bawa ke dokter pun sudah. Tapi tidak ada perubahan.." jelas Bu Khadijah menceritakan ke Bima di dekat Aya yang sedang terbaring lemah tidak berdaya.

"InsyaAllah, Bu, kami akan berusaha malam ini mengobati Aya, semoga Allah memberikan kemudahan."

"Tiga bulan lalu, aya sudah pernah diobati orang yang paham soal seperti ini. Tetapi tidak sanggup. Bahkan warga yang mengobati Aya ada yang meninggal," tutur Bu Khadijah pasrah. 

"Astaghfirullah." Bima hanya bisa beristighfar di dalam hati.

Dari malam sampai menjelang pagi, Bima hanya duduk menunggu Aya. Dia tidak mau meninggalkannya walaupun sebentar. Sedangkan Bu Khadijah juga ikut menunggu anaknya. Tidak lama adzan subuh berkumandang. 

"Bang, istirahat dulu," pinta Ustad Umar.  Keluar dari kamar mau melaksanakan shalat subuh. 

"Nanti saja Umar, aku mau menjaga Aya sampai matahari terbenam kembali."

"Jaga kesehatan Bang, jangan di paksakan," nasehat Umar. 

Bima khawatir melihat keadaan Aya, sepertinya akan terus memburuk. Apalagi sebelum berangkat ke kampung Bayang, Bima kedatangan tamu bersorban beliau memberikan pesan untuk selalu sabar. Hanya itu saja nasehat beliau membuat Bima sangat khawatir pada keselamatan Aya. Terlebih lagi, malam ini tepat malam jum'at 

"Benar kata Ustad Umar, Bima sebaiknya istirahat saja sementara Aya saya yang jaga.." jelas Pak Yusuf bersiap mau melaksanakan shalat subuh berjamaah. 

Dengan terpaksa Bima beristirahat masuk ke kamar sebentar karena sepanjang malam tidak tidur sama sekali. Kemungkinan malam ini akan melanjutkan pengobatan Aya bersama Ustaz Umar.

"Semoga Bima bisa mengobati anak saya Ustad.." ucap Pak Yusuf pada Umar.

"Insyaallah Pak. Maaf Bima memang seperti itu orangnya, agak sulit mengontrol emosi saat seperti ini. Apalagi melihat keadaan Aya seperti itu." Jawab Ustad Umar khawatir Bima akan mengambil jalan hitam lagi demi keselamatan Aya. 

"Iya Ustad, saya paham karakternya, orangnya lebih serius dalam hal seperti ini."

Suasana di siang hari yang tadinya cerah tiba-tiba berubah, Awan mendung mulai menyelimuti kampung, angin dan suara petir bersahutan, seakan-akan dukun itu tau Bima akan menyelesaikan pengobatan Aya malam ini. 

"Aya terlihat gelisah Pak!" Ibu Khadijah mulai khawatir melihat kondisi anaknya.

"Sebaiknya ibu dan Pak Yusuf mengambil wudhu saja dulu." Perintah ustad umar karena merasa ada keanehan sejak ditinggal bima istirahat dari siang tadi.

"Ustad bagaimana keadaan Aya?Apakah tidak papa?" Bu Khadijah merasa khawatir melihat anaknya gelisah dengan mata yang melotot dan bergerak terus menerus.

"InsyaAllah Bu, kita berdoa saja." Ustad Umar melantunkan ayat suci Al-Quran bersama kedua orang tua Aya. 

Sampai tiba tiba ditengah bacaan ayat suci Quran itu..
"Ay?.. Ay!.. Bangun Nak! Bangun!!" Aya tiba-tiba saja hilang kesadarannya. Badannya mulai terasa dingin. Matanya yang tadi terbuka lebar seperti melotot, kini tertutup rapat dan hanya hembusan nafasnya saja yang bisa dirasakan walau sangat lemah dan pendek.

"Panggil Bima..," perintah Ustad Umar.

***

Di sisi lain, Roni mempersiapkan ritual ilmu hitamnya. Bau dupa serta sajen kepala kambing hitam dan beberapa makanan siap di sembahkan kepada Taldea djalil.

Beberapa mangkok berisi darah segar serta orok bayi babi hutan tergantung di atas pintu, kopi hitam dan air putih serta bermacam-macam kembang tidak lepas dari sajian malam itu. Rony yang tergolong dukun sakti sudah sangat ahli dalam menyantet orang. Apalagi malam ini tepat malam jum'at kliwon, saat dimana jin peliharaan Rony sedang kuat-kuatnya, ditambah lagi Taldea djalil sebagai sekutunya siap kapan saja diperintah dalam membunuh orang termasuk Aya.

"Aku pertaruhkan nyawa ini. Besok dia harus mati!" ucap Rony dengan penuh keangkuhan.

"Apa kamu serius mempertaruhkan nyawa demi seorang perempuan?.." balas Taldea Djalil.

"Iya! Kenapa kamu? Apa tidak sanggup membunuh manusia lagi?"
Rony sudah tenggelam pada rasa dendamnya. Ia tidak ingat akan keselamatan diri sendiri walaupun nyawa dia jadi taruhan kepada Taldea Djalil.

"Baiklah kalau begitu." Taldea Djalli pergi bersama pasukannya, untuk menyelesaikan permintaan Rony, sebagai upahnya sajen kalau perlu nyawanya Rony digadaikan.

"Kalian cepat pergi kalau perlu bunuh ustad serta teman dia itu," perintah Rony kepada jin peliharaannya yang lain.

***

Ustad Umar membacakan dzikir serta ayat suci Al-Quran berharap Aya kembali tersadar membuka matanya.
"Ya Allah, Ay! Bangun, Nak! Jangan tinggalkan Ibu sendiri!"

Bima kaget mendengar suara Ibu Khadijah sedikit keras dan langsung bangun berlari ke ruang tengah melihat keadaan Aya sudah seperti sakaratul maut.

"Tolong ambil daun sirih cepat!" pinta Bima.

Segera Pak Yusuf ke dapur mengambil beberapa lembar daun sirih dan segera memberikan ke Bima, dalam hitungan detik sirih selesai dibacakan doa.

"Ini Pak, Ibu sirihnya," Bima memberikan sirihnya,
"Langsung usapkan saja dari tenggorokan ke bawah dada Aya, sambil membaca sholawat," perintah Bima.

Daun sirih Pak Yusuf usap-usap dari tenggorokan ke arah bawah dada Aya, bersamaan dengan lantunan ayat-ayat Al-Quran Umar. Dengan perlahan-lahan, nafas Aya sudah mulai kembali normal dan suhu tubuhnya juga kembali menghangat.. tidak terasa ada sesuatu mengganjal di daun sirih saat Pak Yusuf sedang mengusap-usapnya.

"Astaghfirullah apa ini Bang?" tanya Pak Yusuf dengan nada tinggi sambil menunjukkan benda asing di tangannya.

"Itu yang membuat Aya susah bernafas.." Jawabnya.

Bima mengambil paku kecil berkarat dan seperti tulang belulang binatang dari tangan Yusuf.

"Sepertinya ini barang baru saja dikirim dukun itu. Akan aku bunuh kamu Rony!" emosi Bima mulai kurang terkontrol.

"Sabar Bang, istighfar!" Umar mengingatkan.

"Dalam menghadapi situasi seperti ini harus sabar dan ikhlas."

"Ya Allah. Aya sabar, Nak. InsyaAllah kamu akan sembuh," ucap Bu Khadijah dengan air mata berlinang sedangkan Pak Yusuf hanya terdiam sambil berzikir

"Assalamu'alaikum..." Orang tua bersorban tiba tiba hadir di samping Bima, kali ini beliau datang bersama Eyang Prabu dan beberapa tokoh Jawa seperti tidak biasanya..

Bima mengira, pasti ada sesuatu yang di sampaikan. Tetapi beliau datang hanya duduk dan berzikir.

"Apa yang harus saya lakukan?" Bima meminta nasehat kepada orang-orang tua yang sudah datang.

"Ikam (kamu) lain Tuhan, Nak. Berserah diri kuncinya. Habis maghrib langsung ke selatan di sana sudah di tunggu Taldea Djalli." Perkataan beliau membuat Bang Cendol sadar bahwa semua ini sudah jalan Allah kita hanya berikhtiar dalam berusaha.

"Kalian tunggu disini sampai besok adzan subuh. Setelah maghrib, saya akan ke selatan menemui jin laknat itu untuk menyelesaikan ini"

"Jangan Bang! bahaya sendirian." cegah Umar.

"Umar, tolong jaga keluarga pak Yusuf. Terutama Aya, aku mohon."

"Tetapi sendiri ke sana sangat bahaya Bang," Ucap Umar.

"Ini sudah tugasku. Ingat kalau besok pagi Aya masih hidup, cepat bawa ke puskesmas! Sepertinya dia perlu pengobatan medis juga."

"Terus Abang bagaimana?"

"Jika dalam 3 hari aku belum kembali, artinya aku sudah tiada umar"

"Jangan seperti itu Nak," ucap Pak Yusuf dan Bu Khadijah.

"Tidak papa Bu. Ini tugasku, kalian jaga Aya. Ingat zikir dan baca Al Quran jangan dilepas, apapun yang terjadi."

Ustadz Umar dan pak Yusuf tidak bisa berkata-kata lagi akan keinginan Bima yang akan pergi ke selatan menemui Taldea Djalli.

"Apakah tidak ada jalan lain Bang?" tanya ibu.

"Tidak ada Bu. Ku lihat Aya di puja dukun itu," jelas Bima.

"Di puja? Maksudnya?" tanya Ibu Khadijah tak mengerti.

"Boneka sebagai media santet dia bu. Boneka itu diberi sajen berupa darah segar binatang, lalu digantung dekat pohon besar dan dijaga para jin-jin kafir termasuk Taldea Djalil sebagai pimpinannya." Mendengar penjelasan Bima, Pak Yusuf dan Bu Khadijah hanya beristighfar cemas.

"Umar kamu jangan khawatir. Beliau, orang tua bersorban itu sudah hadir disini menjaga Aya dan keluarga Pak Yusuf," jelas Bima.

"Hati-hati Bang ke sana! Semoga bisa kembali kesini dengan selamat."

Setelah maghrib Bima berangkat ke arah selatan kampung, menemui Taldea djalli, berbekal minuman, senter dan Mandau yang sudah disiapkan Pak Yusuf.

Dalam perjalanan melewati hutan rimbun, Bima berjalan dari jalan setapak sampai tidak ada jalan lagi. Naik turun perbukitan ditumbuhi ilalang yang subur, Bima merasa mulai kehabisan tenaga menuju pohon itu.

"Bodoh! sampai kapanpun, kamu tidak akan bisa kamu menemukan pohon itu." Bima terkejut. Ia mencari sumber suara itu darimana. Ia menoleh ke kanan kiri tapi tidak ada siapapun, yang ada hanya rimbunan pohon menjunjung tinggi hampir tidak terlihat di mana ujungnya.
Dalam lelahnya berjalan, Bima duduk sejenak mengambil minum.

"Assalamu'alaikum, Mau kemana kamu nak jauh-jauh jalan" sapa si kakek yang di temui Bima saat sedang di sungai lalu.

"Waalaikumussalam, saya mau ke pohon besar di selatan. Mau mengambil pujaan dukun di sana."

"Sampai kapanpun kamu tidak akan bisa kesana Nak," ucap si kakek.

"Kenapa bisa kek? Pohon itu jauh? Apa ada yang menjaga? Biar nanti aku yang menghadapinya."

"Pohon itu di alam gaib.. tidak bisa ditemui secara langsung"

"Kakek bisa antar aku kesana?"

"Kamu duduk, Nak, bersila, pejamkan mata baca istighfar.. ikuti alurnya dan jangan dilawan."

Perkataan kakek itu dituruti Bima. Walaupun di dalam hati ada rasa ragu,
"Kalau memang seperti ini caranya akan ku lakukan demi menyelamatkan Aya sebelum pergantian hari di jam 12 nanti," batin Bima.

Bima duduk menarik nafas panjang sambil Beristigfar di dalam hati. Dalam sekejap, suasana yang tadinya gelap di tengah hutan kini berubah menjadi terang benderang, hutan berubah seperti perkotaan peradaban maju.
Bima berdiri di tengah jalan luas tidak ada siapa pun di sana.

"Kamu sudah sampai nak," ucap si kakek. Bima hanya bisa mendengar suara Kakek tanpa melihat sosoknya.

"Maju terus jangan menoleh kanan kiri, apapun yang terjadi."

Dengan perlahan, langkah kakinya menapaki jalan. Suara riuh ramai mulai terdengar. Ada panggilan dari suara laki dan perempuan bersahutan tetapi Bima tetap tidak menggubris suara itu.

Tepat di depan Bima bertemu sebuah lorong yang gelap total. Bima menahan langkahnya. Namun..

"Masuk, Nak! Disana ada Taldea Djalil!"

Bima memasuki lorong gelap itu, sesaat saja, suasana gelap itu menjadi terang. Kini didepannya terhampar tanah lapang yang luas, hawanya tidak terlalu dingin atau pun panas.

Setelah melihat sekeliling terlihat pohon besar di bawahnya ada aliran sungai kecil. Anehnya di sekeliling pohon ini ada pagar besi. Bima berjalan ke arah pohon itu dan samar-samar terlihat Taldea Djalil duduk di singgasana yang megah dan mewah.. Satu persatu pasukannya yang sangat banyak bermunculan berbaris menjaga Tuan-nya "Raja Taldea Djalil".

"Sampai juga kamu disini." Ucap Taldea Djalil dari kejauhan.

"Mana boneka itu? berikan kepadaku dan lepaskan Aya anaknya pak Yusuf," pinta Bima.

Taldea Djalil hanya tertawa terbahak-bahak diikuti pasukan yang sedang mengelilingi pemimpinnya. Bahkan ular besar melilitkan badannya ke pohon itu sampai tidak terlihat mana ekor mana kepala.

"Lawan dulu anak buahku semua, baru bisa mengambil boneka ini."

"Aku mau melawan kamu saja Taldea Djalil."

"Heh.. Ingat kamu sedang berada di Kerajaanku. Jangan Macam-macam! ini daerah kekuasaanku, ingat itu!"

"Aku tidak ada rasa takut sama sekali denganmu," Jawab Bima.

Cahaya terang keluar dari kedua tangan Bima. Pancaran cahaya itu membuat semua pasukan Taldea Djalil lari tunggang langgang bahkan ular penjaga sudah hilang entah kemana. Yang tersisa hanya Bima dan Taldea Djalil berhadapan di tengah tanah lapang nan luas.

"Akan aku hancurkan kerajaan-mu. Ingat Allah Maha Besar kamu itu kecil. Paling kecil dari seluruh makhluk hidup di Alam semesta ini."

Taldea Djalil merasa sudah mulai tersudut karena semua pasukan tunggang langgang berlarian.
Dengan cepat Taldea Djalil datang mencekik Bima lalu dihempaskannya.

Tidak tinggal diam, Bima lari mendatangi Taldea Djalil sambil membawa pedang bercahaya. Ia menebas leher jin itu sambil berucap takbir, entah dari mana asal pedang itu, tiba-tiba muncul dari tangan kanan.

"Allahu Akbar!" Pedang itu mengenai leher Taldea Djalil.

"Ampun!! silahkan ambil sesembahan boneka itu." Taldea Djalil terbaring tidak berdaya tebasan pedang itu hampir memutuskan lehernya, dengan pedang terhunus ke leher.

Bima menyuruh pemimpin jin itu kembali ke jalan Allah.
"Aku kasih kesempatan kau untuk bertobat sebelum pedang ini memutuskan lehermu."

"Baiklah baiklah.. aku akan lepaskan anak Pak Yusuf."

"Siapa yang menyuruh kamu?" sergah Bima.

"Aku diupah dengan sajen oleh Rony.. dia seharusnya kamu bunuh! kenapa aku?!"

"Permasalahan ajal seseorang, Allah yang menentukan bukan aku."

Taldea Djalil yang sudah tersudut di dalam Kerajaan sendiri mengakui kekalahannya. Ditambah lagi semua pasukan lari entah kemana.

"Beri kesempatan aku sekali lagi..." pintanya.

Bima akan memberikan kesempatan jin ini bertobat walaupun rasa ragu karena jin kafir seperti ini sangat pintar dalam berdusta.

"Aku.. Aku akan masuk islam." Ujar Taldea. Tapi Bima masih dalam keraguannya.

"Nak, bimbing Taldea Djalil masuk islam," suara kakek tadi tiba tiba terdengar keras di telinga Bima. Pedang yang sudah terhunus itu menghilang entah kemana. Seluruh pasukan Taldea Djalil tiba-tiba saja muncul mengelilingi Bima.

Taldea Djalil menyuruh semua pasukannya mengikuti perkataan Bima yang akan membimbing masuk islam.

"ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH, WAASYHADUANNA MUHAMMADAR RASUULULLAH".
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah" Ujar mereka hampir bersamaan.

Taldea Djalil dan semua pasukannya, alhamdulillah akhirnya masuk islam. Bima segera meminta boneka pemujaan itu di kembalikan ke Rony bagaimana pun caranya.

"Baiklah.. kami akan kembalikan kiriman santet Rony ke dirinya." Dalam hitungan detik seluruh pasukannya menghilang di hadapan.

"Nak tugas kamu sudah selesai, kembali ke duniamu! baca istighfar dan sholawat!" Ucap kakek yang hanya bisa didengar saja walau wujudnya tidak ada.

"Bagaimana caranya saya membali kek?"

"Kamu duduk di dekat sungai halus itu. Baca istighfar dan sholawat, pejamkan mata!"
Bima mengikuti perintah kakek, ia segera melaksanakan apa yang di suruh tadi, dalam sepersekian detik setelah memejamkan mata dan baca istighfar Bima sudah pindah ke alam dunia manusia kembali..

Angin kencang dan gemuruh petir menyambar di malam itu seiring dengan suara lemparan benda tidak berwujud yang jumlahnya sangat banyak di atap rumah Pak Yusuf. Bu Khadijah hanya bisa membaca Ayat suci Al-Quran dengan air mata yang terus mengalir.

Tapi, tepat dijam 12.00 malam, waktu seperti terhenti. Sejenak hening. Sepi, suara binatang malam pun tidak terdengar.., Aya terlihat lebih tenang wajah yang biasa pucat kini mulai bersinar kembali.

"Alhamdulillah sepertinya Bima berhasil melenyapkan pemujaan dukun itu." Ucap Umar..

Setelah kejadian malam itu Pak Yusuf dan Bu Khadijah serta Umar tidak tidur semalaman suntuk demi menunggu adzan subuh, lalu membawa Aya ke Puskesmas terdekat.

"Ustadz setelah Sholat subuh Aya kita bawa ke puskesmas saja ya?" Ucap Pak Yusuf.

"Iya Pak. Aya saya lihat lebih tenang hanya saja kondisi fisiknya sangat lemah, perlu pengobatan medis juga."

***

Sudah satu minggu, Bima tidak kembali dari perjalanannya ke selatan. Bahkan terdengar kabar desas-desus warga sekitar bahwa Rony ditemukan tewas mengenaskan di rumahnya dengan mata melotot, lidah menjulur dan mengeluarkan bau sangat busuk.

"Semua warga sudah mencari ke dalam hutan tetapi Bima tidak ada." Ucap Pak Yusuf

"Ya Allah Bima mempertaruhkan nyawanya ternyata. Pak Yusuf, sebaiknya Kita adakan tahlilan saja.. kita laksanakan sholat gaib untuk Bima.."

Para warga segera mempersiapkan acara tahlilan dan sholat gaib setelah maghrib yang akan dilaksanakan di rumah Pak Yusuf.

Tepat di malam pelaksanaan acara sholat gaib, seorang warga berteriak histeris melihat laki-laki berjalan santai sambil membawa mandau dan air minum. Bima datang dengan santai seperti tidak ada rasa aneh sedikit pun.

"Bang!? Abang tidak papa?!?" tanya Umar dengan wajah setengah ketakutan.

"Kenapa Umar? wajahmu seperti melihat hantu saja? Ini acara apa? Tahlilan siapa Umar? apa Aya sudah..!!? Bajingan kamu Rony akan aku bunuh kau besok!!!" Emosi Bima.

"Eh, Bang! Sabar dulu ini bukan acara tahlilan Aya tapi.."

"Siapa Umar?! Siapa yang meninggal??!" Tanya Bima dengan meluap luap.

"Masuk dulu Bang bersihkan dulu badannya." Bu Khadijah menyapa dari depan teras.
Setelah Bima membersihkan badan kemudian makan dan sudah sedikit tenang baru ustadz dan para warga menjelaskan yang terjadi.

"HaHaHa Kalian ini ada-ada saja, saya masih hidup sehat wal afiat tidak ada kekurangan satu pun."

"Tapi Baima kan sudah hilang satu minggu lebih." Beberapa warga menjelaskan ke Bima.

"Astaghfirullah! yakin kalian? Saya hilang satu minggu lebih?"

"Seluruh warga mencari di tengah hutan, sungai sampai lembah, tetapi tidak ada." Bima hanya tersenyum mendengar para warga sangat ramai menjelaskan kronologi pencariannya.

Setelah kembali dari alam gaib untuk menyelamatkan Aya, Bima tersadar sedang terbaring di samping makam panjang, bertutup kain kuning. Perasaan baru satu malam saja di alam sebelah ternyata di alam nyata sudah satu minggu lebih.
Bahkan ia tidak tau Rony meninggal karena ilmu santet yang dia kirim kembali ke tubuhnya sebab Taldea Djalil sudah tidak mau bersekutu dengan Rony.

"Apakah kalian tau? makam siapa yang panjang itu?" Tanya Bima kepada beberapa warga

"Oh itu makam keramat di daerah sini,
Makam itu sudah lama di sana sebelum kampung ini ada, bahkan beberapa orang warga sering melihat cahaya terang saat malam hari dari arah makam itu," jelas beberapa warga yang ramai berkumpul di rumah Pak Yusuf

"Subhanallah.. Sosok yang menyerupai beliau yang membantu saya mengalahkan para jin itu."

"Pak, Bu, InshaAllah besok saya dan Ustadz Umar akan kembali ke Samarinda."

"Nanti-nanti saja dibawa istirahat dulu," pinta Ibu Khadijah.

"Terimakasih Bu. Soalnya saya mau bekerja lagi, banyak pelanggan yang sudah menunggu sepertinya di Samarinda."

"Baiklah kalau begitu.. Terima kasih Ustad Umar dan Bima, sudah membantu. Hanya Allah yang bisa membalas semua ini."

Bima dan Ustad Umar akhirnya kembali ke Samarinda, ditemani beberapa warga yang mengantar. Aya kesehatannya pun berangsur-angsur pulih kembali, bahkan setelah sakit enam bulan yang lalu Aya sudah bisa kembali mengikuti pengajian rutin di mushola. Alhamdulillah...

-TAMAT-
close