Sepeninggal Achitya bersama khodam macan putihnya, Jaka Indi kembali kedalam kamar dan langsung menuju pembaringan, masih tercium sisa aroma harum khas wanita yang tertinggal di atas pembaringan tersebut.
Tiba-tiba Jaka Indi teringat akan sesuatu, maka diperiksalah pinggangnya, ternyata barang yang dicarinya tak ada.
Seingatnya ia kesini membawa tas pinggang kecil warna hitam, dimanakah ia meletakkannya, renung jaka indi. Lantas dicarinya tas pinggang tersebut didalam lemari dan dibawah pakaian, ternyata juga tidak ditemukannya, di lemari hanya ada keris kyai sengkelat.
Saat matanya menatap kebawah meja ternyata tas pinggangnya ada dilantai dekat bawah kaki meja.
"Ahh.., ini pasti terjatuh saat aku melepas pakaian untuk pergi mandi." Pikir Jaka Indi.
Lantas dibukalah tas kecilnya, didalam tas kecil ada kitab kecil dengan halaman yang cukup tebal yang berisi catatan peninggalan leluhurnya.
Sebenarnya ini bukan kitab yang aslinya, tapi sudah diterjemahkan oleh gurunya Kanjeng Cakra Langit, karena kitab yang aslinya masih tertulis dalam bahasa sansekerta dan bahasa jawa kuno. Ada catatan tentang beberapa cara pengobatan, jenis penyakit, sejarah kerajaan, mustika, khodam, pusaka, meditasi, dan juga ada beberapa hal terkait dunia astral dan ilmu perbintangan.
Dalam bab dunia astral Jaka Indi temukan ada sedikit catatan terkait 'berhubungan badan' dengan mahluk astral tertentu yang dapat mengakibatkan kematian. "Tapi mengapa tak ada catatan tentang cara mengatasinya?" Pikir Jaka Indi, setelah membacanya berulang-ulang.
Bunda ratu dan kerabat kraton Istana Suralaya sepertinya kurang memahami, bahwa keturunan orang berkemampuan linuwih dan waskita seperti yang dimiliki Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, juga Panembahan Senopati dari para leluhurnya itu. sepersepuluhnya saja dari kemampuan mereka, belum tentu bisa dimiliki oleh keturunannya.
Sebentar lagi ia harus menikah dengan Dewi Yuna dari kalangan peri, kalau ia belum tahu cara mengatasinya, bukankah perkawinannya justru akan mempercepat ajalnya dan membawanya jatuh dalam kebinasaan. Renung Jaka Indi dengan perasaan getun dan masyghul.
"Ahhhh... sudahlah, sebaiknya aku istirahat dahulu." pikir Jaka Indi sambil melempar tubuhnya ke dipan dan merebahkan badannya di pembaringan.
***
"Kuk-Ku...Kuk.-Ku...Kuk-kuruyuuk...!!"
"Kuk-Ku...Kuk...Ku...Kuk-kuruyuuk...!!"
Terdengar suara ayam hutan memecah keheningan pagi hari...
Jaka indi segera terbangun, dan bangkit dari pembaringan menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri, sekalian berwudhu dan dilanjutkan dengan sholat subuh, zikir dan meditasi.
"Andai disini ada nasi goreng, bubur ayam, nasi uduk atau ketupat sayur, tentu akan menjadi sarapan yang nikmat." Renung Jaka indi dengan termangu.
Setelah memakan sebuah pisang dan minum segelas air putih dan tak lupa membawa tas pinggangnya serta menyelipkan keris kyai sengkelat dibalik pakaiannya, Jaka Indi beranjak melangkah keluar meninggalkan kamar, untuk berjalan ke halaman paviliun Kaputran.
"Uhmmm... barangkali ada sarapan yang berbeda yang bisa kudapatkan diluar sana selain buah-buahan."
Saat itu hari mulai terang, Jaka Indi keluar kamarnya dan berjalan perlahan mendekati gerbang paviliun Kaputran, didepan gerbang tertampak bamyak sekali prajurit pengawal kerajaan yang berjaga-jaga bahkan setiap orang yang akan masuk paviliun Kaputran, mendapat pemeriksaan yang ketat.
Saat Jaka indi akan berjalan keluar gerbang, petugas penjaga gerbang mengatakan,
"Ada Instruksi dari pejabat istana kerajaan, bahwa siapapun juga, termasuk para tamu, dilarang meninggalkan Paviliun Kaputran, termasuk juga dilarang meninggalkan negeri Suralaya, sampai ada pemberitahuan lebih lanjut." Jelas petugas penjaga gerbang dengan tegas.
Jaka indi menganggukkan kepala pada petugas penjaga gerbang sebagai tanda bisa memahaminya.
Lantas Jaka Indi berbalik arah, kali ini ia melangkahkan kakinya menuju taman bunga, tempat beberapa peri pria berkumpul dan beraktifitas. Terlihat ditaman bunga juga ada Resi Avatara Baba, bahkan Pangeran Abhinaya juga berada di sana. Resi Avatara Baba kedapatan sedang berdiri sendirian ditepi kolam sambil menatap dan menikmati keindahan bunga teratai putih yang ada ditengah kolam. Pangeran Abhinaya asyiik berbincang serius dengan kedua sosok manusia kera yang memegang senjata gada (sejenis senjata pemukul besar). Sepertinya kedua sosok manusia kera, itu adalah pengawal pangeran Abhinaya, terlihat dari sikapnya yang lebih banyak mendengarkan dan lebih sering mengangukkan kepala saat pangeran Abhinaya berbicara.
Jaka Indi tak melihat pangeran Corwin dan dua putri Kraton Kasepuhan Haryodiningrat berada di sana.
Lalu Jaka Indi mengarahkan langkah kakinya ke Resi Avatara Baba yang sedang berdiri ditepi kolam.
"Resii, sedang melihat apakah sampai menatap air kolam sedemikian lama?" Tanya Jaka Indi, sekedar membuka percakapan.
"Apa kabar Kisanak..?" Sapa Resi Avatara Baba seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Kisanak adalah kata yang diberikan kepada orang asing, pengembara, orang yang tidak dikenal ketika mereka bertemu.
"Ini adalah kata yang kuno, yang sudah tidak digunakan lagi di zaman now." Renung Jaka Indi.
"Baik Resi Baba..." Jawab Jaka Indi, sambil menyambut hangat tangan Resi Baba dengan tersenyum.
"Aku melihat danau, hanya sekedar membuang waktu menikmati indahnya pemandangan bunga teratai yang sedang mekar, sambil menunggu ijin bisa keluar gerbang, agar bisa segera pulang kembali ketempat asalku." Jawab Resi Baba.
Jaka Indi saat itu melihat para prajurit kerajaan juga semakin bertambah banyak, ada yang terlihat lalu lalang di taman dan bahkan juga ada yang berseliweran di seputar danau.
"Resi bagaimana kalau kita berbincang sambil berjalan melihat hutan jati didepan sana." Ujar Jaka Indi sambil menunjuk arah yang dimaksud, agar dapat berbincang leluasa bersama Resi Baba dan jauh dari keramaian.
"Tahukah Resi, mengapa kita tidak diijinkan keluar paviliun dan mengapa banyak prajurit kerajaan disini?" Tanya Jaka Indi dengan rasa ingin tahu.
"Saya juga tidak mengerti Kisanak, saya sudah tiga kali berkunjung ke negeri Suralaya, tapi baru kali ini ada peristiwa seperti ini," Jawab Resi Avatara Baba.
"Resi bisakah engkau ceritakan kehidupan di pegunungan Himalaya di tempat asalmu..? Karena sebagai resi yang umumnya sangat menjauhi kehidupan dunia, saya sungguh ingin tahu, apa yang sesungguhnya menggerakan hati Resi Baba sampai beberapakali kali berkunjung ke-kerajaan Suralaya ini. Kalau hanya masalah mengusir jin yang mengganggu penduduk desa, tentu itu hal yang mudah buat para resi dan pertapa di sana mengatasinya,"
"Tiba-tiba Resi Avatara Baba menghentikan langkahnya, lalu memutar badannya dan menghadapkan wajahnya ke Jaka Indi. Seraya mengawasi dan menatap dengan sorot mata tajam kedalam mata jaka Indi, seolah ingin mengetahui pribadi Jaka Indi dan maksud dari tujuan pertanyaan Jaka Indi tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan mengamati seluruh tubuh Jaka Indi. Jaka Indi dapat merasakan adanya 'getaran energi spiritual' yang kuat yang memancar dari sorot mata Resi Avatara Baba. Berikutnya Resi Avatara Baba berkata, "Saya melihat pada Chakra Mahkota (SAHASRARA) didiri Kisanak memiliki warna ungu, dan pada Chakra Mata Ketiga (SVADISTHANA), juga berwarna ungu, dengan bias cahaya putih yang kuat.., lalu pada Chakra Hati (ANAHATA) terlihat berwarna Hijau, ini mengisyaratkan kalau Kisanak tergolong anak indigo, yang memiliki ketajaman intuisi dan presepsi, serta punya kecerdasan mental dan spiritual, dan juga punya kesadaran bathiniah yang kuat, dan ada pula perisai energi yang menyelimuti tubuh Kisanak." Tutur Resi Avatara Baba panjang lebar.
"Wew...!! Cukup melihat sepintas sudah bisa mengetahui energi dan aura yang dimiliki orang yang dilihatnya. Ini jelas menunjukan kalau resi Avatara Baba bukanlah resi sembarangan," Gumam Jaka Indi dalam hati.
"Saya bisa merasakan kalau banyak energi positif pada diri Kisanak. dan saya juga bisa merasakan berdasar energi spiritual Kisanak, kalau Kisanak bukanlah pribadi yang buruk dan sesat."
"Aiiih....! "Bahkan Kisanak juga sungguh jeli, bisa menduga bahwa keberadaan penduduk yang kerasukan jin, bukanlah alasan utama saya berkunjung ke negeri Suralaya ini." Ujar Resi Avatara Baba sambil menghela nafas panjang.
"Tujuan saya kemari sebenarnya terkait mencari tahu prihal Mahaavatara. Untuk itu saya akan mulai dengan bercerita perihal kehidupan ditempat saya,"
"Saya harap kelak Kisanak dapat mampir ketempat saya, bila ingin ketempat saya, Kisanak dapat melalui negeri Bhutan, saat mendaki pegunungan Himalaya, tanyakanlah nama saya pada para pertapa yang Kisanak temui."
"Pegunungan Himalaya tempat saya tinggal banyak dipenuhi oleh para Yogi, Sadhu, Rahib, Resi dan orang-orang suci dari berbagai perguruan dan agama, banyak dari mereka memilih menetap dan melakukan berbagai pertapaan berat di berbagai sudut pegunungan Himalaya."
"Dalam upayanya untuk mencapai tujuan hidup rohaniah, beberapa pertapa memilih untuk hidup bersahaja, menjauhi perkara duniawi, tidak menikah dan memusatkan pikirannya pada Tuhan semata. mereka hidup dengan cara menghindari sikap mementingkan diri sendiri dan menjauhi perkara duniawi, serta umumnya mereka hanya menggantungkan hidup pada anugerah Tuhan belaka." Terang Resi Avatara Baba.
"Selanjutnya mengapa saya sampai meninggalkan pertapaan saya dan pergi ke negeri Suralaya ini, bahkan juga mengunjungi beberapa negeri astral lainnya, Ini dikarenakan ada beberapa Pertapa di pegunungan Himalaya yang mendapat wangsit atau petunjuk Tuhan, perihal akan datangnya Mahavatar atau MAHAAVATARA, dalam waktu yang tidak lama lagi." "Apakah Kisanak juga pernah mengetahui hal ini?" Tanya resi Avatara Baba.
"Saya pernah mendengar yang serupa dengan itu, yaitu prihal Menanti kedatangan SUPER INDIGO."
"Super Indigo, adalah pemimpin dari semua indigo yang kemunculannya akan segera terjadi."
"Super Indigo yang oleh sebagian orang yang mengharapkan, kedatangannya diharapkan mampu menyelamatkan kehidupan manusia di dunia. Seorang yang mempunyai kemampuan yang mumpuni untuk memperbaiki dan mengangkat kehidupan manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan jiwa.dan kesejahteraan umat manusia, dia menerapkan aturan-aturan Tuhan dengan disiplin dan lemah-lembut serta penuh kasih sayang."
"Ya... karena dia adalah seorang Indigo Kristal yang tenang, lemah lembut, adil, bijaksana dan penyayang, dia adalah khalifah, pemimpin manusia yang dinantikan oleh banyak orang. Dia tidak hanya dinantikan oleh umat agama tertentu, tapi oleh seluruh umat manusia dan alam semesta yang merindukan kedamaian dan kesejahteraan sesungguhnya."
Hanya saja setiap golongan menyebutnya dengan berbagai istilah dan sebutan yang berbeda,
"Ratu Adil"
"Mahavatar"
"Imam Mahdi"
"Super Indigo, dan lain-lain."
Disaat Jaka Indi sedang mengutarakan pandangannya, tiba-tiba terlihat seorang prajurit wanita yang berparas cantik jelita, dengan bersenjata busur dan anak panah bergegas datang menghampiri dengan mengendarai kuda unicorn (kuda putih bertanduk satu) menuju Jaka indi, yang saat sampai dihadapan Jaka Indi langsung berkata,
"Raden Jaka Indi tolong ikut saya, segera naiklah keatas kuda saya, panglima dan para pejabat kerajaan sedang menunggu kehadiran anda di istana." Ujarnya dengan nada tegas memerintah.
"Jaka Indi langsung memalingkan wajahnya melihat kearah prajurit wanita tersebut. Prajurit wanita itu terlihat berbeda dari prajurit Suralaya umumnya. Ia mengenakan busana kulit ringkas warna hitam, yang terbuka pada bagian lengannya, sehingga tampak seluruh bagian lengannya yang putih mulus. Tubuhnya tinggi langsing padat berisi, yang menakjubkan kecantikan wajahnya justru melebihi kecantikan para putri bunda ratu yang pernah dilihatnya, bahkan melebihi kecantikan para peri dan wanita yang pernah dijumpai Jaka Indi selama ini. Pria yang memandang wajahnya, tentu akan merasa enggan untuk mengalihkan pandangannya. Kecantikannya sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata. Kecantikan gadis itu bisa membuat pria menjadi linglung saat menatapnya. Sungguh kecantikan yang tidak manusiawi," Pikir Jaka Indi.
Sampai mendelong terkesima Jaka Indi dibuatnya. Prajurit cantik itu membawa anak panah dan busur, hanya saja anak panahnya tidak terbuat dari kayu atau logam, tapi seperti terbuat dari kristal, begitu pula busurnya terbuat dari kristal, sedang benang busurnya seperti terbuat dari serat benang sutra yang dirajut, ada perasaan berat bagi Jaka Indi untuk memalingkan tatapannya dari wajah cantik menawan dari prarurit wanita berbaju hitam itu, tapi Jaka indi tetap memalingkan wajahnya menatap Resi Baba, dengan pandangan bingung bagaimana harusnya ia bersikap.
"Pergilah Kisanak, kita dapat melanjutkan pembicaraan ini pada pertemuan berikutnya," Sambil kedua tangannya menjulur menggenggam tangan Jaka Indi. Jaka Indi dapat merasakan sesuatu benda kecil yang diselipkan resi Baba ke telapak tangannya. lalu Resi Baba berkata,
"Gunakanlah peluit ini, cukup tiup dengan nada panjang sekali saja, saat Kisanak ingin menemuiku, maka akan ada khodam rajawali yang akan menjemputmu.
"Terma kasih,, terima kasih banyak Resi Baba, sampai jumpa di waktu berikutnya." Ujar Jaka Indi, sambil menjabat tangan Resi Baba dengan erat.
Setelah itu jaka Indi melepaskan salamannya, dan memasukan pluit pemberian resi Baba dalam saku celananya, lalu berbalik arah menghadap kearah kuda unicorn putih, kemudian melompat keatas kuda unicorn putih dan duduk dibelakang prajurit wanita cantik yang menjemputnya.
Sejak minum madu hijau dan setetes air ainul hayat yang diberikan Dewi Nawang Sari, Jaka Indi dapat turun dan melompat ketempat yang tinggi dengan sangat mudahnya.
Sungguh minuman yang sangat berkhasiat , Renung Jaka Indi.
Tiba-tiba kuda unicorn langsung melesat ke depan dengan sangat cepatnya, karena kagetnya, hingga badan Jaka Indi terasa akan terlempar Jatuh kebelakang.
Jaka indi secara refleks langsung memegang dan mendekap erat pinggang prajurit wanita yang super jelita itu dengan kedua tangannya.
[BERSAMBUNG]