Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ANAK KECIL DI PINGGIR PANTAI (Part 2)


Aku menatap lebih dalam, hingga sebuah gambaran pun muncul. Sebuah kapal sedang berlayar di tengah laut.

"Kapal laut?" tanyaku pada Mang Genta. Ia hanya menganggukan kepala, tanpa menjawab pertanyaanku.

"Kenapa tuh anak, Mir?" tanya Hendra.

"Aku juga masih bingung. Coba lu minta Mang Genta ngomong yang jelas. Ini lagi liburan bukan ujian semester."

"Mang, emang kenapa sama kapal laut?" tanya Hendra pada penjaganya.

Mang Genta sedikit menarik tangan anak kecil itu, lalu dimasukin ke dalam tubuh Hendra. Penjaga yang jahil. Seketika itu Hendra langsung menangis.

"Padahal tadi ketawa-tawa. Giliran masuk ke badan, eh malah nangis," gerutuku.

"Lu apaan si Hendra, Mir? Ampe nangis." Wildan tiba-tiba muncul di belakangku.

"Lu datang di waktu yang tepat, Dan."

"Hah?"

"Pegangin si Hendra! Takut lari."

"Ah elah, liburan masih sempet-sempetnya mediumisasi." Wildan duduk di samping Hendra.

"Lu bisa keluarin sendiri kan, Hen!" teriak Wildan tepat di telinga Hendra. Malah membuat si anak kecil makin menangis.

"Nangis kejer dia, Mir. Kaget kali denger suaraku yang merdu."

"Lu pegangin aja, Dan. Aku pengen tau dia kenapa." 

"Jangan lama-lama. Badan si Hendra kaya babon. Berat."

"Iya, bentar."

"Adek jangan nangis terus, kasian kakanya," ucapku pelan melaui batin.

"Katanya adek mau dijemput."

"Dijemput siapa?"

"Ayah."

Kutatap wajahnya, menyelami masa lalunya lebih dalam. Sebuah gambaran muncul.

"Ayah!" teriak Anak itu di atas sebuah potongan kayu yang terombang-ambing di lautan.

"Ayah!" 

Kulihat banyak barang mengampung. Orang-orang sibuk berenang, berusaha menyelematkan diri. Namun, tak ada tanda dari ayah anak ini. Apakah beliau sudah tewas tenggelam?

"Mir," panggil Wildan.

"Bentar, Dan," balasku sambil menutup mata.

"Buruan, malu aku diliatin orang."

Aku membuka mata, beberapa orang sudah melihat ke arah kami. "Peluk aja, Dan. Kalau ada yang tanya, bilang aja abis diputusin cewek."

"Kagak ah, ntar aku dikira pasangan nganu!"

"Ayah," ucap Hendra.

"Ayah-ayah mulu, Hen! Di rumah kali," sentak Wildan.

Sebuah gambaran kembali muncul. Terlihat seorang pria sedang berenang ke arah anak itu. 

"Ayah!" teriak Anak itu.

"Der... Deri!" sahutnya seraya berenang menghampiri. Oh, nama anak itu Deri.

"Ayah!"sahut Deri masih memegang potongan kayu.

"Adek tunggu di sini sebentar, ayah cari pelampung," ucapnya berusaha menenangkan Deri yang menangis.

"Pegangan yang kuat," pesannya. Lalu berenang meninggalkan Deri.

"Iya." Deri memeluk potongan kayu dengan erat.

Cukup lama Deri terombang-ombing di tengah lautan. Namun sebuah ombak besar datang, menghantam tubuh kecilnya. Hingga pegangannya terlepas dan menghilang tersapu ombak.

"Udah, Hen. Keluarin aja," ucapku saat membuka mata. Hendra pun tersadar dengan tubuh yang terlihat lemas.

"Oh, begitu caranya. Kenapa gak daritadi aja disadarin," keluh Wildan.

"Tau dah! Lama bener si Amir," sahut Hendra kesal, dengan suara lemah.

"Maafkeun, abisnya penasaran sama flashback dia," balasku.

"Ini anak kayanya korban kecelakaan kapal ya, Mir?" tanya Hendra. 

"Iya, Hen."

"Aku sempet ngerasa engap banget soalnya, berasa tenggelem."
Kulihat Deri masih berdiri di dekat Hendra. Di sampingnya ada Mang Genta.

"Dia nungguin ayahnya," ucapku.

"Oalah, pantesan daritadi manggil ayah mulu," balas Wildan.

"Emang ayahnya ke mana, Mir?" tanya Hendra.

"Aku sempet liat sekilas doang. Abis itu gak tau kemana. Entah selamat atau ikut meninggal. Coba lu tanya Mang Genta aja."

Hendra menutup matanya. "Kata Mang Genta, ayahnya udah meninggal," ucapnya saat membuka mata.

"Nah, terus gimana? Jangan bilang aku disuruh nyari ayahnya." Kutatap Mang Genta, ia malah tersenyum lalu menganggukan kepala. "Ah beneran ternyata."

"Beneran apa?" tanya Wildan.

"Aku disuruh nyari ayahnya."

"Ya, tinggal cari, Mir."

"Lu pikir alam mereka itu kecil? Guedeeee banget! Gimana cara nyarinya?"

"Ya, jangan tanyaku, Mir. Kan lu yang disuruh."

"Hen, Mang Genta aja suruh nyari gitu."

Hendra terdiam sebentar. "Dia juga gak tau, Mir."

"Ah, elah. Terus aku musti gimana?" 

"Ya, mana aku tau."

"Coba kamu tanya ke penjaga-penjagamu. Siapa tau ayah anak ini terjebak di Kerajaan laut. Saya tidak bisa ke sana," ucap Mang Genta.

"Siapa yang bisa ke sana?" tanyaku melalui batin.

"Kamu tanya saja satu persatu."

Aku berkonsentrasi penuh. Memanggil si Tebo yang sedang nangkring di atas pohon. 

"Ada apa, Mir?" tanya Si Tebo.

"Bisa cariin ayah anak ini?" 

Si Tebo menatap Deri cukup lama. "Susah, Mir. Ayahnya terjebak di sana." Ia menunjuk ke arah laut.

"Apa kamu tidak bisa membawanya ke mari?"

"Saya tidak mungkin diizinkan masuk."

"Oh, baiklah!"

Si Tebo pun menghilang. Kini gantian si Hitam yang muncul di hadapanku.

"Kenapa, Mir?" tanyanya.
"Bisa bantu bawa ayah anak ini?"

Si Hitam menghilang. "Saya tidak diizinkan membawanya," ucapnya saat kembali.

"Berarti kamu sudah bertemu dengan ayahnya?"

"Sudah. Dia memang ada disana. Tapi sangat sulit membawanya ke sini. Harus mendapatkan izin dari Ratu."

"Oh, makasih, Tam!" 

"Sama-sama, Mir!" Si Hitam pun menghilang.

"Gimana, Mir? Udah ketemu?" tanya Hendra.

"Udah."

"Kok aku gak liat dia datang?" 

"Dia masih kejebak di Kerajaan Laut."

"Seriusan?"

"Hooh, tadi si Hitam mau coba ajak kesini. Tapi perizinannya ketat. Dia gak bisa."

"Astaga, ada birokrasi juga di alam tetangga," sahut Wildan.

"Ya gitu lah, Dan. Kita gak bisa maen asal ambil. Ntar malah jadi ribut."

"Bilang aja, anaknya mau ketemu gitu."

"Tetep harus izin ke Ratunya."

"Emang Ratunya gak bisa ditemuin gitu?"

"Ya mana aku tau. Yang kesana kan bukan aku."

"Mungkin Ratunya lagi tidur kali. Jadi gak boleh diganggu."

"Hus! Ntar anak buahnya denger bisa dikejar ampe rumah lu, Dan," timpal Hendra.

"Eh, maaf. Canda Ratu...."

"Dasar anak TikTok. Jadi kelanjutannya gimana, Mir?"

"Harapan terakhir cuman si Kingkong. Bentar aku panggil semoga aja dia bisa bawa ayahnya."

"Kalau gak bisa?" tanya Wildan.

"Ya, biarin di sini aja. Nunggu ampe ada orang yang bisa. Atau mau lu bawa ke rumah, Dan? Biar ada temen maen."

"Ogah!"

BERSAMBUNG
close