Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PART INDEX - TUMBAL TURUNAN


Aku merasakan banyak sekali mata yang menatap ke arahku, juga kelebatan-kelebatan sosok astral yang lalu lalang, seakan ingin menunjukan keberadaannya dan juga menunjukan rasa ketidaksenangannya akan kehadiranku.

Segera kubuka ikatan dari sarung bantal dan kukeluarkan dua bilah keris, serta satu kotak kayu, juga satu sosok wayang kulit bergambar buto.

Satu persatu, semua barang barang mistis kukeluarkan dan kuletakkan di atas tanah.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah membentengi diri dengan Asma Empat Nabi, juga Hijib Qursi, karena aku sadar, bahwa barang-barang ini bukanlah barang biasa, barang-barang ini mengandung energi negatif yang besar.

Aku segera duduk bersila, menyatukan hati dan pikiran, larut dalam ke-Maha Besaran Tuhan. Hatiku terus menyebut Asma Allah, mulutku mengucap Sholawat.

Sebuah gerakan kemudian terjadi, dimana keris yang berukuran pendek, kemudian bergetar dengan sendirinya, lalu disusul oleh keris berluk tiga belas dan sosok wayang kulit yang kini juga ikut bergetar, secara bersamaan.

Dan tiba-tiba saja, keris pendek itu berdiri dengan sendirinya, lalu bergerak memutar serta meloncat menjauh sekitar dua meter, kemudian melesat ke atas berselimut cahaya hitam, lalu hilang dalam kegelapan malam.

Satu deru angin kemudian terdengar menyambar, "Wusss~" Wayang kulit itu terus berkelebat menyambar kian kemari, begitu juga dengan keris panjang yang terus bergetar dan kemudian berdiri,-

lalu bilahnya naik turun, seakan hendak keluar dari sarungnya. Aku yang paham dengan kondisi ini, segera menyambar keris panjang itu. Tanganku pun ikut bergetar karena tertarik oleh energi dari keris itu.

Ibarat seorang dalang yang tengah memainkan wayang, sosok wayang kulit itu terus berkelebat menyambar tubuhku, kedua tangannya hidup dan menunjuk-nunjuk ke arahku,-

tapi semua kelebatan dari wayang itu terhalang oleh perisai dari Empat Asma Nabi, berupa cahaya ungu yang menyelimuti.

Aku terus menggenggam keris ber-luk tiga belas yang terus meronta dan seolah-olah ingin keluar dari sarungnya itu.

Aku kemudian mencoba untuk meredam energi negatifnya dengan Sholawat Jibril, perlahan-lahan getaran keris luk tiga belas pun mereda. Segera kutarik perisai Empat Asma Nabi dan menatap wayang kulit yang kini masih melayang-layang di udara.

"Wusss~" Wayang itu berkelebat, menyambar dengan mengeluarkan suara angin yang menderu.

Dengan menyebut Asma Gusti Allah, aku mencoba menarik bilah keris luk tiga belas.

Sebuah pamor hijau keluar dari bilah keris dan dengan segera aku menyabetkan keris ke arah datangnya kelebatan wayang buto. Wayang itu betul-betul hidup, dia melayang lebih tinggi dari sabetan kerisku.

"Pulang! Ini bukan tempatmu, atau kamu akan hangus di ujung keris ini!" Bentakku sambil mengacungkan keris yang bernama Naga Pertala ini.

"Sendiko dawuh, Gusti…" Sebuah suara terdengar oleh telingaku, seiring berklebatnya sosok wayang kulit yang melesat ke dalam pulau itu..
close