Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PESUGIHAN KELUARGA NINGRAT "NGIPRI KETHEK" (Part 26) - Sebelum Purnama Datang


Bagian 26 - Sebelum Purnama Datang

‘’Mbak Arumi?’’
Ucap Bapak dengan ekspresi wajah sedikit terkejut saat mendapati Mbak Arumi dan juga Kang Didik sudah berada di hadapan rumahnya sembari membawakan sebuah wadah berisi makanan yang telah mereka berdua buat.

‘’Begini pak…‘’ Ucap Mbak Arumi
Sebelum Mbak Arumi menyelesaikan pembicaraannya, kang waris telah dulu berjalan melewati mereka berdua.

Tidak seperti biasanya, kali ini kang waris merasakan sesuatu yang berasal dari hutan alas wingit.
Ternyata keberadaan mereka yang berada di alas wingit telah diketahui oleh Kang Waris lewat kehadiran Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

‘’Ada apa kang?’’ Tanya Bapak.

Kang Waris kembali berjalan melewati Mbak Arumi dan juga Kang Didik. Ia hanya terdiam sembari menatap tajam keduanya.

‘’Ada perlu apa kalian kemari?’’ Tanya Kang Waris dengan tegas.

‘’Kami ingin memberikan ini kepada Pak Arto dan keluarga.’’ Ucap Mbak Arumi sembari menyerahkan makanan yang ia bawa bersama dengan suaminya.
Bapak menerima makanan itu. Makanan yang di dalamnya berisi masakan dari olahan kambing merupakan buatan dari Mbak Arumi.

Setelah Bapak menerima makanan itu, mbak arumi dan juga Kang Didik pun pamit untuk kembali lagi ke rumahnya.

Kang Waris hanya memantau gerak-gerik keduanya. Kecurigaannya menambah besar tatkala Kang Waris mengetahui ada sesuatu yang disembunyikan pada suami dari Mbak Arumi.

Kang Didik pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya bergetar hebat tidak seperti biasanya tatkala mendapati Kang Waris yang disebut-sebut sebagai orang yang memiliki kanuragan setingkat Raden Angkoro.

Malam itu, rencana untuk memanipulasi sebuah keberadaan dari Raden Angkoro dan yang lainnya berhasil dilakukan oleh Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

Keduanya berhasil memberikan pengecualian yang tepat tatkala Kang Waris merasakan ada energi besar yang berada di sekitaran hutan alas wingit.

Tepat di dalam rumah, kang waris langsung terduduk di ruang tamu bersama dengan Jaja dan juga Bapak.
Sedangkan Ibu, ia menyiapkan perlengkapan makan untuk makan malam mereka semua yang kebetulan baru saja mendapatkan lauk tambahan dari Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

Di sela-sela mereka semua terdiam, ibu kembali membuka percakapan dengan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi barusan.

‘’Kang, kok aku ngerasa, kang waris kurang suka dengan Mbak Arumi ya? Padahal mbak arumi sendiri yang mengantarkan dan menunjukkan Kang Waris hingga bisa sampai ke rumah ini.’’ Ucap Ibu kepada Kang Waris.

Kang Waris sebenarnya tidak ingin mengatakan lebih dalam terkait apa yang baru saja ia pikirkan ketika mengetahui sifat asli dari Mbak Arumi menurut mata bathinnya.

Namun, karena memang sudah mendapatkan sinyal untuk menjelaskan hal tersebut, secara perlahan, kang waris pun menceritakan sesuatu yang ia ketahui sewaktu melewati Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

‘’Mereka berdua adalah komplotan dari Raden Angkoro!’’

Deg! Ibu yang semula terdiam, tiba-tiba langsung terkejut dan memutuskan untuk mundur beberapa langkah sewaktu Kang Waris menceritakan hal itu.

‘’Komplotan? Raden Angkoro?’’ Tanya Ibu dengan ekspresi wajah yang sangat syok ketika mengetahui penjelasan dari Kang Waris.

‘’Benar! Mereka berdua adalah jembatan dari Raden Angkoro dan juga kelurga ningrat.’’
Bapak tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Kang Waris barusan. Menurutnya, mbak arumi dan juga Kang Didik tidak ada kaitannya dengan kejadian ini.

‘’Tidak mungkin! Mereka berdua orang baik-baik. Mungkin, karena perihal dari Kang Didik yang jarang ada di rumah saja.’’ Jelas Bapak.

Kang Waris memegangi kepalanya. Ia merasa, bapak dan ibu sudah dibodohi oleh kehadiran Mbak Arumi dan juga Kang Didik dengan cara dimanipulasi segala hal yang mereka ingin lakukan.

‘’Bagaimana caranya agar perkataanku bisa kalian semua terima?’’ Tanya Kang Waris.

‘’Mungkin, purnama nanti adalah penentuannya.’’ Jelas Jaja dengan singkat.

‘’Maksudmu?’’ Tanya Bapak.

Jaja pun mulai memikirkan apa yang ia ketahui selama ini terkait dengan Raden Angkoro dan yang lainnya selama berada di pabrik.

‘’Beberapa hari lagi adalah Malam Purnama. Jika memang yang datang ke desa ini hanyalah Raden Angkoro, mungkin tidak terlalu membahayakan. Tapi, apakah kalian pernah berpikir, jika semuanya datang ke tempat ini?’’ Tanya Jaja.

Mereka semua terdiam. Jaja baru saja menyimpulkan apa yang ia ketahui jika benar Raden Angkoro berada di desa ini.

‘’Jika Raden Jogopati, pak lingga, dan yang lainnya berada di tempat ini. Kemungkinan, ada banyak hal yang terjadi. Bisa saja, setiap dari mereka tidak memiliki kesamaan dalam misi.’’

Ucapnya sembari menganggukkan kepalanya seperti membenarkan apa yang baru saja ia katakan.

Bapak dan Ibu tahu maksud dari Jaja. Tanpa sadar, jaja telah membuka keraguan yang selama ini dipikirkannya menyangkut dari alasan Kang Waris untuk membuktikan bahwa Mbak Arumi dan juga Kang Didik adalah jembatan bagi mereka.

Memang tidak ada cara lain untuk membuktikan apa yang dikatakan oleh Kang Waris mengenai ‘’jembatan’’ yang dimaksud tersebut.
Akan tetapi, mungkin ini hanyalah sebuah kebetulan. Purnama yang dinanti-natikan akan datang tepat di hari esok.

Ini memungkinkan, akan terjadinya sesuatu yang besar untuk membongkar siapa itu Mbak Arumi dan juga Kang Didik.
Terlebih dari itu, malam purnama adalah malam penentuan dari kehidupan mereka semua yang berada di desa alas wingit

Keesokan harinya, beberapa kejanggalan di desa alas wingit sudah terlihat. Angin di desa kembali kencang dan tidak seperti biasanya.
Burung-burung walet banyak yang mati di jalanan, halaman rumah dan tempat-tempat lainnya.

Fenomena ini sudah biasa terjadi hingga membuat warga desa tersebut enggan keluar rumah ketika malam hari tiba.
Mereka semua tahu, jika purnama akan tiba, desa ini akan penuh dengan teror dan ketakutan.

Terlebih lagi, para suami sangat menjaga isteri-isterinya yang sedang hamil. Setelah ada kasus beberapa warga yang memilih menggugurkan bayinya, justru ada beberapa warga yang masih bertahan agar anak tersebut bisa dilahirkan ke dunia.

Mereka, para warga hanya memilih dua pilihan:

1.Keluar dari desa
Cara ini sangat efektif bagi warga yang ingin menyelamatkan diri dari teror yang mematikan atau hilangnya jabang bayi di desa tersebut secara misterius.

Selama pelaku dan teror pria misterius itu belum terbongkar, ritual penumbalan bayi akan terus berjalan hingga waktunya selesai atau mungkin adanya kebinasaan dari orang-orang yang melakukan ritual tersebut.

2.Menetap di desa
Mereka yang menetap di desa pada umumnya akan menghindari kontak mata terhadap beberapa warga atau orang-orang yang ada di sekitarannya. Mereka akan menutup diri dan memilih untuk tidak memberitahu terkait kehamilannya.

Dengan cara ini, bapak juga memberi tugas keapda Nyi Ratih untuk bisa mengetahui para warga yang masih kedapatan hamil dan akan melahirkan.

Peran Nyi Ratih sangat penting. Selain dirinya memang mengetahui seluk beluk akan perjalanan Bapak, nyi ratih juga merupakan dukun beranak.

Dengan profesinya menjadi dukun beranak, tugas Nyi Ratih sangatlah tidak mudah. Selain ia sendiri akan berhadapan dengan maut jika kedapatan oleh seseorang yang merupakan bagian dari komplotan pria misterius.

Nyi ratih juga rentan mendapatkan serangan jika dirinya mampu untuk menyelesaikan tugasnya yaitu mampu menyelamatkan anak-anak yang akan ditumbalkan.

Tepat hari itu, nyi ratih mendapatkan tugas dari Bapak untuk mengontrol para wanita yang berada di sekitaran desa tersebut.

Tujuannya masih sama. Bapak menginginkan keselamatan bagi orang-orang yang mungkin memang harus diselamatkan terlebih lagi kepada jabang bayi yang akan dilahirkan ke dunia.

Nyi Ratih tidak sendirian. Dia dibantu oleh Jaja untuk mengontrol tiap-tiap rumah warga yang di dalamnya terdapat seorang wanita yang sedang hamil.

Sedangkan Raden Kuncoro, bapak menugaskan kepadanya dengan tugas yang tidak mudah juga. Bapak meminta kepada Raden Kuncoro untuk memata-matai Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

Dengan begitu, bapak mampu mendapatkan banyak informasi terkait apa-apa yang memang dicurigai oleh Kang Waris.

Yang terakhir adalah tugas dari Bapak dan Kang Waris. Selama purnama belum muncul, mereka menyiapkan banyak hal di antaranya yaitu mencoba untuk mengetahui lebih lanjut rencana yang akan dilakukan oleh Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

Jaja dan Nyi Ratih menyusuri rumah-rumah warga satu persatu. Mereka ingin mengetahui kondisi setiap wanita yang berada di desa tersebut.

Takutnya, apa yang memang dipikirkan oleh Nyi Ratih selama ini memang benar. Kuburan kecil yang berada di hadapan tiap rumah warga adalah kuburan yang dipergunakan untuk mengubur janin mereka.

Dari rumah ke rumah, jaja dan Nyi Ratih terus mengetuki pintu warga. Namun anehnya, tidak ada satu pun warga yang mau membukakan pintu.
Setiap kali mereka ingin membukakan pintu rumah, pasti ada suara laki-laki yang melarang kepada isterinya untuk membukakan pintu.

‘’Jangan dibuka! Nanti mereka datang!’’
Jaja dan juga Nyi Ratih tidak paham apa maksud dari perkataan dari laki-laki tersebut. Mereka berdua mengira, kedatangan mereka adalah sesuatu yang membuat ketidaknyamanan dan membawa sebuah petaka baginya.

Akan tetapi, jaja dan Nyi Ratih tidak menyerah. Mereka berdua terus mencari rumah warga yang mau membukakan pintu dan mencari tahu tentang hal ini.

Dan benar saja, ketika mereka berdua terus mencari rumah warga yang terbuka, mereka berdua langsung menuju ke tempat tersebut.

Di dalam rumah itu, jaja dan juga Nyi Ratih mendapati seorang wanita yang sedang hamil tua bersama dengan seorang laki-laki yang merupakan suami dari wanita tersebut.

Jaja dan juga Nyi Ratih pun langsung meminta ijin kepada mereka berdua untuk masuk ke dalam dan menanyakan apa yang menjadi kebutuhan dari mereka berdua.
‘’Pak, isteri bapak sedang hamil tua?’’ Tanya Jaja.

Pria itu hanya mengangguk. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun melainkan hanya menatap wajah isterinya yang ketakutan karena mendapati dua orang asing yang sedang berada di hadapannya kali ini.

‘’Kebetulan, teman saya ini adalah dukun beranak. Jika Bapak dan Ibu berkenan, kami bisa membantu proses persalinannya.’’ Jelas Jaja.
Pria itu masih terdiam. Dia tidak mau mengucapkan sepatah kata pun untuk merespon tawaran yang Jaja berikan kepadanya.

‘’Kalian siapa?’’ Tanya wanita yang sedang hamil itu kepada Jaja dan juga Nyi Ratih.

‘’Kami berdua orang baik kok. Kami memang bukan berasal dari desa ini. Tetapi kami juga tahu terkait ketakutan kalian berdua dan juga warga setempat tentang hal ini.’’ Ucap Jaja.

Wanita itu meminta kepada suaminya untuk menutup pintu rumah. Ia tidak mau ada orang lain yang mengetahui obrolan sensitive ini.
Setelah pintu rumah ditutup, nyi ratih pun meminta kepada wanita tersebut untuk duduk di sebuah kursi.

Ia ingin mengecek keadaan sang jabang bayi yang masih berada di dalam perut. Kebetulan, karena mendapati salah satu warga yang mau menerima mereka berdua,

jaja pun mencoba untuk memancing percakapan dengan menanyakan hal-hal terkait dengan para warga yang selalu menutup rumahnya sebelum malam purnama datang.

‘’Kalau boleh tahu, mengapa para warga di sini menutupi pintu rumahnya sebelum malam purnama datang pak? Apakah ada sesuatu yang akan terjadi di malam purnama?’’ Tanya Jaja.

Pria itu menatap isterinya. Awalnya, isterinya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak mau, ada pembahasan yang mengarah kepada keadaan desa saat ini.

Namun, karena sudah kepalang merespon dari pertanyaan Jaja, pria itu pun akhirnya menjelaskan semuanya terkait ketakutan yang sedang mereka hadapi dan juga para warga yang berada di alas wingit sebelum nantinya malam purnama itu datang.

‘’Semenjak anak dari Mbah Jayo menghilang, desa ini menerima kutukan yang luar biasa. Kutukan itu mengarah kepada perjanjian dan ikatan antara penghuni alas wingit dengan para warga yang ada di sini.’’ Jelas Pria tersebut.

‘’Perjanjian seperti apa pak?’’ Tanya Jaja.

‘’Perjanjian itu mengarah kepada setiap bayi yang baru lahir di tempat ini. Karena mbah jayo bukan hanya kehilangan anak semata wayangnya saja. Melainkan, isterinya juga menghilang di sana!’’ Jelas Pria itu.

Jaja makin bingung dengan penjelasan dari pria tersebut. Ia yang awalnya mengetahui konflik awal dari desa ini yang berasal dari desa alas wingit, ternyata permasalahan semakin meluas tatkala Mbah Jayo (sesepuh desa alas wingit) sendiri kehilangan keluarganya.

‘’Tapi, apa para warga tahu siapa anak dan isteri dari Mbah Jayo itu?’’ Tanya Nyi Ratih.
Pria itu kembali menatap isterinya. Ia tidak berani untuk menjelaskan lagi secara dalam terkait permasalahan yang sangat sensitive ini.

‘’Kami semua mengenal keluarga Mbah Jayo. Anaknya bernama Birawa dan isterinya mendapatkan sebutan sebagai seorang nyai di desa ini.’’

Jaja dan Nyi Ratih tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan pria tersebut. Pasalnya, nama Birawa dan Nyai tidak pernah mereka ketahui sebelumnya.

‘’Apakah mereka berdua masih hidup?” Tanya Jaja.

‘’Birawa menghilang saat dia masih kecil bersama dengan Nyai di hutan alas wingit. Akan tetapi, ada rumor yang mengatakan, mbah jayo melakukan penumbalan kepada setiap bayi yang akan dilahirkan atau masih berupa janin dengan tujuan untuk menebus mereka berdua!’’

Ternyata, awal mula terjadinya hal-hal semacam ini dikarenakan adanya penumbalan bayi yang dilakukan oleh Mbah Jayo untuk bisa mengembalikan lagi kedua anggota keluarganya.

‘’Mbak? Kalo boleh tahu, rumah kalian dimana?’’ Tanya wanita hamil itu.

‘’Kami tinggal di dekat alas wingit. Di situ ada saudara kami yang bernama Raden Artonegoro.’’ Jelas Nyi Ratih.
Mendengar nama itu, mereka berdua langsung syok dan meminta kepada Jaja dan juga Nyi Ratih untuk meninggalkan mereka berdua.

‘’Pergi! Kalian semua harus pergi dari sini!’’

‘’Kenapa? Ada apa? Kenapa dengan Raden Artonegoro?” Tanya Jaja.

‘’Dia adalah awal dari petaka!’’

Mendengar nama itu, nyai ratih langsung terkejut. Dia segera mengambil pisau dan menodongkannya ke arah wanita tersebut.

‘’Duduk dan berhenti berteriak! Kalau tidak, aku akan robekkan perut isterimu dalam hitungan detik!’’ Ucap Nyi Ratih.

‘’Nyi Ratih?!’’ Ucap Jaja.
Ia tidak bisa berkata-kata sewaktu Nyi Ratih dengan cepat menodongkan pisau kepada isteri dari pria tersebut.

‘’Jelaskan, ada apa dengan Raden Artonegoro?”

Pria itu pun kembali terduduk. Ia memegangi kepalanya sembari menahan tangis karena merasa bersalah terhadap apa yang baru saja ia lakukan.

‘’Tolong! Kami ingin hidup tenang.’’

***

Sementara itu, bapak dan Kang Waris mencoba untuk mengetahui lebih jauh terkait hutan alas wingit.
Mereka berdua hanya menatap hutan itu dari kejauhan dan merasakan energi yang begitu besar yang berasal dari hutan tersebut.

‘’Apakah kamu siap Arto?’’ Tanya Kang Waris.

‘’Siap untuk apa kang?’’ Tanya Bapak.

Kang Waris mengambil sebuah batu yang berada di tanah. Lalu ia lemparkan batu tersebut ke arah depannya.

‘’Kita ini hidup seperti batu yang dilemparkan ke arah manapun. Selama tempat itu mampu untuk menerima kita, kemungkina, kita akan mengendap di tempat tersebut dengan waktu yang lama.’’

Kang Waris mencoba untuk memberikan penjelasan lewat pengetahuan kehidupannya. Kali ini, bapak cukup mengerti terkait apa yang dikatakan oleh Kang Waris.

‘’Hidupmu masih panjang. Ngipri kethek ini belum selesai selama anak terakhirmu belum dijadikan korban selanjutnya.’’ Jelas Kang Waris.

‘’Mengapa sasarannya adalah anakku?’’ Tanya Bapak kepada Kang Waris.

‘’Anakmu nanti akan menunjukkan sesuatu yang akan terjadi pada keluarga ningrat di masa depan. Karena itu, semakin banyak musuh kita, semakin banyak juga halangan yang akan kita lalui untuk saat ini.’’

Bapak paham maksud dari perkataan Kang Waris. Ia tidak mau ada korban lagi yang berjatuhan setelah beberapa anggota keluarga ningrat  terbunuh oleh Raden Angkoro.

‘’Berhati-hatilah terhadap orang sekitar. Mereka bagaikan kalajengking yang menusukmu dengan racun yang mematikan dari arah belakang.’’

Setelah mereka berdua mengobrol panjang, bapak dan kang waris pun berencana untuk kembali lagi ke rumah sembari menunggu laporan dari yang lainnya.

Namun, baru saja kaki mereka melangkah meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba ada satu energi yang dirasakan oleh Bapak dan juga Kang Waris.

Energi tersebut sangat halus dan terasa dekat di sekitaran desa alas wingit. Bapak dan juga Kang Waris merasa, energi ini memiliki energi yang sangat busuk dan sama seperti energi Raden Angkoro beserta para keroco-keroconya.

‘’Dia sudah keluar!’’ Ucap Kang Waris.
Bapak mengangguk paham. Mereka berdua pun segera mencari energi tersebut untuk mengetahui siapa pemilik dari energi yang sangat busuk ini.

Sementara itu, pasangan suami istri yang bersama dengan Jaja dan juga Nyi Ratih, sedang menjelaskan secara jelas terkait Raden Artonegoro.

‘’Raden Artonegoro disebut-sebut sebagai orang yang masih terikat dengan ini. Aku tidak terlalu jelas, siapa orang yang mengatakannya. Namun, orang tersebut masih memiliki ikatan darah dengan beliau.’’ Jelas Pria itu.

‘’Maksudnya, orang yang menjelaskan kejelekan dari Raden Artonegoro adalah orang yang masih memiliki ikatan kekeluargaan dengannya?” Tanya Jaja.

‘’Benar.’’

Nyi Ratih terdiam sejenak. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu terkait keluarga dari Raden Artonegoro yang mengikutinya sampai ke daerah-daerah yang jauh seperti ini.

‘’Tapi, raden artonegoro sendiri tidak memiliki anggota keluarga yang sampai keluar dari daerahnya sendiri.’’ Jelas Nyi Ratih.

Jaja pun langsung teringat. Ia mengingat sesuatu terkait apa yang dikatakan oleh Kang Waris kepadanya tentang Raden Artonegoro.

‘’Mungkinkah mereka yang berasal dari Keluarga Brotoseno?’’

‘’Benar! Itu namanya!’’

‘’Raden Angkoro?’’ Tanya Jaja lagi.

‘’Tepat sekali! Dia adalah orang yang bekerja sama dengan Mbah Jayo untuk bisa mengembalikan Birawa dan isteri dari Mbah Jayo!”

Jaja pun paham dengan penjelasan itu. Ia kemudian masih memikirkan sesuatu, apa yang dilakukan oleh Raden Angkoro selama dia berada di desa alas wingit?

‘’Raden Angkoro. Dia adalah seburuk-buruknya manusia yang memiliki darah keluarga ningrat!’’
Tidak jauh dari tempat tersebut, raden kuncoro sedang memantau pergerakan dari Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

Ia pun menerobos maju untuk menuju ke tempat Mbak Arumi. Hal ini dilakukan karena raden kuncoro merasa ada banyak orang yang berada di rumah Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

Sewaktu Raden Kuncoro mengendap-endap ke rumah Mbak Arumi, ia mendengar ada obrolan yang berasal dari rumah Mbak Arumi.

Raden Kuncoro pun mencari tempat yang tepat untuk bisa bersembunyi dan mendengarkan semua obrola yang berasal dari rumah Mbak Arumi.

‘’Sebentar lagi malam purnama. Raden Artonegoro, kang waris, dan juga Jaja telah berada di tempat ini. Kita harus membunuhnya tepat di malam itu.’’ Jelas salah seorang dengan nada yang sangat berat itu.

Raden Kuncoro yang mendengar itu langsung terkejut. Ia pun kembali menyimak perkataan lainnya yang diucapkan dari dalam rumah Mbak Arumi itu.

‘’Sebelum itu, kita juga harus bisa mendapatkan sepuluh jabang bayi. Aku lihat ada banyak warga yang sedang hamil tua di desa ini. Dengan begitu, kita bisa kembali menciptakan kekuatan besar lainnya.’’

Jelas seorang dengan nada yang sangat datar namun terlihat sangat misterius itu. Obrolan masih berlanjut. Kali ini, ada salah seorang yang meminta ijin untuk pergi ke arah belakang rumah.

Raden Kuncoro pun berhati-hati dan selalu waspada. Takutnya, orang tersebut mengetahui dirinya sedang mendengarkan obrolan sensitive ini.

‘’Bagaimana denganmu Pak Lingga? Apa rencanamu saat ini?’’ Tanya salah seorang kepada Pak Lingga.

‘’Kita mesti mengikuti apa yang dikatakan oleh Raden Jogopati. Aku hanya meminta kepada Arumi dan Didik untuk menyiapkan diri ketika malam purnama itu datang.’’

Raden Kuncoro kembali terkejut. Ternyata benar apa yang dipikirkannya. Mbak Arumi dan juga Kang Didik adalah sekutu dari orang-orang yang ingin membunuh Raden Artonegoro dan keluarganya beserta dengan Kang Waris dan juga Jaja.

Ia pun mencukupkan diri untuk mendengarkan lebih lanjut terkait obrolan yang mengerikan ini.
Raden Kuncoro merasa tidak kuat dengan obrolan yang baru saja dikatakan oleh mereka yang berasal dari dalam rumah Mbak Arumi dan juga Kang Didik.

Akan tetapi, ada yang aneh dengan tubuhnya. Ia merasa, tubuhnya bergetar hebat seperti ada seseorang yang berada di belakang tubuhnya.

Ketika Raden Kuncoro membalikkan badannya ke arah belakang, tiba-tiba seseorang dengan tubuh yang besar dan tinggi sedang berada di belakangnya sembari berkata,

‘’Kenapa di luar? Mengapa tidak ikut masuk saja? Apakah informasinya sudah cukup untuk kau dapatkan? Mari bergabung bersama kami untuk mengobrol lebih dalam di dalam rumah.’’

Sialnya, raden kuncoro ketahuan oleh seseorang yang berasal dari dalam rumah. Senyuman pria berbadan besar dan tinggi itu sangat mengerikan.

Ternyata, pria itu ijin keluar dari obrolan untuk bisa mengetahui siapa yang berada di sekitaran rumah yang sedang mendengarkan obrolannya.

Dalam hati Raden Kuncoro,
‘’Orang ini! Dia bukan orang sembarangan!’’

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close