Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS (Part 33) - Sarang Ular Siluman


Wajah Nyi Darsini bercucuran keringat, sebentar matanya melotot, sebentar terpejam membuat Murni jatuh kasihan. Sebenarnya apa yang terjadi pada wanita renta ini, kenapa dibalik tulang dibalut kulit itu masih tersimpan daya hidup yang kuat? Duh Gusti, kutukan ini terlalu kejam untuk wanita renta ini, ratap Murni sambil menutup hidung akibat bau kencing yang menguar. 

Sosok itu masih terbaring lemah diatas dipan bambu tanpa alas. 

"Lindu... Lindu aku tresno marang kowe, sigaraning nyowoku,... " Lirih Nyi Darsini dengan mata terpejam. Berlanjut dengan kidung asmara yang menyayat hati. 

Diluar sana terdengar bentakan nyaring Sasrobahu sedang berlaga dengan Gagak Rimang dan prajuritnya. Murni terkesiap, ia takut kepala desa Bakor itu takluk di tangan Panglima Ratu Gondo Mayit itu, ia harus menyingkir bersama nenek ini ke tempat yang lebih aman. 

Murni mulai memegang tengkuk nenek itu untuk mendudukkannya, terasa panas agaknya dia demam. Tiba-tiba wanita itu melotot dan mencekik batang leher Murni. Perawan itu terkejut dan berusaha melepas cengkeraman itu namun kedua tangan kurus itu keras seperti besi. 

Wanita itu menyeringai seram,
"Pangaji-pangaji! Anakmu kowe gawe lacurr, mati kene bareng aku! Hahahaha" 

Hkhhhh...

Napas Murni hampir putus, tangan kanannya meraup muka Nyi Darsini berusaha menolak wajah nenek itu yang berbau busuk. tiba-tiba dari dalam tangan kanan Murni terasa ada angin yang bergerak dan kilatan cahaya keperakan terlihat  menyerang Nenek itu, membuatnya terpental setengah tombak kebelakang. 

Murni terkejut melihat tubuh ringkih melesak diantara dinding gedek bambu. 

Wajah nenek itu terlihat sedikit bercahaya, darah hitam mengenang di sudut bibirnya. 

"Nyi Darsini?"

"Siapa itu Darsini? Aku Melati! aku mencari anakku Lembayung" sahut si nenek lemah, nada suaranya seperti orang linglung. 

Gadis itu terperangah melihat perubahan mendadak ini. 

"Heh akhirnya datang orang beraliran lurus yang menyelamatkanku. Kemarilah nduk!"

Gadis itu menurut perintah orang tua itu dengan jantung berdesir kencang. 

Murni melongo setelah mengetahui rahasia keturunan Ki Argo Lawu ternyata masih hidup. Bagaimana Nyi Melati jatuh sakit secara aneh tak mampu berbicara hanya terbaring saja sampai ratusan tahun lamanya. 

"Setan Alas itu, meracuniku, istrinya sendiri! Secara sedikit demi sedikit, Jamu yang ia berikan ternyata racun yang menggerogoti tubuh dan kewarasanku. Rupanya keserakahan-nya tak berhenti sampai dengan mencuri kitab. Tetapi ia ingin berkuasa melalui kitab Iblis Sangang Urip dengan menumbalkan anakku Lembayung!" Lirih Nyi Melati. 

Hati Murni seperti diiris sembilu, ternyata masih ada orang yang lebih kejam dari iblis, menumbalkan anaknya untuk bersekutu dengan ratu demit. 

"Dewata agung masih berbelas kasih padaku, rupanya tenaga murni aliran Cahaya yang diberikan untuk melindungimu membebaskan aku dari pengaruh racun dan kuasa hitam itu untuk sementara. Pelindungmu itu... Sangat memikirkan keselamatanmu"

Murni tertunduk mengingat bagaimana ia hampir menampar wajah Larantuka yang mencekal tangannya dulu. Ternyata pemuda itu hanya bermaksud melindungi. 

Wanita tua itu terbatuk parah, darah segar kali ini berjatuhan dari mulut. 

"Nini! Jangan bicara lagi, simpan tenagamu, kau harus selamat"

Nenek itu meringis dengan gigi merah penuh darah. 

"Waktuku sudah dekat, tubuhku tak mampu lagi menahan, sebentar lagi efek tenaga cahaya ini akan hilang. Lebih baik aku ceritakan semua rahasia kekejaman Lindu Pangaji. Jangan sampai ada yang termakan tipu muslihatnya lagi ingat itu Murni." ujar Nyi Melati dengan nafas yang hampir putus. 

"Nini..."

Nenek itu menatap Murni dalam-dalam, kali ini dengan mata yang berkaca penuh rasa penyesalan. Ia merasa sangat lelah dan hendak berbaring... untuk selamanya. 

"Terakhir aku ingin kamu menemukan Lembayung, aku tadi berusaha menghubunginya secara batin, tapi aku tak mampu, ada tabir gelap memisahkan kami, entah bagaimana nasibnya kini, matikah atau hidup? Oalah Nduk... Ibu kangen... " ujar Nyi Melati terisak. Air matanya bergulir di atas pipi yang keriput. 

Gadis desa Bakor itu mengangguk iba. Ia akan berusaha menemukan anak itu bagaimanapun juga. 

Nyi Melati tersenyum dan mengenggam erat tangan Murni, "Kamu anak baik Murni, katakan pada Lembayung, ibu akan selalu menyayanginya, ibu akan menunggunya disini... digubuk ini" 

***

Cahaya Putih membungkus mereka berlima, menandakan telah terjadinya perpindahan alam dari alam Demit ke alam manusia. Murni merasa lemas, tulangnya seperti tercabut semua, karena telah melintasi dua alam. Berbeda dengan Candini dan Larantuka karena mereka telah memiliki kanuragan yang membentengi badan dari energi negatif dari alam Demit.

Depp...

Mereka mendarat di lantai ruangan balairung yang dingin, kembali berada di Istana Jalmo Mati dunia manusia. Seketika itu api hitam pun padam menandakan pintu lintas alam pun kembali tertutup dan Tabir Gaib kembali tergerai.

Murni merasakan suatu keanehan, tangannya seperti memegang sebuah benda keras yang dingin, Saat menoleh kesamping jantungnya seperti melompat saat ia memegang tengkorak manusia berwarna putih dan Pemuda berbaju hitam yang menggendong Lembayung hilang entah kemana.

"Lembayung-lembayung! Dimana dirimu?" teriak Murni mencari.

"Bukankah dia sudah bersamamu?" ujar suara pemuda tadi. 

Murni terkejut mengetahui ketika sosok yang berbicara tadi ternyata seekor ular berwarna hitam pekat yang melingkar di lengan Larantuka. 

"Kamu?!"

Candini berdiri dan membersihkan debu dari selendangnya. "Itulah Sancaka, wujud aslinya ular siluman yang bisa menjelma menjadi naga tapi hanya di alam ghaib. Disini dia bukan apa-apa" 

"Jaga mulutmu anak ingusan! Aku bangsa naga bukan ular" seru Sancaka marah. 

Candini terkekeh, namun ia langsung terdiam melihat Murni memeluk tulang belulang anak kecil itu. 

Murni menangis lirih, ia tak menyangka bila Lembayung sudah tiada dari dulu. Semenjak Nyi Ratu berhasil mengambil alih raganya. Jadi anak kecil yang tadi di alam gaib adalah jiwa Lembayung yang sudah terbebas dari cengkeraman Nyi Ratu Gondo Mayit. Di alam nyata ia hanyalah berbentuk tengkorak. 

"Aku tidak akan meninggalkanmu Lembayung... Kau harus bertemu dengan ibumu"

Larantuka melepas jubah hitamnya dan mengangsurkan ke Murni. Gadis itu lantas membungkus tulang-belulang itu dengan jubah dan menggembolnya dipunggung. 

Suara gemuruh kembali terdengar tanda bangunan istana itu tak stabil dan bisa runtuh kapanpun juga. Serpihan batu kecil mulai berjatuhan. 

"Ayo kita lekas pergi dari sini."

Candini secepat kilat memutari ruangan, ia kembali dengan wjah pucat pasi."

"Celaka, gerbang keluar sudah tertutup batu. Tidak ada jalan keluar"

Murni teringat bahwa di kamar tidur Raja ada tombol yang bisa membuka jalan rahasia tempat Nagindi melarikan diri. 

"Ikuti aku!"

Ketiga orang itu segera berlari mengikuti Murni. Bagaikan dikejar setan, mereka memasuki lorong rahasia yang gelap. Lorong berdinding batu alam yang cuma setinggi satu setengah tombak dan lebar seukuran dua badan manusia. Sungguh sempit. 

Larantuka melolos pedang Merah Darah. Senjata mustika itu memancarkan cahaya kemerahan sebagai penunjuk jalan. 

Ternyata jalur bawah tanah itu teramat panjang dan berkelok. Banyak jalur yang menyesatkan mereka, terbukti beberapa kali Candini menemukan tanda kapur yang telah dibuat, artinya mereka hanya berjalan berputar saja. 

"Celaka bagaimana ini Kakang?" tanya Murni cemas. 

Larantuka terdiam, ia hanya melihat jauh ke ujung lorong. Terdengar gonggongan makhluk seperti anjing. Diikuti sepasang titik putih seperti mata hewan. 

Ketika cahaya merah semakin mendekati titik cahaya itu Murni terkesiap, dari bentuk tubuh itu adalah makhluk yang telah menolongnya dari serangan Manusia Ular Nagindi. Makhluk separuh anjing separuh manusia. 

Dan wajahnya tampak jelas bagi Murni, ia mengingatkan akan adiknya Raden Slamet yang bermata bulat dan berhidung tebal. Mungkinkah? 

Makhluk itu menyalak dua kali, lalu berlari mundur. Sepertinya ingin mereka untuk mengikutinya. 

"Makhluk ini... Walau menyeramkan ia pernah menyelamatkanku, mungkin ia menunjukkan jalan keluar." seru Murni. 

Larantuka yang mengetahui asal usul makhluk itu tidak memprotes, ia segera mengajak keduanya berlari mengikuti makhluk tadi. 

Akhirnya mereka bisa keluar dari lorong celaka itu ke sebuah ruangan yang tidak kalah besar dari balairung Raja, penuh dengan obor yang menyala. Dindingnya penuh dengan ukiran makhluk melata. 

Makhluk itu tampak menggeram kemudian menyalak di depan sebuah gerbang besar penuh rantai. 

Murni tercekat ia familiar dengan ruangan ini. "Oh tidak..." 

Tiba-tiba bilah gerbang itu terpental kencang. Sosok besar memaksa masuk ruangan bersama ratusan ular bermacam warna yang melata di atas lantai. 

Tanah bergetar saat ekor ular raksasa menyabet keras ke arah mereka. 

BERSAMBUNG
close