Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jejak Misteri Kisah Nyata "Si Tarjo" (PART 4)


JEJAKMISTERI - Setelah dirasa cukup peregangan tubuh, naga itu kini menatap Tarjo lekat-lekat sambil terus masih mendengus-denguskan hidung yang kadang mengeluarkan semburan api.

Tarjo mundur beberapa langkah untuk menghindari dari dengusan sang naga.
Warna dari sang naga itu kini menjadi hitam berkilau, matanya merah saga dan diujung sisik punggungnya berwarna merah berkilau-kilau dan jika dilihat dari jarak yang jauh warna itu seperti warna keemasan yang berkilau jika terkena cahaya.

Sosok naga itu mendekat kearah Tarjo, ada rasa ragu dibenak hati Tarjo, senjata pusakanya sudah disiapkan jika memang naga itu akan menyerangnya.

Tarjo merentangkan tangannya kedepan, memberi isyarat agar sosok naga itu tidak terlalu mendekat, tetapi sang naga terus mendekat, dan dia mendenguskan nafasnya dengan jelas dan sangat keras hingga membuat tubuh Tarjo terdorong kebelakang dan berguling-guling dalam hutan gelap negeri atas angin.

Tarjo yang merasa terdorong dan tersungkur segera berdiri dengan senjata sudah teracungkan ke udara tanda pertempuran akan segera di mulai, melihat si Tarjo terguling-guling, sang naga ikut berguling-guling juga dan kelihatannya merasa gembira karena mendapat mainan baru, selayak anak-anak yang menemukan teman sepermainan, karena mungkin selama dalam pertapaannya dia begitu khusuk dalam berdiam dan tak menemukan kawan untuk bermain.

Ya begitulah kemungkinan sosok yang kembali dari pertapaan akan kembali menjadi sosok yang lebih muda dari umur sebenarnya. Justru itu ditanggapi dengan serius oleh si Tarjo, dia menganggap sang naga mengancam keselamatannya, hingga dia mengeluarkan senjata pemusnah massal yaitu pusaka kayu kalak.

Tarjo sudah dalam keadaan siap siaga jika sang naga itu menyerang kembali, dan sang naga yang masih terguling-guling kini melenting keudara dengan sangat tinggi.
Merentangkan sayap seperti elang rawa memandang alam dari udara, kemudian berdiri dengan mengepakkan sayap selayak kelelawar besar (kalong) menangkap mangsa, dan kembali merentangkan sayap diudara dengan berdiam seperti sang camar yang merenung diatas lelautan dengan gelombang tinggi yang menghadirkan ikan-ikan untuk ditangkapnya.

Sang naga kemudian membuat gerakan tak terduga dengan menungkik kebawah bermanuver seperti elang rawa resah takut kehilangan mangsa yang begitu cepat ingin menangkap sang buruan.

Tarjo yang melihat sang naga bermanuver menungkik seakan-akan ingin menyerangnya, dengan sigap Tarjo membuat benteng diri dengan menggunakan ilmu yang baru dia pelajari dari raja diraja negeri atas angin hutan kalak.

Tarjo merentangkan tangan keudara dengan ibu jari dan telunjuk kanan kiri disatukan membentuk satu lingkaran, dan tiba-tiba sebuah cahaya keluar dari lingkaran ibu jari dan telunjuk yang disatukan tadi, dengan sangat cepat lingkaran itu membentuk lingkaran bercahaya menyelubungi Tarjo, seperti Tarjo berada dalam lingkaran bercahaya besar.

Sang naga melihat lingkaran besar menyelimuti diri Tarjo, kian kencang laju menungkiknya dengan kekuatan yang maha dasyat mencoba menerobos pelindung diri Tarjo yang begitu menyilaukan hutan gelap, dan hutan gelap pun menjadi terang benderang hingga membuat kalang kabut lari terbirit para raksasa dan suku kerdil untuk yang kedua kalinya setelah kedatangan sang putri beserta para senopati Negeri Atas Angin.

Ketika laju sang naga yang begitu cepat akan menyentuh lingkaran tabir pelindung Tarjo, mata sang naga menjadi menjuling dan wajahnya berubah mengerut tanda heran seakan-akan tak percaya apa yang dilihat saat ini.

Lalu dengan menambah laju kecepatann menungkiknya, sang naga mulai menyemburkan api dari hidung serta mulutnya dengan kekuatan besar kearah tabir pelindung yang melindungi Tarjo.

Semburan api langsung menyambar tabir Tarjo, dengan dorongan laju terbang menungkik, akan tetapi semburan api tak bisa menembus tabir si Tarjo.

Sang naga merentangkan sayap seperti camar diatas permukaan laut, mengamati sekeliling tabir Tarjo untuk mencari sisi lemah dari tabir tersebut, lalu mengepak-ngepakkan sayap dengan berdiri diudara dan sesekali menyeburkan api kearah keberadaan Tarjo.

Tarjo masih terdiam dalam tabir pelindungnya, sedangkan sang naga terus berusaha membuka tabir tersebut, akan tetapi yang anehnya tampang sang naga sekarang menjadi seolah-olah menjadi tampang penasaran canda bukan sebuah tampang kemarahan atau kemurkahan.

Mimik raut sang naga semakin kelihatan lucunya seperti seekor kucing atau anjing yang mengajak bermain tetapi ditinggal sembunyi atau dicuekin oleh sang majikan dalam sebuah ruang berkaca.

Sang naga mulai mencakar cakar diatas permukaan tabir pelindung Tarjo sambil terus tetap terbang selayak kelelawar besar menghampiri sarangnya, tetapi tak membuahkan hasil.

Dan akhirnya sang naga menapakkan kaki diatas hutan gelap dan agak menjauh dari tabir Tarjo lalu menghempaskan tubuhnya ditanah sembari tiduran menunggu si Tarjo membuka tabirnya.

Ternyata si Tarjo salah paham kepada sang naga yang baru saja dia bangunkan dari tapanya, sang naga hanya mengajak bercanda dan ditanggapi dengan serius oleh si Tarjo. Kemudian ada suara yang menebar halus dan mungkin hanya si Tarjo saja yang mendengarnya,

“Nama hamba Naga Langit Hitam dari Negeri Atas Angin hutan Kalak, tunggangan raja diraja Negeri Atas Angin, maafkan atas kelakuan hamba tadi, yang membuat pangeran merasa terancam hingga mengeluarkan ajian cakra padang bulan.”

Tarjo tertegun sejenak dan kemudian membuka cakra padang bulannya lalu memberi salam dan tersenyum.

“Maaf sang naga hitam aku tak tahu menahu soal becandamu tadi.” Kata Tarjo.

“Hamba juga meminta maaf atas kelancangan mengganggu kenyamanan pangeran.” Jawab sang naga dengan nada yang sangat halus, yang bertolak belakang dengan keangkeran bentuk tubuh dan wajahnya.

“Sekarang hamba siap mengantar pangeran kemana pangeran pergi, dan menjaga keselamatan pangeran sampai nafas terakhir jika memang pangeran mendapat kesulitan atau mendapat marah bahaya dari gangguan di Negeri Atas Angin ini, hamba siap pangeran.”

Tarjo tersenyum dengan mendekati sang naga yang masih tiduran lalu berkata,
“Antarkan aku dimana keberadaan temanku si Turah.”

“Siap pangeran, naiklah kepunggungku kita akan terbang ke istana Negeri Atas Angin menemui teman pangeran.” Kata sang naga yang mulai menunjukkan kesiapannya menjadi abdi setia si Tarjo.

Si Tarjo pun naik kepunggung sang naga lalu mereka terbang keluar hutan gelap menuju istana Negeri Atas Angin.

Menembus awan dan terbang diatas awan, suatu pemandangan yang susah diterjemahkan oleh kata-kata dalam benak Tarjo. Pemandangan begitu indah hingga Tarjo selalu berguman “Subhanaallah” berulang-ulang ketika matanya menangkap keindahan tiadatara. 

Gunung-gunung mengapung diudara dan diantara gunung-gunung itu terdapat beberapa titik air terjun yang begitu indah sekali, berkeliling pohon-pohon aneh yang tak ditemui di dunia nyata.

Kalau kemarin-kemarin Tarjo menikmati pemandangan bersama Turah dalam sebuah kereta kencana yang di kusiri dua senopati cantik Arimbi dan Arimbu, dimana kadang pandangan Tarjo terhalang oleh jendela maupun pintu kereta kencana, kini mata Tarjo bebas leluasa mengamati indahnya alam tanpa halangan apapun.

Kini tampak didepan sebuah pusaran awan membentuk lingkaran yang berpusar-pusar berujung disebuah titik, suara halus sang naga terdengar lagi setelah beberapa lama sang naga menunjukkan dan bercerita kepada si Tarjo tempat-tempat indah Negeri Atas Angin.

“Kita akan memasukki pintu pusaran jalan menuju Istana Negeri Atas Angin pangeran.”

Ketika sang naga menghentikan bicaranya Tarjo dan sang naga sudah berada disuatu dimensi lain seperti suatu pusaran yang menuju satu titik, dan tak seberapa lama mereka keluar dari dimensi itu,-

kini sudah berada disuatu pemandangan pegunungan yang sangat amat indah sekali dan mulai tampak dikejauhan sebuah bangunan istana megah dikelilingi tembok besar yang sangat panjang dalam melingkari istana tersebut.

Sang naga pun mendarat dipuncak ‘Tiga purnama Bulan’ yang merupakan puncak dari beberapa gunung yang ada mengeliling Istana Negeri Atas Angin,-

puncak Tiga purnama Bulan adalah salah satu puncak gunung yang memiliki tiga penampakan bulan purnama yang muncul bersamaan dan hanya pada bulan purnama saja. Juga merupakan puncak tertinggi dari semua gunung yang mengelilingi istana Negeri Atas Angin Hutan Kalak, puncak Tiga purnama Bulan adalah singgsana atau rumah dari sang naga Langit Hitam.

Diatas puncak Tiga purnama Bulan hanya ada bebatuan besar yang tegak berdiri menjulang keatas seperti Menhir maupun lempengan besar pualam seperti peraduan, selebihnya hanya tanah berwarna merah keperakan yang kadang berkilau jika kena sinaran cahaya.

Tarjo turun dari punggung sang naga melihat sekeliling dengan jalan-jalan, mengamati dan menikmati keindahan dari atas puncak Tiga purnama Bulan menatap jauh ke arah Istana.

Ini bertepatan dengan bulan purnama dimana akan ada penampakan Tiga bulan purnama sekaligus diatas puncak sebentar lagi, lalu sang naga melompat keatas bebatuan besar dan paling tinggi menunggu datangnya bulan purnama, dia merentangkan sayap lebarnya berdiri dengan tegak kemudian melolong dengan keras seperti mengabarkan dia telah datang, dia telah bangun, dia telah berada disinggasananya kembali.

Lolongan itu terdengar sampai tebing istana barat, dimana tebing istana barat merupakan tempat peraduan atau kandang-kandang dari semua para naga tunggangan senopati dan pangeran Negeri Atas Angin, kecuali tunggangan sang putri Mirima atau lebih dikenal dengan putri Kemuning madu Sari.

Lolongan itu akhirnya bersahutan dari tebing istana barat, hingga suara terdengar dari dalam istana, dan seisi istana pun keluar melihat kearah puncak Tiga purnama Bulan untuk menyaksikan keberadaan sang naga Langit Hitam mengumandangkan lolongan panjangnya.

Mereka pun bersiap menyambutnya, pergi kepuncak Tiga purnama Bulan untuk mengetahui pesan apa yang dibawa sang naga Hitam yang sudah lama sekali tak muncul diatas puncak singgasananya yaitu puncak Tiga purnama Bulan.

Tarjo berada ditengah-tengah lempengan pualam luas itu, kemudian melakukan sholat sunnah gaib atas semua yang dia lihat selama berada di Negeri Atas Angin agar tak tersesatkan oleh keindahan dan kemudahan-kemudahan serta keselamatan dirinya maupun sang teman si Turah,-

setelah sholat Tarjo berzikir terus-menerus ditengah-tengah pualam nan luas itu. Dan sang naga menjaganya dari atas batu menhir besar singgasananya.

Tak berselang lama para naga besar datang ke puncak Tiga purnama Bulan bersama majikan masing-masing, yaitu para senopati, pangeran dan tak ketinggalan sang putri Mirima,-

mereka ingin mengetahui pesan apa yang dibawa naga kramat Langit Hitam atas kemunculannya yang secara tiba-tiba yang mana sudah hampir puluhan tahun tak muncul diatas puncak Tiga purnama Bulan.

Sang putri turun dari naganya memberi hormat kepada sang naga kramat Langit Hitam, sementara sang naga masih saja tetap diam diatas batu besar itu, putri pun mengamati sekeliling dari puncak Tiga purnama dan mata menangkap sosok di kejauhan diatas batu pualam duduk bersila tepat ditengah tengahnya.

Ketika sang putri ingin masuk untuk mendekati dari sosok yang duduk bersila ditengah pualam tersebut, sang naga kramat menyemburkan api kearah sang putri Mirima tanda bahwa sang naga melarang sang putri untuk mendekati sosok yang khusuk duduk bersila ditengah-tengah pualam tersebut.

Dan itu memancing amarah naga-naga muda tunggang para senopati, pangeran bahkan naga sang putri sendiri. Mereka langsung bereaksi terbang bersama mengitari sang naga kramat menatang bertarung.

Sang naga hitam masih tetap diam dan tenang ketika teror dari naga tunggang menglilinginya dan berputar-putar terbang disekelilingnya ada sekitar sepuluh naga besar yang terpancing amarahnya ketika sang naga kramat menyemburkan api ke sang putri.

Dan dengan gerakan tiba-tiba salah satu dari sang naga maju menyerang sang naga kramat hitam dari arah belakang menggunakan kuku tajamnya untuk mencengkram kepala belakang dari sang naga kramat hitam.

Sang naga hitam pun tahu datangnya serangan seketika dia memalingkan mukanya dan langsung menyemburkan api yang maha dasyat kepada sang penyerang,-

sang penyerang pun berpekik keras menyelamatkan kakinya dari semburan sang naga kramat hitam tersebut.

Kini pertempuran udara pun dimulai satu, di keroyok sepuluh dan itu tak menyiutkan nyali dari sang naga hitam, karena dia sudah bertahun-tahun malang melintang mengikuti pertempuran yang maha hebat semasa sebelum dia bertapa.

Sang putri, pangeran dan para senopati hanya bisa melihat tanpa bisa menghentikan pertempuran sengit dari naga-naga mereka melawan satu sosok naga hitam.

Itulah naga-naga tunggangan baik milik sang putri, para pangeran maupun senopati atau siapa saja yang memiliki tunggangan sang naga, selalu setia kepada para majikannya,-

hanya naga-naga yang satu kandang akan menghormati naga-naga yang lebih perkasa, semisal naga sang putri Mirima akan sangat ditakuti oleh naga-naga senopati atau naga-naga lain yang mempunyai kedudukan yang lebih rendah.

Tetap ada kasta-kasta pembeda antara tunggangan raja sang putri, pangeran maupun golongan dibawahnya, mereka takkan berani kepada kasta diatasnya apalagi dalam sebuah pertempuran maka pemberi perintah adalah naga yang berkasta tinggi.

Dilangit puncak purnama tiga bulan masih terjadi pertarungan sengit antara naga kramat langit hitam melawan sepuluh naga pengeroyok termasuk naga sang putri Mirima yang terkenal kesaktian dan keangkerannya.

Mereka bertarung laksana pertempuran udara jet-jet tempur pasukan udara yang super canggih, akan tetapi kecepatan naga kramat langit hitam susah ditandingi, dia bisa menandingi sepuluh pengeroyoknya tanpa sedikit pun keteteran.

Sang naga kramat langit hitam sengaja tak ingin melukai atau membunuhnya, karena dia tahu bahwa pengeroyok bukanlah musuh sesungguhnya, tetapi tidak sebaliknya.

Karena tak ingin berlama-lama dalam pertikaian sang naga hitam dengan gerakan yang begitu cepat dia langsung melumpuhkan satu persatu sang pengeroyok dengan sekali tusukan ekornya yang mengarah ketengkuk masing-masing naga pengeroyok,-

hingga membuat mereka terpelanting jatuh dan kaku tak bisa terbang lagi melanjutkan pertempuran, dan satu persatu naga-naga pengeroyok berjatuhan diatas tanah kemerahan karena pantulan sinar bulan tiga purnama.

Kini hanya tinggal naga sang putri Kemuning Madu Sari atau Mirima yang masih bertahan, karena memang naga ini merupakan naga terkuat diantara naga-naga yang hidup di lingkungan istana negeri atas angin.

Diatas langit puncak tiga purnama bulan semakin bergemuruh dengan pertarungan dua naga sakti tersebut, dan itu membuat kekhusukan Tarjo dalam berzikir terusik dan memandang kearah sumber dari suara yang ada diatasnya.

Tarjo bangkit dari duduknya, lalu memandang keluar batas batu-batu besar atau menhir yang mengelilingi pualam dimana dia berdiri, tampak beberapa orang berdiri memandang kearah atas langit puncak tiga purnama bulan.

Siapa mereka tak dikenali sama sekali oleh Tarjo, kemudian Tarjo mengeluarkan pusakanya, diacungkan keatas memberi perintah kepada sang naga kramat langit hitam untuk berhenti bertarung diatas langit puncak tiga purnama bulan. 

Melihat sang majikannya memberi perintah, maka sang naga pun berusaha mengakhiri perlawanan dari naga sang putri dengan secepat mungkin.

Tiba-tiba sang naga kramat langit hitam membuat gerakan yang tak diduga sama sekali oleh sang naga putri Kemuning Madu sari yang berjuluk Naga Laut Tujuh,-

sang naga kramat langit hitam menjatuhkan diri seolah-olah terdorong oleh laju perlawanan sang naga Laut Tujuh, dan ketika naga Laut tujuh merasa diatas angin, langsung melesat mengejar untuk memusnahkan atau mengakhiri pertarungan, akan tetapi itu sebuah tipuan gerakan yang dilakukan oleh naga kramat langit hitam.

Dalam keadaan terjatuh yang begitu deras menuju daratan sang naga kramat tiba-tiba matanya menyala merah dan mengeluarkan cahaya putih berkilau seperti sinar mengarah langsung kejantung naga laut tujuh,-

maka seketika sang naga laut tujuh kaget dengan datangnya sinar putih yang mengarah kepadanya, dan itu sudah tidak mungkin untuk dihindari, maka tersengatlah jantung dari sang naga laut tujuh dan langsung ambruk tak berdaya melaju deras kedaratan,-

untung sang naga kramat langit hitam membuat gerakan mengambang diudara dan mencengkram tubuh dari sang naga laut tujuh agar tak terjerembab di daratan tanah merah sisi luar pualam dimana si Tarjo berdiri.

Setelah dapat melumpuhkan semua pengeroyoknya sang naga langit hitam mendarat disisi Tarjo berdiri seolah-olah ingin memperkenalkan majikan barunya kepada semua yang hadir di puncak purnama tiga bulan, yaitu penguasa istana Negeri Atas Angin.

Rombongan sang putri Mirima pun menghampiri Tarjo yang masih berdiri diatas pusaran pualam sedangkan sang naga mulai merebahkan diri tiduran dan memejamkan mata tetapi masih dalam keadaan sigap dalam tidurannya, tak seperti naga-naga lainnya begitu memenangkan sebuah pertempuran selalu berdiri tegak dengan gagah serta memamerkan otot-otot saktinya juga berkoar mengabarkan kepada lawan-lawannya bahwa dialah pemenang atau penguasa kemenangan.

Tarjo memberi salam kepada sang putri dengan sedikit membungkuk,  “Assalamuallaikum.”

Sang putri pun menjawab, “Alaikum salam.” Yang tidak diikuti salam oleh para senopati juga para pangeran,-

diraut wajah mereka ada kemarahan yang terpendam karena naga-naga mereka yang sakti-sakti dan selalu menang dalam pertempuran dapat dikalahkan dengan mudah oleh sosok naga yang lama menghilang kini muncul kembali.

Sang putri tak mengenali sedikit pun pada diri Tarjo, karena mereka sama sekali belum bertemu muka baik dunia nyata maupun di dunia Alam Gaib Atas Angin.

Hanya senopati cantik Arimbi dan Arimbu yang mengenali sosok dari si Tarjo, yang kebetulan mereka tidak mengikuti sang putri Kemuning Madu Sari ke puncak purnama tiga bulan menyambut kembalinya sosok naga legendari tunggangan perang raja diraja secara turun-temurun yaitu naga kramat Langit Hitam yang gagah perkasa nan sakti mandraguna,-

mereka hanya mengenali kesaktian pusaka kayu kalak saja, jadi selama kesaktian pusaka kayu kalak tidak digunakan, maka mereka tak akan mengenali siapa sosok dari diri si Tarjo.

Muka-muka kemarahan diraut wajah para senopati begitu kelihatan tanpa ditutupi lagi,-

mereka merangsek maju penuh amarah ingin memberi pelajaran pada sosok manusia yang ada di hadapan sang putri mereka, dengan sangat cepat sekali berkelebatan sudah mengurung si Tarjo dan sang naga membentuk lingkaran, dan sang putri tak mampu untuk mencegahnya.

Sebenarnya sang putri sudah mulai menebak-nebak ketika dia membalas salam dari Tarjo, bahwa sosok manusia dihadapannya adalah si Tarjo, tetapi beliau tak mau langsung saja memanggilnya.

Itu dikarenakan mereka semua penghuni Istana Negeri Atas Angin hutan Kalak menduga bahwa si Tarjo telah mukso atau menghilang.

Sang naga Langit Hitam masih saja tiduran tak bereaksi sama sekali ketika kawanan senopati mengurung ingin membuat perhitungan, dia mala memejamkan matanya dan mendengkur disebelah Tarjo, Tarjo tetap tenang berdiri di pusaran pualam.

“Kisanak tenanglah, kita bisa bicara baik-baik, cukup biarlah naga-naga yang salah paham yang bertarung, kita para penunggang janganlah ikut-ikutan panas diri, sabar kisanak.”

Tiba-tiba salah satu komandan senopati paling sakti yang ikut rombongan sang putri ke puncak purnama tiga bulan yaitu senopati Tapak Jalak melenting cepat kearah Tarjo dengan menghunus kerisnya menyerang dari arah depan.

Ketika serangannya akan sampai kearah tubuh Tarjo dia terpental sangat jauh hingga keluar area pualam yang luas tersebut.

Ternyata yang membuat senopati Tapak Jalak terpelanting adalah gerakan dari sang naga Langit Hitam yang sedang tidur itu melepaskan salah satu sisiknya dan mengenai tubuh dari senopati Tapak Jalak hingga terpelanting jauh dan itu tidak diketahui oleh siapapun dilingkaran pualam tersebut kecuali sang putri dan Tarjo sendiri.

Tarjo pun berkata kepada sang naga dalam bahasa batin “Biarlah mereka menyerangku, aku ingin olah raga sedikit wahai sang naga biar berkeringat sedikit, kau tidurlah dulu sekarang giliranku berolah raga bersama mereka.”

Melihat Tapak Jalak terpelanting dari area pualam senopati Lebah Hitam, Lebah Emas, Kepodang Raja, Sriti putih, dan lain-lainnya langsung berhamburan menyerang si Tarjo dengan membabi buta, maka terjadilah pertempuran tak seimbang satu melawan beberapa orang dalam lingkaran pualam dipuncak purnama tiga bulan.

Tarjo hanya menghindar kesana kemari tanpa melawan sama sekali dari serangan para senopati yang sudah terbakar api amarah yang begitu tinggi, tubuh Tarjo bagai kelebatan kelebatan hantu diantara hantu-hantu senopati yang mengeroyoknya,-

Tarjo kadang juga memamerkan ilmu-ilmu yang didapat dari raja diraja Negeri Atas Angin dengan merubah dirinya menjadi sejumlah pengeroyoknya dan tetap menghindar kesana kemari hanya untuk mengecoh pergerakan dari para senopati pengeroyok.

Kali ini dua pangeran yang ikut dalam rombongan sang putri yaitu pangeran Gagak putih atau Sushima Soca dan pangeran Gagak hitam juga disebut Kirama Soca yang sejak tadi penasaran dan hanya melihat ikut masuk dalam pertempuran sedangkan sang putri Mirima hanya menonton dari sisi luar saja,-

sang putri begitu terkesima melihat ilmu-ilmu yang di peragakan oleh si Tarjo dia kenal betul setiap gerakan yang dimiliki Tarjo bahkan lebih sempurna dari yang dia miliki sendiri, dan sang putri selalu bertanya-tanya dalam hati, siapa sebenarnya sosok pemuda yang begitu sederhana ini.

“Siapakah dia,”
“Yang mampu memeragakan gerakan jurus-jurus dari para kyai Raja di raja negeri Atas Angin,”
“Bukankah dia dari golongan manusia, siapakah dia sebenarnya, kemampuan ilmu-ilmunya begitu baik sekali bahkan lebih sempurna dari yang aku miliki, dan dimana dia belajar semua itu, apakah para Raja diraja mewariskannya atau dia memang memiliki ilmu-ilmu itu sebagai bawaan ketika dia dilahirkan kedunia.” 

Satu-persatu pertanyaan itu membuncak dari dalam lubuk hati sang putri seperti gelombang menghampiri pantai setiap saat. Ada rasa penasaran yang tinggi melihat sosok manusia sederhana dengan tampang pas-pasan pada diri sosok Tarjo.

Dalam hitungan waktu kedepan pertarungan kian sengit dengan masuknya dua pangeran dalam arena pualam yang menjadi ajang pertempuran.

Gerakan-gerakan Tarjo kini mulai berubah, dia mulai menggunakan jurus-jurus pukulan untuk melumpuhkan tetapi tidak membahayakan lawan, malah membuat semakin penasaran hingga para senopati mengeluarkan ilmu-ilmu tingkat tingginya, dan itu yang diinginkan Tarjo untuk mengukur kemampuan yang dia miliki. 

Sang pangeran Gagak hitam atau Sushima Soca mulai geregetan melihat semua serangannya ke Tarjo tak berarti apa-apa, hingga dia berteriak kepada putri, “Ayo putri kita ringkus manusia satu ini, kelihatannya dia mengejek sekali.”

Sang putri hanya tersenyum saja melihat pangeran Sushima mulai kedodoran. “Aku malu pangeran melihat pertarungan yang tak seimbang ini, biar, biar saja aku menjadi penonton disini.” 

Mendengar jabawan sang putri, pangeran Gagak hitam keluar dari arena pertarungan, lalu dengan rasa jengkel yang besar dia memusatkan pikiran dengan menyatukan dua ibu jarinya di jidat untuk memanggil bantuan dari para panglima yang paling dekat dengan pemusatan pikiran pemanggilan.

Tak seberapa lama beberapa panglima datang, mereka adalah panglima perang bertubuh kuda, bertangan dan berwajah manusia dan ditubuhnya  itu terdapat dua sayap kokoh untuk terbang, di dua tangannya memegang cambuk dan gadah berduri besi,-

ketika tiba cambuknya dilecutkan memercikkan api yang bercahaya seperti kilat, sedangkan gadahnya jika diputar-putar akan mengakibatkan puting beliung maha dasyat.

Dia adalah panglima perang Durgo Srindit Hitam dan Durgo Srindit Merah, sosok panglima sisi timur Istana Negeri Atas Angin yang berdekatan atau berhadapan langsung dengan puncak purnama tiga bulan.

Mereka langsung masuk dalam pusaran pertarungan di pualam yang menjadi arena laga, teriakan-teriakan kian gencar disuarakan oleh para senopati dan panglima, sedangkan si Tarjo dengan tenangnya melayani mereka semua, apalagi sang naga Kramat Langit Hitam yang masih terus memejamkan mata, akan tetapi ekornya kadang usil di gerakkan untuk menjegal lawan.

“Bentuk formasi Kabut Berpusar Sepuluh,” Teriak Durgo Srindit Hitam yang baru masuk arena laga sudah merasakan kehebatan tarung si Tarjo.

Seketika mereka membentuk formasi Kabut Berpusar Sepuluh, tubuh-tubuh mereka semua berputar-putar menjadi gulungan awan putih yang berputar menjadi sepuluh dan mengurung Tarjo dalam lingkaran kabut-kabut tersebut hingga pandangan Tarjo menjadi kabur tak bisa melihat arah datangnya serangan.

Diluar arena laga sang putri Mirima hanya senyam-senyum sendiri melihat tingkah laku para pangeran, senopati dan panglimanya, dia geli sendiri, masak untuk mengalahkan sosok manusia mereka harus mengeroyok beramai-ramai hingga terus mengumandangkan panggilan bala bantuan yang terus di lakukan oleh pangeran Sushima Soca jika gerakannya terdesak oleh Tarjo.

***

Sementara itu di dalam lingkungan istana si Turah sudah menjelma menjadi penghuni kerajaan Negeri Atas Angin, sudah mengganti pakaiannya selayak mereka para bangsawan keistanaan, Turah sudah bukan Turah yang waktu datang pertama kali ke istana Negeri dalam keadaan pingsan dalam kereta kencana yang di kusiri dua senopati cantik Arimbi dan Arimbu.

Turah sudah tak ingat lagi akan keberadaan si Tarjo, dia menganggap si Tarjo sudah mati ditelan kegelapan hutan gelap, sedangkan dua senopati Arimbi dan Arimbu, menjalani hukuman karena lalai dalam menjalankan tugasnya sewaktu menjaga si Tarjo.

Hukuman yang dijalani Arimbu dan Arimbi adalah mendidik atau menempah si Turah agar menjadi sosok yang sakti mandraguna agar kelak sewaktu ada suatu pertempuran dengan bangsa lain si Turah sudah menjadi panglima perang jika memang dibutuhkan, karena memang intelegen sosok manusia lebih berbakat dari bangsa mereka sendiri.

Dengan tangan dingin Arimbi, Arimbu dibantu oleh Cundo Colok, kyai Jalak Hitam serta Kyai Jalak putih mereka mendidik si Turah menjadi sosok pribadi yang tangguh.

Setiap hari kerjaan Turah berlatih menempah diri dibawah bimbingan kelima orang hebat yang ada di istana Negeri Atas Angin, dia sudah menggunakan mahkota bangsawan Negeri Atas Angin berpakaian selayak panglima pilih tanding,-

otot-otot di tubuhnya kian tampak, hingga geraham raut wajahnya tampak lebih berisi dan sangar, jenggotnya melingkari dagu, sorot matanya yang dulu sangat kuyu kini menjadi tajam bak mata elang, kumis tipis menghiasi dibawah hidungnya dan nampak lebih jantan lagi, banyak putri-putri anak bangsawan menaruh hati ke pada si Turah.

Kini Turah pun mendapat gelar atau panggilan yang langsung di berikan oleh sang putri Kemuning Madu Sari atau putri Mirima dengan sebutan Lelanang Jagat Negeri Atas Angin atau juga di panggil Ruh Lelanang Wani atau lebih panjangnya panglima Ruh Lelanang Wani.

Turah pun memiliki piaraan seekor burung mata kucing berwarna putih yang didapat dari seberang istana Negeri Atas Angin tepatnya bernama Lembah Dewi Mata Seribu,-

dilembah itu Turah mengenal sosok penguasa daerah tersebut dan bisa menanklukkan salah satu piaraannya yang bernama Jendi Mata Seribu yaitu sosok burung mata kucing atau sejenis burung hantu atau juga bisa disebut Celepuk besar berbulu putih dan berkaki putih memiliki mata biru sebiru samudra dengan paruh kokoh berwarna hitam.

Keistimewaan dari burung ini adalah mampu melihat ribuan kilometer dan dalam keadaan bertarung dia bisa menggandakan dirinya menjadi seribu burung yang sama persis, juga bisa merubah dirinya menjadi tunggangan selayaknya burung raksasa.

Turah sudah sangat percaya diri berada di Negeri Atas Angin, dia sudah lupa darimana dia berasal, semua sudah terpenuhi bahkan dia kini semakin sakti saja.

Tak terpikir dibenaknya untuk kembali kedunia nyata, dia sebagai sosok manusia biasa yang hanya numpang dibelas kasihan sang teman, apalagi kini dia mendapat julukan panglima Ruh Lelanang Wani, gelar itu didapat setelah dia bisa mengalakan beberapa senopati sekaligus dalam laga pemilihan panglima baru.

Sebenarnya si Turah iseng-iseng saja mencoba beberapa ilmu yang di pelajari dari Cundo Colok dan kyai Jalak Hitam serta kyai Jalak putih, dan ternyata dia berhasil mengalahkan beberapa senopati sekaligus,-

semenjak itu langsung namanya berganti dengan sebutan panglima Ruh Lelanang Wani yang kebetulan diberikan langsung oleh sang putri sendiri. Bahkan kini nama aslinya sendiri dia sudah lupa karena banyaknya sanjungan yang datang kepada dirinya.

Sementara itu senopati Arimbi dan Arimbu berada didalam istana Negeri Atas Angin yang kebetulan bersama Ruh Lelanang Wani merasakan panggilan dari pangeran Gagak Hitam adanya tanda pertempuran di puncak Tiga purnama Bulan segera mengutus Ruh Lelanang Wani dan Cundo Colak untuk berangkat ke puncak Tiga purnama Bulan.

“Cundo Colok antar panglima Ruh Lelanang Wani kepuncak Tiga purnama Bulan, sang pangeran membutuhkan bala bantuan kita ada musuh yang tak bisa ditaklukkan.” Berkata Arimbi memberi perintah.

“Baik senopati segera berangkat, ayo panglima, sang pangeran Gagak Hitam membutuhkan tenaga kita.” Jawab Cundo Colok dan juga sekaligus mengajak Ruh Lelanang Wani untuk segera berangkat.

Mereka berdua langsung berangkat menunggangi Jendi Mata Seribu piaraan Ruh Lelanang Wani yang sudah berubah menjadi burung raksasa.

Arimbi dan Arimbu masih menjalani hukuman yang mana tidak dibolehkan keluar dari istana dalam bentuk apapun dan dalam keadaan apapun kecuali mendapat perintah dari sang putri Mirima sendiri.

Dalam hati Arimbi dan Arimbu ada bimbang dikarenakan adanya getaran aneh yang mengabarkan bahwa si Tarjo telah muncul lagi di Negeri Atas Angin, akan tetapi mereka berdua mendapat hukuman dan sang putri sendiri telah berada di puncak Tiga purnama Bulan tidak membutuhkan mereka berdua,-

jadi itulah yang membuat mereka berdua gelisah sendiri, bahwa dalam keyakinan mereka juga merasakan kehadiran sosok yang dikenal yaitu si Tarjo berada di pucak Tiga purnama Bulan.

Tapi apadaya hukuman yang mengkungkung mereka berdua untuk tak bisa berangkat ke puncak Tiga purnama Bulan, dan kekwatiran mereka berdua si Tarjo lah yang hadir dipuncak Tiga purnama Bulan yang terlibat pertempuran dengan para senopati dan panglima Negeri Atas Angin, karena mereka semua tidak mengenali si Tarjo sama sekali.

Ruh Lelanang Wani bersama Cundo Colok sudah tiba diatas puncak Tiga purnama Bulan yang sangat megah itu, putri Mirima masih dengan tenang berdiri melihat pertempuran tak seimbang itu tetapi sudah tahu siapa bakalan jadi pemenangnya,-

yang jelas bukan dari para panglima dan senopatinya sendiri, bahkan mereka sangat keteteran sekali ketika menghadapi sosok manusia yang satu ini.

Ruh Lelanang Wani alias Turah menghampiri sang putri, kemudian memberi hormat dengan sedikit membungkuk sambil melipat tangannya diperut.

“Jika diijinkan hamba akan masuk ke arena pertempuran itu tuan putri,” kata Ruh Lelanang Wani.

Sang putri tak menjawab tetapi beliau mengangkat tangannya tanda tak memberi perintah.

Dalam bayangan pertempuran si Tarjo melihat ada yang datang lagi menunggangi sosok burung raksasa berwarna putih dengan mata yang sangat lebar seperti mata kucing, dan dilihat dengan jelas oleh si Tarjo,-

salah satu yang datang ke puncak Tiga purnama Bulan sangat mirip dengan temannya yang hilang yaitu si Turah hanya pakaian, kumis dan bentuk otot-otot tubuh yang lebih kekar dari si Turah yang dulu. Itu yang membuat keyakinan si Tarjo untuk mengakhiri pertarungan tak seimbang ini dengan cepat.

Maka dengan gerakan yang lebih cepat Tarjo melumpuhkan senopati Lebah Hitam dan Lebah Emas roboh dan tak bisa bergerak lagi terkena kuncian Mata Kaki, yaitu satu jurus dengan mengunakan tendangan kaki ke kaki lawan dan seketika dia langsung roboh dan kakinya tak bisa lagi berdiri.

Lalu senopati Kepodang Raja dan yang lainnya dibuat kaku berdiri tak berkutik didalam arena pualam tersebut, sedangkan panglima Durgo Srindit Hitam dan Srindit Merah terkena pukulan Tarjo hingga terlempar jauh keluar dari arena pertarungan.
Kini tinggal dua pangeran yang sudah mulai giris akan takut kekalahan sewaktu-waktu menghantam diri mereka masing-masing.

Cundo Colok melangkah maju tetapi diberhentikan oleh sang putri, “Jangan, kau pun akan kalah juga, tetaplah disini saja, lihat saja perkelahian ini dan lihatlah bukankah itu jurus-jurus dari bangsa kita yang diperagakan oleh sosok manusia itu, siapakah dia,? Bahkan naga Kramat Langit Hitam pun sangat patuh padanya, padahal naga itu tak sembarangan orang yang bisa menungganginya, aku sendiri aja tak bisa mendekatinya apalagi menungganginya.”

“Baik tuan putri, naga Kramat Langit Hitam adalah naga terkuat diantara para naga yang hidup di negeri Atas Angin, dia adalah tunggangan para raja negeri Atas Angin ini, konon naga itu menghilang semenjak ayahanda tuan putri raja kami yang terakhir menungganginya, dan kini dia muncul lagi membawa sosok anak manusia diatas puncak Tiga purnama Bulan ini.” Cundo Colok menjelaskan.

“Betul sekali paman Cundo Colok, semenjak Ayahanda pergi bertapa dan tidak bertahta lagi naga itu juga menghilang, aku pikir kedatangan atau kemunculannya diatas puncak Tiga purnama Bulan ini mengabarkan akan kehadiran ayahandaku sang Raja negeri Atas Angin, tetapi ternyata bukan, dan dia yang datang sosok pemuda sederhana tetapi memiliki ilmu yang sama persis dengan ayahanda.”

Rasa penasaran sang putri dan Cundo Colok kian membuncah ketika pangeran Sushima Soca atau yang disebut Gagak Hitam terpukul Tapak Seribu milik Tarjo hingga terpelanting jauh keluar arena pualam yang menjadi tempat pertarungan.

Tarjo hanya sekedar melumpuhkan dengan Tapak Seribu mengunakan seperempat dari tenaga cakranya, karena pangeran Sushima Soca lah yang ingin bersungguh-sungguh menghabisi si Tarjo,-

sebenarnya seperempat tenaga cakra dari si Tarjo hanya melumpuhkan saja, akan tetapi ketika Tarjo menghantam pangeran Sushima, sang naga melepaskan sisik ekornya ketubuh Tarjo hingga menjadi dorongan yang luar biasa yang keluar dari tenaga cakra milik Tarjo,-

menjadikan tenaga cakra yang seharus dikeluarkan Tarjo untuk melumpuhkan pangeran Sushima hanya seperempat menjadi penuh, dan bisa dilihat hasilnya, pangeran Sushima terpental sangat jauh beberapa puluh tombak dari arena pertempuran,
Sedangkan pangeran Kirama Soca hanya tak berkutik ditengah pualam ketika satu sabetan jemari Tarjo mendarat dibahu kirinya.

Sang putri beserta Ruh Lelanang Wani menghampiri Tarjo, Tarjo memberi hormat dan disambut hormat pula oleh sang putri,
“Siapakah kisanak yang datang ke negeri kami di puncak Tiga purnama Bulan ini,” Tanya sang putri.

“Hamba hanya orang biasa yang datang tak diundang kenegeri tuan putri bersama seorang teman akan tetapi ditengah perjalanan hamba kehilangan teman hamba, dan hamba mencarinya kesini atas petunjuk dari tunggangan hamba sang naga hitam yang tidur dibelakang hamba ini.” Kata Tarjo.

“Siapakah namamu? Dan bagaimana kau bisa mengatakan bahwa naga yang tidur itu sebagai tungganganmu.” Tanya sang putri lagi.

“Nama hamba tidaklah penting tuan putri, yang terpenting adalah hamba mencari teman hamba yang berada di negeri ini, kalau dia mati hamba harus bisa membawa jasadnya dan dikebumikan didunia hamba, kalau pun dia masih bernafas, apapun keadaannya hamba harus bisa membawanya pulang walaupun harus mencari kepelosok negeri ini, meski harus dengan bertarung untuk bisa membawanya keluar dari sini.” Jawab Tarjo.

Dari jawaban si Tarjo itulah amarah Cundo Colok dan Ruh Lelanang Wani alias si Turah yang sudah tak mengenali Tarjo lagi, menjadi tersulut, dan langsung maju menyerang Tarjo,-

itu memang beralasan karena Tarjo tak menjawab atau memberi tahu namanya ketika ditanya oleh putri junjungan mereka berdua, dan itu merupakan penghinaan yang teramat sangat dinegeri Atas Angin hutan Kalak,-

jika seseorang atau siapapun ketika ditanya sang putri tentang nama, harusnya dijawab dengan benar, jika tidak mereka akan mendapat murka dari orang-orang disekitar sang putri.

Sang putri sudah tak bisa mencegah lagi amarah yang tumpah pada diri Cundo Colok dan juga Ruh Lelanang Wani, maka dua lelaki itu menyerang langsung ke Tarjo, dalam hati si Tarjo berkata,
“Oh begini tabiat orang-orang di negeri yang katanya negeri Atas Angin hutan Kalak yang angker ini.”

Ketika berhadapan dengan Ruh Lelanang Wani, Tarjo merasakan bahwa yang dihadapi adalah si Turah, akan tetapi kenapa si Turah tak mengenali dirinya, rasa itu kemudian disimpan saja dan terus meladeni dua orang yang sudah terbakar amarah yang begitu mendalam.

Dalam benak Tarjo merasa kagum dengan kepandaian dari jurus-jurus yang dikeluarkan si Turah, begitu menyatu dengan raganya, luwes liar dan kuat, tak seperti gerakan-gerakan yang diperlihatkan oleh lawan yang satunya atau yang lain dan sudah dilumpuhkan, hanya mengandalkan kecepatan tanpa membawa perhitungan yang matang dalam menyerang dan tanpa didasari logika-logika untung ruginya dalam suatu pertempuran.

Setengah waktu kedepan Cundo Colok sudah dapat dilumpuhkan oleh Tarjo, kini dua sosok dari golongan manusia yang berhadap hadapan satu sama lainnya, yang sebenarnya mereka adalah sahabat karib didunia nyata. Tarjo semakin yakin kalau yang dihadapinya adalah sosok Turah yang dicari untuk dibawa pulang sesuai petunjuk ibunya.

Ruh lelanang Wani kian gesit dan begitu liar dalam menghadapi Tarjo, akan tetapi si Tarjo malah cengar-cengir memainkan jurus-jurus sambil mengundang tawa bagi sang putri Mirima, sedangkan Ruh Lelanang Wani merasa di permainkan oleh lawannya.

Maka dengan gerakan melenting keatas jauh Ruh Lelanang Wani berteriak, “Jendi kebyarkan sayap saktimu.”

Seketika sosok burung putih yang dipanggil Jendi langsung merubah dirinya menjadi seribu burung mengepung serta menyerang si Tarjo dari segala penjuru, akan tetapi itu tak berlangsung lama karena sang naga hitam bangkit dari tidurnya dan membuat gerakan dengan merentangkan sayapnya lalu sedikit berputar sambil menekuk kepala keleher.

Tak dikira tak disangka gerakan itu telah menyedot semua ribuan burung yang berterbangan menyerang Tarjo melekat pada sayap sang naga hitam dan tak terlepaskan kembali,-

seketika itu setelah semua burung terserap disayap sang naga dan menangkupkan kembali sayapnya lalu tidur kembali, kini sudah tak ada satupun burung yang berterbangan di sekeliling Tarjo.

Ruh Lelanang Wani menjadi terheran-heran melihat kenyataan bahwa burungnya yang sakti mandraguna tak berarti apa-apa di tangan sang naga hitam.
“Hai setan dari mana kau ini dengan mudahnya bisa melenyapkan semua burungku.” Ruh Lelanang Wani berpekik.

“Aku setan dari tanah jawa yang akan membawamu keasal alammu hai tai kebo.” Jawab Tarjo sekenanya.

“Bangsat setan alas terimalah ini Sukma Raga Melepas Topan.” teriak Ruh Lelanang Wani.

Gemuruh topan melanda pualam putih tepat dititik Tarjo berdiri, begitu sangat kuat hingga liukannya berdesing-desing mampir ditelinga Tarjo, Tarjo menarik nafas dalam-dalam sambil mengumpat si Turah dalam hati, “Busyeet, asem kecut, temulawak pahit, hebat benar ilmu kunyuk tai kebo satu ini.”

Tarjo mengkatubkan kedua tangannya didepan dada kakinya direnggangkan hingga membentuk kuda-kuda yang kokoh dan kemudian berteriak, “Turah bocah tai kebo ayo pulang, ibu memasak telor ceplok kesukaanmu.”

Ketika teriakan Tarjo berhenti, seketika kejadian aneh terjadi dari tangan Tarjo yang dikatubkan tadi keluar asap putih memecah gelombang topan yang di keluarkan Ruh Lelanang Wani,-

hingga topan tersebut tak bisa menyerang Tarjo dan  saat itu juga Ruh Lelanang Wani alias Turah kian blingsatan melihat semua serangannya tak dapat menyentuh lawannya sama sekali,-

dan sang lawan atau si Tarjo terus mengejek dengan caci makian yang biasa digunakan ketika mereka masih bersama-sama di dunia nyata, itu agar si Turah cepat sadar dan menghentikan serangannya kepada Tarjo,-

akan tetapi si Turah alias Ruh Lelanang Wani kian trengginas dalam menyerang Tarjo, semua jurus-jurus pamungkasnya yang selama di pelajari di negeri Atas Angin hutan Kalak dikeluarkan semua, akan tetapi tak berarti apa-apa di hadapan Tarjo.

Karena tak ingin melukai si Turah, Tarjo akan mengeluarkan pusaka kayu kalak yang memang sudah dikenali si Turah agar supaya Turah cepat sadar dan mengerti yang diserang saat ini adalah temannya.

Ketika kelebatan Tarjo akan menarik pusaka kayu Kalak, tiba-tiba ada kelebatan bayangan putih seraya berkata dengan halus, “Maafkan kawan sudinya aku yang bodoh dan rendah ilmu ini ingin memcicipi kehebatan jurus-jurus yang langkah ini.”

Siapakah dia,?

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya 

*****
Sebelumnya
close