Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS (Part 32) - Runtuhnya Istana Demit


Raungan menyedihkan keluar dari ribuan wajah manusia yang tertempel di dinding istana Jalmo Mati, dari lima lubang yang ada di wajah tersebut mengeluarkan asap tipis berwarna putih. 

Asap tipis tersebut membentuk sosok tubuh manusia dengan kepala badan dan tangan, sedangkan pinggang ke bawah hanya berupa asap. Mereka membumbung tinggi berkumpul di udara membentuk awan yang berputar-putar. 

"Dunia ini akan runtuh setelah ratu demit yang menciptakan sudah mampus." ujar Sancaka sambil mendongak ke atas. 

"Apakah asap yang berputar diatas itu?" tanya Murni. 

"Mereka adalah arwah penasaran dari manusia yang menjadi budak Ratu Iblis Gondo Mayit. Saat ini jiwa mereka telah terlepas dari belenggu dunia demit ini dan akan menuju alam arwah." terang Sancaka. 

Gadis itu menjadi merinding, akhirnya penantian teramat lama itu terbayarkan. Kini para arwah penasaran itu memiliki tempat untuk pulang, dan tidak menjadi budak iblis yang terkekang. 

Sudah berapa ratus tahunkah mereka terpenjara disini ? 

Getaran tanah terus bergejolak hebat. Semakin banyak puing atap istana berjatuhan ke lantai. Dan Larantuka memperingatkan Murni agar segera menyingkir. 

Murni menjerit kecil tatkala ia melihat sesuatu keluar dari Jasad iblis Gondo Mayit yang mulai meleleh. Ya sesosok kecil tangan manusia berlumur darah kental. 

"Bopo! Ibuu" suara tangisan anak perempuan terdengar lirih. 

Tenggorokan Murni tercekat, hanya jeritan tertahan yang keluar karena ia mendengar suara yang ia hafal benar. Suara Ni Ayu Sukma Abang alias Lembayung! 

Sosok itu merayap keluar dari genangan darah dengan pandangan orang linglung, anak itu menatap satu persatu wajah ketiga orang itu. 

Ia kedinginan dengan badan telanjang dan penuh bersimbah cairan kental. Tangannya berkumpul di depan dada, tubuh menggigil entah karena kedinginan atau ketakutan. Mulutnya masih lirih mencari sosok orangtuanya. 

"Lebih baik kita tinggalkan saja ia dan mencari Candini" ujar Sancaka. 

"Apa? Kau gila, kita harus menyelamatkan anak itu, dia tak bersalah karena dia merupakan korban kejahatan ayahnya." tukas Murni kesal. 

Sancaka tebelalak, ''Tapi dia..."

Larantuka menggeleng membuat Sancaka terdiam. Pendekar itu membuat isyarat agar segera enyah dari tempa itu karena sebentar lagi akan runtuh. 

Kedua bayangan melesat di antara puing berjatuhan, Larantuka menggendong Murni di punggungnya sementara Sancaka menggendong Lembayung. 

Dengan kesaktian kedua orang itu, halangan lorong istana Jalmo Mati tidak terlalu berarti. Bebatuan yang berjatuhan dengan mudah mereka tepis atau hindari. Tubuh Murni bahkan terasa terbang mengendara angin. 

***

Raksasa buto itu bertubuh gembrot besar dengan otot tangan sebesar pohon kelapa. Tinggi menjulang dihadapan Candini persis seperti raksasa yang ia lawan bersama Candika di hutan Tumpasan. 

Perbedaanya adalah sebuah mahkota dengan batu zamrud bertahta di dahi siluman itu. Dengan gelang ukir keemasan menghias di lengan kiri dan kanan. Bagian bawah tidak memakai cawat tetapi kain batik berwarna putih dan hitam. Sepertinya bukanlah kaum dhemit biasa yang Candini jumpai. 

Gadis itu merasa kesaktian, makhluk yang berdiri di depannya bukanlah mainan. Sekejap mata setelah ia mencongkel rantai besi penuh rajah itu ia sudah berada diluar sumur yang pengap itu. Mungkin jauh diatas buto Ijo yang pernah Larantuka taklukkan. 

Raksasa itu menggaruk-garuk rambutnya yang gimbal dan panjang, taring bawahnya begitu besar hingga melengkung hampir menyentuh hidung. Sementara tangannya digerakkan ke atas dan kebawah sepertinya berusaha untuk menghilangkan kekakuan akibat terpenjara selama ratusan tahun. 

Candini meneguk ludah, kini ia harus berhadapan dengan raksasa buto Ijo, mau lawan? Atau pilih taktik lain? Sebelum datang ke hutan Tumpasan ia sering bertindak jumawa dan berangasan. Walaupun pangkatnya sebagai telik sandi mengharuskan ia bertindak tenang dan waspada. 

Memandang remeh lawan adalah sifatnya yang dulu karena ia menganggap kerajaan Kalingga adalah yang terhebat. Namun setelah bertemu dengan Larantuka dan demit hutan Tumpasan kini ia menyadari betapa luas dunia ini dan betapa tingginya langit. Diatasnya masih ada langit lain yang lebih tinggi. Tinggal di kerajaan Kalingga bagai katak didalam tempurung, hanya membatasi pandangannya sebagai pendekar. Kali ini Ia tak berani bertindak gegabah. 

"Baguss-bagus, tampaknya kau bukan manusia buntalan kentut yang penuh kebohongan. Janjiku telah kutepati untuk membawamu keluar dari sumur. Nah tunggu apalagi Cah Ayu? Majulah, kuberi kau kesempatan untuk menyerangku. Sebab aku lapar ingin makan daging manusia huahaha."

Raut Candini langsung pucat pasi, di alam demit laripun tak ada gunanya bila melawan kecepatan ghaib siluman ini. Anak buahnya memiliki kulit yang kebal dari senjata tajam, apalagi rajanya! Ia pun berlutut menjura dihadapan makhluk berwarna hijau gelap itu. 

"Maaf Paduka Raja Buto Ijo, seperti yang kukatakan aku bukanlah tandinganmu. Tapi aku memiliki teman yang mahasakti yang mampu mengalahkan semua demit dalam sekali serang saja. Jika kau tak percaya tunggulah barang beberapa waktu dulu."

Raksasa itu mengaum keras, ia tak sudi bila dibilang takut oleh budak kecil, tapi perutnya sudah berontak ingin segera menelan tubuh perempuan itu. 

Tiba-tiba tanah berguncang keras, istana dipenuhi teriakan aneh dari ribuan wajah manusia yang tertempel di dinding istana Jalmo Mati. Pun diiringi hembusan asap tipis yang keluar dari lubang mata, hidung dan mulut mereka. Aura mistis kental terasa. 

Raja Buto Ijo itu terbelalak, ia komat-kamit dan menghitung di atas jemarinya. 

"Edan! Jagad Batara Kala! Aku tak mengira ada yang berhasil menumbangkan salah satu dari Tujuh Ratu Demit" ujar Raksasa itu dengan mata membulat besar seperti hendak loncat. "Sepertinya ucapanmu benar adanya, kesaktian temanmu itu tak bisa dianggap remeh."

Wajah Candini seketika cerah, Kakang Larantuka berhasil menumpas Ratu Iblis itu? Berati misi yang hampir mustahil ini berhasil! Dendam paman Menggala dan Guru Jagadnata berhasil dibalaskan!

Gadis itu berkali-kali bersyukur dalam hati, Larantuka bisa mengalahkan Iblis artinya kemungkinan besar pendekar itu selamat. 

"Kali ini aku telah berhutang kembali kepada kalian bangsa Manusia! Dendam berdarahku pada Gondo Mayit telah kalian tuntaskan. Dan kau tahu aku benci berhutang budi."

Candini terdiam menghela napas, ia tahu kali ini ia bisa lolos dari lubang jarum, nyawanya terselamatkan dari ancaman iblis hijau itu. 

Raksasa itu mundur mendekati tembok istana Jalmo Mati, dengan kukunya yang tajam ia menggores lingkaran di dinding tersebut. 

Segera saja api hitam membakar lingkaran itu dalam sekejap, ditengahnya terdapat lorong dimana jauh diseberang Candini bisa melihat reruntuhan ruang balairung Raja. Sebuah jalan keluar! 

"Khehehe lain kali kita akan bertemu bocah manis." seru demit itu sambil menyeringai memperlihatkan giginya yang runcing. 

Tubuhnya yang menjulang nampak semakin samar di depan dinding itu lalu semakin menghilang menyisakan bayangan hitam dan sepasang mata bersinar kemerahan. 

Saat Candini mengedipkan mata makhluk itu telah menghilang sepenuhnya. 

"Candini!" teriak Larantuka bertepatan dengan ledakan besar akibat lorong istana yang mulai runtuh. 

Pendekar wanita itu melihat Larantuka melesat berdampingan dengan sesosok pria tampan. Keduanya menggendong Murni dan seorang anak perempuan. 

Tapi sebentar lagi semuanya akan rata dengan tanah tak ada kesempatan untuk bertanya. 

"Cepat masuk ini adalah jalan keluar dari alam ini!" perintah Candini menunjuk gerbang gaib yang diselimuti oleh tirai api. 

Bayangan kelima orang itupun segera menghilang seakan ditelan api hitam. 

Wuttt...

Murni merasakan tubuhnya terhempas ombak besar bersama Sancaka yang membopong Lembayung di sebelah. Ia menoleh dan mendapati tatapan Lembayung terus melekat kepadanya. 

Matanya yang bening mengerjap kepada Murni, "Terimakasih Murni, kamu sahabatku satu-satunya yang baik kepadaku. Dulu aku dilarikan ke puncak gunung oleh ayahku, dan disuruh berlatih ilmu terus tanpa bisa bertemu dengan ibu. Jika aku menolak ia akan terus memukulku. Aku terus berlatih sendirian hingga makhluk itu menguasai kesadaranku. Aku kesepian, tak punya teman selain dirimu..." ujarnya lirih. 

Perawan desa Bakor itu tersenyum pahit, ia tak menyangka Lembayung masih mengingat pengalaman saat raganya dikuasai Gondo Mayit. 

"Setelah ini kita akan tinggal di desaku Lembayung, disana banyak temanku yang akan kukenalkan padamu. Kita akan bermain bersama sampai puas" janji Murni sambil mengenggam jemari putri dari Nyi Melati itu. 

Namun Lembayung hanya tersenyum, netranya mulai berkaca-kaca, "Terimakasih Candini, tapi aku ingin bertemu dan berkumpul dulu dengan ibuku. Terimakasih atas segalanya... Sahabatku."

Dada Murni terasa sesak, bagaimana ia tega mengatakan bahwa Nyi Melati telah berpulang? Lembayung akan patah hati dan hancur. Sebagaimana tetesan air mata yang mulai deras mengalir dari sudut mata Lembayung. 

Genggaman tangan itu semakin erat. Murni tak ingin melepaskan lagi Lembayung. Hingga mereka diujung terowongan, dimana cahaya putih menelan tubuh mereka berlima. 

BERSAMBUNG
close