Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TITIK BALIK - JAMBAL IRENG (Part 2)


"Betul nggak? Mas Wi.. kata yang ngobatin suamiku, seandainya tidak sembuh selama seminggu suamiku akan dibawa ke alam mereka.." Dea kembali mengulang pertanyaan yang sama yang sebelumnya sengaja kualihkan.

"Setiap orang punya pandangan atau penerawangan sendiri, dan tentunya setiap penerawangan tidak semuanya benar, kalaupun ada yang benar, mungkin itu sebuah kebetulan, jangan pernah percaya seratus persen dengan penerawangan, termasuk dengan mas Wi.. mungkin ada satu dua orang yang bisa mas Wi.. tolong dan alhamdulilah tertolong, itu semua karena atas ijin gusti Allah,-

tapi jangan lupa, banyak juga yang mas Wi.. bantu dan tidak sembuh, hal ini menandakan bukan mas Wi.. yang memberikan kesembuhan, semua atas ijin yang Maha Kuasa.." jawabku sambil menghisap rokok dan mengepulkan asapnya.

"Tolong mas Wi.. sudah empat hari ini suamiku tidak bisa tidur, baru tidur sekejap, terbangun merintih sakit sambil memegangi betis kakinya, Dea nggak tega melihatnya.." ujar Dea.

"Mas Wi.. bantu, tapi Dea sendiri yang mengerjakan, gimana??" balasku.

"Iya mas.. nanti Dea yang kerjakan, dan cara serta Doanya gimana mas..??" jawab Dea.

"Coba potokan jempol kaki-nya dan tulis nama suami beserta Bin-nya.." ujarku.

Sesaat kemudian sebuah photo dan sebaris nama tertera.

"Siapkan air hangat dan campur dengan garam kasar.." tulisku di chat itu.

"Waduuhhh mas Wi.. nggak ada garam kasar, adanya garam dapur, gimana nih.." seru Dea.

"Ya sudah nggak apa apa.. yang ada saja" balasku.

"Iya mas Wi.. Dea siapkan dulu.." tukas Dea.

Setelah semua siap, aku mengajarkan Dea..

"Rendam telapak kaki suamimu dalam air hangat itu, sebelumnya baca surah-surah ini, dan saat merendam telapak kaki, usahakan untuk fokus, serta bersholawat dalam hati, rendam selama kurang lebih 30 menit" saranku pada Dea, dengan segera Dea melaksanakan apa yang sudah disarankan.

Hening sepi, suara notifikasi membisu, aku membaca sebaris nama yang dikirim Dea.

"Hmmm..." gumamku.

"Mas.. suamiku menjerit-jerit saat telapak kakinya direndam, sepuluh menit kemudian rasa sakitnya mereda, dan sekarang suamiku sudah ngorok tidur, sebelumnya empat hari empat malam gak bisa tidur.. alhamdulilah terima kasih, mas Wi.." ucap Dea.

"Aku tidak melakukan apa-apa, Dea sendiri yang mengerjakan, berterima kasih lah sama Gusti Allah.." jawabku.

"Iya mas, tapi semua perantara Mas Wi..." jawab Dea.

"Sudah lah jangan dibahas masalah itu, yang terpenting sekarang suamimu sudah baikan" balasan chatku kepada Dea, dan malam itu Dea berpamitan untuk tidur, selama suaminya sakit iapun kurang tidur.

Perkenalanku dengan Dea berawal dari beberapa cerita yang kutulis, hingga akhirnya Dea sendiri bercerita bahwa jauh sebelum mengenalku, Dea mengakui bahwa dia sendiri sangat senang dengan dunia yang berbau mistis, bahkan tidak jarang banyak juga yang datang kepadanya untuk berobat, menyangkut hal-hal mistis,-

sebuah kesalahan fatal Dea lakukan, hingga pada akhirnya membuat semua pengetahuan dan kemampuan Dea dalam hal spritual menghilang secara perlahan-lahan dan pada akhirnya hilang tanpa bekas, semua doa-doa lenyap dalam memori ingatanya.

Dea bercerita bahwa dia masih bisa merasakan kehadiran dari tiga makhluk astral yang selama ini mengikutinya tapi mereka seakan tidak ingin dekat dengan Dea kembali.

"Mas Wi.. bisa membuat mereka dekat dan kembali pada Dea.." tanya Dea waktu itu.

"Mereka tidak pergi meninggalkan dirimu, mereka tetap ada, hanya saja mereka mengamatimu dari jauh, jika saja mereka meninggalkan-mu, mungkin saat Dea bercerita tentang kecelakaan yang menimpa dirimu, secara logika tidak masuk akal, dirimu yang berada dikolong sebuah truck dan terseret dalam jarak yang cukup jauh bisa selamat, sementara kondisi motormu ringsek tergusur dikolong mobil truck,-

semua terjadi atas ijin Allah melalui perantara Dewi bulan dan Panglima Api, serta kakek berjenggot panjang dan berselempang kain putih.. jika ingin mereka kembali dekat denganmu, maka satu hal yang harus dikerjakan..." jawabku.

"Apa itu mas..??" sela Dea .

"Perbaiki dirimu, amalan-amalanmu, sunah-sunah yang selama ini sering lalai, dan yang utama, perbaiki sholat lima waktu, yang jujur diakui atau tidak masih banyak bolong-bolong, insya Allah mereka akan kembali dekat padamu.." imbuhku.

"Jujur mas, pernah satu kali Dea mencoba secara batin untuk melihat dan mengungkap mas Wi.. dengan batinku, dan jujur bentengnya kuat, aku kesulitan untuk menembusnya..." tukas Dea.

"Hehehe Dea..Dea, dirimu itu banyak nonton acara 'benteng takhasi' di tv, benteng apa? Ada ada saja, kalau sedang main catur, aku punya benteng😊😊, emozi senyum kuberikan di chat kepada Dea waktu itu," jawabku sambil senyum simpul sendiri.

"Benaran ini mas Wi.. Dea nggak bohong, saat itu Dea minta pada Panglima Api juga Dewi Bulan untuk mendatangi mas Wi.. tapi mereka pulang dengan menggelengkan kepala, dan menyampaikan titip salam.." sergah Dea dengan antusias.

"Ah.. salam apa., toh mas Wi nggak merasa ketemu dengan mereka, salam dari mana.." jawabku sambil meneguk kopi hitam.

"Salamnya memang bukan dari mas Wi.. mereka bilang.." jawab Dea.

"Lantas dari siapa?" aku bertanya.

"WANGSA DIREJA" jawab Dea singkat.

"Waduhhh ah..sudahlah kalo ngobrol kaya gitu memang susah dan nggak nyambung dengan logika.." tukasku, dan mengakhiri obrolan malam itu.

Pagi-pagi sekali, Dea mengabari kalau suaminya sudah bisa berjalan, meski dengan sedikit meringis menahan sakit, kakinya sudah tidak bengkak lagi, senyum Dea dan suaminya mengembang, tapi kesehatan Reno hanya berlaku sampai sore, ketika habis maghrib, sakit kakinya kembali kambuh dan kembali menjerit kesakitan.

"Mas... tolong, suamiku kambuh lagi dan sekarang lebih parah dari kemarin.." ucap Dea.

Aku segera meminta Dea untuk kembali merendam kaki suaminya, untuk waktu sesaat Reno bisa tenang, tapi selepas isya kembali menjerit kesakitan, Dea kembali panik dan kembali menghubungiku.

"Baca surah ini setiap selesai baca tiupkan keibu jari kaki suaminya" pintaku.

Dan aku segera masuk kamar, membaca surah yang ditunjukan buat Reno, entah pada putaran keberapa tasbih dijari tanganku berputar, rasa kantuk yang datang, mengantarkan aku pada satu mimpi.

"Aku Jambal Ireng (Ireng = Hitam) mau apa kamu? Datang kemari.." sergah satu sosok hitam dengan kulit bersisik dan lidah bercabang yang keluar masuk.

Dalam mimpi itu, aku tidak menjawab pertanyaan dari Jambal Ireng, yang tengah berjaga didepan pintu masuk, dari jendela kulihat Dea tengah duduk menunggui suaminya yang terbaring dikursi sofa panjang tengah rumah,-

sementara dihalaman rumah, banyak sekali sosok-sosok yang serupa dengan Jambal Ireng yang sedang berjaga dengan berbagai senjata ditangan mereka, agak jauh dari rumah, dibawah pohon terlihat tiga sosok yang menatap kearahku.

"Oh... ini tiga sosok yang pernah Dea ceritakan tempo hari itu, tapi mereka hanya diam, mungkin karena sosok Jambal Ireng dan prajuritnya yang membuat mereka tertahan untuk menolong Dea.." gumamku sambil kembali menatap ketiga sosok itu.

"Jika kamu datang untuk menolong dia, lebih baik urungkan niatmu, ini kekuasaanku, kamu lihat itu.." ujar Jambal Ireng sambil menunjuk kearah hutan yang terlihat olehku seperti sebuah kerajaan dengan bangunan yang megah.

"Apa kesalahan anak manusia itu, hingga senopati menyiksa dia dengan membelit kakinya dan menggigit ibu jari kaki dengan menghujamkan taring dan menusuk-nusuk telapak kaki anak manusia itu.." tanyaku pada Senopati kerajaan ular siluman yang bernama Jambal Ireng.

"Manusia itu kurang ajar, sudah menginjak putra dari raja kami, hingga kepalanya remuk dan mati.." hardik Jambal Ireng.

"Bangsamu.. melihat keberadaan bangsa kami, tapi sebaliknya bangsa kami tidak mampu melihat keberadaan bangsa kalian, maka dari itu, maafkan kesalahan dan kelancangan dari bangsa kami.." jawabku sambil meghaturkan salam dan sekaligus meminta maaf.

"Satu nyawa dari putra raja kami harus diganti olehnya, untuk dijadikan pengganti nyawa yang hilang, dan tidak ada tawar menawar, faham." sergah Jambal Ireng sambil menjulurkan lidahnya yang bercabang.

"Sampaikan pada rajamu, permohonan maaf dariku yang mewakili anak manusia itu" sambil menunjuk kearah Reno yang tengah terbaring.

"Hai.. anak manusia, kamu bisa membebaskan dia kalau kamu bisa mengalahkanku dan rajaku, maka aku dan prajuritku akan menarik diri dari rumah ini.." tukas Jambal Ireng.

"Baiklah kalau itu mau-mu, juga sang raja.." ucapku sambil mempersiapkan diri dan memasang kuda kuda.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close