Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENGHALANG JODOH (Part 4)


"Astaghfirullah," Abah merintih. 

Merasakan sakit teramat sangat pada punggung layaknya sedang dipukuli, terasa remuk redam. Entah kenapa Berulang kali Abah mencoba menggerakkan tubuh, sayangnya seakan lumpuh sehingga hanya jari-jemari saja yang bisa digerakkan.

***

"Apa tadi menyakitkan! Sebentar lagi aku akan menghilangkan semua rasa sakitmu." Dukun berlimu hitam itu terdengar menjeda ucapannya, "sekaligus nyawamu!"

Suara itu terdengar oleh Arumi saat adzan maghrib berkumandang, angin serta lemparan benda tak terlihat terdengar di atap rumah. 

Arumi hanya bisa berjikir meminta perlindungan Allah SWT dari gangguan jin jahat. Umi melihat Abah kesakitan pun panik dan memanggil Mbah Bisri padahal Arumi sangat menentang kedatangannya. 

"Kenapa tidak menunggu Ustaz Umar saja. Sebentar lagi dia pasti datang," ucap Arumi. Tetapi Umi menganggap ucapan anaknya hanya angin saja.

Niat memanggil Mbah Bisri tidak bisa dihalangi. Dalam beberapa menit tetangga suruhan Umi yang menjemput Mbah Bisri akhirnya datang karena jaraknya hanya beda beberapa gang saja. 

"Tolong mundur sedikit," pinta Mbah Bisri.

Arumi tidak mau mundur meninggalkan Abah sendirian terbaring di ruang tengah. Walaupun Umi mencoba menarik lengannya untuk menjauh tetapi Arumi tetap tidak mau meninggalkan Abah. 

Mbah Bisri mulai membaca mantra sambil memutari tubuh Abah. dengan membawa sebuah keris kecil.
Sekali, dua kali putar, saat putaraan ketiga Mbah tidak sanggup meneruskan tubuhnya tiba-tiba terlempar kebelakang dan keris kecil yang dipegang terlepas dari tangan. 

"Aaarggh!" Teriak Mbah Bisri tidak berdaya.

"Saya tidak akan ikut campur urusan kalian," jerit Mbah Bisri menahan sakit dibagian dadanya. Matanya liar seperti melihat seseorang disekitar ruang tengah. Waktu itu juga Mbah Bisri pamit pulang dengan penuh rasa ketakutan terlihat diwajahnya. 

***

"Besar juga ya., rumahnya Abah Haji," ucap Bima saat sampai di halaman  bersama Umar.
Maklum Bima baru pertama kali datang ke rumah Haji Abdullah. 

"Namanya pengusaha Bang. Ayo kita masuk, sepertinya kedatangan kita sudah ditunggu," ajak Umar. 

"Duluan saja masuk, aku di luar sebentar!" Pinta Bima. 

Kalau sudah seperti itu pasti ada sesuatu entah yang datang jin jahat atau orang tua bersorban mengajak bicara Bima. Bergegas Umar segera masuk, baru beberapa langkah seorang berpakaian serba hitam lari terbirit-birit menabrak tubuh Umar sambil berteriak minta ampun. 

"Astagfirullah," ucap spontan Umar sesaat tubuhnya tertabrak seseorang. Arumi melihat kedatangan Ustadz Umar bergegas memanggil agar segera menolong Abah yang sudah terbaring lemas tidak bergerak. 

"Loh, apa yang terjadi! Siapa tadi? Kenapa lari?" 

"Cepat tolong Abah dulu, tadi Mbah Bisri dukun suruhan Umi. Dia tidak mampu menolong."

Suasana isi rumah sangat panas karena aura negatif sangat terasa saat Umar mendekati Abah, tubuhnya panas tapi ketika dipegang telapak kakinya sangat dingin. Dengan kemampuan seadanya walaupun habis sakit, Umar berusaha membantu, sambil menunggu Bima masuk. 

Sedangkan di luar Bima ternyata mendapatkan kiriman dari dukun. Beberapa kali jin kafir datang mau menyakiti saat itu juga Buto menghalau agar tidak bisa mendekat. 

"Baru datang sudah dapat sambutan hangat," gumam Bima dengan santai. Padahal ia tau sedang menghadapi hal seperti itu.

"Cari info disekeliling rumah, ada apa saja?" perintah itu tertuju kepada tujuh serigala melalui batinnya.

"Aku mau masuk dulu ke dalam sepertinya ada yang tidak beres." Segera Bima masuk rumah.

Terlihat Ustadz Umar sedang dalam proses pengobatan, ayat suci Al-Quran dibacakan seketika itu juga Abah bereaksi tubuhnya bergerak menggeliat mirip ular kepanasan. Umi dan Arumi hanya bisa menyaksikan bersama beberapa tetangga yang memang diminta datang untuk membantu menjaga Abah. 

"Baca apa saja yang kalian bisa usahakan pikiran jangan sampai  kosong, karena ilmu dukun dan jin suruhan dia lumayan kuat," ucap Bima kepada semua orang yang ikut hadir. 

Umar terus melantunkan Ayat-ayat Suci Al-Quran gerakan tubuh Abah semakin kuat seketika itu juga Bima memegang kepala Abah menekan dibagian keningnya. Suara desisan mirip ular keluar dari mulut Abah. 

"Cepat keluar dari tubuh orang ini!" sergah Bima. Tetapi jin ular itu tetap kuat menahan diri di dalam tubuh Abah.  

"Kalian tidak akan bisa mengeluarkanku," bisik Jin ular pelan. 

"Umar, kamu pegang kepalanya aku di bagian kaki, kita bakar saja jin ini." 

"Tapi, Bang!" 

"Sudah biarkan saja si dukun marah, jin kirimanya kita Bakar. Salah sendiri tidak mau keluar secara baik-baik." 

Dengan posisi saling berhadapan Bima memegang di bagian kaki Abah sedangkan Umar di kepala menekan dikening sesaat itu juga suara teriakan dan erangan minta ampun untuk keluar.

"Ampun, jangan kalian bakar aku! Tolong ampun!" Teriak Abah sambil mulutnya mendesis tubuhnya mengeliat. 

"Kenapa menganggu keluarga Haji Abdullah!?" sergah Bima.
"Siapa yang menyuruh?" 

"Aku suruhan seseorang. Ampun jangan di bakar!"  

"Siapa yang suruh?" Celetuk Arumi tiba-tiba. 

"Johan Budi Waseso," Jawab Jin ular. 

Mendengar nama Johan Budi waseso Arumi dan Umi terkejut,
"kenapa dia sampai tega berbuat seperti ini?" Tanya Arumi. 

Bima dan Umar hanya diam mendengarkan jin ular ini yang mengaku sendiri. 

"Dia sakit hati tidak diberikan pinjaman uang. Ditambah saat mau melamar anaknya ditolak dengan terus menerus." Jelas Jin ular ucapannya didengar semua yang hadir.

"Dia membayar tiga dukun sekaligus untuk membunuh semua keluarga Abdulah termasuk menutup jodoh anaknya hahaha"  

"Sudah terdesak masih saja tertawa dasar Jin kafir," ucap Bima kesal.
Langsung menekan kedua jempol Abah spontan permohonan minta ampun keluar dari mulutnya. 

"Bang, kita selesaikan saja Jin ini, kasian Abah, terlalu lama bisa membahayakan kesehatannya," ucap Umar. 

"Sekarang mau keluar dengan baik-baik apa saya bakar?" sergah Bima. 

Jin itu hanya diam membisu tidak mau menjawab, akhirnya. kesabaran Bima habis secara perlahan jin yang bersemayam di dalam tubuh Abah dibakar. Dari ujung kaki menjalar ke paha, perut dada sampai ke kepala dan tubuh. Abah mengeliat, desisian tidak henti-hentinya dengan mulut terbuka asap putih keluar diiringi teriakan dengan nada ancaman.
"Awas! kamu akan mati di tangannya." Ancaman itu tertuju ke Bima. 

***

Sudah hampir setengah jam berlalu akhirnya kesadaran Abah kembali. Walaupun tidak sepenuhnya pulih paling tidak Abah bisa mengingat anak istrinya sambil melafalkan istighfar.

"Minum dulu airnya." Arumi dibantu Umi menyandarkan posisi Abah ke dinding biar lebih leluasa memberikan minum. 

Setelah semuanya mulai tenang beberapa tetangga sebelah yang ikut hadir satu persatu pamit pulang ke rumah masing-masing. Karena sudah hampir tengah malam tentunya. Bima melihat seorang duduk diam mematung agak menjauh di belakang. 

Tanpa curiga Bima hanya mendiamkan saja tidak menegur atau menyapa karena masih konsentrasi dengan kondisi Abah. Tiba-tiba salah satu pasukan tujuh serigala datang memberikan laporan keadaan di sekeliling rumah.

"Banyak benda gaib tanaman dukun di depan rumah," Bima hanya mengangukkan kepala.

Melalui batin Bima memberikan perintah "Segera bersihkan benda gaib tanaman dukun yang di gunakan untuk menyakiti keluarga Abah." 

"Abah, bagaimana perasaannya?" tanya Umar. 

"Badan semuanya sakit seperti dipukuli satu kampung. Punggung juga masih sakit nyeri."

Umar pun mendekati Abah, punggungnya di usap-usap sambil membaca beberapa ayat al Quran berkali-kali. Mungkin membuang energi negatif yang masih tersisa.
Sambil melihat Umar membersihkan energi negatif Bima iseng menyapa lelaki paruh baya memakai kaos oblong celana pendek yang duduk sendiri karena semuanya sudah pulang hanya dia duduk diam membisu.  

"Pak, gak pulang? sudah larut malam nanti di cari anak istri," tegur Bima pelan.   

Karena penasaran tidak ada jawaban dari lelaki itu Bima mendekati alangkah terkejutnya si lelaki tertawa terbahak-bahak kedua tangannya berada di pinggang. Badannya tiba-tiba tegap yang tadinya duduk sambil menatap Arumi dengan sorotan tajam. 

"Kamu siapa? Suruhannya siapa?" tanya Bima. 

Mendengar seorang laki-laki tertawa tanpa ada sebab, perhatian semua yang ada di ruangan tertuju kepada lelaki paruh baya itu. Tetapi tidak bagi Arumi. Dia merasa ngeri akan tatapannya membuat tidak nyaman. 

"Arumi kesini temani aku," panggil lelaki itu dengan nada yang pernah didengar Arumi saat tidur malam. 

"Kamu siapa? Kenapa sering datang tiap malam dengan memanggil namaku?" tanya Arumi. 

Keadaan Abah sudah mulai normal Umar pun mendekati Bima sedang duduk berhadapan dengan laki-laki yang sudah kesurupan entah dari jin mana. 

"Ha ha hahaha aku ini!" Jin itu terdiam tidak mau menjawab. 

"Tidak usah di tanya,  biar dia saja sendiri yang berbicara asal usul dari mana," ucap Bima. 

Tetiba laki yang sudah kerasukan tadi menurunkan kepalanya hampir menyentuh lantai sedangkan tangannya merapat memberi hormat kepada Bima. Semua melihat tingkah laku si jin merasa aneh. 

"Ampun beribu ampun Tuan. Hamba bukan suruhan seseorang dari siapa pun," jelas Jin dengan nada pelan dan hormat.

"Hamba memang menyukai perempuan itu sejak dulu."

Mendengar pengakuan Jin itu Arumi terkejut dengan kata-kata sejak dulu. Ternyata dirinya disukai makhluk halus.

"Jadi kenapa tidak menjauhi aku? Kan banyak golongan kalian di alam gaib! Kenapa harus sama aku?"

"Aku sudah menikahimu di alam gaib tidak mungkin aku melepaskan begitu saja. Ditambah jodohmu dikunci seseorang," jelas Jin Yang menyukai Arumi. 

Semua terdiam sejenak setelah mengetahui sebab-musabab Arumi sulit mendapatkan jodoh. Dari gangguan kiriman seseorang sampai dinikahi makhluk halus di alam gaib. 

"Ya sudah aku buka kuncian orang itu di tubuh Arumi. Tapi ingat! kamu harus janji menjauhi dia, kalau tidak! Paham sendiri bukan. Beliau yang akan membawamu ke istananya," jelas Bima sambil menunjuk ke sebelahnya ada seseorang sudah hadir dari tanah jawa.

"Baiklah Tuan, hamba berjanji akan melepaskan Arumi. Tapi tanda itu ada dua selain kuncian ditambah tanda kalau kita sudah menikah di alam gaib."

"Iya, aku tau sekarang keluarlah dari tubuh orang ini kasian dia. Nanti aku akan mencari pengganti Arumi sesuai dengan golongan kalian."

"Terima kasih Tuan, aku pamit" Jin itu kembali menundukkan kepala tanda hormat pada seseorang yang sudah hadir dari tanah Jawa. 

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close