Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jejak Misteri Kisah Nyata "Si Tarjo" (PART 5 END)


JEJAKMISTERI - Sosok bayangan putih dalam kelebatan malam di puncak Tiga purnama, begitu entengnya terbang membelah malam, gaun dan selendang putihnya berjuntai-juntai tertepah angin, wajahnya cantik ketika sinaran bulan purnama menerpah diatas awang-awang, ketika mendarat dan memberi hormat, dia begitu jelas keaslian kecantikannya, duh purnama membawa keindahan pada tubuh sintal nan padat dikulit putih jinak berbungkus ketat busananya.

Dia adalah nyai Barong yang sejak dari tadi mengamati semua pertarungan kala kehadiran Tarjo dan naga kramat dipuncak Tiga purnama, nyai barong begitu kagum melihat kelihaian si Tarjo dalam memainkan jurus-jurus pamungkas dari negeri atas angin, dan rasa penasaran itulah dia menghadiri puncak tiga purnama yang semula sepi.

Melihat lawan yang terpesona oleh kecantikan nyai Barong berpakaian ketat trasparan, Ruh Lelanang Wani langsung merangsek maju dengan serangan begitu cepat, menghunjamkan satu pukulan dengan kekuatan cakra penuh, begitu cepatnya serangan tersebut hingga membuat Tarjo tak sanggup menghindar lagi karena masih terperangah oleh kehadiran sosok yang membuat matanya terbelalak kontan,-

itu pada kenyataannya bahwa Tarjo adalah lelaki normal dan ketika melihat tubuh indah berbalut pakaian trasparan mempertontonkan lekak-lekuk tubuh membuat biji dakun ditenggorokannya bisa naik turun seperti lift yang lagi sibuk.

Ketika pukulan Ruh lelanang wani yang begitu cepat tepat akan mengarah kedada dengan sejarak satu jari, dua kelebatan dua bayangan putih menghantam Ruh Lelanang wani dengan kuat hingga membuat pukulan kearah kedada bergeser kepundak sisi kiri tangan Tarjo,-

Ruh Lelanang Wani terpental beberapa tombak berkat pukulan dari dua sosok bayangan putih yang tak lain tak bukan adalah putri Mirima dan nyai Barong, bertindak cepat menghalau pukulan Ruh lelanang Wani yang mematikan jika terkena tubuh Tarjo,-

itu dikarenakan Ruh Lelanang Wani tidak berlaku jantan, karena lawan tak siap terhadap serangan karena sedang berbincang dengan nyai Barong.


Darah segar menyembur dari mulut Ruh Lelanang Wani pertanda luka dalam, sedangkan Tarjo meringis kesakitan dan gosong kulitnya dibagian pundak kiri.

Dengan meringis menahan sakit Tarjo melangkah mendekati nyai Barong dan putri Mirima, “terima kasih atas pertolongannya, seandainya kalian tidak bertindak cepat mungkin aku sudah terkapar disini,” Tarjo berucap dengan membungkuk memberi hormat.

“Sudahlah, sudah menjadi kewajiban kami untuk menolongmu karena memang dia berlaku curang kepadamu,” jawab nyai Barong.

“Haruskah kita bertarung, bukankah puncak ini puncak dimana para raja diraja menyepikan diri sebagai panjat sujud kepada sang pencipta, menurut cerita yang ku dapat dari naga hitam, dia dulu selalu mengantar raja kesini hanya untuk sembayang atau semedi, merenungkan perbuatan-perbuatan dikala kerajaan tertimpa musibah atau masalah, bahkan juga bahaya, dan dari puncak tiga purnama inilah raja menemukan solusi pemecahan masalahnya.”

“Puncak tiga purnama menyajikan pesona malam yang indah, ada tiga bulan purnama disini yang terbit bersamaan, bintang-bintang bertaburan, seakan berkerling satu-persatu kepada kita, angin berkejaran, mengungkap rasa damai diantara relung-relung jiwa, apakah kedamaian tempat ini harus ternodai dengan pertempuran tak ada gunanya ini.” Tarjo mencoba membujuk agar tak ada pertarungan lagi dan juga mengulur-ulur waktu untuk memulihkan tenaga yang terperas dalam tiap pertarungan.

“Itulah kenyataannya bahwa memang puncak ini sebagai puncak ketenangan, ketentraman, kedamaian akan tetapi puncak inilah masalah kita, masalah rasa penasaran semua para pangeran, pamglima dan senopati akan bisa terselesaikan, itu karenakan kau datang dengan mengunakan jurus-jurus tingkat tinggi kami,” kata nyai Barong ingin segera mengajak bertarung.

“Puncak ini puncak dimana semua kenangan dari ayahanda dan para leluhur kami menenangkan diri kala purnama menyinari seperti saat ini, dimana kedamaian menyelimuti seisi dari puncak ini, seperti naga yang selalu ingin tidur dan berjaga disitu atau dibatu-batu tinggi sebagai tempat menyepinya, akan tetapi ditempat inilah ayahanda raja diraja mendapat gelar raja setelah mendapat ujian bertarung dari sang kakek kala itu, jadi wajar saja jika tempat yang damai ini sebagai tempat pertarungan pembuktian.” Putri Mirima menerangkan tentang puncak tiga purnama.

Tarjo terdiam beberapa saat ketika putri Mirima menerangkan tentang keadaan dari puncak Tiga Purnama dan dalam hati ia berkata,
“Dia lebih bijak daripada yang lain, sopan nan lembut layaknya putri-putri raja meski berilmu sangat tinggi, berperilaku sama dengan dua senopati Arimbi dan Arimbu, ah, kemana mereka berdua tak menampakkan diri sama sekali, apakah mereka juga hilang di hutan gelap.”

“Sudah siapkah kau wahai anak muda,” suara nyai Barong memecah lamunan Tarjo tentang putri Mirima dan dua senopati cantik Arimbi dan Arimbu.

Tarjo pun berkata lantang, “aku mau bertarung denganmu, akan tetapi aku minta satu syarat,”

“Apa itu??” jawab nyai Barong.

“Jika aku menang maka si kutu kupret itu akan ku bawa pulang, dan jika aku kalah, maka aku akan tinggal dipuncak Tiga purnama untuk berlatih agar bisa mengalahkanmu entah sampai kapan.” Jawab Tarjo sambil jarinya ditunjukkan kepada si Ruh Lelanang Wani.

“Kalau itu keinginanmu akan kupenuhi permintaan itu, bersiaplah.” Jawab nyai barong dengan siap berlaga.

Nyai Barong maju beberapa langkah kearah tengah pualam, sedangkan Tarjo hanya diam menatap lekat kearah nyai Barong untuk menebak kekuatan dalam benak kemampuan diri nyai Barong, lalu tersenyum.

Tak seberapa lama nyai Barong merangsek maju menyerang dengan jurus-jurus andalan, kelebatnya sangat gesit nan cepat hingga menyerupai bayangan putih yang mengurung pertahanan dari Tarjo,-

akan tetapi lain halnya dengan lawannya, gerakannya hampir sama persis dengan yang dikeluarkan oleh nyai Barong, hingga terdengar suara berkali-kali dari rasa terkejut nyai Barong, “aaiich” beliau terkerjut karena setiap kali merubah gerakan jurus atau ilmu untuk menyerang, maka gerakan yang sama persis juga dilakukan oleh sang lawan.

“Seperti bertarung dengan bayangan sendiri hanya beda rupa,” katanya dalam hati sambil terus menyerang dengan jurus dan ilmu andalan.

Pertarungan terus berlangsung, putri Mirima dan para penonton lainnya dibuat berdegup kagum dengan apa yang diperagakan oleh Tarjo,-

mereka berpikir dari dunia mana dia berasal sampai bisa menguasai semua jurus-jurus juga ilmu tingkat tinggi negeri atas angin yang langkah ini,-

hingga nyai Barong dimana sudah memiliki ilmu diatas rata-rata dan sulit mencari lawan sepadan saja, dibikin kewalahan oleh sosok pemuda ingusan seperti Tarjo.

Ada niatan pada diri mereka yang pernah merasakan pukulan dari Tarjo untuk membantu nyai Barong akan tetapi putri Mirima memberi isyarat agar mereka diam saja dan menonton.

Putri Mirima terus mengamati satu demi satu setiap gerakan yang diperagakan Tarjo, putri begitu kagum dengan apa yang dimiliki Tarjo, dalam hatinya selalu bertanya-tanya siapakah dia.

Pertarungan memasuki waktu cukup mencapai seperseratus jurus kedepan, akan tetapi nyai Barong belum bisa menyalurkan hasrat untuk mengalahkan Tarjo, akan tetapi lain halnya dengan Tarjo.

Dengan begitu enteng ia bisa membaca setiap gerakan yang digunakan oleh nyai Barong dengan sempurna, sampai akhirnya disengit pertarungan, mulut usil Tarjo berucap.
“Sampai seginikah kemampuan dedengkot dari negeri atas angin yang katanya tak ada tandingannya.”

“Bangsat bocah ingusan..” teriak nyai Barong setelah mendengar ejekan dari Tarjo.

Nyai Barong membuat gerakan tiba-tiba dengan melenting tinggi ke udara dan mengeluarkan sebuah benda berbentuk cermin dengan gagang emas berkepala naga,-

lalu dikiblatkan cermin tersebut kearah bawah dimana Tarjo berada, sebuah kilatan cahaya maha panas keluar dari cermin nyai Barong berkiblat kearah Tarjo dengan sangat cepat sekali,-

melihat datangnya marabahaya yang mengancam, Tarjo mengangkat kedua tangannya dengan menyatukan dua ibu jari dan jempol keduanya membentuk lingkaran pada telapak tangannya, dan “Cakra Banyu Biru,” Tarjo berucap dengan keras dalam tengadah menyambut kilatan cahaya panas yang keluar dari cermin nyai Barong.

Seketika keluar cahaya biru dengan memberi efek hawa sangat amat dingin yang melingkari dimana Tarjo berdiri, dan beberapa detik kemudian hawa dingin itu sudah meluas menghadang datangnya sinar panas yang timbulkan dari cermin sakti nyai Barong.

Dengan meluasnya hawa dingin Cakra Banyu Biru serta kecepatan arah sinar panas, sampai akhirnya terjadi pertemuan dua kekuatan panas dan dingin dititik udara, yang mana dari benturan kekuatan tersebut menimbulkan ledakan yang cukup keras, hingga terdengar dari pelosok negeri Atas Angin,-

kepulan asap putih pekat menyelimuti arena pualam pertarungan dimana Tarjo berdiri, sedang di udara terdengar suara tawa perempuan merayakan kemenangan.

Ledakan itu terdengar sampai dimana dua senopati Arimbi dan Arimbu menjalani hukuman dari putri Mirima di dalam istana, mereka berdua tak di ijinkan melakukan pengawalan atau keluar istana untuk menemani sang tuan putri.

Mendengar suara ledakan dasyat dan kepulan asap pekat di puncak Tiga purnama yang terlihat dari istana, dua senopati sakti itu langsung meloncat terbang tak mengindahkan bahwa mereka sedang dalam masa hukuman, mereka dihukum karena telah lalai dalam menjalankan tugas dalam mengawal kedatangan Tarjo dan Turah waktu itu.

“Tuan putri” kata mereka berdua ketika meloncat terbang.

Selendang biru Arimbi membentang berkibar-kibar diudara ketika mereka terbang begitu juga dengan selendang putih Arimbu, kecepatan terbang mereka berdua tak ada duanya di negeri Atas Angin kecuali putri Mirima.

Sementara itu di puncak Tiga Purnama, pekik tertahan putri Mirima karena melihat hantaman kilat cermin dari nyai Barong yang dasyat dan beliau sudah tahu bagaimana efek dari hantaman tersebut jika mengenai sasaran,-

ada rasa kasihan pada sosok yang menjadi lawan dari nyai barong, sedang penonton yang lain seperti para pangeran, panglima dan senopati, mengikuti tawa kemenangan dari nyai barong.

Pualam menjadi gosong-gosong dari sebelumnya yang mengkilat ketika kena sinar dari bulan, asap pekat masih menyelimuti arena pertarungan, sang naga bangkit dengan beringas menyerang nyai Barong yang sedang tertawa kemenangan sambil berkacak pinggang, dalam kata,
“Mampus kau bocah ingusan, jika tak bisa menjaga mulut busukmu dihadapan penguasa Lembah Seribu.”

Belum habis tawa kemenangannya, tiba-tiba semburan api sudah menghantam dirinya datang dari sang naga yang begitu cepat menyambar, amarah naga kian menjadi dasyat ketika melihat majikannya tersambar oleh kilatan yang dimuntahkan oleh cermin sakti nyai Barong,-

seandainya Tarjo menggunakan pelindung Cakra Padang bulan sesakti apapun dari cermin milik nyai barong takkan bisa menyentuh tubuhnya, dan itulah yang menjadikan sang naga heran dan marah pada dirinya sendiri, karena tak mengingatkan Tarjo akan tetapi malah tiduran seakan-akan majikannya bisa mengatasi kekejaman dari cermin sakti milik nyai Barong.

Nasi sudah menjadi bubur, Tarjo menggunakan Cakra Banyu Biru, karena memang cakra ini bisa meredam hawa panas efek dari kilatan cermin sakti dari nyai Barong, akan tetapi perhitungan dari Tarjo diluar dugaan,-

cakra yang digunakannya tak bisa menghalau laju dari kilatan hawa maha panas dari cermin milik nyai Barong, dan menghantamnya hingga menimbulkan asap putih pekat menyelimuti sekitar ia berdiri.

Sang naga ketika menyemburkan api diiringi kilatan sinar merah mematikan yang keluar dari matanya yang memang tampak memerah saga ketika marah.

Ketika semburan dan sinar cahaya merah akan menghantam tubuh nyai Barong hanya beberapa jengkal yang akan menghancurkan tubuhnya karena lengah,-

satu bayangan putih melesat sangat cepat melebihi kecepatan cahaya menyambar tubuh dari nyai Barong agar terhindar dari hunjaman semburan api dan kilatan sinar merah sang naga yang memang mematikan.

Bayangan putih itu tak lain adalah putri Mirima datang untuk menyelamatkan bibinya dari kemurkaan naga, hanya dua senopati cantik Arimbi dan Arimbu yang bisa menyamai kecepatan dari putri Mirima.

Seketika pula para pangeran, panglima, dan senopati negeri atas angin yang tadinya sebagai penonton kini sudah berkelebatan mengurung sang naga dari segala penjuru dipimpin Ruh Lelanang Wani, seolah-olah sebagai dendam kesumat atas kekalahan-kekalahan sewaktu terjadi pertarungan melawan Tarjo.

Sang naga membabi buta menghancurkan semua yang ada dengan cakar maupun semburan api yang keluar dari mulutnya tiada henti sambil meliuk-liuk menghadapi pertarungan yang tak seimbang dalam jumlah.

Akan tetapi naga langit hitam adalah naga kramat yang amat sakti tak mudah untuk dirobohkan, kalau pun dia roboh atau mati bisa dipastikan akan bangkit kembali.

Kini putri Mirima dan nyai Barong ikut dalam pengeroyokan menaklukkan sang naga, karena memang sang naga begitu sakti untuk di taklukkan.

Dua bayangan yang terbang dalam kelebatan biru dan putih dengan sangat cepat mendekati puncak Tiga Purnama, sang bayangan biru dengan kelebatannya berguman, kepada bayangan putih,
“Dia masih hidup, dan menjadi musuh dari sekian para panglima, senopati dan nyai Barong, kita lumpuhkan para pengeroyok sang naga dulu, dengan panah Seribu Dewa Menebar Sukma, aku yakin sang putri akan menghindar lebih dahulu.”

Dan sang bayangan putih menganguk dan langsung mereka berdua mengeluarkan busur-busur panah Cakra Seribu Dewa Menebar Sukma.

Kehebatan dari panah Cakra Seribu dewa Menebar Sukma adalah apabila dilepaskan dari busurnya maka akan melesat seperti seribu anak panah yang akan menyerupai angin dengan sangat cepat tanpa diketahui oleh lawan dan langsung melumpuhkan tanpa mengetahui siapa yang melepaskannya, jadi tidak bagi mereka untuk mengetahui siapa yang menyerangnya.

Pada saat panah Cakra Seribu Dewa Menebar Sukma melesat menuju sasaran maka akan ada hawa aneh yang menguasai suasana dimana panah itu dibidikkan dan ketika mencapai sasaran, yang terjadi adalah para bidikan akan jatuh berguguran tanpa diketahui siapa penyerangnya karena bukan sebuah anak panah yang akan menancap ditubuh yang kena sasaran melainkan hawa atau hembusan angin serupa anak panah menancap, menimbulkan efek kedinginan dan kaku seluruh anggota tubuh,-

dan jika digunakan dengan menggunakan cakra penuh maka akan sangat mematikan terhadap siapa saja yang terkena sasaran.

Dan para pengeroyok pun berguguran kecuali putri Mirima karena dia tahu datangnya serangan dan mengenali hawa yang ditimbulan oleh Cakra seribu Dewa Menebar sukma, seketika langsung melenting melompat lebih jauh dari area pengeroyokan.

Putri Mirima sangat geram melihat datangnya serangan dari Cakra Seribu Dewa Menebar Sukma, dia melompat menjauh dari arena pertarungan sedangkan nyai barong lagi-lagi terselamatkan oleh dorongan putri Mirima sebelum ia menghindar, “aaiiichh..” teriak nyai Barong setelah tahu datangnya serangan tiba-tiba dari dua senopati Arimbi dan Arimbu yang tak diketahui oleh nyai Barong sendiri.

Para pengeroyok naga pun berguguran satu persatu dengan keadaan tubuh yang kaku tak berdaya beserta para naga mereka, sedangkan putri Mirima setelah tahu datangnya serangan langsung mencari Arimbi dan Arimbu,-

akan tetapi begitu terkejutnya sang putri melihat dua senopati cantiknya berlutut memberi hormat kepada sosok lelaki dengan telanjang dada berkulit menghitam diantara kepulan asap pekat dan mulai memudar.

Sosok lelaki itu seluruh tubuhnya menghitam bajunya koyak hingga sepintas seperti telanjang dada ditangannya memegang sebuah pusaka, sedangkan tatapan matanya tajam kearah udara dimana nyai Barong berada.

“Maaf pangeran hamba datang terlambat, maafkan juga ketika kejadian dihutan gelap, hamba tak bisa menemukan pangeran sehingga pangeran menjadi musuh seluruh panglima, pangeran dan senopati negeri Atas Angin ini, seandainya waktu itu hamba berhasil membawa pangeran sampai istana kami maka tidak akan begini jadinya.” Kata Arimbi dalam menundukkan kepala.

Sedangkan lelaki hitam yang dipanggil pangeran, dengan raut muka menghitam hanya berjawab,
“Sudahlah, semua ini bukan salahmu berdirilah teman-temanku, dan tolong tarik dan sembuhkan mereka yang kau lumpuhkan seperti kau melumpuhkan mereka tanpa sepengetahuan mereka, agar mereka pulih kembali, lakukan seperti kau menyerang tadi.”

Arimbu langsung menarik anak panah Cakra Seribu Dewa Menebar Sukma dengan membuka telapak tangannya dan menempelkan pada tanah, seketika mereka yang terserang panah Cakra Seribu Dewa Menebar Sukma, sembuh seketika.

“Hai naga jelek turunlah, biar aku saja yang menyelesaikan pertarungan selanjutnya, karena semua ini mereka yang menginginkannya, mereka yang menabur, mereka pula yang akan memanen kemarahanku” lantang suara lelaki bertubuh hitam memanggil sang naga.

Mendengar panggilan itu, seketika sang naga mengenali suara tersebut dan langsung mendarat dibelakang dua senopati cantik dan lelaki berkulit menghitam yang memanggilnya sambil mengepak-ngepakkan sayap untuk menghilangkan asap yang menyelimuti arena pualam.

“Penghianat berani sekali kau melanggar hukumanku dan menyerang dengan tiba-tiba.” Teriak sang putri ketika mendarat untuk mendekat.

“Maafkan hamba tuan putri beliau ini adalah..,” belum sempat Arimbi menyelesaikan kata-katanya, satu larik sinar panas menghamtam mereka bertiga dengan sangat cepat, lelaki berkulit menghitam yang pernah tersambar cermin sakti nyai Barong, langsung menyambut serangan sinar panas itu dengan senjata pamungkasnya, diangkatnya pusaka itu dan seketika terdengar suara ribuan tawon mendengung sangat menyakitkan telinga bagi siapa saja sang penyerangnya.

Dari suara ribuan tawon tersebut keluarlah cahaya memayung menutupi area mereka berdiri dan langsung melesat menghantam datangnya selarik sinar putih panas yang ternyata keluar dari cermin sakti nyai Barong.

Maka tak terelakkan sudah dua kekuatan maha dasyat bertemu dititik udara pertemuan, tidak ada ledakan yang dasyat ketika dua kekuatan itu bertemu melainkan sinar yang membentuk payung besar itu memakan habis atau lebih tepatnya menyerap energy dari sinar panas dan kemudian dipantulkan kembali menuju sang pemiliknya yang disebut dengan senjata makan tuan. 

“Aaach,,” suara jerit tertahan nyai Barong menghindar dari kejaran sinar senjatanya sendiri yang terus memburu dirinya,-

melihat kejadian tersebut putri Mirima segera bertindak dia mengeluarkan juga senjata pamungkasnya yaitu tongkat sakti yang bisa memancarkan cahaya biru menyilaukan mata bagi siapa saja yang memandangnya dan akan menjadi sebuah kebutaan jika menghadapi serangan tongkat tersebut.

Lelaki bertubuh hitam itu melesat memburu kemana larinya nyai Barong, suara ribuan tawon itu terus mengikuti pergerakannya,-

putri Mirima berusaha menghadang pergerakan dari lelaki hitam itu dengan melepas tongkat saktinya selayak putaran baling-baling biru yang sangat cepat. 

Ketika melihat tongkat bercahaya biru menyilaukan memiliki kekuatan dasyat berputar-putar menghadang, lelaki berkulit hitam melepaskan pusakanya meluncur sangat deras dengan suara dengungan ribuan lebah langsung menghantam datangnya sinar biru yang menghalangi laju serangannya,-

maka tabrakan dasyat dua benda pusaka tak terelakkan akan tetapi bukan dentuman dasyat yang terjadi melainkan pusaka lelaki hitam tersebut malah menempel pada tongkat sakti tersebut dan membalikkan tongkat itu menyerang sang tuannya sendiri.

“Aaaiich..,” teriakan tertahan sang putri melihat tongkat saktinya tak pengaruh laju serangan dari lelaki berkulit hitam itu.

Dengan terpaksa sang putri menghindar dengan cepat akan tetapi malang baginya senjatanya sendiri memukul punggungnya sendiri ketika akan menghindar.

“Aaach..,” suara sang putri terpelanting diudara oleh senjatanya sendiri dan jatuh terhuyung-huyung ketanah pualam, langsung disambut pertolongan oleh dua senopatinya yaitu Arimbi dan Arimbu.

Sedangkan nyai Barong sekarang menjadi buruan lelaki berkulit hitam, akan tetapi nyai Barong mendapat dukungan kekuatan dari para senopati, panglima, juga pangeran, mereka bersatu saling bahu membahu menghadang deru serangan dari lelaki berkulit hitam yang sudah kesetanan dalam melakukan aksi serangannya,-

nyai Barong sudah tak bisa berfikir jernih, cermin saktinya dikebut terus menerus untuk menghindar dari serangan cahaya memayung pusaka lelaki bertubuh hitam yang sudah menjatuhkan sang putri.

Ketika sang putri jatuh terhuyung-huyung termakan senjatanya sendiri, Arimbi dibantu Arimbu langsung membopongnya, kemudian mengalirkan hawa murni kepada sang putri.

“Kenapa kau menghianatiku,” suara sang putri tertahan rasa sakit dengan sedikit genangan darah dimulutnya.

“Tenanglah tuan putri, jika lelaki itu berniat menurunkan tangan jahatnya maka akan musnah semua pengeroyoknya tanpa sisa jika dia menghendaki, akan tetapi dia itu welas asih, mengampuni meski tersakiti, tidakkah tuan putri lihat senjata pusakanya, pusaka kayu kalak yang kesohor ditanah negeri atas angin ini ada ditangannya, perhatikan baik-baik senjata itu ketika memayungkan kekuatan cahaya yang hebat, siapa saja bisa binasa jika terkena, dia adalah lelaki yang tuan putri tunggu ketika kami menjemputnya pertama kali ditepi hutan kalak, dan dialah yang hilang dan kita cari bersama-sama hutan gelap waktu itu.” Kata Arimbi menerangkan.

“Jadi dia adalah,, huk huk,” suara sang putri terbatuk.

“Yaa, dia adalah si Tarjo yang hamba jemput ditepi hutan waktu itu.” kata Arimbu.

“Kenapa kalian tak memberitahuku,” kata sang putri.

“Kami berdua sudah berupaya menerangkan akan tetapi nyai Barong dan tuan putri keburu menyerangnya,” jawab Arimbi.

“Jika demikian hentikan pertarungan itu,” suara sang putri mulai mengeras karena hawa murni pengobatan yang dilakukan dua senopati itu sudah menyebar ke tubuh sang putri hingga lebih bugar kembali.

“Hamba sudah tak bisa menghentikannya lagi tuan putri, karena sudah bukan menjadi wewenang kami, biarlah mereka yang sombong dan sok sakti mendapat ganjaran dari apa yang mereka perbuat.” Jawab Arimbi.

Sementara itu nyai Barong terus mengebut cermin saktinya hingga mengeluarkan kilatan-kilatan cahaya putih menyilaukan dan juga sangat mematikan agar terhindar dari kejaran cahaya memayung dari pusaka kayu kalak yang memang sangat luar biasa tersebut,-

sampai pada akhirnya cermin itu terlepas dari tangan nyai barong karena sudah tak lagi mampu mengimbangi kekuatan dari cahaya memayung pusaka kayu kalak.

“Aaaachh..,” suara jerit nyai Barong kesakitan ketika cahaya memayung milik lelaki berkulit hitam tersebut menyentuh tangannya.

Ruh Lelanang Wani melihat gurunya terluka hingga lepaslah cermin saktinya, langsung melepaskan pukulan saktinya dari jarak yang tak seberapa jauh, akan tetapi lelaki berkulit hitam yang tak lain dan tak bukan adalah si Tarjo langsung memasang tabir Cakra Padang Bulan. 

Cakra Padang Bulan merupakan pelindung bagi tubuh si Tarjo dari bentuk serangan apapun yang bisa mengancam keselamatannya, Cakra Padang Bulan pertama kali digunakan di hutan gelap sewaktu menghadapi sang naga kramat langit hitam,-

dan tidak digunakan pada saat menghadapi cermin nyai Barong hingga mengakibatkan tubuhnya menghitam legam setelah terkena sinar dari cermin sakti nyai Barong.

Serangan Ruh Lelanang Wani yang dasyat bagai mengenai tempat kosong, padahal dia mememukul pas pada tubuh sang lawan, hingga Ruh Lelanang Wani berpekik keras dengan nada putus asa.
“Makhluk apakah dirimu hingga, pukulanku tak bisa menyentuhmu, aachh..,”

Tarjo hanya tersenyum melihat kawannya mulai gelisah, ditariknya pusaka kayu kalak ketangannya dan kemudian, “heyyyyyyaaah,” suara teriakan Tarjo melepas pusakanya yang deras melaju mengarah ke Ruh Lelanang,-

sadar datangnya serangan Ruh Lelanang wani mencoba menghindar akan tetapi pusaka Tarjo terus memburu dan sampai pada akhirnya, ujung pusaka mendarat tepat di jidat dari Ruh lelanang Wani “Tuuk,” maka lunglai langsung tubuh Ruh Lelanang Wani menyentuh pualam yang tak jauh dari Arimbi dan Arimbu saat mengobati sang putri.

Para pengeroyok lainnya pun jatuh satu-persatu ketika pusaka kayu kalak berkiblat memancarkan sinar seperti satu-satu mengarah ke semua pengeroyok ditudung sinar yang memayung bundar.

Sinar satu-satu yang keluar dari cahaya memayung bundar tersebut yang dipancarkan pusaka Tarjo adalah “Sinar Sukma Penebus Dosa” dimana sinar tersebut merupakan sinar apabila mengenai lawan maka lawan akan terjatuh lunglai tak sadarkan diri untuk beberapa saat,-

dan ketika tersadar maka mereka akan menjadi pribadi tak terpengaruhi hawa amarah murka, atau dendam, dimana meraka akan tersadar dari kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat sendiri. 

Kini tinggal nyai Barong yang terus mati-matian menghalau laju dari sinar payung dari pusaka si Tarjo, akan tetapi pusaka itu ditarik kembali ketangan sang pemilik setelah mengetahui bahwa lawannya sudah tak bersenjata lagi.

Seketika hilanglah cahaya yang mengejar nyai Barong, serasa mendapat angin nyai Barong menyerang kembali dengan pukulan-pukulan jarak jauh yang sangat mematikan lawan.

“Petir Dewa kematian” teriak nyai Barong dengan suara lantang, tiba-tiba dari jari telunjuk nyai Barong keluar kilatan-kilatan yang menyambar-nyambar keberadaan si Tarjo.

Dalam benak Tarjo berkata,
“Hebat juga nenek cantik ini, ilmunya sangat tinggi jika aku tidak hati-hati lagi bisa jadi daging panggang tubuh ini terkena sambaran petir si nenek.”

Akan tetapi cakra padang bulan milik Tarjo sangatlah hebat, ilmu pemberian Gusti Kalak (sebutan bagi para raja negeri Atas Angin hutan Kalak), tak akan ada satupun kekuatan dari semua ilmu yang ada di negeri Atas Angin yang sanggup menyentuh tubuh Tarjo kecuali Allah Taa’ Alla berkehendak lain.

Petir Dewa Kematian milik nyai Barong mencabik-cabik angkasa mencari sasaran, dan sasaran itu adalah tubuh si Tarjo, dalam sekejab puncak tiga purnama dihujani petir yang menyambar-nyambar, hingga memekikkan telinga siapa saja, tak kecuali mereka-mereka yang menonton jalannya pertempuran.

Tarjo merasakan hawa aneh dalam lindungan Cakra padang bulan, telinganya mulai merasakankan tertekan dengan bunyi-bunyi menggelegar petir dewa kematian, maka ditingkatkanlah energi Cakra Padang Bulan hingga batas yang paling kuat dan Tarjo mengunakan unsur air yang ada disekitar puncak tiga purnama untuk melawan petir dewa kematian milik nyai Barong.

Tangannya direntangkan kemudian diputar diatas kepala lalu dengan teriakan “eedaaaaaann” telapak tangan kanannya disatukan dengan tanah, maka kini bermunculan air keluar layaknya mata air dari dalam perut pualam memancar tinggi nan besar dan membentuk sosok yang menyerupai Gusti Kalak yang sedang murka menyerang nyai Barong,-

begitu dasyatnya sosok raksasa air yang menyerupai Gusti Kalak hingga mereka yang menonton, Cundo colok, Arimbi, Arimbu, pangeran Shusima Soca dan seluruh panglima pengeroyok Tarjo terkesima dan menundukkan kepala pada sosok murka berupa air raksasa nan hidup serupa gusti Kalak,-

bahkan putri Mirima alias Kemuning madu dibuat terperangah oleh wujud sosok yang dikaguminya dan tak pernah dibayangkan sebelumnya jika Si lelaki bertubuh hitam legam pengaruh serangan dari cermin sakti nyai Barong tersebut bisa menciptakan rakasasa air serupa Gusti Kalak.

Bahkan dia sendiri heran bahwa ilmu itu bisa dikuasai si lelaki hitam yang bernama Tarjo itu, setelah mendapat penjelasan dari Arimbi dan Arimbu.

Raksasa air itu langsung menyerap semua energy petir dewa kematian milik nyai Barong, dan kemudian dilepaskan kembali berbentuk ribuan petir yang menyambar nyambar kearah nyai Barong.

Seakan tak percaya apa yang dihadapi sekarang, nyai Barong mengumpulkan semua kekuatan sisa-sisa untuk menghalau ribuan petir yang melaju kearah tubuhnya.

Cermin sakti sudah tak ditangan, akan tetapi nyai Barong melepas kalung manik-manik permata warna-warni, kemudian diputar dengan kekuatan tinggi hingga membentuk tameng menyilaukan mata dari efek putaran manik-manik kalung permata warna-warni tersebut, menghalau datangnya ribuan petir yang datang menghampiri atau lebih tepatnya memukul dirinya, dan mulutnya terus komat-kamit memanggil semua kekuatan ruh yang mendiami Lembah Seribu.

Ketika ribuan petir menyerang dirinya, nyai Barong sudah siap dengan tameng perputaran manik-manik permatanya yang membentuk bundaran besar berkilas warna warni bak pelangi pagi hari, dan,, “Bllaaaaaaaarrrr” suara dentuman pertemuan kekuatan dasyat antara ribuan petir yang dilemparkan raksasa Gusti kalak ciptaan Tarjo bertemu tameng manik-manik bundar besar berbias warna pelangi milik nyai Barong.

Sewaktu tabrakan dua kekuatan itu nyai Barong terpental beberapa tombak, akan tetapi nyai barong terlindungi oleh semua makhluk-makhluk yang ia panggil sebagai pasukan pelindung, hingga nyai Barong tak seberapa parah dalam terpental tadi.

Bebebrapa bagian baju nyai Barong ada yang koyak tersambar petir, akan tetapi dia bangkit kembali dengan kekuatan tambahan, sepasukan manusia setengah binatang berwajah aneh-aneh langsung menyerang tanpa komando, manusia setengah binatang tersebut menyerang raksasa Gusti Kalak, sedangkan nyai Barong masih penasaran dan membuat perhitungan lagi dengan Tarjo.

Raksasa Gusti Kalak ciptaan Tarjo dari elemen air langsung dikerubung dari segala penjuru angin dan sang pengeroyok adalah sepasukan bala bantuan dari Lembah seribu kediaman dari nyai Barong,-

mereka beraneka ragam jenis dan ukuran ada yang kecil sekali seperti lebah-lebah ataupun nyamuk yang memiliki tangan seperti manusia dan bersenjatakan bermacam-macam jenis senjata sesuai kesaktian masing-masing,-

ada juga yang sebesar raksasa bermata satu dan bercula dijidatnya dengan tangan empat memegang senjata semua, dan banyak lagi macam-macam bentuknya dengan wajah dan bentuk tubuh yang sangat menyeramkan,-

yang lebih unik adalah sebentuk tubuh kuda berkaki enam dengan ekor cambuk atau mungkin jika dialam nyata seperti ekor tikus akan tetapi bergerigi selayak ekor ikan pari, memiliki tangan seperti manusia dan tiap telapak tangannya memiliki jari tiga, berkepala manusia dengan wujud mengerikan, matanya satu merah saga mulutnya bergigi tajam tak beraturan dengan hidung sempor seperti gorilla memiliki lubang hidung besar dan berbulu, jika bernafas berbunyi seperti oplet tua mogok dipagi hari jika distarter, bertelinga kuda dan cula seperti badak berwarna merah kehitaman dan satu lagi keringatnya berbau anyir darah.

Mereka semua dengan ganasnya menyerang raksasa elemen air Gusti kalak, akan tetapi yang dikroyok semakin beringas dengan menampilkan gelombang tsunami menghempaskan siapa saja yang menjadi penghalang di depannya, dan air yang diperankan adalah air yang bermuatan energy listrik dari hasil serapan kilat-kilat milik nyai Barong yaitu Petir Dewa Kematian, sepasukan bala bantuan membabi buta menyerang dengan ganasnya,-

akan tetapi yang diserang adalah air, yang beraliran listrik petir, begitu mereka pasukan nyai barong menyentuhnya maka terpental dan terlumat gelombang tsunami yang mengganas binasa.

Sedangkan nyai barong tak mengenal kata kalah,
“Makhluk apa kau ini, semua ilmu-ilmu kesaktian negeri kami kau miliki, bahkan kau sanggup menciptakan raksasa air saudaraku sendiri,” berkata nyai Barong kepada Tarjo dengan sejuta rasa penasarannya.

“Aku hanyalah sosok manusia biasa, dan dengan kesombongamu sendiri, hingga aku bisa melebihi batas kemampuan dari diriku, sudahlah kita akhiri saja salah paham ini, aku hanya ingin membawa temanku pergi dari negerimu ini.” Jawab Tarjo dengan mendinginkan hati nyai Barong.

“Aku sudah basah, bajuku sudah koyak, amarahku sudah diubun-ubun memuncak, hingga dendam ini susah padam dan sepasukanku sudah mulai tak bisa dikendalikan, maka mari kita akhiri sampai diantara kita ada yang tak sanggup berdiri lagi atau binasa,” kata nyai Barong, dengan nada menggembungkan geraham, memerah wajah menyiapkankan serangan lanjutan. 

Selanjutnya nyai Barong sudah melakukan aksi serangan berikutnya, kalung manik-manik diputar ditangan kirinya, sedangkan tangan kanan diangkat keatas lalu seperti menarik sesuatu dari atas langit dan ketika tangannya menggenggam, maka terdapatlah sebilah pedang berwarna merah menyala laksana bara api ribuan tahun tak padam, inilah yang disebut pedang ‘Naga Neraka’ gagangnya berbentuk kepala naga berwarna kuning emas sedangkan aura yang ditampilkan adalah hawa kematian dengan nyala merah bara pada bagian bilah batang pedangnya.

Tangan kiri yang memutar manik-manik kalung itu kini sudah membentuk tameng seperti perisai pelangi yang memancarkan cahaya warna-warni berparas cantik namun mengeluarkan aura hawa kebengisan tiada tara, ditangan kiri nyai barong memegang perisai sedangkan tangan kanan memegang pedang Naga Neraka.

Tarjo melihat itu semua merasa takjub akan kehebatan dan rasa tak mengenal menyerah dari nyai Barong, akan tetapi ia semakin hati-hati dan waspada terhadap semua senjata nyai Barong.

Tarjo mengeluarkan kembali pusaka Kayu Kalak,
“Aku harus mengakhiri semua ini secepatnya,” berkata Tarjo dalam hati.

Kelebatan cahaya merah membelah angkasa ketika pedang Naga neraka yang ada ditangan nyai Barong mulai meliuk-liuk mencari sasaran dengan aura bengis yang terkandung dijilatan apinya menjulur-julur bagai kekuatan petir dari neraka,-

Cakra padang bulan milik Tarjo masih tetap ampuh menghalau jilatan api pedang Naga Neraka, akan tetapi hawa panas yang ditimbulkan oleh pedang Naga Neraka terasakan panasnya oleh Tarjo.

“Semua kesaktiannya bersumber dari api, maka harus dilawan dengan unsur hampa udara, agar kekuatan apinya tak dapat tersalurkan dan kemudian elemen air akan memusnahkan dengan lunas semuanya.” Benak Tarjo berkata mencari kelemahan kekuatan yang digunakan nyai Barong.

Tarjo melompat keudara tinggi sekali hingga tubuhnya menghilang dari pandangan nyai Barong, dan itu membuat nyai Barong berada diatas angin, karena menganggap Tarjo melarikan diri takut dengan ganasnya pedang Naga Neraka, hingga dia tertawa terkekeh, sambil memandang langit dan berkata,

“Larilah hai bocah kencur dan jangan kembali kalau tidak, maka tubuhmu akan tercincang oleh ganasnya pedang Naga Neraka ini, hehehe,, kembali ketanah moyangmu jangan kau kira di negeri ini kau seorang jagoan tak terkalahkan.”

Diatas langit yang sangat tinggi Tarjo mengacungkan pusaka Kayu Kalak kebawah sambil dirinya meluncur ketempat dimana nyai Barong sesumbar,-

pusaka Tarjo membentuk lingkaran cahaya payung redup nan tipis serupa kabut melesat cepat mengurung keberadaan nyai Barong dengan cahaya memayung redup hingga tak disadari sama sekali oleh nyai Barong keberadaan dari cahaya yang mengurung dirinya, sedangkan tangan kiri Tarjo menyiapkan Cakra Banyu Biru dengan membuka telapak tangannya melesatkan diri turun dari langit.

Diatas langit yang sangat tinggi, nyai Barong melihat satu titik dimana jika dipandang akan semakin membesar dan sangat cepat sekali turun diatas dirinya berdiri, maka pedang Naga neraka siap diacungkan menyambut datangnya satu titik yang sebenarnya adalah tubuh Tarjo turun dari langit, akan tetapi terlambat, cahaya pusaka Kayu kalak sudah mengurungnya tanpa disadari oleh nyai Barong.

Dan ketika begitu dekat hawa dingin menyelimuti sekitar nyai Barong berdiri, hingga sampai “blaaaaaarrr,” suara dentuman Cakra Banyu Biru menghantam tubuh nyai Barong tanpa disadari datangnya serangan,-

itu dikarenakan ketika pusaka kayu kalak memancarkan cahaya memayung kebawah dimana nyai Barong berdiri, seketika itu elemen api dari pedang Naga Neraka sudah dipadamkan dengan kehampaan udara yang terpancar dari cahaya memayung pusaka kayu kalak,-

dan tanpa disadari pula Cakra Banyu Biru adalah unsur kekuatan air yang dingin seperti es kutub akan mematikan semua unsur api dari kekuatan senjata nyai Barong.

Pedang nyai Barong terlepas, sedangkan tameng yang tercipta dari manik-manik kalung tercerai berai terlepas dan hancur diatas pualam, sedangkan nyai Barong terduduk bersimpuh tak berdaya dengan tubuh mengigil kedinginan.

“Ilmu apa yang kau miliki ini,” Tanya nyai Barong sambil terus terduduk bersimpuh dengan wajah memohon ampunan.

“Mau, aku ajari,” jawab Tarjo dengan tersenyum.

Seketika nyai Barong menyembah ampun kepada Tarjo sambil berkata, “terimalah aku jadi muridmu guru, berulang-ulang kali.”

Tarjo pun hanya tersenyum melihat tingkah laku nyai Barong yang tiba-tiba seperti anak kecil merengek-rengek, Tarjo melambaikan tangan kepada Arimbi dan Arimbu menghampiri,
“Berikan selendangmu untuk menutupi bajunya yang koyak,”

Lalu Arimbi menutupkan selendangnya ke nyai Barong yang masih berucap merengek “jadikan aku muridmu guru.”

Sementara itu raksasa air Gusti kalak telah menuntaskan semua amarahnya dengan menelan habis ribuan makhluk sepasukan Lembah Seribu ke dalam perutnya hingga Nampak dibagian perut raksasa Gusti kalak Nampak gerombolan makhluk aneh terperangkap dalam gelembung air yang dapat dilihat karena jernihnya air elemen pembentuk raksasa Gusti Kalak.

Dan setelah misinya selesai raksasa Gusti kalak menyurut kedalam pualam kembali, hanya menyisakan kelembung air yang besar dipermukaan pualam dengan isi ribuan makhluk Lembah Seribu yang saling berhimpitan sampai tak ada ruang sedikit pun bagi mereka untuk bergerak.

Putri Mirima dengan dibantu Arimbu menghampiri Tarjo, dengan memberi hormat,
“Maafkan atas tak melihatnya dirimu sebagai sosok pangeran utusan kenegeri ini, hanya hawa amarah dari diriku dan rakyat negeri ini tak melihat kehadiran anda dengan persahabatan atau sebagai utusan, kami hanya melihat anda sebagai lawan, dan itulah kenyataannya yang menutupi mata kami semua, mohon dimaafkan atas semua kekeliruan dan kesalahan kami semua.”

Tarjo hanya tersenyum menampilkan gigi putihnya saja diantara wajah dan tubuh yang gosong.

“Mari kita ke istanaku,”

Mereka semua akhirnya berangkat ke istana negeri atas angin, sesampai disana Tarjo dibawa putri Mirima ke sebuah tempat seperti lautan yang luas di sisi selatan negeri atas angin,-

disana tampak laut membentang dengan bibir pantai sangat panjang sepertinya bibir pantai tersebut tanpa batas, gelombangnya sangat tinggi mungkin jika diukur mencapai seratus meter lebih, akan tetapi gelombang tersebut tak pernah menyentuh bibir pantai, tidak seperti lautan pada umumnya gelombang mesti sampai dibibir pantai, akan tetapi ini satu meter dari garis pantai atau bibir pantai,-

gelombang tinggi besar nan dasyat tersebut berbalik arah kelautan lepas kembali, memang sulit dinalar dengan logika jika terlihat dengan kasat mata.

Arus gelombang tersebut dari bawah menuju atas dan kembali ke laut lepas dan datang lagi bergulung-gulung besar begitu mau akan menyampai satu meter dari bibir pantai gelombang itu menggulung keatas dan kembali ke lautan lepas begitulah seterusnya kodrat dari lautan negeri atas angin.

Tarjo masih takjub dengan kenyataan dari pantai negeri atas angin,

“Mandilah pantai itu, agar badanmu kembali kesedia kala, tak menghitam seperti saat ini.” Berkata putri Mirima kepada Tarjo yang masih tertegun melihat pantai didepannya.

Maka tanpa pikir panjang Tarjo melangkah membenamkan dirinya pada gelombang pantai, dia masuk keputaran arus bawah dan menggulung keatas akan tetapi anehnya tubuhnya tak terseret keatas atau terhempaskan keatas menuju lautan lepas, seperti berada dalam air terjun saja pikirnya.

Tak seberapa lama Tarjo keluar dari berendam gelombang pantai itu, dan kini tampak Tarjo yang sesungguhnya badannya sudah tak menghitam legam lagi, seperti sedia kala ketika pertama kali memasuki negeri atas angin.

Dan ia pun cengar-cengir melihat tubuhnya sendiri,
“Terima kasih tuan putri telah membuat diriku kembali seperti sediakala, sebenarnya tak ada masalah dengan apa yang terjadi denganku, akan tetapi entahlah, aku takut jikalau pulang bertemu ibu, beliau tak akan menganggap diriku anaknya, jika aku pulang dengan penampilan hitam legam, hehehe,,”

“Aku yang berterima kasih kepadamu, karena kau telah membukakan mataku dari kesalahan yang mungkin akan membahayakan nyawa orang sebaik dirimu, jika kau tak berilmu tinggi, dan kau telah mengajarkan kepada semua orang negeri atas angin terutama nyai Barong bibiku sendiri, tentang welas asih, meski kau akan dibinasakan akan tetapi kau balas dengan pengampunan bukan sebuah dendam.” Jawab putri Mirima dengan sedikit membungkukkan badan.

Mereka pun mengobrol tentang pengalaman masing-masing sambil berjalan menyusuri pantai nan indah dan aneh menurut pandangan manusia awam seperti Tarjo, untuk kembali menuju kedalam kawasan istana.

Didalam istana sudah menanti para petinggi dan pejabat kerajaan negeri Atas Angin, tak kecuali Ruh Lelanang Wani alias Turah, melihat Tarjo bersama putri Mirima memasuki paseban istana, Turah langsung mengenali Tarjo dan berlari menghampiri Tarjo lalu memeluknya,
“Jancok, tak pikir raimu dipangan buto ndek alas angker iku, alhamdulillah ya Allah ditemokno ambek dulurku maneh.”

(jancok, aku piker dirimu dimakan raksasa dihutan angker itu, Alhamdulillah ya Allah, dipertemukan sama saudaraku lagi.)


Turah memang sudah kembali sediakala ingatannya akan tetapi ia tak mengira kalau lelaki hitam yang menyadarkan itu adalah Tarjo sahabat yang dianggap seperti saudaranya sendiri.

Tarjo hanya tersenyum dengan membalas pelukan Turah, lalu berbisik,
“Lepas klambimu sing perlente iku, koen gak pantes, pantesmu gawe klambi perawat tanaman hehe,” (lepas bajumu yang perlente itu, kamu gak pantas, pantasmu Makai baju perawat tanaman.)

Lalu memberi kode kepada Arimbi, dan tak seberapa lama Arimbi, membawa pakaian Turah aslinya, tanpa pikir panjang Turah mengambil pakaian tersebut dan berlalu untuk berganti baju.

-SEKIAN-


*****
Sebelumnya


Note : 
Nantikan kisah lainnya dari si Tarjo..
Seperti bagaimana Tarjo dan Turah keluar dari negeri atas angin, atau kisah sang putri yang jatuh cinta kepada Tarjo, dan bagaimana nasib nyai Barong, Arimbi dan Arimbu setelah mengenal Tarjo, juga naga kramat langit hitam.

Disini juga tak diceritakan kelanjutan Pusaka Kayu kalak, ketika disimpan dipuncak tiga purnama dan dijaga dengan setia oleh naga kramat langit hitam, dan pedang naga neraka.

Terimakasih semoga berkenan.
close