Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PESUGIHAN NYI RATU BLORONG


Belum selesai berbicara ada suara yang keras dari luar, "Metuo kabeh" (keluar semua) dengan suara panggilan yang keras menggelegar dari luar. Udin yang mengenal suara itu semakin meringkuk takut, jiwanya yang sudah tergoncang bertambah takut. Udin yang duduk membenamkan wajahnya ditubuh istrinya dan kembali menangis. Anak istrinya saat itu juga memeluk Udin dan mereka semua ikut sedih serta meneteskan air matanya.

Tapi kyai Sofyan yang terkenal miskin dan ramah dengan tenang keluar dari rumah, Sedang moden mengikutinya dibelakang punggung kyai Sofyan sambil sembunyi. Sampai diteras rumah, kyai Sofyan berdiri memandang depan rumahnya sudah ada Nyi Blorong. Jarak antara keduanya tak lebih dari dua puluh meteran.

Kali ini Nyi Blorong bersama pengikutnya yaitu siluman ular dengan jumlah sangat banyak. Ular-ular dibelakang Nyi Blorong memang sangat aneh bentuknya, tidak seperti lazimnya ular didunia nyata. Ada yang berbentuk kepalanya ular tapi mempunyai rambut seperti manusia dan telinga seperti kelelawar. Ada juga telinga serta hidungnya mirip manusia tapi kepalanya ular, karena banyaknya jumlah sampai tidak bisa mengambarkan satu persatu bentuk para pengikutnya saat itu.

Nyi Blorong sendiri malam itu yang sedang berwujud manusia tak sempurna, karena seluruh tubuhnya bersisik ular. Ia berdiri diatas punggung ular yang besar sebagai kendaraannya. Tunggangannya yang berupa ular itu berwarna hitam, bermata merah dan berambut ular-ular hitam kecil. Dari remang cahaya yang tersirat dari teras kyai Sofyan, terlihat jelas Nyi blorong dengan wajah yang mengerikan sudah dipenuhi kemarahan.

"Wes cukup, gak usah diterusno. Iki santriku" (sudah cukup, tidak usah diteruskan. Ini santriku) Kata kyai Sofyan dengan mengarahkan telapak tangannya kedepan rombongan Nyi Blorong.

"Wong tuek iki... heeeemmm. Awas koen... Awas koen... Awas koen..." (orang tua ini, heeemmm. Awas kamu... awas kamu... awas kamu...) Jawab Nyi Blorong dengan menggeram marah, dan mengacungkan tangannya kepada kyai Sofyan.

Perlahan Nyi Blorong mundur bersama pasukannya pelan-pelan sampai akhirnya ia menghilang ditelan kegelapan malam. Kyai Sofyan hanya tersenyum melihat kegusaran Nyi Blorong. Moden yang bersembunyi dibalik tubuh kyai Sofyan dibuat heran, ada apa dengan kyai Sofyan yang terkenal melarat ini sampai Nyi Blorong tidak mau berurusan dengan beliau. Moden yang heran dan makin penasaran masih berdiri dibelakangnya kyai Sofyan memberanikan diri untuk bertanya..

"Kok saget ngonten kyai" (kok bisa begitu kyai). Tanya Moden dengan menatap sang kyai...
close