Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS (Part 31) - Rahasia Kanjeng Ratu


Kejahatan akan selalu bersanding dengan Kebaikan. 

Keduanya bak dua sisi koin yang tak bisa dipisahkan.

Kedua kekuatan ini akan saling bertikai, bergulat dan beradu, terkadang kebenaran akan berada diatas angin, namun tak jarang kuasa gelap mampu mempecundangi mereka yang berada di jalan lurus. 

Namun kali ini Nyi Ratu Gondo Mayit harus menerima kenyataan pahit bahwa Larantuka sudah berada jauh diatas tingkatan ilmu sesat yang ia agung-agungkan yaitu Ilmu Iblis Sangang Urip -  Rogoh Sukma yang sakti mandraguna. 

Kesaktian ilmu ini sangat cocok dilatih para kaum hawa dengan mengembangkan saripati inti kewanitaan mereka yang berhawa dingin untuk menarik jiwa para lelaki, membuat kaum pria yang berhawa panas mabuk kepayang dan bertekuk pada lututnya. 

Kemudian dengan jurus dan gerakan yang lemah gemulai layaknya tari persembahan, pemilik ilmu akan mampu menyerang dengan lincah namun mematikan. 

Layaknya bunga yang sedang mekar-mekarnya menarik iringan para lebah menuju kebinasaan. Ilmu ini tergolong ilmu sesat dan pemakainya akan selalu menjadi buruan para pendekar aliran putih. 

Ditambah kekuatan hasil pertapaan ilmu hitam Sangang Urip yang bermandikan darah ribuan jiwa manusia menjadikan keampuhan Kembang Mayang berkali-kali lipat. Seharusnya tidak ada pria yang sanggup menaikkan dagu mereka menatap mata Nyi Ratu Gondo Mayit. Apalagi melayangkan pukulan sakti ke tubuh siluman itu. 

Kesombongan Ratu Demit itu dibayar lunas saat kedua cakar merahnya bergetar diadu dengan telapak kosong Larantuka yang bersinar keperakan. 

Kali ini Aji Putih Segoro Geni menunjukkan taringnya. 

Kekuatan cahaya merangsek hebat bagai sinar matahari pagi yang mengenyahkan gelapnya malam. 

Blammmm...

Ledakan keras terjadi saat kedua kekuatan maha dahsyat bertubrukan. Murni ternganga melihat tanah yang dipijaknya seakan bangun dari tidurnya. Atap istana porak poranda, serpihan kayu logam dan tulang belulang manusia jatuh bagaikan meteor dari langit.

Sumpah serapah keluar dari gigi taring siluman wanita itu tatkala energi cahaya memutus jemarinya yang kurus panjang dan berkuku hitam itu, merambat terus ke lengan. 

Kesepuluh jari itu hancur berkeping-keping dihajar telapak Larantuka.

"Harrghhhhh!!"

Lengkingan menyayat hati terus terdengar saat kulit dan otot daging lengan Nyi Ratu makin tersobek lebar, tulang tulang terbuka dan patah bergemeretak tak mampu menahan kekuatan dahsyat Ajia Ilmu Putih Segoro Geni. Tapak Larantuka tak berhenti, ia menerobos terus Menyasar langsung ke dada wanita iblis itu untuk menghancurkan jantung iblis. 

Krekkkk...

"Haaarggghhh Setan Alas! bajingan!!"

Jeritan terakhir Nyi Ratu terdengar, matanya melotot, lidahnya menjulur panjang dan kaku dengan darah hitam muncrat ke segala penjuru. 

"Hancurlah kalian kaum Demit Hancurlah Angkara murka!" teriak Larantuka geram. 

Wajah orang yang ia kasihi berkelebat dalam benaknya, tampak kabur namun kepedihannya masih terasa mencengkeram hati Larantuka, wajah wanita yang melahirkannya tampak tengah mengerang kesakitan, kemudian raut kekasihnya yang melotot saat jantungnya dihujam oleh cakar kaum demit, dulu mereka sempat menyatukan hati dan rasa, kini kenangan itu telah pupus direnggut paksa oleh tangan bangsa demit. 

Kemarahan itu meledak, mengirimkan kembali serangan penuh kehancuran. 

Wajah Gondo Mayit menyeringai seram di ambang kematian. Ia tahu waktunya telah dekat, namun bibit iblis masih bisa tumbuh dalam pemuda itu! Matanya semakin nemerah mengalirkan air mata darah tak henti-hentinya, "Dengarlah kalian keturunan bangsa manusia, selamanya kejahatan tidak akan pernah sirna! Aku akan bergelung tidur di relung hati tergelap kalian, menunggu waktunya untuk bangkit kembali Hahaha aahhkkhh!"

Tubuh Raksasa itu tak mampu bertahan digempur tapak bercahaya keperakan, dadanya jebol bak bendungan ambrol dengan seluruh tubuh Larantuka melesak menghancurkan paru-paru, jantung dan segala jeroan makhluk iblis itu tembus hingga punggung belakang. 

Suara berdebum kencang saat jasad raksasa itu terkapar mencium bumi. Iblis itu mengerang kesakitan, dengan dada telah berlubang besar lalu diam tek bergerak. Angin aneh segera menerpa ke segala penjuru menimbulkan rasa sesak didalam dada.

"Kakang!" teriak Murni dari balik pilar dengan napas tertahan. 

Apakah pertarungan benar-benar usai? 

Namun mata Larantuka masih memerah penuh dendam, teriakannya mengelegar saat ia menengadah ke langit. Sinar hitam mulai timbul dari sekujur tubuh menutup cahaya keperakan yang berpendar.

Teriakan kencang tadi diiringi dengan siutan tajam saat kepalan berselimut cahaya hitam milik Larantuka menghajar kepala iblis Gondo Mayit sehingga hancur berantakan menyisakan lubang besar ditanah. 

Wajah Murni pucat pasi melihat kekejaman yang dilakukan pendekar itu. Larantuka seakan belum puas dan kembali mengaum

"Celaka, kau kerasukan ilmu Iblis Sangang Urip Larantuka!"

Sebuah suara lelaki berat menghardik dari belakang Murni. Gadis itu menoleh dan terkejut melihat seorang laki-laki muda berambut panjang sebahu dan mengenakan ikat kepala runcing terbuat dari sisik ular. Badannya tegap berisi memperlihatkan ilmu kesaktiannya tak bisa dipandang rendah. Wajahnya tak kalah tampan dengan Larantuka, beralis panjang dan bola mata sehitam arang.

"A-apa maksud Kisanak? Siapakah kisanak ini?" tanya Murni terkejut. 

Lelaki muda itu tersenyum sedikit memperlihatkan kumisnya yang tipis, walau tak menghilangkan rasa khawatir di raut mukanya.

"Bukankah kita pernah bertemu Nona? Aku Sancaka teman seperjalanan Larantuka"

Murni bingung dengan jawaban pemuda itu karena ia merasa tak pernah bertemu dengannya. Setahu dia Sancaka adalah nama ular yang disebut Larantuka.

Ah apakah itu dia yang menjelma?

"Sudahlah! kita harus meninggalkan tempat ini, Larantuka telah kehilangan kewarasan dalam mengendalikan aliran energi dalam tubuhnya, akibat menggunakan ilmu putih dan hitam secara bersamaan, sebentar lagi ia akan meledakkan semua energi yang ia miliki.

Murni terkejut bukan kepalang. "Lalu bagaimana menghentikannya?"

Wuttt...

Lelaki itu bergerak secepat kilat menyambar tubuh Murni dan berguling di tanah saat batu sebesar gerbang rumah menghujam tempat mereka berpijak.

"Dengan menotok tujuh syaraf pintu energi di punggungnya" bisik pemuda itu. "Tetapi sangat sulit dan riskan, jika tidak ingin tubuhmu terbelah dua disabet tangan kanannya"

"Tidak adakah jalan lebih mudah?"

Sancaka menatap kedua mata Murni dalam-dalam, "tentu saja dengan melumpuhkannya, aku akan pukul kepalanya sekuat mungkin!" ujarnya dengan yakin, membuat Murni ketakutan.

Lengkingan Larantuka semakin menjadi, matanya semakin merah dan muka penuh urat biru yang mengerikan. Arus tenaga dalam ditubuhnya bergolak hebat seperti mencari celah untuk keluar. 

Murni sendiri jelas tak mau Sancaka melukai Larantuka, tanpa ambil pikir panjang lagi, gadis itu meloloskan diri dari dekapan Sancaka. 

"Hei kemana kamu? mau mati rupanya!" teriak Sancaka melihat Murni berlari melewati hujan batu dan kerikil tajam.

Gadis remaja itu mengabaikan larangan Sancaka, ia menghambur dan memeluk tubuh Larantuka dari belakang, badan itu terasa panas dan membakar. Namun ia tak perduli, jiwa dan raganya sudah ia pasrahkan untuk menyelamatkan tuan penolongnya.

Sadarlah Larantuka! 

Saat raga Larantuka terbakar amarah dendam lama, ia merasakan ada setitik kesejukan menyusup melalui punggungnya. Sedetik kemudian terdengar ratapan wanita yang memilukan sayup-sayup memanggil namanya berulang kali. Ia seperti kenal suara itu. 

Pemuda itu merasa seperti diguyur seember air dingin, otaknya kembali bekerja dan kewarasannya mulai tumbuh. Ia membuka netra perlahan dan mendapati Murni memeluk dirinya dari belakang dengan khawatir.

"Kau tak apa-apa Murni?" tanya Larantuka sambil berbalik dan memeriksa badan Murni bila ada luka parah. Ia akan sangat menyalahkan dirinya apabila Murni jadi terluka.

Gadis itu menggeleng pelan, walau sekujur tubuh terasa lemas dan perih. Perih karena kakinya yang telanjang telah banyak tergores oleh tulang belulang tajam saat ia membebaskan diri dari kurungan sang Ratu Iblis. Nampak butiran kecil mulai berjatuhan di pipi Murni karena menahan sakit.

"Apa iblis itu telah mati?" isaknya. 

Lelaki berhidung mancung itu mengangguk, "Kau boleh bernapas lega, iblis itu telah kuenyahkan raganya dari muka bumi ini! Sihirnya takkan mampu menjangkau warga kampung Tumpasan lagi"

Jasad Gondo Mayit nampak mulai mencair, menimbulkan asap berwarna putih. 

Murni ternganga, ucapan Larantuka seakan halilintar di telinga, benarkah kutukan Ratu Iblis itu telah sirna? ia memeriksa bekas tanda kutukan dibadannya. Benar saja bisul itu telah menghilang tanpa meninggalkan bekas! Artinya ia bisa bebas pergi kemana ia suka.

Murni kegirangan seperti anak kecil dan memeluk larantuka dengan gembira. Namun ia segera sadar dan melepas pelukan itu dengan wajah merona merah.

Larantuka segera menghampiri jasad raksasa Ratu Gondo Mayit yang sudah tidak karuan. Di lubang bekas bagian kepala tampak Larantuka mengorek sesuatu dari tanah, sebuah kilatan cahaya merah menyeruak dari genggaman tangan lelaki itu.

"Apa itu kakang?" tanya Murni penasaran.

"Permata Iblis, saripati dari Gondo Mayit, ratu dhemit penguasa warna merah, nafsu angkara. Permata ini yang kucari-cari selama ini" sahutnya sambil membuka buntalan kecil dari balik saku baju, ketika dibuka terpancar cahaya warna-warni ungu dan kuning.

"Kakang tampaknya sudah mengumpulkan banyak!" sahut Murni terkejut, artinya banyak ratu iblis yang sudah ia taklukkan. 

Lelaki itu tersenyum kecil, "masih ada beberapa lagi lalu semuanya lengkap." sahutnya sambil menyimpan benda itu dengan hati-hati kembali ke balik baju.

Suara lirih terdengar dari jasad Gondo Mayit yang tengah meleleh. Ternyata ada sesosok tangan manusia seukuran anak-anak berusaha keluar dari bagian perut Nyi Ratu. Disambut dengan getaran keras di tempat mereka berpijak. 

Murni menjerit ngeri.

BERSAMBUNG
close