Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TEREKAN KEDUNG JANIN (Part 7)


JEJAKMISTERI - "Bocahmu bagus rupane,"  

Rahmad yang mendengar bisikan lirih dari Mbah Sulak seketika terjingkat. Meski tak mengerti sepenuhnya makna dari ucapan itu, namun Rahmad menangkap gelagat aneh dan ganjil dari cara Mbah Sulak berucap yang kemudian di susul kembali dengan sebuah senyum seringai menakutkan. 

Tak mampu lagi berkata-kata saat itu Rahmad. Ia meneruskan langkah keluar kamar dan merebahkan tubuhnya di kursi tamu. Pikirannya melayang meraba-raba tentang siapa Mbah Sulak sebenarnya. 
Sampai waktu serta suasana di luar sudah gelap, Rahmad masih terduduk sendiri dalam diam. Merasai adanya ketidaknyamanan di benak dan hati tentang kehadiran Mbah Sulak.

Berbagai macam pertanyaan berkelebat dalam kepalanya. Tentang siapa yang mengundang Mbah Sulak, di mana tempat tinggalnya dan dari mana Warni tau tentang Mbah Sulak seorang dukun pijat. Namun dari semua itu, Rahmad belum tau satupun jawaban dari rasa penasarannya. 

"Mas, kok ngelamun di sini?" 
Satu sapaan pelan dari belalang, tetiba saja mengagetkan dan membuyarkan lamunan Rahmad. Sebentar ia menoleh, melihat istrinya yang sudah berdiri tengah menatapnya. 

"Sudah selesai, Dek?" sahut Rahmad bertanya sembari bangkit dari duduknya. 
"Sudah. Lho, apa Mas Rahmad tadi gak ketemu Mbah Sulak?" jawab Warni dengan wajah datar dan balik bertanya. 

Ucapan Warni kali ini lagi-lagi membuat Rahmad terkejut. Jelas bagi dirinya sedari tadi duduk di ruang tamu, tak melihat kepergian Mbah Sulak. Apalagi saat matanya melirik pintu depan masih tertutup rapat, meyakinkan dirinya jika tak ada siapapun yang lewat maupun keluar dari dalam rumah. 

"Dek, dari awal saya keluar kamar, ya... cuma duduk di sini gak kemana-mana. Tapi gak melihat Mbah Sulak keluar," ucap Rahmad menjelaskan. 
"Ahh, mana mungkin. Mas Rahmad pasti kecapekan dan melamun tadi. Jadi gak melihat Mbah Sulak keluar," sanggah Warni dengan pikiran logisnya. 

"Enggak, Dek. Meskipun Mas melamun, pasti melihat jika Mbah Sulak keluar. Coba aja kamu pikir, Mas duduk di sini dan bila ada orang lewat mau keluar kan lewat depan sini," sahut Rahmad kembali sambil menunjuk letak duduknya yang memang tepat berada di lorong tak berdaun pintu, berbatasan langsung antara ruang tamu dan ruang keluarga. 

"Mas... Mas benar-benar butuh istirahat. Biar pikiran halu Mas, bisa segera mencair dan hilang. Wong jelas-jelas saya tadi lihat Mbah Sulak keluar kamar dan mendengar pintu di buka. Ini pasti Mas Rahmad sudah terlalu banyak kemakan ucapan si orang tua itu. Jadi, dikit-dikit langsung nyambung ke urusan takhayul," tegas Warni, mulai dengan suara sengit. 

"Tapi, Dek. Mas benar gak lihat Mbah Sulak. Dan ini tak ada sangkut pautnya dengan Mbah Sarji," sergah Rahmad.
"Sudahlah, Mas. Capek ngomong sama kamu. Setiap apapun selalu saja di kaitkan dengan hal mistislah, setanlah, ghaiblah, gak ada yang lain saja," jawab Warni kembali dengan kesal, sambil melangkah pergi meninggalkan Rahmad, yang masih di liputi rasa kebingungan.

"Tidak! tidak mungkin Mbah Sulak keluar lewat sini. Pasti ada yang tak beres ini," ucap Rahmad dalam batin. 
Tak berapa lama Rahmad pun melangkah masuk. Tapi langkah Rahmad bukanlah menyusul Warni yang sudah berada di dalam kamar, melainkan menuju kebelakang. 

Sesampainya Rahmad di dapur, matanya menatap lurus ke arah pintu. Ia kembali terhenyak mendapati daun pintu menempel rapat dengan pengait besi menempel seperti biasa. Menunjukan jika pintu itu masih terkunci kuat dari dalam. 

Sejenak Rahmad terdiam mengedarkan pandanganya. Menatapi tiap sudut ruangan seperti tengah mencari-cari sesuatu. Tapi tak lama, Rahmad menarik nafas panjang. Saat tak mememukan apapun yang di carinya di ruangan itu. 

Rahmad akhirnya membalikan badan serta melangkah kembali ke kamar. Berharap apa yang di katakan Warni adalah benar. Namun nyatanya, harapan Rahmad kembali terbantahkan sesuatu di dalam kamar. Ia tertegun diam saat baru masuk mendapati bau kapur barus, masih tercium tajam di hidungnya. 

Ada keraguan menyirat di wajah Rahmad saat itu. Tapi, cepat dirinya tepis demi untuk mengistirahatkan tubuhnya dan berganti pakaian.

Lama Rahmad terdiam menatapi langit-langit kamar sambil sesekali menyesapi bau kapur barus yang sudah hampir memudar. Pikiranya masih belum bisa membuang akan hal aneh dan ganjil tentang sosok Mbah Sulak. Ingin saat itu ia menanyakan pada Warni, tapi melihat istrinya yang sedang mengandung seperti sudah terlelap, Rahmad menahannya. 

Sudah menjadi kebiasaan Warni, setelah ba'da Isya beristirahat. Terkadang rasa bosan menghinggapi diri Rahmad. Ingin rasanya ia keluar rumah dan membaur dengan warga sekitar, namun keinginannya itu selalu mendapat tentangan dari Warni. Membuatnya harus bersabar dan mengalah, meski sering mendapat dan mendengar sindiran dari beberapa teman serta tetangganya. 

Semakin lama Rahmad larut dalam ayunan keheningan di dalam rumah dan juga bau kapur barus yang sudah menghilang, membuat matanya mulai redup dalam kelegaan. Sampai akhirnya Rahmad tertidur, benar-benar tertidur dengan pulasnya. 

Akan tetapi, beberapa jam kemudian lagi-lagi Rahmad terjaga. Terkejut dengan suara derit pintu depan seperti tengah di buka. Lalu tak lama di susul derap langkah kaki yang menuju ke ruang belakang. Membuat Rahmad, seketika terjingkat bangkit dari pembaringan. 

Pelan dan berjinjit langkah Rahmad saat itu. Sebab dalam benaknya, membersit satu pikiran jika yang masuk adalah seseorang dengan maksud tujuan tak baik.
Setapak demi setapak langkah hati-hati Rahmad mengikuti suara menuju ruang dapur. Mencoba sedekat mungkin untuk mengetahui siapa yang telah lancang masuk ke dalam rumahnya di waktu larut. Namun, sesampainya di pintu tak berdaun yang menghubungkan ruang keluarga dan dapur, serta hanya berbatas kain gorden, Rahmad yang mengintip dari sibakan celah kain tak menemukan apa-apa. 

Rahmad terdiam membisu, sambil terus mengitari ruang dapur dengan kedua bola matanya. Tak ada apapun, semua terlihat wajar dan seperti biasa. Hingga sampai pada titik di mana dirinya teringat tentang lampu yang menyala terang, barulah Rahmad mulai tersadar akan hal janggal. 

Buru-buru Rahmad mematikan lampu terang di dapur dan berniat kembali ke dalam kamar. Tapi sebelum masuk, ia masih menyempatkan diri melihat pintu depan yang jelas tadinya terdengar berderit. Dan saat itu juga, semakin kuat keyakinannya bila yang ia dengar adalah sebuah gangguan, sebab pintu itu, dirinya lihat masih rapat tertutup tanpa bergeser sedikitpun besi kecil pengait sebagai penguncinya. 

Rasa takut mulai menyergap diri Rahmad, walau ia sudah kembali berbaring di atas ranjang. Entah mengapa setelah itu matanya seperti enggan untuk kembali terpejam. Sebentar ia melirik jam dinding yang menggantung di atas pintu kamar. Di mana jarum pendek menunjuk ke angka dua dini hari, sehingga semakin membuat pikiran dan jiwanya tersusupi rasa takut. 

Semakin lama ia terjaga dan berpikir, semakin dirasa tubuhnya dingin. Sampai akhirnya, Rahmad memaksa matanya untuk terpejam. Tapi, tak lebih dari lima tarikan nafas Rahmad memejamkan mata, lagi-lagi ia dikejutkan dengan suara bunyi sanyo di barengi gemericik air mengalir dari kamar mandi rumahnya. 

Sempat terheran Rahmad kala itu. Selain juga merasa ketakutan, saat menerka bila itu adalah lanjutan dari gangguan tadi. 
Semakin lama suara gemericik air semakin deras. Meski suara mesin sanyo sudah mati, tapi kali ini berganti suara gebyuran air persis seperti orang yang tengah mandi. 

Rasa penasaran yang begitu kuat akhirnya mengalahkan rasa takut dalam diri Rahmad. Membuatnya bangkit dan kembali melangkah keluar kamar menuju dapur untuk kedua kalinya. 
Tiba di pintu, satu keanehan sudah menyambutnya. Melihat lampu yang baru beberapa menit sudah di matikan, kini sudah kembali menyala. 

Ingin Rahmad saat itu meninggalkan ruang dapur yang sudah membuat tubuhnya merinding. Tapi entah mengapa, Rahmad mendadak seperti merasakan satu kekuatan yang tak bisa ia tolak, menarik kakinya untuk menapak di lantai dapur. 

Perlahan kaki Rahmad mengayun pelan menuju kamar mandi yang masih terdengar samar suara gemericik air. Namun sesampainya Rahmad di kamar mandi berkulah, wajahnya berubah pias dengan mata setengah melotot. Melihat kulah berisi penuh air dalam kondisi tenang. Terlebih, ketika Rahmad mengalihkan pandanganya ke bawah, tepatnya di lantai, ia tak melihat setetes air pun yang membasahi.

Ketakutan Rahmad benar-benar mencuat. Jiwanya tercekat hebat saat tanpa sengaja menatap ke arah dinding dengan beberapa paku tertancap biasa dirinya gunakan untuk menggantung handuk, terlihat jelas seikat rambut putih panjang tersampir. Tak hanya itu, dari rambut yang tergerai, terjuntai ke bawah, Rahmad menangkap aroma kapur barus teramat pekat, sampai membuat dadanya terasa sesak dan nyeri...

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close