Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 52) - Mencium Bau Amis Hewan Berbisa


Gadis itu menatap Jaka Indi bengong. Lalu
katanya, "Namun paling tidak kau harus memastikan keadaan istrimu.!!"

"Yuna masih bisa menunggu, Mas Panji mungkin tidak, karena tidak mungkin Mas Panji sendirian dapat menghadapi Dewi Janettra dan seluruh anggota perkumpulan Bunga Teratai." Sahut Jaka Indi.

Lalu ia tersenyum pahit dan menambahkan, "Yuna jauh lebih sabar dan lebih tangguh dari yang kau duga, dan ia pasti didampingi bersama para pasukan pilihan dari kerajaan Suralaya."

"Ternyata kau tidak begitu setia pada istrimu seperti yang kusangka. Ehm., Tapi paling tidak, kau lebih setia kawan, pada saudara seperguruanmu." Sindir Dewi Tiara.

"Mari kita segera pergi." Ucap Jaka Indi dengan mendahului melangkah didepan dikuti Gochan dan Tiara.

Sesampainya mereka di kereta kuda unicorn yang ditambatkan ditepi jalan tengah hutan. Jaka Indi berkata, "Tiara kau temani Gochan duduk didepan untuk bantu memberi petunjuk arah ke Perkumpulan Bunga Teratai."

Tetapi Tiara hanya maju mendekati kuda unicorn, dan membisikkan sesuatu di telinganya, lalu mendahului Jaka Indi melangkah masuk kedalam kabin kereta.

"Lho mengapa kamu tidak menemani Gochan guna memberi petunjuk arah!??"

"Apa paman Lupa kalau kuda Unicorn, mengerti perkataan manusia maupun peri, cukup sebutkan arahnya ia akan mengerti dengan sendirinya, dan lagi aku tidak tahan dengan angin malam dan udara terbuka," Ucap Tiara dengan penuh alasan, padahal sebenarnya Tiara lebih suka berdekatan dengan Jaka Indi, sekalipun tubuhnya saat ini dalam postur anak-anak namun hati dan pikirannya, tetaplah seorang wanita dewasa.

"Ayo, kita pergi!" Ucap Jaka Indi pada Gochan.

Kereta itu berguncang-guncang pelan sepanjang perjalanan. Akhirnya Jaka Indi mulai jatuh terlelap. dengan menyandarkan kepalanya pada dinding kabin kereta.

Tiara memandang wajah Jaka Indi sampai lama. mengagumi ketampanan wajah seorang pria dari kalangan manusia. Lalu Tiara pindah duduk disebelah Jaka Indi, dan merebahkan kepalanya dipangkuan Jaka Indi. menjulurkan tangannya dan mengambil salah satu tangan Jaka Indi serta didekap di dadanya dengan lembut.

"Tidur, tidurlah dengan tenang paman, gumamnya lirih, setelah kau bangun, segala kesedihan dan persoalan akan berlalu, dan bila saatnya tiba, aku tidak akan membiarkanmu mendapat kesulitan." Sembari mendekap lengan Jaka Indi didadanya, mata Tiara bersinar semakin terang, penuh dengan harapan dan suka cita.

la masih sangat muda. Orang-orang muda selalu optimis menghadapi dunia ini. Mereka selalu beranggapan bahwa segala sesuatu akan terjadi sesuai dengan rencana mereka.

Tiara memang berharap kelak dirinya juga bisa menjadi istri Jaka lndi, bahkan dalam hatinya berjanji, bila ia bisa menjadi Istri Jaka Indi ia akan meninggalkan kehidupan dunia hitamnya, dan akan hidup secara normal, membina rumah tangga sebagai pasangan suami istri yang baik.

la belum mengerti bahwa dunia ini tidak berjalan seperti itu. Apa yang terjadi seringkali justru jauh dari bayangan dan rencana. Jika saat itu ia tahu seberapa jauhnya kenyataan yang akan terjadi dari bayangannya, bajunya pasti sudah basah kuyup oleh air mata.

Gochan yang mengusiri kereta pun sedang menyelonjorkan kakinya dengan santai. la tidak perlu mengendalikan kuda unicornnya Karena kuda unicornnya telah mengerti arah yang ditujunya. Perlahan rasa lelah dan kantuk membuat Gochan mulai tidur. terlelap.

***

Udara pagi yang sejuk, suasana hening, sepi dan menyegarkan. mulai dikejutkan oleh suara Kokok ayam jantan dan burung-burung yang berkicau ceria menyambut sang surya yang mulai menyemburat menerangi hutan dan menyinari tetesan embun pada kereta kuda unicorn yang digunakan Jaka Indi.

Hari esok telah tiba. Waktu Jaka Indi terbangun, cahaya matahari telah mulai menerangi seluruh kereta melalui kaca jendela.

la tidak tahu berapa lama ia sudah tertidur. Apakah karena ia sungguh kelelahan.

Jaka Indi juga terkejut mendapati Tiara sedang tidur dalam posisi merebahkan kepalanya dalam pangkuan Jaka Indi dan lengannya ada dalam dekapan d**a Tiara.

Hingga Jaka Indi dapat merasakan d**a kenyal dan sekali milik Tiara yang mulai tumbuh. Lekas Jaka Indi menarik lengannya, dan meminta Gochan menghentikan kereta kudanya.

Kemudian Jaka Indi turun dari keretanya, melaksanakan Sholat subuh, dan zikir sesaat tanpa dilanjut dengan meditasi, tapi langsung bertanya pada Gochan, "Kita sudah sampai dimana!?"

"Alas Purwa atau Hutan Purwa Paman!!" Jawab Gochan.

Jaka Indi segera masuk kembali dalam kabin dan membangunkan Tiara, "Tiara bangunlah kita sudah hampir sampai," seraya mengguncang bahu Tiara.

Setelah mengucek matanya, Tiara bangkit dari tidurnya dan duduk termenung sejenak.

"Paman apakah paman punya semacam parfum atau wangi-wangian yang bisa kukenakan di tubuhku, untuk menutupi aroma bau kamper yang ada dibadanku."

Jaka Indi memeriksa kantong tas pinggangnya berikutnya mengeluarkan minyak kayu putih, yang ia bawa dari Jakarta. Untuk berjaga-jaga kalau suatu saat dirinya masuk angin.

"Parfum apa ini !? Mengapa baunya aneh sekali," Ujar Tiara saat membuka tutup botol dan mencium aromanya.

"Itu bukan parfum, tapi minyak gosok ajaib penolak hawa jahat dan pengaruh buruk." Jawab Jaka Indi asal saja.

Tiara tiba-tiba mencopot semua bajunya..

"Hei... hentikan, apa yang kamu lakukan!?"

Tapi bukannya menghentikan, malah dalam sekejap Tiara sudah melepas seluruh pakaiannya, hingga telah berada dalam keadaan telanjang bulat,
sambil berkata, "Kalau tidak melepas baju bagainmana aku bisa menggosokkan minyak ini pada sekujur tubuhku? Sudahlah paman, lagian aku masih anak-anak dan tubuh yang ku-serupai adalah tubuh istri paman sendiri, cepat bantu aku menggosokkan minyak ini disekujur tubuhku."

Bagaimanapun Jaka Indi merasa risih dan jengah juga, melihat tubuh anak wanita dalam keadaan polos. Apa boleh buat, akhirnya Jaka Indi bantu menggosokkan minyak kayu putih pada bagian punggung Tiara, sedang bagian depan tubuh Tiara, Jaka Indi tidak mau melakukannya, melainkan meminta Tiara sendiri yang melakukannya. Setelah sekujur tubuhnya selesai digosok Minyak kayu putih, Tiara, kembali mengenakan pakaiannya.

"Hmmm.. walau minyak ini baunya aneh, tapi rasanya hangat dan nyaman dibadan." Ujarnya dengan senyum senang.

Tiba-tiba Tiara menarik tangan Jaka Indi dan menggenggamnya dengan erat, terasa oleh Jaka Indi, tangan mungil Tiara yang mendadak berubah dingin.

Waktu hati manusia diliputi ketakutan, mengapa tangannya selalu dingin membeku. Namun apakah yang ditakutinya?

Melihat ekspresi wajah Tiara yang berubah memucat, tak urung Jaka Indipun bertanya... "Ada apa ??"
"Apa paman tidak mencium adanya bau amis?" Biasanya kalau ada bau amis, menandakan ada sekumpulan hewan berbisa, yang sedang dikendalikan Dewi Rheena, atau ada ular naga hitam milik Dewi Janettra.

"Dewi Rheena dan juga gurunya, yaitu Dewi Janettra adalah wanita yang paling aku takuti."

"Bagaimana kemampuan bela dirimu bila dibanding Duta Perkumpulan Bunga Teratai dan Dewi Janettra ?" Tanya Jaka Indi.

"Kemampuan bela diriku masih kalah dengan Duta penegak hukum yaitu Dewi Rheena dan Dewi Asmita, tapi masih berimbang dengan Anindya dan Putri Kidung atau nona Gendis.

Kalau dengan Dewi Janettra, Kami semua para duta masih selisih jauh, bahkan andai kami berlima bergabung bersama untuk melawannya, kami juga tidak mungkin menang."

Jaka Indi pun mencoba konsentrasi pada Indra penciumannya, benar saja samar-samar ia mencium aroma amis hewan berbisa bahkan ia juga bisa mendengar adanya suara mendesis ular berbisa, namun perkiraan Jaka Indi jaraknya masih cukup jauh.

"Tiara tetaplah dikabin Kereta ini. Aku akan melihat keadaan diluar sesaat."

Segera Jaka Indi keluar kabin kereta, dan mengeluarkan keris kyai Sengkelatnya, lalu membuat garis lingkaran besar diseputar kereta, sambil membaca Surah Al-Falag (semacam mantra atau bacaan ayat suci) guna membuat perisai ghaib.

"Gochan apapun yang terjadi dan apapun yang kau lihat, kamu jangan pernah keluar dari lingkaran yang kubuat ini."

"Baik Paman" Ucap Gochan sambil menganggukkan kepalanya.

Lalu Jaka Indi kembali masuk kedalam kabin kereta. Kemudian bertanya pada Tiara, "Apakah selain Panji, adakah orang kepercayaanmu yang kau suruh menyusup ke Markas Perkumpulan Bunga Teratai?"

"lya ada, aku meminta Dewi Chandranaya untuk menyuruh Anggraini dan Diandra menyusup ke Perkumpulan Bunga Teratai, guna mencari informasi tentang siapa saja yang diutus pihak Perkumpulan Bunga Teratai dalam pencarian Istana Permata.

Tiba-tiba wajah Jaka Indi menampakkan kecemasan.
"Adakah sesuatu yang kau khawatirkan?" Tanya Tiara.

Jaka Indi mendesah dan menjawab dengan suara rendah, "Aku menguatirkan dirimu."

"Menguatirkan diriku? Kenapa!?" Tanyanya tidak mengerti.

"Semua orang pasti pernah membuat kesalahan dalam hidupnya. Ada kesalahan yang bisa diperbaiki, tapi ada juga yang selamanya tidak dapat ditarik kembali."

Kini dalam pandangan matanya, bukan hanya tampak duka namun juga kepedihan. la menatap lurus pada gadis itu, lalu melanjutkan, "Jika kau membuat kesalahan yang tidak mungkin diperbaiki, apapun juga niatmu, kau harus menanggung beban itu selamanya seumur hidupmu. Walaupun orang lain, mungkin sudah mengampunimu, namun kau tidak akan pernah bisa mengampuni dirimu sendiri. Suatu perasaan yang sangat tidak menyenangkan, akan selalu menyelimutimu.

Jaka Indi sangat memahami perasaan ini. Karena satu kesalahan yang diperbuatnya, seseorang mungkin harus membayar harga yang sangat mahal."

Namun Dewi Tiara balik menatapnya dan tiba-tiba merasakan suatu firasat buruk.

Tanyanya, "Apakah kau kuatir aku akan melakukan suatu kesalahan?"

BERSAMBUNG
close