Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 63) - Ziarah Kubur


"Hei... bagaimana bisa kau menjadi anggota satria bayangan, sementara kamu adalah anggota Perkumpulan Bunga Teratai!?" Sambil jari tangan Jaka Indi menunjuk kearah tatto bunga teratai yang ada di bahu Aninditha.

Kebetulan Aninditha saat ini mengenakan pakaian atasan yang bagian punggung baju atasnya agak terbuka. Sehingga dapat terlihat kulit mulus bahunya dan sebagian gambar tatto bunga teratai di bahunya.

Aninditha tersentak kaget, dalam hatinya sungguh jeli mas Jaka ini, bisa mengetahui kalau tatto bunga teratai ini bukanlah tatto hiasan belaka, tapi merupakan simbol keanggotaan Perkumpulan Bunga Teratai.

Aninditha menghela nafas getun, lalu katanya sambil kembali berbisik ke sisi telinga Jaka Indi. "Aku adalah anggota Satria Bayangan yang disusupkan kedalam perkumpulan Bunga Teratai. Mas Jaka kelak bisa mengkonfirmasi kebenarannya ke Mas Indrajit." Jelas Aninditha.

"Kalau kamu anggota Satria Bayangan nomor 39, anggota Satria Bayangan nomor berapakah mas Indrajit?? Tanya Jaka Indi sambil lalu.

"Nomor17." Jawab Aninditha.

Kali ini Jaka Indi mulai mempercayai Aninditha.

"Baiklah aku mempercayaimu, "Ayo kita ke tempatmu di Sleman sambil membicarakan Satria Bayangan dan Perkumpulan Bunga Teratai lebih lanjut."

Aninditha mengangguk lalu, berjalan meninggalkan Jaka Indi menghampiri teman-temannya terlebih dahulu untuk pamitan, dan mengatakan akan pulang bersama Jaka Indi yang sekarang diakuinya sebagai sedulurnya (saudaranya).

Sementara Jaka Indi mendatangi pedagang angkringan dan membayar apa yang tadi sudah dipesannya, berikut apa yang sudah dipesan oleh Aninditha dan teman-temannya.

Berikutnya Aninditha mengambil motor matic beatnya, dan dibawanya berhenti didepan Jaka Indi yang telah bersiap ditepi jalan.

"Mas Jaka saja yang bawa, biar aku bonceng mas Jaka," ucap Aninditha sambil turun dari motor dan mempersilahkan Jaka Indi yang membawa motornya.

"Aku tidak tahu jalan," Ucap Jaka Indi.

"Tidak apa-apa, nanti aku yang menunjukkan jalannya, sekarang mas Jaka lurus saja ikuti jalan ini."

Saat ini Jaka Indi dan Aninditha sudah berada di atas motor honda beat milik Aninditha,.

Hanya saja karena motor honda beat ini bangku joknya terhitung kecil maka Jaka Indi dapat merasakan tubuh Aninditha yang erat merapat ke punggungnya. Bahkan Aroma harum parfumnya juga tercium oleh Jaka Indi.

Dalam perjalanan Aninditha mulai melanjutkan ceritanya kembali, bahwa ia belum lama menjadi anggota Perkumpulan Bunga Teratai, la bisa masuk anggota perkumpulan tersebut karena dibawa saudara sepupu dari pihak ibunya yaitu Anindya, bahkan ia baru tahu tahu kalau sepupunya Anindya itu punya jabatan yang tinggi sebagai salah satu duta di perkumpulan tersebut.

"Ouwh... Jadi Anindya itu sepupumu toh." Sela Jaka Indi memotong pembicaraan Aninditha.

"He.. eh..!" Jawabnya, "Mas Jaka, bolehkah aku berpegangan, agar aku tidak terguncang dan terjatuh."

"lya silahkan," Kemudian Aninditha memeluk pinggang Jaka Indi dengan kedua tangannya, serta merapatkan tubuhnya lebih ketat lagi, hingga jangga Indi dapat merasakan sepasang bukit kembar Aninditha yang padat dan menekan kuat di punggungnya.

Bila umumnya tubuh gadis remaja halus dan lembut, berbeda dengan kebanyakan gadis-gadis umumnya, tubuh Aninditha justru atletis, sintal dan padat, bahkan tubuhnya juga lebih tinggi dari kebanyakan gadis umumnya.

Jok motor honda beat ini memang terhitung kecil bila digunakan oleh Jaka Indi yang setinggi 173 cm bersama Aninditha yang tingginya sekitar 168 cm. Tentu saja Aninditha harus merapatkan tubuhnya agar duduknya tidak tergelincir jatuh kebelakang.

Kembali Aninditha melanjutkan ceritanya, kalau dalam waktu dekat Perkumpulan Bunga Teratai, akan memperingati hari terbentuknya Perkumpulan itu, maka seluruh anggota diperkirakan akan hadir pada acara tersebut.

Saat ini beberapa anggota Perkumpulan Bunga Teratai yang tersebar di tanah Jawa telah berkumpul di Yogyakarta, untuk bersama Anindya berangkat ke negeri Suralaya.

"Dengan kendaraan apa mereka ke Suralaya," Tanya Jaka Indi.

"Anindya, nona Gendis, dan aku akan menggunakan kereta kuda milik Anindta, sedang yang lainnya mengendarai kereta-api ghaib."

"Apa itu Kereta Api Ghaib!? Tanya Jaka Indi dengan nada bingung, karena belum pernah mendengarnya.

"Itu lho...!! Kereta Setan, yang biasa digunakan makhluk astral dalam berpergian, termasuk dalam perjalanan lintas dimensi, sebenarnya kereta setan ini seperti kereta api biasa, hanya hampir seluruh penumpang dan juga kondekturnya atau masinisnya berasal dari kalangan makhluk astral, hanya sedikit saja yang penumpangnya berasal dari kalangan manusia." Terang Aninditha.

Udara malam hari terlebih dengan mengendarai sepeda motor, sebenarnya terasa dingin menggigit tulang, namun saat ini Jaka Indi merasa nyaman saja. Karena dari tubuh Aninditha yang memeluk erat dirinya seperti memancarkan hawa panas, yang membuat hangat tubuhnya.

"Bagaimana dengan Pasukan hitam atau Satria Bayangan, mengapa kamu menyebut mas Indrajit atasanmu, bukankah kalian anggota yang sama."

"Mas Indrajit bukan saja anggota senior di organisasi Satria Bayangan, tapi dia juga yang melatih dan membimbing kami sebagai anggota yang masih baru. Kalau nanti didepan ada gapura warna hijau, mas Jaka beloklah ke kanan, dari sana tidak jauh lagi tempat tinggalku."

Beberapa saat kemudian sampailah mereka di sebuah bangunan kuno, dengan arsitektur Jawa yang indah.

"Tinggal bersama siapakah kamu disini?" Tanya Jaka Indi.

"Saat ini hanya berdua saja dengan Yuk Yem, asisten rumah tanggaku, kebetulan kedua orang tuaku sudah meninggal."

Kemudian Aninditha mengetuk pintu rumahnya, yang tidak lama dibukakan pintunya oleh seorang ibu paruh baya berkain jarik, "Yuk Yem.... ini saudaraku, mas Jaka dari Jakarta, tolong rapikan dan siapkan kamar depan untuknya beristirahat."

"Injih (iya) den Ayu," Ucapnya santun.

***

Tak terasa oleh Jaka Indi, ternyata pagi sudah bersinar terang, bergegas Jaka Indi bangkit membersihkan diri dan sekalian berwudhu untuk melaksanakan sholat subuh.

Lelap sekali tidurku, sampai tidak mendengar suara adzan subuh, bathin Jaka Indi.

Selesai sholat, berzikir dan dilanjutkan meditasi sesaat, Jaka Indi kemudian bangkit dan berjalan keluar kamar.

"Mas Jaka ayuk... sarapan bareng." Gapai Aninditha ke Jaka Indi dengan senyum ramah.

Saat ini Aninditha kebetulan juga sudah keluar kamar, dari rambut panjangnya yang masih basah, terlihat kalau Aninditha sudah mandi tapi masih mengenakan piyama tidur kembang-kembang warna biru laut.

Sesampainya di meja makan Aninditha menarik kursi untuk dirinya dan untuk Jaka Indi.

"Oke..." jawab Jaka Indi, seraya kakinya melangkah kearah meja makan, dan ikut duduk di dekat Aninditha.

"Pagi ini Yuk Yem masak nasi goreng campur teri dan petai, dan lauk perkedel, serta tahu, tempe, telur dadar sama ikan gurame dan kerupuk udang, mudah-mudahan mas Jaka suka. Setelah sarapan nanti baru kita ziarah kubur, gak pa-pa kan mas." Terang Aninditha.

"Gak apa-apa, aku juga suka menunya, dan terimakasih banyak atas semua bantuan non Aninditha, serta maaf ya.. sudah merepotkan." Jawab Jaka Indi.

Setelah selesai sarapan Jaka Indi mendekati Aninditha dan berkata "Aku pikir nona tidak perlu mengantarkan-ku ke makam, saat ku cek di google maps, ternyata Pemakaman Umum Seyegan lokasinya tidak jauh dari sini, biar aku sendiri naik ojek online atau taxi online saja, nona bisa pergi berangkat kuliah, atau istirahat di rumah. Dari pemakaman, aku tidak kembali lagi kesini, tapi melanjutkan perjalananku untuk menyelesaikan beberapa urusan." Terang Jaka Indi.

Kemudian Jaka Indi mengulurkan tangannya untuk bersalaman dan pamitan, tapi Anindya bukannya menyambut tangan Jaka Indi, justru malah maju dan memeluk Jaka Indi erat-erat.

"Mas Jaka jaga diri baik-baik, saat ini mas Jaka termasuk dalam daftar pencarian orang dan target pembunuhan nomor satu dari pihak Perkumpulan Bunga Teratai," bisiknya disisi telinga Jaka Indi.

Jaka Indi hanya mengelus lembut punggung Aninditha, dan menepuk-nepuknya perlahan.

Kemudian berkata. "Kamu yang harus menjaga diri baik-baik, karena kamu berada di organisasi perkumpulan bunga teratai yang merupakan sarang para pembunuh."Terima kasih ya..." Ucap Jaka Indi seraya mendorong perlahan kedua bahu Aninditha untuk melepaskan diri dari pelukannya.

"Itu sepertinya taxi online yang ku pesan sudah datang." Saat melihat ada avanza warna silver yang berhenti didepan rumah Aninditha.

Jaka Indi lalu melangkah lebar menuju taxi online yang sudah menunggunya, dalam beberapa menit kemudian Jaka Indi sudah menghilang dari pandangan Aninditha.

Aninditha hanya dapat memandang Jaka Indi dengan mata berkaca-kaca dan menghela nafas sedih, karena ia tahu siapapun yang sudah menjadi target pembunuhan dari pihak Perkumpulan Bunga Teratai, belum pernah ada yang bisa lolos dari kematian.

BERSAMBUNG
close