Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

BABAK TERAKHIR NGIPRI KETHEK KELUARGA NINGRAT (Part 32) - Ritual Buhul Tali Mayit

"Tiga orang pembesar bersatu untuk memperebutkan ambisinya masing-masing lewat ngipri kethek."


Untuk part 1-30, bisa langsung baca disini.

Babak akhir Ngipri Kethek Keluarga Ningrat Bagian 2 - Ritual Buhul Tali Mayit

Jaja tak sadarkan diri. Tubuhnya terlentang begitu saja di hadapan pintu. Kabut yang memunculkan banyak sosok menghilang dengan seketika.

Kehadiran Mas Pangarep yang mengetahui lokasi keberadaan Raden Artonegoro dan yang lainnya menjadikan malam itu sebagai malam yang sangat mencekam. Namun, suara teriakan dari Jaja akhirnya menyadarkan orang-orang yang berada di dalam rumah.

Satu persatu mereka keluar dari kamarnya masing-masing. Saat mereka membuka pintu bagian depan, mereka semua terkejut saat melihat Jaja sudah tergeletak dengan sekujur tubuh yang sudah kaku layaknya mayat.
‘’Kang! Jaja kenapa?’’

‘’Bawa masuk ke dalam!’’
Kang Waris tahu. Ia tahu jika ada penyusup yang menyerang Jaja tepat dimana semua orang-orang yang berada di dalam rumah sedang beristirahat. Ia sendiri sudah memperkirakan ini.

Entah karena ada keterkaitan antara rumah yang diberi oleh Ibu Melan dan Pak Subroto atau memang semuanya sudah terencanakan dengan rapih. Sembari menatap langit yang gelap, kang
waris berujar pada dirinya sendiri,
‘’Angkoro? Apa maumu?"

Memang benar. Selama ambisinya belum dimenangkan, maka, segala cara akan mereka lakukan demi mendapatkan anak yang berada di dalam kandungan Ibu.

Bapak dan yang lainnya segera membawa Jaja ke kamarnya. Kali ini, mas rahardian menangis tatkala dirinya mengetahu Jaja sudah tidak sadarkan diri.

Entah bagaimana bisa Mas Rahardian terbangun dari tidurnya. Apakah ikatan bathin antara Jaja dan Mas Rahardian benar-benar sudah menyatu sehingga apa yang terjadi kepada Jaja juga akan dirasakan oleh Mas Rahardian?

‘’Aneh. Tubuhnya terasa sangat dingin sekali, kang. Ini benar-benar seperti mayit.’’ Ucap Bapak kepada Kang Waris
‘’Mas Kuncoro, tolong ambilkan air hangat. Dia sudah terkena buhul mayit.’’ Jelas Kang Waris.

‘’Buhul mayit itu apa, kang?’’
‘’Buhul mayit adalah serangan yang membuat si korban terikat layaknya mayit. Dia tidak bisa bergerak sama sekali karena pelaku menjadikannya seperti mayit.’’

Ketakutan dari Kang Waris benar-benar terjadi. Jaja adalah orang pertama yang mendapatkan serangan total dari ‘’tamu’’ yang dimaksud oleh Ibu.

Namun, dia sendiri belum tahu, siapa tamu tersebut. Jika memang Jaja bisa terselamatkan, maka, semuanya akan terbongkar dengan jelas.

Akan tetapi, dengan tubuh yang tidak bisa bergerak sama sekali layaknya mayat, sangat mustahil Jaja bisa selamat. Buhul mayit bukanlah sebuah ilmu hitam yang tingkatannya rendah. Serangan ini hanya dikenakan pada seseorang saja.

Namun, setiap orang yang mati karena buhul mayit, maka, dia juga akan menjadi peneror atau bagian dari para mayat hidup itu sendiri.

Raden Kuncoro datang membawa sebuah wadah berisi air hangat. Kang Waris mencoba untuk menetralisir tubuh Jaja yang benar-benar bukan seperti orang hidup lagi.

‘’Saya harap, kalian semua keluar dulu. Saya akan bereskan Jaja.’’
Kang Waris mengingat orang yang sama seperti saat itu. Dia adalah Cipto, teman dari Jaja yang meninggal lebih dulu karena serangan dari Pak Lingga yang membuat perutnya hancur.

‘’Kejadian yang kedua kalinya tidak boleh terulang. Aku tidak mau jika Cipto kedua akan meninggal lagi.’’
Kang Waris mencoba untuk berkosentrasi. Ia tahu, tingkatan dari buhul mayit ini bukanlah tingkatan yang rendah dan sembarangan.

Maka dari itu, kang waris mencoba untuk tidak mengaitkan banyak orang karena mungkin saja, sesuatu yang masih mengendap di dalam tubuh Jaja mampu menyerang orang-orang yang berada di sekelilingnya.

Perlahan, kang waris mencoba untuk menetralisir sedikit demi sedikit bagian tubuh dari Jaja. Tidak lupa, ia juga membacakan do’a untuk kelancaran penghilangan energi jahat yang ada di dalam tubuh Jaja.

Selama tindakan penetralisiran itu berlangsung, kang waris benar-benar merasakan adanya perbedaan pada tubuh Jaja.

Perutnya benar-benar tidak berkontraksi. Bagian tubuh yang seharusnya akan berkontraksi tatkala penetralisiran itu berlangsung, semuanya menjadi lumpuh dan tidak bergerak sama sekali.

Kang Waris kebingungan. Apa yang memang sudah tertanam di dalam tubuh Jaja ini sampai-sampai dirinya merasa kewalahan.

Akan tetapi, kang waris tidak menyerah. Ia kembali mencoba hal yang sama untuk bisa menciptakan perubahan dan mampu menyelamatkan Jaja.

Saat dimana Kang Waris kembali melakukan penetralisiran terhadap tubuh Jaja, tiba-tiba, lampu kamar mati dengan sendirinya.
Kang Waris berteriak terhadap orang-orang yang ada di luar untuk segera menyalakan lampu kamar.

‘’Arto! Atau siapa saja yang ada di luar! Cepat nyalakan lampunya!’’ Teriak Kang Waris.
Namun, beberapa kali teriakan itu berlangsung, tidak ada satu pun orang yang berada di luaran untuk menyalakan lampunya.

Kang Waris merasa aneh. Apakah memang orang-orang yang berada di luaran sedang tidak ada tepat di dekat kamar Jaja? Atau memang ini ada kaitannya dengan penetralisiran yang sedang berlangsung?

Saat dimana Kang Waris ingin menghadapkan kepalanya ke arah samping, ia sudah lebih dulu melihat ada sosok putih sedang menggoyang-goyangkan kepalanya.
‘’Astaghfirullah … ‘’

Sosok pocong yang berada di dekat tembok itu terus menerus menggerakkan kepalanya dan mengeluarkan suara aneh,
‘’Iuk!’’
‘’Iuk!’’
‘’Iuk!’’

Kang Waris mencoba untuk menengok ke bagian yang sama. Ternyata, sosok itu sudah selangkah lebih dekat darinya.
Kemungkinan besar, penyebab dari matinya lampu tersebut adalah karena kemunculan dari sosok pocong yang ada di dalam kamar Jaja.

‘’Siapa tuanmu?’’ Tanya Kang Waris.
Tidak ada jawaban sama sekali. Kang Waris kembali perlahan mengintip sosok itu yang sudah ada di bagian sampingnya. Dan hal yang sama pun terjadi. Sosok itu sedikit mendekat ke arah Kang Waris. Suara bebunyian yang sama masih terdengar jelas.

‘’Aku tahu, kau ditugaskan untuk menjadikan Jaja sebagai tumbal dari buhul yang terpasang tuanmu, kan?’’
Kang Waris memberanikan diri untuk menengok langsung kepada sosok tersebut.

Saat dimana dirinya membalikkan pandangannya, tiba-tiba, kang waris terkejut dengan bentukan dari sosok tersebut yang sangat mengerikan.

Bentukan dari sosok tersebut sangat berbeda dengan sosok-sosok pocong pada umumnya. Di bagian kepala sosok tersebut dibiarkan terbuka. Artinya, tali pocongnya sudah menghilang dan sosok tersebut benar-benar tanpa menggunakan tali pocong untuk menutupi kepalanya.
‘’Kau … ‘’

Kang Waris mengenal rupa dari sosok tersebut. Dia adalah teman dari Jaja. Orang yang membantu Keluarga Brotoseno untuk mengejar Kang Waris hingga menuju ke bagian Alas Wingit dan gugur di sana karena dibunuh oleh Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah semua sosok yang gugur di Alas Wingit akan bernasib sama dengan sosok yang ada di dekatnya sekarang.
‘’Masmo. Kembalilah ke alammu.’’

Pocong tersebut hanya menggerak-gerakkan kepalanya. Ia sepertinya berada di bawah kendali tuannya untuk bisa membunuh Jaja yang saat ini sedang dalam keadaan yang sangat kritis.

Perlahan, kang waris mencoba untuk menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tidak mau jika ini terus menerus menjadi sebuah gangguan terhadap orang-orang yang ada di rumah ini.

Jika tidak diselesaikan dengan cepat, maka, semua orang yang ada di rumah ini akan menjadi korban yang sama seperti apa yang telah terjadi kepada Jaja.

Kedua tangan Kang Waris menggenggam kuat. Ia kemudian melepaskan nafasnya dengan kuat dan melepaskan genggaman tersebut tepat di dekatnya. Dengan begitu, muncul sejenis kabut yang dari dalam kabut itu sendiri bermunculan banyak sosok yang sama.

Kang Waris terkejut. Dia kira, yang merasuki tubuh Jaja hanyalah sosok Masmo saja yang dijadikan sebagai penggerak dari tuannya. Namun ternyata, semua orang yang gugur telah hadir tepat di hadapannya.

Dimulai dari sosok yang menyerupai Nyi Endang, mbak ina, mas sugeng, bahkan sampai ada salah satu sosok yang tampak familiar di mata Kang Waris. Orang itu adalah…
‘’Ci-cipto?’’

Seluruh orang yang telah gugur benar-benar digerakkan kembali untuk menyerang keluarga artonegoro dan juga kang waris serta orang-orang yang masih berada di dalam lingkaran tersebut.

Kang Waris mundur beberapa langkah. Ia tidak sanggup untuk menghalau seluruh sosok pocong tanpa ikat kepala tersebut.
Mereka semua bersama-sama menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri seperti mengikuti alur dari tuannya yang sedang mengendalikan mereka semua dari kejauhan.

Sampai-sampai, kang waris terjatuh karena sosok tersebut terus mendekat ke arahnya seperti ingin merasuki tubuh Kang Waris.
‘’Tap!’’
‘’Tap!’’
‘’Tap!’’

Loncatan demi loncatan dari mereka terus mengarah ke Kang Waris. Mereka semua perlahan mendekati Kang Waris sampai-sampai seluruh benda-benda yang ada di sekitarannya benar-benar merasakan getaran energi jahat yang dikeluarkan dari para sosok pocong tanpa ikat kepala tersebut.

Kang Waris memejamkan matanya sejenak. Ia kemudian berkosentrasi untuk bisa menghadapi sosok-sosok yang benar-benar ingin merasuki tubuhnya secara bersamaan.

Jika kuat, sosok-sosok tersebut akan mental dan menghilang dengan sendirinya. Namun, jika tidak kuat, maka tubuh dari Kang Waris sendiri yang akan berdampak dan menerima akibatnya.

‘’Tubuhku tidak akan bisa dimasuki oleh para demit yang dikendalikan oleh manusia berkanuragan hitam.’’

Bersamaan dengan itu, kamar langsung bergetar. Getaran ini juga dirasakan oleh orang-orang yang berada di luaran kamar. Mereka semua menyadari jika ada sesuatu yang terjadi di dalam kamar Jaja.

Bapak segera menggedor-gedor pintu untuk mengetahui keadaan yang ada di dalam sana,
‘’Kang! Ada apa?’’
Getaran itu membuat para sosok pocong kembali merasuki ke tubuh Jaja.

Mereka memasuki tubuh Jaja secara bergantian hingga Jaja yang tadinya tertidur pulas, kini terbangun dengan kondisi mata terpejam dan kedua tangannya yang menyedekap ke bagian dada layaknya pocong.
‘’Ja?’’ Tanya Kang Waris.

Jaja kemudian menggoyang-goyangkan kepalanya secara terus menerus. Ia benar-benar sedang dirasuki oleh pocong-pocong yang ketakutan karena getaran hebat tersebut.

Kang Waris segera berlari ke arah pintu kamar dengan tujuan untuk memberitahu semua orang-orang yang ada di luaran kamar. Ia tahu, sosok yang merasuki tubuh Jaja sangat banyak dan sulit untuk dikeluarkan
‘’Bruak!’’

Bapak dan yang lainnya terkejut saat mendapati Kang Waris yang menampakkan wajah seperti orang panik.
‘’Ada apa, kang?” Tanya Bapak.
‘’Jaja dirasuki oleh pocong kiriman! Tutup pintunya.’’ Ucap Kang Waris.

Saat pintu ditutup, jaja menggedor-gedor pintu menggunakan kepalanya. Entah apa yang terjadi dengan Jaja setelah dirinya menggedor-gedor pintu tersebut.
Namun, gedoran pintu tersebut benar-benar terus dilakaukan olehnya hingga berpuluh-puluh kali.

‘’Kang! Kalo kaya gini, jaja bisa mati!”
‘’Kita tidak bisa melakukan apa-apa! Yang merasuki tubuh Jaja bukan hanya satu!’’
‘’Maksud Kang Waris?’’

Jaja terus menggedor-gedor kepalanya ke bagian pintu. Ibu dan yang lainnya segera mundur ke arah belakang. Nyi Ratih segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan Ibu dan juga Mas Rahardian yang sudah panik terlebih dahulu.

Tidak berselang lama, suara gedoran itu terhenti dengan sendirinya. Raden Kuncoro segera menerobos ke bagian depan dan meminta kepada Kang Waris untuk membukakan pintu,
‘’Kang! Kita harus selamatkan Jaja.’’ Ucap Raden Kuncoro kepada Kang Waris.

Kang Waris hanya terdiam. Dia merasa gagal karena lagi-lagi akan ada korban yang berjatuhan di pihaknya.
‘’Percaya sama aku, kang. Jaja masih bisa diselamatkan.’’

Raden Kuncoro langsung memegang gagang pintu. Dia kemudian meminta kepada yang lainnya untuk mundur beberapa langkah.
‘’Mas?’’ Ucap Bapak.
‘’Biar aku yang urus.’’ Jawab Raden Kuncoro.

Krek! Pintu kamar langsung dibuka oleh Raden Kuncoro. Suasana kamar benar-benar gelap. Tidak ada cahaya sama sekali. Saat dimana Raden kuncoro melangkah, kakinya menginjak cairan yang sudah ada di bagian lantai.

Raden Kuncoro penasaran dengan cairan tersebut. Ia pun kemudian merendahkan tubuhnya dan memegang cairan yang ada di lantai dengan menggunakan tangannya.
‘’A-apa ini?’’
Raden Kuncoro pun keluar dari kamar untuk melihat cairan tersebut dari luaran kamar.

Saat tangannya di tunjukkan ke arah Bapak dan Kang Waris, keduanya langsung terkejut,
‘’Mas! Darah siapa itu?’’
Tidak lama kemudian, raden kuncoro langsung terjatuh tatkala ada sesuatu yang menabraknya dari arah belakang. Dan ternyata, jaja terjatuh tepat di tubuh Raden Kuncoro.

‘’Bruk!’’
Raden Kuncoro langsung melihat dengan jelas tubuh Jaja yang sudah tidak bergerak lagi. Ia pun langsung terkejut mana kala bagian kepala Jaja sudah benar-benar tidak utuh lagi.
‘’JA.. JAAAAAAAA!’’

Kematian Jaja benar-benar membuat Kang Waris terpukul. Ia tidak menyangka, jika orang yang ingin ditolongnya telah meninggal terlebih dahulu.
‘’Kita harus bagaimana?” Tanya Ibu.

Bapak hanya terdiam. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Kali ini, teror yang mengerikan benar-benar terjadi dengan cepat. Hingga kini, kang waris dan yang lainnya masih mencari cara agar serangan itu segera dihilangkan.

Sementara itu…
Di rumah Keluarga Ningrat, mereka semua melakukan sebuah pesta kecil-kecilan untuk merayakan kematian Jaja yang menjadi satu pembaruan terbaru dengan dilakukannya ritual buhul mayit yang digunakan untuk menghabisi seluruh Keluarga Artonegoro.

‘’Kau hebat, pangarep! Kali ini kau bisa diharapkan! Aku yakin, dengan majunya dirimu ke arah depan, kita akan dengan cepat mendapatkan bayi itu!’’ Puji Raden Angkoro.
‘’Dengan matinya Jaja, dendamku sudah terbalaskan dengan sempurna.’’ Jelas Pak Lingga.

Semua orang yang berada di sana benar-benar merasakan suka cita yang mendalam atas kematian Jaja.
Akan tetapi, hanya ada satu orang yang sedari tadi terdiam dan memperhatikan para wajah yang penuh dengan kebiadaban.

Dia adalah Mbak Neneng. Mbak Neneng benar-benar ingin menyudahi semua ini dengan caranya sendiri.
Dia pun langsung meminta ijin untuk pergi ke kamar.
‘’Permisi semuanya, saya ijin ke kamar sebentar.’’ Ucap Mbak Neneng.

Semua orang langsung terdiam dengan ijinnya Mbak Neneng. Bisa dibilang, mbak neneng benar-benar telah merusak keadaan mereka semua yang sedang dalam keadaan penuh dengan kesenangan akan kematian Jaja.

‘’Ada apa, pengantinku?’’ Tanya Raden Angkoro
‘’Aku ingin istirahat. Tubuhku masih terasa pegal-pegal.’’ Jawab Mbak Neneng

Mbak Mawar (Isteri dari Mas Pangarep) langsung tersenyum. Dia tahu, mbak neneng merasa tidak nyaman dengan lingkaran keluarganya ini dipenuhi dengan orang-orang yang tidak mengedepankan sisi kemanusiaan.

Semua orang pun langsung mengijinkan Mbak Neneng untuk beristirahat di kamar. Namun, saat dimana Mbak Neneng berdiri dan ingin menuju ke arah kamar, tiba-tiba,
‘’Mbak Neneng.’’ Ucap Mbak Mawar.

Mbak Neneng langsung berhenti. Ia kemudian menatap ke arah orang yang baru saja memanggilnya itu.
‘’Apakah kau khawatir dengan keadaan Esa?’’ Tanya Mbak Mawar.
‘’Apa maksudmu?”

‘’Aku tahu, kau merasa tidak nyaman dengan lingkaran kami ini. Dilihat dari matamu, tampaknya, hanya kamu yang merasa khawatir dengan keadaan Mbak Esa.’’ Jelas Mbak Mawar.

Mbak Neneng hanya terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa karena memang semua yang dikatakan oleh Mbak Mawar adalah fakta yang tidak bisa disembunyikan.

‘’Aku hanya ingin semuanya cepat diakhiri.’’ Jelas Mbak Neneng dengan tegas.
Mbak Mawar hanya tersenyum. Dia tahu seperti apa rasanya untuk menyelamatkan saudaranya yang untuk saat ini masih menjadi ancaman bagi banyak orang.

Mbak Neneng pun segera meninggalkan mereka semua dan mengabaikan apa yang sudah dikatakan oleh Mbak Mawar kepadanya.

Di dalam kamar, mbak neneng pun langsung merencanakan sesuatu agar semua orang yang berada di keluarganya mendapatkan petaka yang sama.
‘’Buhul mayit. Jika buhul itu berhasil aku ambil, maka, tuannya akan berubah.’’

Mbak Neneng pun mencoba untuk menunggu momen yang tepat agar bisa mendapatkan semua itu.
‘’Tengah malam ini, aku akan mengambil semuanya dan menyerahkannya kepada Kang Waris.’’

Tepat di tengah malam, saat dimana semua orang sudah tidak lagi membahas pesta dan beristirahat di tempatnya masing-masing, mbak neneng segera pergi ke kamar Mas Pangarep.

Untuk saat ini, mbak mawar dan mas pangarep sedang mengalami pisah ranjang. Hal ini dikarenakan, orang yang sedang melakukan ritual tersebut tidak boleh tidur satu ranjang bersama dengan isterinya.

Kesempatan ini pun dipergunakan dengan baik oleh Mbak Neneng dengan cara mengendap ke arah kamar milik Mas Pangarep.
Dengan begitu, dirinya mampu untuk membalikkan keadaan dengan cepat asalkan semua yang direncanakan benar-benar sesuai dengan apa yang dia inginkan.

Mbak Neneng pun langsung masuk ke dalam kamar Mas Pangarep. Ia pun segera mencari barang yang dinyatakan sebagai buhul dari para mayit yang digerakkan olehnya.
Ia pun mengecek ke seluruh bagian lemari, laci dan semua yang ada di kamarnya.

Sempat ingin putus asa karena tidak bisa menemukan benda tersebut, akan tetapi, ia langsung teringat dengan Mbak Esa yang kali ini dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.

Jika Mbak Neneng tidak bisa melakukannya, maka, seluruh keluarga Mbak Esa akan menjadi korban selanjutnya dari buhul mayit yang dilakukan oleh

Hari demi hari terus berjalan. Kang Waris dan yang lainnya mencoba untuk mencari cara agar bisa mengalahkan mereka (Keluarga Brotoseno) yang untuk saat ini terornya semakin mengerikan

Mbak Neneng pun langsung tertuju kepada bagian bantal kasur yang sedang ditiduri oleh Mas Pangarep. Pikirnya, jika semua tempat dia tidak bisa menemukan benda tersebut, maka, satu-satunya tempat yang mustahil untuk bisa digapai adalah di bawah kasur.

Dengan perlahan, mbak neneng pun segera meraba bagian bawah kasur tanpa membangunkan Mas Pangarep.
Saat tangan Mbak Neneng sedang meraba-raba bagian bawah kasur, tiba-tiba, dia mendapati sebuah benda seperti kantong penyimpan barang.

Mbak Neneng pun langsung mengambil benda tersebut dan secara perlahan mengeluarkannya.
Saat benda itu berhasil dikeluarkan, mbak neneng langsung merasakan hawa merinding yang sangat pekat.

Ia pun membalikkan badannya dan melihat secara langsung belasan pocong yang sudah berada tepat di belakang tubuhnya.

Dengan begitu, ia membenarkan, jika benda yang baru saja ia pegang kali ini adalah buhulyang dimaksud.
Keesokan harinya, mbak neneng langsung pergi menuju lokasi yang dimaksud.

Menurut informasi yang ia dapat, rumah dari Raden Artonegoro berada dekat dengan rumah dari Ibu Melan dan juga Pak Subroto.

Jika dia berhasil, dirinya akan bertemu dengan Kang Waris dan menyerahkan benda tersebut untuk dijadikan sebagai media balas dendam yang ampuh terhadap semua orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Selama dalam perjalanan, mbak neneng terus berjaga-jaga dan berusaha untuk menutup diri. Dia tidak mau jika pelariannya akan diketahui oleh orang-orang yang berada di sekitarannya.

Hingga akhirnya, dia berhasil tiba di sebuah tempat yang merupakan tempat tinggal dari Raden Artonegoro dan yang lainnya.
‘’Ini adalah babak terakhir dari perjalanan Raden Angkoro. Aku harus menebasnya dengan memberikan buhul ini kepada Kang Waris.’’ Ucap Mbak Neneng.

Semua Keluarga Ningrat sudah berkumpul, namun, dimanakah Mbak Ayu?

Siapakah dalang di balik ''Ngipri Kethek'' ini?

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close