Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TITIK BALIK - JAMBAL IRENG (Part 1)


Kisah ini ku ambil dari salah satu chat yang masuk di inbok, yang datang dari seseorang teman yang biasa membaca cerita-cerita misteri-ku, aku tulis cerita ini sedikit banyak aku bumbui dengan sedikit inspirasi, tapi yang jelas cerita ini adalah nyata terjadi.

Panggil saja Dea, seorang ibu dengan wajah cantik yang bersuamikan seorang laki-laki yang usianya lebih muda darinya.

Siang itu Reno, suami Dea, sudah bersiap-siap dengan joran pancingnya, dan selepas adzan dzuhur Reno berpamitan pada Dea untuk pergi memancing di sebuah rawa-rawa yang berada di tepi hutan sawit dan berbatasan dengan sebuah hutan yang cukup lebat.

Reno mampir dulu kerumah Akmal teman satu kerjanya, lalu langkah dua sahabat ini berjalan menyusuri hutan, hingga sampailah mereka diujung hutan sawit dan kedua sahabat ini, menerabas semak belukar guna mencapai tepian rawa-rawa.

Setelah sampai di tepi rawa-rawa, beberapa saat kemudian ujung-ujung kail yang sudah diberi umpan terlihat memecah ketenangan permukaan air rawa-rawa, dan pelampung dijoran mereka tampak tenang mengambang, sesaat kemudian satu sambaran menarik pelampung tengelam dengan cekatan tangan Akmal, menarik joran dan memutar Rill benang pancing.

"Wah.. Ren, ini benar benar spot yang belum terjamah pemancing lain, ini buktinya..." ujar Akmal sambil mendaratkan satu ekor ikan gabus direrumputan tepian rawa.

"Betul..Mal.." jawab Reno dengan senyum sumringah dibibirnya, serta tangannya yang sama-sama memutar Rill benang pancing, dan satu ekor ikan dengan jenis yang sama ikut mendarat dengan mulus ditepian rawa-rawa.

Hari itu menjadi hari tersibuk bagi dua sahabat yang mempunyai hoby yang sama, bagaimana tidak sibuk?? Setiap mata pancing selalu disambar ikan-ikan dirawa itu.

Keasikan dan kesenangan mereka, akhirnya dihentikan oleh matahari yang tergelincir dan mulai meremang dengan warna kuning keemasan.

"Ayo..Mal, sebentar lagi gelap.." ajak Reno setelah semua alat alat pancing dibereskan.

"Iya Ren.." jawab Akmal.

Kedua sahabat itu berlalu pergi meninggalkan tepian rawa-rawa dan langkah mereka kembali menarabas semak belukar.

"Aduh..." suara jeritan kecil dari mulut Reno mengaduh, disusul dengan badannya yang terduduk.

"Kenapa Ren.." tanya Akmal sambil jongkok dan memegang bahu Reno

"Gak tahu Mal.. sepertinya ada duri sawit yang menembus telapak sepatuku" jawab Reno sambil membuka sepatunya dan memeriksa bagian bawah dari sepatunya.

"Anehnya tidak ada duri yang terlihat menancap, tapi terasa begitu sakit di jempol kaki.." ujar Reno sambil kembali memeriksa jempol kaki kanannya.

"Ko, aku jadi merinding ya Ren.." bisik Akmal sambil memegang tengkuknya.

"Sama aku juga Mal.." jawab Reno sambil kembali memakai sepatunya.

"Iya Ren.. ayo.." tukas Akmal sambil mengulurkan tangan untuk membantu sahabatnya bangun.

Sambil sedikit pincang Reno kembali melangkah didampingi Akmal disampingnya.

Selepas maghrib, akhirnya kedua sahabat itu keluar dari hutan sawit, Akmal duduk sebentar dirumah Reno untuk melepas lelah, mereka berdua bercerita ditemani kopi panas yang dibuatkan Dea, istri Reno.

Adzan isya berkumandang, aku segera menyambar baju koko yang tergantung di dingding kamar, tidak lupa peci hitam kesayangan dan sesaat kemudian langkah kakiku menuju suara gema adzan yang berkumandang, setelah sholat isya berjama'ah, aku kembali pulang dan duduk dikursi tengah rumah ditemani secangkir kopi pahit, lalu seperti biasa piring kecil itu sudah terisi kopi hitam, rasa khas dari kopi dan hangatnya membasahi tenggorokan dan asap dari sebatang roko mengepul memenuhi ruang tengah yang tak seberapa luas.

Suara pesan masuk dari selulerku, tertulis nama Dea diatasnya.

"Asslamualaikum.. mas Wi.." salam Dea di chat waktu itu.

Dengan cepat jariku mengetik, "Waalaikum salam de.." jawabku.

"Mas Wi... lagi sibuk nggak..?" tanya Dea.

"Nggak.. lagi duduk sambil minum kopi di rumah" balasku.

"Ooo...mas Wi.. Dea boleh minta tolong??" ujarnya.

"Ada apa nih.." jawabku singkat.

Lalu Dea bercerita bahwa suaminya merasakan sakit di ibu jarinya setelah pulang memancing, dan sekarang sudah empat hari tidak bisa bangun.

"Loh.. sudah empat hari, kenapa baru kasih tahu sekarang de.." ujarku.

"Kemarin sudah diobati sama orang disini dan sudah empat orang yang mengobati, tapi suamiku tetap tidak bisa jalan dan kakinya semakin sakit, mana nanti hari senin sudah harus masuk kerja lagi, Dea bingung.. dan baru ingat sama Mas Wi.. jadi beranikan diri untuk Inbok" jawab Dea dengan tambahan caption menangis di inboknya.

"Hmmm.." jawabku.

"Betul tidak mas Wi.. kata yang ngobatin kalau seminggu kaki suamiku tidak sembuh, katanya suamiku akan dibawa oleh makhluk ghoib.. aku takut suamiku kenapa-kenapa mas.. tolong bantu aku mas.." ujar Dea dengan memelas.

"Coba photokan kaki suami-nya.." jawabku, dan tak lama kemudian sebuah poto terkirim, aku memandangi poto kaki dari suami Dea, "sreeettt" sesuatu melintas dalam hatiku.

"Hmmm... suamimu saat maghrib masih dalam hutan sawit, dan karena tidak tahu, kaki suamimu menginjak anak siluman ular yang berada tidak jauh dari tempat memancing.." jawabku setelah melihat poto dari kaki suami Dea.

"Betul.. betul banget yang mengobati suamiku juga bilang seperti itu mas.." jawab Dea.

"Tolong mas.." Dea kembali meminta.

"Insya Allah.." jawabku.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya
close