Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR PATI (Part 11) - Kang Mardi Dan Yu Menuk


JEJAKMISTERI - "Gubraakkk...!!! Krompyaannggg...!!! Praannggg...!!!" terkejut, Yu Menuk terbangun dari tidur pulasnya. Suara berisik dari arah ruang depan itu jelas telah mengganggu tidur nyenyaknya. Dan lebih terkejut lagi saat ia tak mendapati Kang Mardi, sang suami, disisinya. Hanya ada Putri, anak semata wayang mereka yang masih tertidur pulas seolah tak terganggu oleh suara ribut ribut itu.

"Brengsek! Dasar laki laki tak tau diuntung! Nggak tau orang lagi capek apa, malam malam begini ribut ndak jelas! Ganggu orang tidur aja!" Sambil bersungut sungut Yu Menuk beranjak turun dari pembaringan, lalu bergegas melangkah menuju ke pintu kamar.

Namun sampai di depan pintu langkahnya terhenti. Juga tangannya yang sudah bersiap untuk membuka pintu. Suara ribut dari ruang depan itu semakin jelas terdengar. Seperti suara benda benda yang dilempar dan dibanting. Mustahil kalau itu ulah suaminya.

Memang, sore tadi mereka sempat bersitegang, gara gara ikan asin jatah lauk sang suami raib digondol kucing. Tapi semarah marahnya Kang Mardi, belum pernah laki laki itu sampai berani menghancurkan barang barang perabotan mereka. Apalagi di tengah malam begini.

"Jangan jangan Maling!" Sebuah pikiran buruk melintas di benak perempuan bermulut bawel itu. "Gawat! Ini ndak bisa dibiarkan! Siapa yang berani beraninya menyatroni rumahku? Belum tau siapa Menuk sepertinya! Lihat saja! Siapapun orangnya, bakal aku jadiin perkedel kalau berani macam macam di rumahku!"

Geram perempuan itu segera menyambar gagang sapu yang menyender di dinding kamar, lalu dengan amarah yang meluap luap ia menyentak pintu kamar hingga terbuka lebar, selebar matanya yang terbelalak saat melihat kondisi ruang depan yang porak poranda seperti habis dilanda gempa.

"Baj*ng*n! Siapa yang berani...." suara Yu Menuk tertahan, saat sesosok laki laki yang berdiri di sudut ruangan itu berbalik dan menatapnya dengan tatapan tajam.

"Kang Mardi?! Apa yang...." gagang sapu di tangan perempuan itu terlepas dan jatuh terhempas ke lantai, seiring dengan rasa amarah Yu Menuk yang tiba tiba mereda dan berganti dengan rasa takut yang teramat sangat. Pelan perempuan itu mundur sambil membekap mulutnya.

Setengah kesadarannya masih bisa mengenali kalau laki laki yang kini mendekat ke arahnya itu adalah Kang Mardi, sang suami. Tapi setengah kesadarannya yang lain mengatakan kalau Kang Mardi yang berada di hadapannya itu bukan sosok Kang Mardi yang biasanya. Sekian lama menikah dan hidup berumah tangga, sekalipun belum pernah laki laki itu berani menatapnya dengan cara seperti itu. Tatapan yang dipenuhi oleh nafsu untuk membunuh, dengan kedua bola mata mendelik hanya menampakkan bagian putihnya saja.

"Kang...," Yu Menuk mendesah pelan, sambil terus mundur perlahan. Hati kecil perempuan itu mengatakan kalau jiwanya sedang terancam. Dan dengan cepat menyusun rencana penyelamatan. Pintu kamar masih terbuka lebar. Dan tinggal beberapa langkah lagi untuk menjangkaunya. Mungkin dengan sekali lompat ia bisa kembali masuk ke kamar dan mengunci pintunya rapat rapat. Persetan dengan apa yang akan diperbuat oleh laki laki itu.

"Perempuan cerewet! Kubunuh kau!" Kang Mardi menggeram, sambil memburu ke arah Yu Menuk yang juga telah berbalik dan berlari masuk kedalam kamar.

"Wong edan!" Yu Menuk membanting pintu hingga tertutup rapat. Tangannya yang mulai gemetaran meraba raba dan mencoba mengaitkan grendel pintu. Namun terlambat, Kang Mardi yang sudah seperti orang kesetanan itu dengan sekuat tenaga mendobrak pintu kayu jati itu hingga kembali terhempas terbuka, menerjang tubuh Yu Menuk yang berusaha menahannya, hinga tubuh perempuan itu terhempas dan terlempar menimpa meja rias hingga meja itu hancur berantakan.

"Arrggghhh...! Baj*ng*an kau Mar... heegghhhhh...!!!" Yu Menuk tak kuasa melanjutkan umpatannya, saat Kang Mardi dengan buas menubruk dan menindih tubuh Yu Menuk yang tergeletak di lantai. Kedua tangan laki laki itu dengan sekuat tenaga mencengkeram dan mencekik leher Yu Menuk, hingga perempuan itu megap megap dan meronta ronta.

"Mati...!!! Mati...!!! Mati kau perempuan cerewet! Hahaha...!!!" Kang Mardi tertawa keras sambil menghempas hempaskan kepala sang istri ke lantai. Usaha Yu Menuk untuk melawan dengan sisa sisa kesadarannya sepertinya sia sia saja. Pelan namun pasti, kesadaran perempuan itu mulai melemah.

"Bapak...!!! Apa yang...," Putri yang terbangun akibat suara ribut ribut itu menjerit begitu melihat sang Bapak yang tengah menganiaya sang ibu dengan sangat brutalnya. Gadis kecil itu belum sepenuhnya mengerti dengan apa yang dilakukan oleh sang bapak. Namun ia sudah cukup sering melihat kedua orang tuanya itu ribut dan berantem.

Maka, meski otaknya belum bisa mencerna apa yang sebenarnya tengah terjadi, namun nalurinya memberitahu gadis kecil itu tindakan apa yang harus segera dilakukannya. Maka tanpa berpikir panjang lagi, gadis kecil itu segera melompat turun dari atas ranjang dan berlari keluar sambil berteriak teriak minta tolong.

"Tolooonnggg...!!! Tolooonngggg...!!!" Jeritan Putri memecah keheningan malam. Kedua tangan mungilnya berusaha membuka pintu ruang depan. Namun sial, pintu itu terkunci rapat, dengan grendel yang mengait pada kusen bagian atas. Tubuh mungil Putri jelas tak bisa menjangkaunya.

"Huaaaaa...!!! Tolooonnggg...!!! Bapak dan emak Putri berantem...!!! Tolooonnggg...!!!" Tangis gadis kecil itupun pecah. Tangan mungilnya masih terus berusaha memutar mutar handel pintu. Bahkan kini ia mulai menggebrak gebrak dan menendang nendang daun pintu itu, berharap ada orang yang mendengar dan datang menolongnya.

Harapan gadis kecil itu sepertinya tak sia sia. Suara deru sepeda motor terdengar mendekat, lalu berhenti di depan rumah itu. Disusul dengan derap langkah bergegas mengarah ke teras rumah.

"Putri! Ada apa Nak? Buka pintunya!" Suara perempuan terdengar tepat di depan pintu, membuat wajah gadis kecil itu berbinar meski air mata masih membanjir disana.

"Bu Guru! Tolong Putri Bu Guru! Emak dan bapak Putri berantem lagi!" Teriak Putri sambil terus mengoprak oprak handel pintu.

"Iya! Tenang Putri! Ibu akan bantu! Tapi tolong buka pintunya dulu!" Suara Bu guru Ratih terdengar sangat tenang, membawa pengaruh kepada gadis kecil itu yang juga ikut merasa tenang.

"Pintunya di gerendel Bu! Tangan Putri tak bisa meraihnya."

"Hmmm, baiklah kalau begitu! Dimana bapak dan emak Putri sekarang?" Tanya Bu Ratih, masih dengan nada tenang.

"Di kamar Bu, lagi bergulat di lantai!" Seru Putri.

"Baik Putri! Sekarang, kamu menjauhlah dari pintu."

"Baik Bu! Putri sudah menjauh."

"Tutup mata dan telingamu Putri!"

"Sudah Bu Guru." Seru Putri lagi sambil berjongkok di sudut ruangan dan menutup mata dan telinganya rapat rapat.

Di luar, Bu Ratih menarik nafas panjang sejenak, lalu mengambil ancang ancang, dan...

"BRUAAAKKK...!!!" sekali dobrak pintu kayu jati yang tebal dan kokoh itupun jebol. Bu Ratih melompat kedalam. Dilihatnya Putri masih meringkuk di sudut ruangan dan menutupi kedua telinganya dengan telapak tangan.

"Bagus Putri! Tetap disitu! Jangan kemana mana sebelum ibu panggil," tegas Bu Ratih sambil bergegas menuju ke kamar yang pintunya masih terbuka lebar.

"Biadab!"

"Bhuaagghhh...!!!"

Diiringi dengan teriakan lantang Bu Ratih menerjang tubuh Kang Mardi yang masih menindih dan mencekik Yu Menuk yang sudah tak berdaya. Tubuh laki laki itu terlempar dan terhempas le dinding kamar, lalu terjerembab ke atas lantai.

"Ahhhhhh...!!!" Yu Menuk yang merasa telah terbebas merintih lirih sambil menggeliat.

"Kamu nggak papa Yu?" Bu Ratih membantu perempuan itu untuk berdiri.

"Ahhhh...!!! Ke...pala...ku! Put...tri!" Yu Menuk merintih sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing bukan kepalang.

"Putri baik baik saja Yu! Sekarang menyingkirlah! Biar kuurus iblis laknat yang merasuki suamimu itu," ujar Bu Ratih.

Dengan langkah sempoyongan Yu Menuk lalu keluar dari kamar yang sudah beraantakan itu, sementara Bu Ratih berbalik menghadap ke arah Kang Mardi yang kini merangkak diatas lantai sambil menggeram geram dan menatap tajam ke arah Bu Ratih dengan matanya yang mendelik tajam.

"Pengecut! Beraninya berlindung di dalam tubuh manusia lemah! Keluar dan hadapi aku kalau kau memang jantan!" Desis Bu Ratih tajam.

"Grrrrrrrr...!!!" Kang Mardi menggeram, sambil menelengkan kepalanya kekiri dan kekanan. Kedua bola matanya yang mendelik dan memutih menatap Bu Ratih seolah menantang. Lalu dengan sekali sentakan laki laki itu menerjang kedepan, tepat ke arah Bu Ratih yang masih berdiri tenang.

"Whuuusss...!!!" Sangat cepat gerakan Kang Mardi, sampai sulit untuk diikuti dengan mata telanjang. Namun bukan Bu Ratih namanya kalau sampai tumbang hanya dengan serangan seperti itu.

"Hap!" Sigap Bu Ratih berkelit menghindar, sambil tangannya bergerak cepat menyambar lengan Kang Mardi, lalu membanting tubuh laki laki itu ke lantai.

"Bhuuaakkk...!!!" Tubuh gempal laki laki itu kembali terhempas. Tak mau membuang kesempatan, Bu Ratih lalu melompat ke arah tubuh Kang Mardi yang berusaha untuk bangkit kembali.

"Hap!" Sebelah lutut perempuan itu berhasil mendarat dan mengunci leher Kang Mardi, sementara lutut yang satunya mengunci lengan kiri laki laki itu.

Kang Mardi meronta, berusaha melawan dengan tangan kanannya yang masih bebas bergerak. Namun dengan cekatan Bu Ratih segera menangkap lengan itu dan memelintirnya kebelakang.

"Groaarrrr....!!!" Kang Mardi menggeram dahsyat. Kedua kakinya menendang nendang mencoba memberontak. Tapi sepertinya usahanya sia sia. Tubuh mungil Bu Ratih ternyata cukup kuat menahan gerakannya. Bahkan dengan sangat tenang Bu Ratih kini memejamkan matanya. Tangan kirinya yang masih bebas ia rentangkan sejengkal diatas kepala Kang Mardi, sambil mulutnya komat kamit entah mengucapkan kalimat apa.

"Grooaarrr...!!! Huaaaaa....!!! Panaaaasss....!!! Arrrgghhhhhh...!!!" Tubuh Kang Mardi mengejang hebat, lalu terkulai lemas tak berdaya.

"Cih! Ternyata cuma dhemit ingusan," decih Bu Ratih sambil berdiri dan keluar dari dalam kamar, meninggalkan Kang Mardi yang tergeletak pingsan.

Beberapa warga yang datang setelah mendengar suara ribut ribut segera menolong keluarga malang itu, sambil bertanya tanya apa sebsnarnya yang telah terjadi.

"Hanya kesurupan," singkat Bu Ratih menjawab. Ada gurat keresahan yang terpancar dari wajah perempuan itu. Jika yang merasuki Kang Mardi tadi hanya makhluk rendahan, lalu darimana energi yang tadi ia rasakan begitu kuat?

Tak mungkin ia salah. Inderanya sudah sangat terlatih selama ini. Dan energi besar yang ia rasakan tadi, jelas berasal dari tempat ini. Tapi dimana?

"Whuaaaaa....!!! Toloooonnggg...!!!" Belum sempat Bu Ratih berpikir terlalu jauh, teriakan minta tolong kembali terdengar, disusul dengan kemunculan Mas Danang, tetangga sebelah kanan rumah Kang Mardi yang berlari tunggang langgang sambil menggendong anaknya.

"Hei, ada apa?"

"A...ada...han...tu pak Jar...wo di ru..mah...ku!"

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close