Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Legenda Ki Ageng Selo (Part 40) - Firasat Dan Kecurigaan


JEJAKMISTERI - [Feby POV]
“Bodoh!”umpat Mbok Ruqayah yang ditujukan ke Mela. “...Bagaimana bisa kau membiarkan cicitku untuk melakukan pemanggilan itu!?”

Mendengar umpatan itu, Mela hanya menunduk, tak tahu harus berkata apa. Melihat tatapan Mbok Ruqayah pada Mela, membuat Andre maju untuk membela Mela. Membuat Cici sedikit merasa curiga.

“Hentikan! Semua ini adalah salahku, bukan salah Mela. Kalau saja aku bisa menghentikan Umam untuk memasuki desa itu, mungkin semua ini takkan terjadi. Jadi, maafkan aku!” kata Andre menyahut umpatan Mbok Ruqayah itu.

“Hehhm... kau memang bodoh, anak muda! Kau bisa terpedaya dengan keluguan gadis keturunan keluarga Immas ini. Padahal dia...” jawab Mbok Ruqayah geram, yang langsung dipotong oleh Mbah Jayos. Sepertinya ada yang mereka rahasiakan mengenai Mela.

“Sudah cukup, Ruqayah! Yang terpenting sekarang ini adalah menyembuhkan cicitku. Mungkin mereka bisa membantu,” kata Mbah Jayos menegur istrinya tersebut. “Suruhlah mereka untuk mencari bahan-bahan yang dibutuhkan untuk ritual penyembuhan ini. Aku akan pergi ke sawah terlebih dahulu untuk memberitahukan hal ini ke Mbah Ibu, Imam, dan Abid!”

“Abid? Maksud kakek Zaenal Abidin?” tanyaku terkejut.

“Iya. Bukankah kalian sudah tahu? Dia adalah cucuku dan menurut ilham dari diriku di masa depan, Abid lah yang akan menjadi ayah Umam kan?” jawab Mbah Jayos menjawab pertanyaanku sambil tersenyum ringan, dan kemudian langsung pergi ke sawah. “Mungkin aku akan menemui teman lamaku Bakrie untuk ikut membantu. Semoga saja dia ada waktu untukku.”

Setelah suaminya pergi ke sawah, Mbok Ruqayah pun menghela napas panjang-panjang.
“Sudah. Sebaiknya kalian semua bantu aku mencarikan bahan-bahan yang diperlukan untuk ritual nanti malam,”

“Ritual?” tanyaku.

“Iya. Ritual penyegelan. Aku akan menyegel kembali iblis Sangkala itu supaya tidak mengacau dan juga aku akan membuka segel yang dipasang oleh suamiku di masa depan yang mana telah menyegel semua ilmu kanuragan dari cicitku,” jawab Mbok Ruqayah yang mulai tenang dan kalem. “Anam, bawa cicitku ke kamar segera, biar anak-anak ingusan ini aku yang urus!”

Anam (mbah Gel) itu mengangguk dan membawa kak Umam masuk ke dalam. Sementara itu, Mela segera menyusulnya. Namun, segera dihadang oleh Mbok Ruqayah. Terjadi silang pendapat di antara keduanya, sampai Mela berniat untuk mencelakai Mbok Ruqayah.

Dengan sigap, Mbok Ruqayah yang sudah tua itu meludahkan daun sirihnya ke arah perut Mela, membuatnya kaku dan meleleh. Di saat itulah, Mbok Ruqayah menghantamkan tongkat kayunya ke arah perut Mela, membuatnya mampu bergerak kembali.

“Dasar bodoh! Apa kau pikir mampu menyerangku dengan kondisimu saat ini?” tanya Mbok Ruqayah geram, menatap Mela dengan penuh kengerian dan keinginan membunuh yang begitu kuat. “Asal kau tahu, naluri membunuhku jauh lebih besar ketimbang milikmu saat ini, Mela. Kalau kau ingin menantangku dan membunuhku, kau harus keluar terlebih dahulu dari cangkang mu itu dulu!”

Akhirnya Andre bergegas menghampiri Mela dan membawanya untuk duduk di kursi yang tak jauh dari tempatnya tersungkur.

“Mela, kau baik-baik saja?” tanya Andre yang terlihat peduli padanya.

Cici pun melangkah mendekati mereka berdua. “Sini, Andre biar aku saja yang bantu,”

Andre menolak, membuat Cici semakin merasa curiga kepada pacarnya, Andre yang dari pandangannya terlihat care banget ke Mela. Tak mau suudzon atau apa, Cici menghela napas untuk menghilangkan rasa cemburunya.

***

Sepuluh menit kemudian, kami semua dikumpulkan oleh Mbok Ruqayah di sebuah ruangan yang cukup luas. Di sana, dia memberikan intruksi mengenai apa saja yang diperlukan untuk ritual ini, dan kemana mereka harus mencarinya.

Pertama, mereka harus mencari janur kuning emas. Mereka bisa menemukannya di ladang angker yang ada di belakang rumah Mbah Ibu. Pak Khoiri selaku putranya mampu menunjukkan di mana tempat itu berada, walaupun dia tidak bisa menemani mereka masuk ke dalam ladang angker itu.

Kedua, mereka harus meminjam tongkat yang biasa digunakan oleh khatib saat berkhutbah. Syukurnya di tempat mereka, sudah begitu dekat dengan masjid.

Ketiga, mereka harus mencari mustika terompet kyai Juhri yang ada di kanigoro.

Dan keempat, dan ini adalah tugas paling sulitnya. Mereka harus mendapatkan pusaka milik kyai Brajah, yang konon sekarang ini dijaga oleh sosok iblis pencuri wajah bernama Ki Amor. Dan di sinilah, Mbok Ruqayah mewanti-wanti mereka semua.

“Iblis pencuri wajah adalah iblis terburuk. Kalau bertemu dengannya jangan sampai kalian menunjukkan emosi kalian, apapun terjadi. Iblis itu mampu membaca hati dan pikiran kalian, dan kalau kalian menunjukkan emosi kalian, meski di dalam hati kalian, maka emosi dan rupa kalian akan diambil oleh iblis itu. Paham?” kata Mbok Ruqayah menjelaskan sembari mewanti-wanti. “Untuk yang keempat ini, jikalau kalian bertemu dengan siapapun yang tidak kalian kenal, jangan hiraukan apapun yang terjadi. Karena dipastikan itu adalah jelmaan dari Ki Amor.”

Mendengar mengenai syarat yang keempat ini, banyak dari mereka yang takut dan menolak. Mereka semua pada takut akan iblis itu. Mbok Ruqayah sedikit bingung harus bagaimana untuk menenangkan mereka, karena pusaka itu sangat penting demi kesembuhan cicitnya. Akhirnya dengan berat hati, Mbok Ruqayah meminta perewangan dirinya untuk mengaburkan bau dan eksistensi dari kami semua. Namun, dia tetap mewanti-wanti, meski sudah dikaburkan, namun apabila mereka menjauh dari jarak pandang perewangan Mbok Ruqayah, maka iblis itu akan bergegas mendatanginya.

“Tenang saja, bocah-bocah! Aku akan mengirimkan perewangan gaibku kepada kalian. Kau, Wulan... kau adalah yang paling penakut dari kalian semua. Kau tidak kuizinkan untuk ikut. Paham?” kata Mbok Ruqayah yang begitu menyebalkan, sama seperti biasanya. “Kalian jangan sampai menjauh dari jarak pandang perewangan gaibku, karena begitu kalian menjauh, maka iblis itu akan mampu merasakan kehadiran kalian dan langsung mendatangi kalian.”

Meskipun dengan kengerian seperti itu, kami masih memutuskan untuk mencari keempat alat itu supaya kak Umam bisa terselamatkan. Kami melakukan ini semua bukan hanya karena rasa persahabatan kami yang sudah terjalin lama, namun sebagai sedikit balas budi atas apa yang telah dia lakukan pada kami.

“Baiklah, ayo berangkat!” seruku yang langsung ditanggapi antusias oleh yang lainnya. Sebelum pergi, Mbok Ruqayah memasukkan secarik kertas ke dalam sakuku dan menyuruhku membukanya apabila diriku kehilangan jalan. Aku prediksi kalau itu adalah sebuah peta, namun dugaanku salah.

Dan setelahnya, kamipun bergegas pergi.

“Kenapa kau tak mengizinkanku untuk ikut, M-Mbah? Padahal yang lain sangat berantusias untuk membantu dalam ritual, sedangkan aku di sini... hanya menunggu layaknya orang bodoh,” tanya Wulan resah. “Aku tak bisa membayangkan jikalau dalam perjalanan, mereka akan menemui kendala-kendala yang tidak mereka mengerti dan akhirnya malah membuat mereka tersesat.”

Tiba-tiba Mbok Ruqayah tersenyum licik, kemudian tertawa lirih layaknya seorang nenek sihir.

“Hehhee... hehhee... kau tidak tahu maksudku, gadis muda?” Mbok Ruqayah malah balik bertanya. “Aku punya alasan tersendiri dengan melakukan hal ini. Pertama, kau adalah penakut dan jiwamu takkan kuat berkelana ke alam kegaiban. Karena setelah mereka menginjakkan kaki keluar dari rumah ini, mereka semua sudah diteleportasi ke alam kegaiban. Kedua, aku ingin menguji mental sok kuat dari diri mereka. Beda denganmu, kau memiliki potensi yang tersembunyi dalam dirimu, hanya kau saja yang tidak mengetahuinya. Ketiga, aku ingin menjauhkan Mela itu dari cicitku!”

“Ha? Mengapa? Bukankah kak Umam dengan Mela adalah sepasang kekasih?”

“Iya, aku tahu. Namun apa kau tidak menyadari sama sekali kalau Mela yang kalian bawa kemari adalah penjelmaan dari Ki Amor?” jawab Mbok Ruqayah. “Itulah sebabnya suamiku akan memanggil Mbah Bakrie, dan Abid melalui telepati supaya ikut dalam pertarungan nanti melawan Ki Amor. Sedangkan Mela yang asli aku sudah melihatnya beberapa jam sebelum kalian sampai di sini. Dia sepertinya sedang pergi ke sebuah tempat.”

“Lalu, itu berarti teman-teman yang lain dalam bahaya dong?”

“Biarlah... mereka harus menyelesaikan rintangan ini dengan kekuatan mereka sendiri. Dan untuk Cici, kalau dia berhasil melewati rintangan ini, maka jiwa palasik yang ada pada dirinya akan ikut lenyap bersamaan dengan perasaan cemburunya.”

***

Kami berdelapan merasa terkejut ketika mendapati kami di teleportasi ke sebuah tempat yang dirasa asing. Namun, Nanda menggeleng. Karena sebenarnya dia tahu tempat ini.

Iya, saat ini mereka telah diteleportasi di depan rumah Pak Khoiri yang letaknya di Tulungagung. Dalam keheranan kami, tiba-tiba dari rumah, muncul seorang pemuda berusia kira-kira tujuh belas tahunan yang langsung mengetahui akan kedatangan kami.

Dia adalah Pak Khoiri sendiri.

“Tak kusangka kalau nenek reyot itu mengirim bocah-bocah ingusan macam kalian ke mari, bukan dirinya sendiri?” ujar Pak Khoiri menyambut kedatangan kami berdelapan. “Ya sudahlah, ayo kalian masuk dulu ke dalam, biar aku buatkan kopi buat kalian!”

Kami tak bisa menolaknya, karena sewaktu berada di rumah Mbah Jayos, kami sama sekali tak disuguhi makanan atau minuman apapun. Jadi kami menerima tawaran baik Pak Khoiri itu dengan ramah.

“Terima kasih,” jawab kami semua, terkecuali Mela tentunya.

“Hm... aku tahu apa maksud kalian datang ke mari, namun apakah kalian berani dan sanggup untuk mengambil janur kuning emas itu? Kok aku ragu, ya.” Kata Pak Khoiri membuka ucapannya. “Jangan salah sangka. Kalian mungkin berpikir kalau tempat itu cuman sekedar angker saja, namun sebenarnya tempat itu juga mematikan. Ada empat pemuda-pemudi yang datang dari masa depan seperti kalian yang ditemukan tewas gantung diri di sana. Apakah kalian semua yakin mau melakukannya?”

Mereka semua langsung memuntahkan kopi yang sedang mereka minum setelah mendengar penjelasan dari Pak Khoiri waktu itu. Banyak dari mereka yang enggan untuk pergi ke sana karena takut dan masih sayang nyawa. Dari mereka semua, hanya aku, Siti, dan Agung yang ikut, sementara yang lainnya sudah ketakutan, bahkan sebelum berperang. Duh!

Melihat ketiganya, Pak Khoiri pun tersenyum lebar. “Ternyata hanya kalian bertiga yang masih punya rasa empati dan keberanian, anak muda? Aku salut pada kalian. Hal ini menandakan kalau kalian akan berhasil melakukannya.”

Sebenarnya masih ada satu orang lagi. Orang itu adalah Mela. Namun, entah mengapa setelah apa yang terjadi padanya di rumah Mbah Jayos tadi, dia hanya terdiam, dan pandangannya kosong.

Setelah itu, Pak Khoiri langsung mengantar kami bertiga menuju ladang angker yang dimaksud. Sesampainya di sana, kami merasa cukup aneh karena kami tidak merasakan aura negatif apapun dari ladang yang mereka sebut sebagai ladang angker ini.

“Hal inilah yang menyebabkan ladang ini disebut sebagai ladang angker, bocah? Karena kita tidak bisa merasakan aura negatif apapun di sini, padahal kita semua tahu kalau tempat ini adalah tempat banyak orang melakukan pemujaan dan bunuh diri,” kata Pak Khoiri tersenyum puas, mendapati rasa penasaran kami.

Sebelum Pak Khoiri pergi, dia mewanti-wanti untuk mencari janur kuning emas itu di tengah hutan gaib itu. Karena setelah melangkah memasuki ladang, kami semua akan diteleportasikan menuju ke sebuah hutan gaib. Dan jikalau mereka melihat atau mendapati ada janur kuning emas di tempat yang bukan di tengah hutan, maka Pak Khoiri melarang kami untuk mengambilnya, karena itu bukanlah janur kuning emas yang mereka cari, namun sejenis jin yang menyamar. Dan pula, mereka harus mencari seorang nenek yang hidup di tengah hutan itu, karena hanya dia yang bisa mengambil janur kuning emas yang asli sekaligus satu-satunya orang yang mampu mengeluarkan mereka dari hutan gaib itu.

“Gimana nih, Feb?” tanya Agung. “Aku tahu kalau hubunganmu dengan Umam dekat, tetapi tidak juga harus mengorbankan diri seperti ini,”

“Aku tidak peduli. Aku sudah berjanji pada Danang untuk terus menjaga dan mengawasinya. Selain itu, aku tidak ingin terus-terusan berada di dekat Mela jelmaan itu,” jawabku mantap. “Lagian, bukankah kak Umam sudah melakukan segalanya untuk melindungi kita semua. Sudah wajar buat kita untuk membalas budi, Gung!”

“Nona Feby, ada sesuatu yang datang menghampiri kita. Sebaiknya kita bersiap untuk segala kemungkinan terburuk,” kata Siti memperingatkan kami berdua. “...Mereka datang sangat cepat, jumlahnya kira-kira ada tujuh!”

Belum sempat kami bertiga bersembunyi, tiba-tiba ketiga sosok itu muncul di hadapan kami. Ternyata ketiga sosok itu adalah genderuwo yang menjaga hutan gaib bagian terluar.

“Hoho... ternyata ada manusia lemah yang berani memasuki wilayah ini? Berani juga kalian manusia,” kata genderuwo itu. “Bagaimana kalau kita santap saja manusia ini sebagai makanan?”

Kedua genderuwo itu tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan dari pemimpin mereka.

“Hahaha... betul, bos. Kelihatannya mereka adalah gadis-gadis yang cantik.”

Mereka bertiga ketakutan melihat ketiga genderuwo yang tingginya setinggi pohon kelapa itu. Tidak tahu harus berbuat apa lagi, bahkan untuk berdoa sekalipun, lidah terasa membeku. Tak ada kata-kata yang bisa terucap oleh mulut.

Siti yang selaku pelayan Febtyana, telah bersumpah setia untuk melindungi tuannya itu bergegas mengambil sebuah keris dari tas kecilnya, yang mana keris itu dibalut oleh kain putih yang pastinya itu adalah kain kafan.

“Sebenarnya aku sama sekali dengan nyawa kak Umam atau yang lainnya. Namun jikalau kondisinya juga menyangkut keselamatan Nona Feby, aku akan siap berkorban diri untuk kalian!” kata Siti yang kemudian langsung melesat menuju ke arah genderuwo itu. Namun, belum sampai ia menebaskan keris itu, tangan salah satu genderuwo itu langsung menangkap dan kemudian membantingnya dengan keras ke tanah, membuatnya memuntahkan darah yang sangat banyak. Dia sekarat.

“Hmph... dasar manusia lemah. Berani juga kau menantang kami, huhh!?” dengus genderuwo itu geram. “Sebaiknya kita segera habisi saja mereka, daripada nanti bakal merepotkan,”

“Siti...!” kataku yang langsung menghampiri Siti yang tengah sekarat itu. “Kenapa kamu begitu nekad sampai seperti itu?”

Tetesan air mata mulai membasahi muka Siti yang penuh darah itu. “Aku adalah pelayanmu, dan engkau adalah tuanku. Aku telah bersumpah untuk setia padamu, Nona Feby. Bahkan, aku rela mengorbankan jiwa dan ragaku hanya untukmu!”

“....” Agung tidak berkata apa-apa, selain membuang badan, tak sanggup melihat kondisi Siti di saat terakhirnya. Dia juga terlihat tengah menangis.

“Kupasrahkan tugas ini pada kalian berdua, ya?” kata Siti yang setelahnya dia tewas.

Melihat pelayan yang juga sahabatku itu tewas, Feby tak bisa membendung tangisnya. Aku menjerit, terus-terusan memanggil-manggil nama Siti yang telah tiada itu. Dari sanalah, tiba-tiba keanehan pun terjadi.

Siti yang diyakini tubuhnya dipenuhi oleh luka dan tewas, tiba-tiba sosoknya muncul dan Siti yang ada di dalam dekapanku pun menghilang.

“Ha... untung saja aku bisa menyelamatkan keturunanku tadi, kalau kurang cepat, pastinya dia akan mati seketika waktu itu,” kata Siti yang kini berada di sampingku dan menepuk pundaknya. “Tenanglah Nisanak, Siti yang dibunuh oleh genderuwo itu adalah Raga Bayang ku. Itu hanya sebuah ilusi!”

“Cih! Balasadewa. Berani juga kau menginjakkan kaki jauh di luar daerah kekuasaanmu,” gerutu pemimpin genderuwo itu. “Aku tak menyangka kalau gadis kecil itu adalah orang dari garis keturunanmu.”

“Genderuwo Wowo Langsang. Aku tidak ingin bertarung dengan kalian. Kalau kalian membiarkan kami lewat, nyawa kalian akan aku ampuni, namun jikalau kalian melawan, maka siap-siap saja untuk mati!” jawab Siti menatap ke arah ketiga genderuwo itu garang.

“Hahaha... kau dengar itu? Balasadewa, salah satu penguasa di alas ireng berani menantang kami di wilayah kekuasaan kami, heh? Sungguh tidak lucu!” geram genderuwo itu.

Ketiga genderuwo Wowo Langsang itu langsung berjalan, mendekat ke arah Siti untuk melancarkan serangannya. Namun, Siti tidak bergeming sama sekali dan segera mencabut kerisnya dari tanah dan langsung menebas tangan ketiga genderuwo itu.

Mendapati tangan kiri mereka terpotong, membuat ketiganya mengerang dan menjerit kesakitan.

“ARRGH,” jerit genderuwo itu kesakitan. “Kurang ajar kau Balasadewa. Pasti suatu hari nanti, aku akan membalas perilakumu ini setelah kekuatan kami kembali,”

Ketiga genderuwo itu langsung menghilang. Bersamaan dengan itu, Siti pun langsung jatuh pingsan, menandakan kalau Balasadewa telah keluar dari tubuhnya. Melihat hal ini, membuat Agung terheran-heran. Bagaimana Siti mempunyai perewangan sekuat itu. Namun, aku yang mengetahuinya tak ingin menjawab kegelisahan dan rasa penasaran Agung. Mereka menunggu sampai Siti sadar.

Dan akhirnya satu setengah jam kemudian, Siti akhirnya tersadar.

“Nona Feby,” kata Siti lirih. “Apakah kita sudah sampai di tengah hutan gaib ini?”

Aku menggeleng. “Belum. Kami menunda perjalanan kami, menunggu kamu tersadar!”

Siti berusaha untuk duduk, dan aku pun membantunya. “Kita harus segera menuju ke tengah hutan, atau kita semua tidak akan pernah bisa keluar dari dunia gaib ini!”

Perjalanan Feby, Agung, dan Siti pun berlanjut. Mereka memutuskan untuk segera mencapai tengah hutan sebelum malam datang, karena menurut penjelasan dari Pak Khoiri, mereka tidak boleh memasuki hutan gaib itu saat malam hari atau mereka akan hilang selama setahun penuh.

Sementara itu, di tempat Andre dan kawan-kawan, tanpa mereka sadari, Mela sudah menghilang dari tempat mereka. Hal itu membuat panik mereka semua, saat mereka bertanya kepada Pak Khoiri, dia hanya menjawab kalau dia sama sekali tidak melihat kedatangan ataupun kepergian seorang gadis yang mereka maksudkan. Hal itu membuat mereka semua merinding, dan juga panik.

Tak mau terjadi apa-apa padanya, Andre berlari keluar rumah dan bergegas mencari keberadaan Mela. Hal ini sempat ditentang oleh Cici, namun Andre sudah keras kepala ingin mencarinya. Ketika Andre melepaskan tangan Cici yang menggenggam tangannya, membuat hati Cici hancur. Dia menduga kalau Andre kini telah terpincut oleh Mela, dan dari sanalah, hubungan cinta mereka berdua berakhir.

Sebelum teman-teman yang lain mengejar Andre, Pak Khoiri mengingatkan kalau gadis yang ingin Andre cari bukanlah gadis yang sebenarnya. Oleh karena itu, Pak Khoiri mengingatkan untuk berhati-hati jikalau mereka ingin mencarinya.

***

[Feby POV]
Kami bertiga telah memasuki hutan gaib itu. Di sana, kami merasa banyak mata yang melirik ke arah kami, namun tak tahu mengapa mereka hanya mengintip dari kejauhan, tanpa berani ataupun mau untuk mendekat.

Kata Siti, mereka tidak mendekat karena takut akan perewangan yang menyertaiku dan juga Siti sendiri.

“Tenang saja, Nona Feby. Mereka tidak akan dan takkan berani mendekat,” kata Siti yang masih terus berjalan di sampingku. “Bersyukurlah karena kita berdua memiliki perewangan gaib, sedangkan Agung memiliki mental yang kuat dan juga membawa pegangan bambu kuning, sehingga mereka tidak berani mendekat.”

Tak beberapa lama kemudian, mereka akhirnya tiba di tengah hutan, dan betul di tengah hutan ada sebuah rumah dari kayu yang sudah agak reyot, namun cukup besar. Tak mau menunggu lama, kami bertiga segera menuju rumah itu dan mengetuk pintu. Dari sana, belum kelihatan ada seseorang yang hendak membukakan pintu, malah di dalam terdengar suara seorang perempuan yang sedang menjalankan sholat.

Mendengar hal itu, kami bertiga saling bertatapan satu sama lain, mereka semua bertanya-tanya bagaimana mungkin ada sesosok jin yang sholat di dalam rumah, kan biasanya setiap jin muslim selalu berada di dalam masjid.

“Woy, bukankah ini aneh?” tanya Agung penasaran. “Bukankah jin muslim selalu ada di masjid dan mushola? Lalu, kenapa ada jin yang sholat di dalam rumah?”

Ketika aku hendak menjawab perkataan Agung saat itu, tiba-tiba pintu kayu itu dibuka pelan. Dari sana keluarlah seorang nenek yang terlihat seperti berusia enam puluh tahunan datang menyambut kami bertiga.

“Assalamu’alaikum, nek,” sapaku memberi salam kepada nenek itu. “Kami datang ke mari karena ada perlu dengan seseorang penghuni rumah kayu tengah hutan ini.”

“Waalaikum salam, nisanak. Ya, saya adalah penghuni satu-satunya di rumah kayu ini. Memangnya ada perlu apa dariku?” jawab nenek itu yang masih menatap kami dengan tatapan menelisik.

“Anu, kami di sini... ingin meminta janur kuning emas untuk menyembuhkan seseorang. Boleh?” Agung berusaha menjelaskan maksud kami bertiga datang. Nenek itu masih terlihat sinis menatap kami.

“Maafkan aku, kisanak! Bukan berarti aku tak ingin memberikan janur kuning emas itu padamu, namun aku sudah diperintahkan untuk menjaganya, dan tanpa izin dari orang itu, aku tidak bisa memberikannya kepada kalian. Ini sebuah amanat, nak.” Jawab nenek itu menolak maksud baik kami. “Kalau sudah tidak ada keperluan lain, silahkan untuk segera meninggalkan tempat ini sebelum sorop. Bahaya!”

Tak punya pilihan lain, kami memutuskan untuk pergi dengan tangan kosong, meski begitu, kami masih sangat menghargai sosok jin muslimah itu yang menyambut kami dengan ramah, walaupun agak sinis.

Namun sebelum kami pergi, dari ranselku keluar sosok naga yang panjang dan dipenuhi oleh api di sekujur tubuhnya.

“Lama tak bertemu, Nyi Masramah,” kata naga itu tersenyum.

“Ah, Naga geni. Sudah lebih dari empat puluh tahun semenjak pertarungan kita. Apa yang membuatmu kemari? Tunggu, kalau kau ada di sini, itu berarti Mbok Ruqayah telah memberi izin kepada manusia-manusia itu!” sahut Nyi Masramah tertegun.

“Iya. Mbok Ruqayah memintaku untuk mendampingi anak-anak manusia itu. Dan Mbok Ruqayah menginginkan janur kuning emas itu untuk menyembuhkan cicitnya. Grrggh!” jawab Naga Geni yang kemudian kembali masuk ke dalam ranselku.

Setelah itu, Nyi Masramah manggut-manggut lalu mempersilahkan kami untuk masuk ke dalam rumahnya. Di sana, rumah Nyi Masramah terlihat biasa-biasa saja, layaknya seperti rumah manusia pada umumnya, namun cuman hambar saja, tak ada hiasan maupun perabotan rumah tangga.

Ketika kami hendak melangkah mengikuti nenek tua itu ke belakang, nenek itu melarangnya.

“Nggak usah. Kalian tunggu saja di sini. Biar aku ambilkan janur kuning emas itu,” kata Nyai Masramah ramah namun masih penuh kewaspadaan. “Dimohon bagi yang penasaran untuk tidak menginjakkan kaki kemanapun, terlebih lagi untuk mengintipku.”

Mendengar nasehat sekaligus ancaman dari nenek Masramah, membuat kami merinding seketika. Saat berada di rumahnya, kami hanya terdiam, tidak berani melangkah satu langkahpun untuk mengintip apa yang sedang dilakukan oleh nenek tua itu.

Setelah menunggu sekitar tiga puluh menitan, nenek tua itu kembali dengan membawa sebuah janur kuning yang begitu berkilau, seperti emas, membuat kami semua takjub dengan itu. Sebelum nenek tua itu menyerahkan janur kuning emas itu, Nyi Masramah mewanti-wanti untuk menjauhkan janur itu dari orang-orang yang memiliki hati dan aura yang jahat ataupun buruk, terlebih lagi kepada orang yang cemburu.

“Cemburu, nek?” tanyaku heran.

“Iya. Aku merasakan ada aura kecemburuan yang berselimut di dalam kelompok kalian. Sekali janur ini merasakan aura jahat itu, maka janur ini akan segera berubah menjadi hitam,” jawab nenek tua itu. “Hati-hatilah dengan kecemburuan, nak! Karena kesombongan dan kecemburuan, iblis menggoda nenek moyang kalian, sehingga dikeluarkan dari syurga.”

“Lalu, bagaimana caranya melindungi janur kuning emas ini supaya terhindar dari aura hitam, nek?” tanya Siti.

“Hati pemegangnya. Selama hatimu tidak tertutupi oleh kabut negatif, maka janur itu akan baik-baik saja.”

Setelah itu, kami bertiga pun pamit. Ketika kami selangkah keluar dari rumah Nyi Masramah, tiba-tiba kami diteleportasi kembali ke rumah Pak Khoiri.

Sesampainya di sana, Pak Khoiri menyambut kami dengan senyuman penuh kepuasan dan juga sesuatu yang membuat kami resah. Ketika aku masuk ke kediamannya, aku tidak menemukan siapapun dari teman-temanku berada di sana. Kemudian, Pak Khoiri menyuruh kami untuk duduk lalu menjelaskan semuanya.

“Bagaimana? Apa kalian sudah bertemu dengan Nyi Masramah?” tanya Pak Khoiri meminta kepastian, walaupun aku yakin kalau dia sudah tahu.

“Ya, kami berhasil bertemu dengannya. Namun anehnya, dia merupakan jin muslim. Padahal aku sudah yakin kalau jin itu adalah jin yang sama seperti jin-jin pada umumnya,” jawabku menjelaskan. “Dan juga, setelah kami tiba di depan alas gaib, kami dihadang oleh Genderuwo Wowo Langsang. Untung saja perewangan Siti, Balasadewa datang dan menolong kami, jadi kami bisa selamat.”

Pak Khoiri sedikit tertawa. “Hahaha... kalian anak-anak yang menarik. Aku suka itu. Di alam kegaiban, banyak hal yang belum kita ketahui, nak. Sosok jin yang bernama Nyi Masramah itu dulunya adalah jin kafir, yang melindungi janur kuning emas itu. Mbok Ruqayah lah yang berhasil mengalahkannya dan mengislamkan jin itu lewat bantuan dari Mbah Jayos dan Mbah Bakrie.”

“Hm... begitu, ya?” sahut Agung manggut-manggut. “Kalau begitu, di mana teman-teman kami?”

“Haahh... mereka mengejar teman kalian yang bernama Andre itu. Setelah mendapati kalau teman kalian yang bernama Mela menghilang.” Jawab Pak Khoiri sambil menghela napas.

“Dari saat itulah, aku merasa ada sesuatu yang teramat buruk sedang menimpa mereka. Aku ingin menyusul mereka, namun aku juga harus menjaga amanat untuk menunggu kalian bertiga.”

***

[Third POV]
Sementara itu, jauh di lain pihak Andre sedang mencari Mela palsu itu. Saat itu, Cici tanpa lelah mencoba menghentikan kenekatan si Andre untuk berhenti mengejarnya, namun Andre tetap ngeyel dan tetap pada pendiriannya untuk mencari Mela.

Perjalanan mereka mengantar mereka ke sebuah telaga yang di pinggirnya banyak sekali pohon bambu yang begitu tinggi dan kuno. Kuno karena seperti tidak ada seorangpun yang pernah melangkah ke tempat itu.

“Ci, hentikan!” kata Andre yang sedikit membentak. “Aku tak ingin kehilangan seseorangpun di antara kita. Oleh karena itu, aku harus mencari keberadaan Mela.”

“Kau mencarinya karena takut atau kau sudah punya perasaan padanya!?” Cici mengatakan dengan penuh emosi dan cemburu. “Aku sudah tahu kok! Sikapmu beberapa hari ini terlihat aneh dan kau terlihat terlalu peduli padanya. Kau suka kan padanya!?”

“Nggak, Ci. Enggak!” bentak Andre. Setelah itu, Andre pun melepas pegangan Cici dengan paksa dan berlalu dengan cepat. “Kalau begini terus, lebih baik kita putus saja!”

Tak beberapa lama kemudian, teman-teman Cici, seperti Ella dan Nanda segera bergegas menghampiri Cici yang masih terpaku, wajahnya sudah basah akan air mata. Sepertinya dia merasa patah hati.

Meskipun Andre adalah seorang urakan dan preman, namun Cici begitu amat menyukainya. Namun sekarang, semua terasa terebut dari dirinya.

“Ci, kamu baik-baik saja kan?” tanya Nanda yang terlihat prihatin dengan kondisi Cici saat ini. Namun Cici masih saja terdiam, terpaku. Menangis.

“Ci, coba ceritakan pada kami. Apa yang terjadi di antara kau dan Andre?” Ella menyahut dan bertanya pula pada Cici yang masih tetap diam. Menangis.

Tak mau membuat Cici kenapa-napa, mereka berdua pun bergegas membawa Cici kembali. Baru setengah jalan, mereka bertemu dengan Feby, Agung, dan Siti.

“El, Cici kenapa?” tanya Feby khawatir. “Kok dia melamun sambil menangis seperti ini?”

“Nggak tahulah, Feb. Ketika aku menemukannya di jalan sana, dia sudah seperti ini. Mungkin ketika kondisinya sedikit membaik, kita bisa menanyakan apa yang terjadi padanya,” jawab Ella mengangkat kedua bahunya.

Sementara itu, Andre yang tengah mencari keberadaan akhirnya menemukan keberadaan Mela yang tengah duduk di atas batu di sebuah tempat yang teramat asing. Tanpa ragu sedikitpun, Andre menghampiri Mela yang tengah memunggunginya.

“Mel, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Andre yang celingak-celinguk memanggil Mela.

“Kau memang manusia bodoh yang mudah tertipu akan perasaan, ya? Kenapa kalian mudah sekali melakukan kesalahan dan kecerobohan? Apakah kalian tidak bisa membedakan kami dengan sesama manusia seperti kalian?” jawab Mela waktu itu. Dia pun bergegas membalikkan wajahnya, menatap ke arah Andre.

Begitu melihat wajah Mela yang tidak mempunyai wajah, Andre langsung terkejut. Dia tidak bisa bergerak dan berbicara ketika melihat hal yang begitu menyeramkan itu. Dengan cepat demit tanpa wajah itu mendekat ke arah Andre. Hanya dalam sekedipan mata saja, dia sudah berada 50 cm di depan muka Andre.

Saat itu, tangan demit itu mengangkat tangan busuknya, memegang kepala Andre. Ketika tangannya itu menyentuh kepala Andre, terasa ada sebuah aura yang keluar dari tubuh Andre yang kian lama semakin membuat Andre tak mengantuk, sampai tidak butuh waktu dua menit, Andre sudah pingsan tak sadarkan diri.

Sebelum demit itu, yang dijuluki Ki Amor itu hendak mencuri keseluruhan emosi Andre, tiba-tiba muncul tangan memedi yang langsung menarik tubuh Andre yang tak sadarkan diri itu masuk ke dalam tanah. Hal yang perlu diketahui adalah Ki Amor tidak akan bisa memasuki tanah, karena bumi sudah tidak mau menerimanya.

***

[Feby POV]
Kami membawa Cici yang masih termangu itu ke rumah Pak Khoiri. Sesampainya di sana, Cici segera dibaringkan di atas tikar bambu. Sempat kami berkata mengapa Cici tidak dibaringkan di atas ranjang empuk, namun kata Pak Khoiri tidak baik jikalau orang yang kesambet dibaringkan di atas ranjang.

Setelah selesai menyembuhkan Cici, Pak Khoiri segera menyuruh kami untuk membawa Cici ke tempat Mbok Ruqayah untuk menyembuhkannya secara utuh, karena ada sesuatu di dalam diri Cici yang mencegah penyembuhannya dari dalam.

“Kalian harus segera membawa Cici ke Mbok Ruqayah segera,” kata Pak Khoiri yang terlihat cukup panik melihat kondisi Cici. “Ada sesuatu dalam dirinya yang mengganjal penyembuhannya. Kalian harus cepat membawanya ke Mbok Ruqayah!”

“Tapi kenapa?” tanya Ella.

“Aku tak bisa jelasin sekarang. Yang lebih penting saat ini adalah kalian segera membawanya ke rumah Mbok Ruqayah!” jawab Pak Khoiri.

Tak mau menunggu lama, Pak Khoiri segera membawa tubuh Cici keluar dari rumah. Setelah sampai di teras, Pak Khoiri menyerahkan tubuhnya kepada Ella dan juga Nanda, setelah itu Pak Khoiri segera mengambil sebuah ranting pohon rambutan dan melukiskan lingkaran yang cukup besar di hadapan kami semua.

Setelah itu, Pak Khoiri meminta kami semua untuk memasuki lingkaran itu. Tanpa menanyakan apapun, kami memasuki lingkaran itu tanpa basa-basi. Setelah memasuki lingkaran, kami semua diteleportasi ke tempat yang sudah kami kenal sebelumnya.

Ya, kediaman Mbok Ruqayah.

Sesampainya di sana, ada Mbah Gel yang baru pulang dari sawah, diikuti oleh Pak Zaenal dan juga Mbah Jayos. Dan begitu melihat kondisi Cici, Mbah Jayos segera menyuruhku untuk membawa Cici masuk ke dalam.

Tanpa menunggu lagi, kami bawa tubuh Cici masuk ke dalam, dan segera dibaringkan di tikar bambu yang letaknya dua kamar dari tempat kak Umam terbaring.

“Astagfirullah, apa yang terjadi, nak Feby?” tanya Mbah Gel cemas.

“Ndak tahu, Pak! Ketika kami kembali dari mencari janur kuning emas itu, dia sudah ditemukan seperti ini,” jawabku menjelaskan. “Kata Ella dan Nanda yang menemukan Cici, keadaannya begini karena ulah Andre, pacarnya!”

“Dia kesambet aura Ki Amor, nak Feby!” jelas Pak Zaenal menerangkan sembari menerawang kondisi Cici. “Biasanya Pak Khoiri bisa menyembuhkan orang dengan kondisi seperti ini, namun ada sesuatu kekuatan di dalam tubuh Cici yang mencegah penyembuhan itu.
Sepertinya sosok yang ada di dalam tubuhnya akan menyerang siapapun yang mencoba mengusir dirinya dari tubuh Cici.”

Kami semua panik mendengarnya.

Belum sempat kami kaget, tiba-tiba pintu depan diketuk oleh seseorang. Mbah Gel pun berdiri dan membuka pintu itu, yang mana ternyata Mela yang tengah merangkul Andre yang tengah kosong.

Begitu melihat Mela, tiba-tiba dahi Cici mengeluarkan mustika kecil berwarna hitam. Setelah itu, Cici pun bangkit dan mencoba menyerang Mela. Gerakannya yang sangat cepat, mustakhil orang-orang yang ada di situ untuk memprediksi dan menghentikan langkah Cici. Namun, dengan tenang Mela langsung mengangkat telapak tangannya tepat di depan Cici, membuat Cici terpental seketika.

“Apa-apaan ini? Baru datang saja sudah mendapat sambutan yang tak mengenakkan,” ujar Mela sedikit kesal.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close