Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PESUGIHAN KELUARGA NINGRAT "NGIPRI KETHEK" (Part 9) - Tumbal berikutnya adalah...


Bagian 9 - Tumbalnya Adalah ...

‘’Sialan! Kenapa kita selalu kecolongan?!’’ Teriak raden angkoro di hadapan semua keluarga ningrat.
Mereka semua terdiam seribu bahasa. Tak ada yang ingin menyangkal dan tak ada juga yang ingin melawan pernyataan dari raden angkoro.

Kini raden angkoro sedang membuat strategi dimana dirinya akan mencari pengganti dari segala pengawal rojo kethek yang sudah menghilang.
Raden angkoro menatap satu persatu dari keluarga ningrat yang tersisa.

Dia tahu apa yang harus ia lakukan karena memang sudah saatnya malam ini adalah malam ritual penyerahan pengawal uuntuk rojo kethek.

Berbeda dengan keluarga ningrat, raut wajah mereka memerah seperti menahan rasa takut, amukan dan tamparan dari raden angkoro yang memang sudah benar-benar dalam keadaan dan posisi yang menyinggung akan rencana dan juga keinginannya untuk mempercepat mendapatkan pesugihan yang akan dijalankannya kelak.
Selama pengawal rojo kethek belum ditentukan dan belum dijadikan keputusan, maka pesugihan ini bisa saja dibatalkan ketika saat malam ritual tiba.

Namun ada satu hal yang harus mereka tahu terkait kegagalan ini. Mereka harus mengulang lagi dari awal yaitu mencari ratu kethek.
Akan tetapi, sebenarnya ritual ini bisa dilakukan asalkan ada tumbal berikutnya.

Tumbal berikutnya sendiri bisa dipilih oleh rojo kethek langsung atau memang suatu pemaksaan yang dilakukan secara diam-diam dan memang bertujuan untuk menghilangkan salah satu dari orang yang terkait dalam pesugihan ini sendiri.

Mas pangarep, orang yang bertanggung jawab akan hal ini akhirnya mencoba untuk mendekati raden angkoro. Tujuannya adalah memberikan saran agar dirinya bisa menentukan siapa tumbal berikutnya.

‘’Kang mas raden, saya punya usul tumbal untuk berikutnya, bolehkah saya beritahu kang mas raden terkait usul saya ini?’’ Tanya mas pangarep.

‘’Siapa pilihanmu?’’ Tanya Raden angkoro.

‘’Kang mas arto. Dia adalah bagian dari keluarga ningrat juga, mungkin, untuk menjadi pengawal, dia adalah orang yang mudah untuk dijadikan tumbal berikutnya.’’’ Jelas mas pangarep.

Raden angkoro kemudian berpikir dalam. Dia seperti mengingat sesuatu saat dimana ada sesuatu yang memang akan dijadikan rencananya dalam 15 tahun ke depan nanti.

‘’Tidak! Aku tidak setuju.’’ Jelas raden angkoro.
Semua keluarga ningrat yang mendengar hal itu langsung terkejut. Mereka seperti tidak percaya jika raden angkoro tidak memilih mas arto sebagai korban atau tumbal berikutnya.

‘’Mengapa kang mas?’’ Tanya mas pangarep.

‘’Aku sudah memiliiki calonnya.’’ Ucap raden angkoro.

‘’Siapa itu?” Tanya mas pangarep.

‘’Kemarikan telingamu…‘’

Raden angkoro pun membisiki sesuatu kepada mas pangarep. Namun terdengar sedikit suara ancaman yang di arahkan raden angkoro kepada mas pangarep.
Belum tahu apa isi bisikan yang memang disampaikan raden angkoro kepada mas pangarep.

Namun saat di point-point tertentu, wajah mas pangarep berubah menjadi merah karena rasa takutnya mendengar bocoran rahasia dari raden angkoro terkait rencana penumbalan korban selanjutnya.

Sesekali mas pangarep juga menelan air liurnya sendiri karena tidak percaya akan apa yang ia dengar. Lalu secara perlahan tangannya bergetar hebat seperti menahan rasa takut terkait rencana yang memang sedang dijalankan oleh raden angkoro untuk 15 tahun ke depannya.

‘’Kau mengerti?’’ Tanya raden angkoro.

‘’Me-mengerti kang mas raden.’’

‘’Aku harap, kalian semua malam ini beristirahat penuh. Aku akan melakukan ritual ini di rumah. karena memang pengwalnya akan berasal dari keluarga brotoseno.

Seperti kesepakatan awal, untuk ratunya kita ambil dari keluarga ningrat dan untuk pengawalnya kita ambil dari keluarga brotoseno.’’ Ucap raden angkoro.

Semua keluarga ningrat pun menghela nafas panjang kecuali mas pangarep. Wajahnya masih menyimpan ketakutan yang luar biasa akan sesuatu hal yang muungkin tidak diketahui oleh saudara-saudara lainnya.

Hari itu mereka pun menyelesaikan pertemuan mereka. Mereka beristirahat untuk mengetahui apa yang terjadi ketika malam ritual itu tiba.

Malam harinya ibuku tidak bisa tertidur. Dia merasa gelisah dan ingin rasanya untuk pergi keluar sembari melihat langit malam yang mungkin saja bisa membuat pikirannya menjadi lega.

Bapakku yang kebetulan mengetahui keresahan hati ibuku pun akhirnya mencoba untuk menenangkan keinginan dari ibuku yang memaksa untuk tidak keluar malam karena malam ini adalah malam tepat ritual akan dijalankan.

‘’Pak, ibu mau keluar sebentar.’’

‘’Ibu mau apa?’’

‘’Ibu mau lihat langit malam. Purnamanya indah.’’

‘’Bu, ibu gak inget? Ini malam ritual.’’

‘’Tapi setahu ibu, tadi ada bisik-bisik terkait perpindahan tempat ritual.’’

‘’Ibu kata siapa?”

‘’Ibu denger di dapur. Mbak neneng bilang kepada mbak ayu kalo raden angkoro akan melakukan ritual tersebut di rumahnya. Karena, tumbal berikutnya berasal dari keluarga brotoseno.’’

Bapakku tidak yakin. Dia tahu jika raden angkoro adalah orang yang licik dan mudah memanipulasi keadaan yang semula dinyatakan akan dilakukan seperti yang diharapkan, ternyata kenyataanya tidak.

‘’Bu, raden angkoro itu orang yang licik. Mana mungkin dirinya melakukan hal itu pada keluarganya sendiri. Bukankah raden suropto, orang yang menghalaunya sudah tidak ada di sekitarnya lagi?

Lalu apakah raden angkoro tega melakukan ritual untuk menentukan pengawal rojo kethek itu sendiri berasal dari keluarganya sendiri? Jelas-jelas tidak mungkin!’’

‘’Kok bapak bilang gitu?” Tanya ibuku.

‘’Setahu bapak, orang yang melawan raden angkoro dari keluarga brotoseno hanyalah raden suropto. Jadi kemungkinan besar, hal semacam itu tidak akan terjadi kecuali kepada raden suropto sendiri.

Karena raden suropto melarikan diri ke siti pangaliran, maka siapa lagi korban selanjutnya? Tidak mungkin jika berasal dari keluarganya sendiri.’’

Ibuku mulai mengerti maksud dari bapakku. Mungkin ada pernyataan yang benar yang di arahkan bapakku kepada ibu terkait tumbal berikutnya yang mungkin saja berasal dari keluarga ningrat.

Mengetahui hal licik yang pernah dilakukan oleh raden angkoro, memungkinkan jika korban dan tumbal berikutnya adalah dari keluarga ningrat sendiri.

‘’Tapi pak… ibu cuman mau lihat langit malam.’’

Bapakku hanya terdiam. Dia melihaht jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 malam. Sebenarnya, ritual akan dilaksanakan pada tengah malam. Masih ada beberapa jam lagi jika ritual itu berlangsung, mereka bisa bersiap-siap untuk bersembunyi di bawah amben (tempat tidur)

‘’Baiklah bu. Tapi sebentar saja ya?’’

‘’Iya pak. sebentar aja kok.’’

Bapakku pun akhirnya mengabulkan permintaan ibu. Mereka berdua pun keluar dari kamar dan melihat sekitaran ruangan depan yang sudah sepi seperti tidak ada kegiatan dari anggota keluarga ningrat lainnya.

‘’Pak? Kok tumben sepi banget?’’ Tanya ibu.
Bapakku hanya terdiam. Hati bapakku mulai tidak tenang. Pikirannya seperti mengarahkan kepada hari dimana ritual itu berlangsung.

Tidak ada tanda-tanda bahwa anggota keluarga ningrat sedang bercengkrama satu sama lain. Mereka semua berada di kamar seperti sedang bersembunyi dari malam yang mencekam itu.

Saat dimana ibuku ingin membuka pintu, pandangan bapakku seperti melihat sesuatu yang akan terjadi di beberapa jam yang akan datang. Bapakku melihat ada seseorang yang datang ke rumah tepat di tengah malam.

Orang tersebut memiliki aura energi negative yang sangat pekat dan memilikii rencana jahat untuk semua orang yang berada di rumah ini.

‘’Bu jangan keluar!” Ucap bapakku saat tangan ibuku sudah menyentuh daun pintu rumah bagian depan.

‘’Loh, kenapa pak?’’ Tanya bapakku.

‘’Ada orang yang datang.’’

‘’Siapa?’’
Bapakku melihat jam dinding yang masih berada di jam 8 lebih 10 menit.
Bapak tahu, orang itu akan datang di tengah malam. Namun hawa keberadaannya seperti sangat dekat.

‘’Pak? Kok diem aja?” Tanya ibuku.

‘’Bu, ibu ngerasa aneh gak malam ini?’’

‘’Mungkin karena sepi aja pak.’’

‘’Bukan itu…‘’

Ibuku pun reflek membuka pintu. Dan saat pintu terbuka…

Tiba-tiba ada angin yang masuk ke dalam rumah dengan tekanan yang lumayan besar hingga membuat ibu dan bapakku terkejut.

‘’Wuuuuusshhh…‘’

‘’Pak…‘’ Ucap ibuku.

‘’Kenapa bu?’’

‘’Kok tumben anginnya besar banget.’’

Bapak pun langsung menuju ke ibuku karena ibuku sudah melangkah duluan untuk keluar dari rumah.
Mereka berdua pun menatap langit yang indah. Purnama kali ini benar-benar menggambarkan perasaan mereka berdua yang memang menginginkan ketenangan lebih dari apa yang memang mereka harapkan.

‘’Pak… kira-kira anak pertama kita nanti, mau bapak namakan siapa?’’ Tanya ibuku.

‘’Mmmm… kalo anaknya laki-laki, bapak ingin namakan rahardian yang artinya welas asih atau makmur.

Tapi jika perempuan, bapak ingin beri nama ayudia yang artinya bersih.’’

Bapakku pun memeluk ibuku dari belakang. Dia merindukan saat dimana suasana hanya milik berdua sembari melihat langit yang benar-benar cantik dan mempesona.

Saat dimana keindahan benar-benar membuat mereka terpesona, tiba-tiba bapakku mendengar suara monyet dari kejauhan, tepatnya beberapa rumah keluarga ningrat.

‘’Uuuuk aaa uuuuk aaaa.’’

Bapak langsung menyuruh ibuku untuk masuk ke dalam kamar.

‘’Masuk bu! Sekarang!’’

‘’Ada apa pak?” Tanya ibuku.

‘’Mereka datang!”

‘’Siapa?’’

‘’Pasukan siluman monyet!’’

Ibuku pun langsung masuk ke dalam rumah dan segera menuju kamar. Dia langsung bersembunyi di bawah amben karena tahu apa yang harus dilakukannya sewaktu para siluman monyet itu mendatangi rumah.

Sementara itu, bapak keluar sejenak untuk memastikan kehadiran mereka. Bapak ingin tahu apakah ini hanya kebetulan atau memang firasatnya yang benar jika ritual tetap dilakukan di keluarga ningrat untuk menetukan pengawal berikutnya.

Saat bapak keluar beberapa langkah dari rumah hingga melewati pagar pembatas, dia melihat pemandangan yang snagat-sangat mengerikan. Dari kejauhan bapak melihat pasukan siluman monyet beserta jin kala ireng sedang menuju ke rumah.

Tubuh bapakku yang semula kuat, kini melemas seperti tidak mau bergerak.

‘’Ayo gerak! Jangan sampai mereka tahu!” Ucap bapakku sembari memukul-mukul bagian pahanya agar mau bergerak.

‘’Uuuuuk aaaa uuuuukkk aaaaa.’’

‘’Ayo gerak!’’

‘’Rrrrrrr…‘’

Namun saat dimana hati bapakku sudah pasrah dan tidak mampu lagi untuk menggerakkan kakinya, tiba-tiba terdengar suara bisikan tepat di telinga bagian kanannya.

‘’Ucapkan takbir tiga kali, lalu pukulkan tanganmu ke bagian paha.’’

Bapakku yang mendengar bisikan aneh tersebut langsung mengikuti arahan yang baru saja ia dapatkkan.

‘’Allahu akbar! Dug!’’ Ucap bapak sembari memukul pahanya.

‘’Allahu akbar! Dug!’’

‘’Aalllahuuuu akbaarrrr! Dug!”

Aneh tapi nyata. Tiba-tiba kaki bapak melangkah dengan sendirinya seperti ada sesuatu yang menggerakkan. Kaki bapak menjadi enteng dan sedikit sulit dikendalikan.

Bapak pun langsung masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan rapat. Ia kemudian menuju ke dalam kamar dan menutupnya kembali sembari menyenderkan tubuhnya ke daun pintu.
‘’Alhamdulillah…‘’

Ibuku pun langsung mengintipkan kepalanya dari bawah,

‘’Pak? Ada apa?’’

Bapakku langsung menuju ke arah ibu dan menyuruhnya untuk bersembunyi kembali.

‘’Mereka datang!” Jelas bapak.

‘’Pasukan monyet?’’

‘’Iya! Sepertinya ada ritual malam ini!’’

‘’Maksud bapak? Raden angkoro akan datang ke rumah ini dan melakukan ritual?’’

‘’Sepertinya begitu…‘’

Bersamaan dengan itu, pintu rumah yang semula terkunci, kini terbuka lebar. Tidak lama kemudian, suara gamelan pun berbunyi…
Tanda ritual pun akan dijalankan…

‘’Pak! Aku takut…‘’

‘’Peluk bapak, bu! Allahu akbar… allahu akbar!”

Bapak dan ibuku melihat dengan jelas sepasang kaki yang sudah dipenuhi dengan bulu yang sangat lebat. Selain itu mereka berdua juga melihat sepasang kaki yang sudah dipenuhi pernak-pernik seperti menandakan ratu kethek yang berbentuk seperti manusia.

Mereka memutari amben (tempat tidur) beberapa kali hingga akhirnya keluar dari kamar untuk menuju ke kamar berikutnya.
Anehnya, ritual itu tidak berlangsung lama.
Namun atmosfer keberadaan rojo kethek, jin kala ireng dan pasukan monyet lainnya masih terasa berada di rumah.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close