"Tidak ada seorang pria pun yang mengerti hati seorang wanita, Jika seorang pria menyangka ia mengerti, ia justru akan mendapatkan kesalahpahaman yang lebih mendalam."
Renung Jaka Indi dalam hati.. sembari menghela nafas panjang.
Jaka Indi berjalan menuju kereta yang telah disiapkan, dan masuk kedalamnya, belum juga Jaka Indi menutup pintu kereta, tiba-tiba tampak seseorang menerobos masuk kedalam kereta, yang ternyata adalah Dewi Salasika.
Dewi Salasika langsung memberi instruksi kepada kusir dan prajurit yang ada didepan kereta untuk membawanya ke paviliun Kaputren (kediaman para putri bangsawan dan tamu wanita)
"Raden kita ke paviliun Kaputren dahulu, bantu aku menyelidiki kasus Pangeran Corwin terlebih dahulu."
"Apakah bunda ratu tahu prihal kematian Pangeran Corwin?" Tanya Jaka Indi.
"Entahlah Raden, tapi kata ibu Dewi Nawang Sari, sebaiknya hal ini dirahasiakan dahulu dari bunda Ratu, sampai permasalahannya menjadi jelas." Jawab Dewi Salasika.
"Raden saya sudah memeriksa semua tamu yang hadir di kerajaan ini, tapi hanya ada lima orang saja wanita dari jenis manusia."
"Siapa sajakah kelima orang wanita itu ?" Tanya Jaka Indi.
"Dua orang wanita utusan dari kerajaan Kasepuhan Haryodiningrat, yang tiba kemarin dan ikut jamuan makan malam bersama Raden, serta dua orang utusan Kerajaan Yang dipertuan Agong dari Malayapada, yang telah tiba di negeri Suralaya tiga hari sebelum ini, serta seorang lagi yang biasa dipanggil dengan nama Putri Kidung." Jelas Dewi Salasika.
Mendadak Jaka Indi teringat dengan wanita yang menyanyikan sepenggal tembang lingsir wengi..
"Apakah wanita tersebut yang dimaksud Dewi Salasika dengan sebutan Putri Kidung?" Gumamnya dalam hati.
Beberapa jenak kemudian, tiba-tiba laju kereta terhenti. Ternyata kereta sudah sampai didepan sebuah gapura.
"Raden kita sudah sampai, ayo kita turun." Ucap Dewi Salasika.
Maka turunlah Dewi Salasika diikuti Jaka Indi, yang berjalan dibelakangnya, terlihat beberapa prajurit yang menjaga gerbang paviliun Kaputren memberikan hormat dan membuka jalan. Dewi Salasika berjalan cepat, cara berjalannya sebagaimana cara berjalan Dewi Kemala, cukup dengan menutul ujung kakinya pada ujung rumput atau menutul pada permukaan tanah, Dewi Salasika terlihat seperti melangkah perlahan, tetapi sesungguhnya tubuhnya bergerak ke depan dengan cukup cepat. Sekalipun Jaka Indi tidak bisa berjalan dengan menutul ujung rumput, tetapi kali ini Jaka Indi dapat mengimbangi jalan Dewi Salasika, tanpa tertinggal jauh. Didepan tertampak sebuah dinding pagar yang tinggi. Ternyata dibalik dinding pintu gerbang, masih terdapat dinding lainnya.
"Raden.., apakah Raden dapat melompati dinding yang ada didepan," Tanya Dewi Salasika seraya menunjuk dinding batu setinggi empat meter.
"Tidak dapat Dewi.., Mengapa kita tidak melewati pintu depan saja Dewi Salasika ?" Tanya jaka Indi.
"Ada hal yang ingin kuselidiki terlebih dahulu. Ayo Raden.." Tiba-tiba Dewi Salasika memegang tangan Jaka Indi dan mengangkatnya keatas melompati pagar setinggi empat meter. Jaka Indi merasakan tubuhnya seperti terbang keatas melewati pagar lalu turun dengan perlahan, Dewi salasika seperti terheran menyadari tubuh Jaka Indi yang sangat ringan dan tidak jatuh terguling saat turun kepermukaan tanah.
"Ikuti aku Raden," Kata Dewi Salasika sambil berlari cepat ke depan menuju bangunan utama yang ada jauh didepan sana. Apa boleh buat, Jaka Indi pun terpaksa ikut berlari dibelakang Dewi Salasika. Dewi Salasika berlari dengan pesatnya. lalu menengok kebelakang, saat melihat jaka Indi masih mengikuti dibelakangnya tanpa tertinggal selangkahpun, seketika Dewi Salasika menghentikan langkahnya, yang mengakibatkan Jaka Indi hampir saja menabraknya.
"Ah.., ternyata Raden bisa ilmu meringankan tubuh." Ucap Dewi Salasika dengan tersenyum tipis.
Jaka Indi hanya terdiam saja ketika menyadari dirinya bisa melompati tembok setinggi empat meter bersama Dewi Salasika dengan ringannya, serta dapat berlari pesat mengimbangi langkah larinya Dewi Salasika.
"Aku pun baru menyadari kalau aku bisa seperti ini." Terang Jaka Indi.
"Ayo Raden kita naik keatas atap!" Kali ini Dewi Salasika langsung melompat mendahului keatas atap.
Dalam hati jaka indi, "Lah situkan peri.., jangankan lompat ke atap... berdiri diujung puncak pohon cemara juga bisa."
"Ayo Raden.., lompatlah, nanti saya akan menangkap Raden." Ujar Dewi Salasika.
Jaka Indi mencoba mundur kebelakang beberapa langkah, lalu dengan sekuat tenaga berlari dan melompat keatas atap sembari menjulurkan tangannya agar dapat memegang tepi atap yang paling rendah. Tapi bukan hanya tepi atap, bahkan lompatan Jaka indi dapat melampaui puncak atap, mau tak mau jaka indi harus menjaga keseimbangan tubuhnya agar bisa turun tanpa jatuh terjungkal. Dewi Salasika dengan sigap menangkap tangan Jaka Indi dan menahan daya dorong jatuhnya tubuh Jaka indi, agar dapat mendarat dengan ringan di atas atap bangunan.
"Ups.., wuaahh..! Hampir saja aku jatuh tergelincir." Ucap Jaka indi.
Setelah tiarap melekatkan tubuhnya dipermukaan atap, Dewi Salasika mulai merangkak perlahan menuju salah satu sudut bangunan dan dengan sangat hati-hati menggeser salah satu genting, lalu tangannya menggapai dan memberi isyarat pada Jaka indi agar mendekat. Tatkala Jaka Indi telah mendekat disebelah Dewi Salasika, lantas Dewi Salasika berbisik dengan pelan ketelinga Jaka indi, "Raden coba perhatikan wanita dibawah ini. Tampak terlihat seorang wanita remaja yang cantik berparas putih pucat, yang sedang tidur berbaring di atas dipan, usianya sekitar 19 tahun, badannya tinggi langsing walau cendrung agak kurus, tapi tetap tidak mengurangi kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Dari balik baju tidurnya yang tipis, dadanya terlihat padat dan lebih besar dari umumnya dada gadis remaja seusianya, alis matanya lentik memanjang, ada andeng-andeng kecil pada dagunya, rambutnya hitam lurus sepunggung, Jaka indi merasa kalau gadis ini seperti gadis yang pernah dilihatnya, gadis yang menyanyikan sepenggal tembang lingsir wengi. Entah mengapa ada hawa membunuh yang kuat yang menyelimuti diri gadis tersebut.
Dewi Salasika memberi isyarat tangan agar meninggalkan tempat itu, Kemudian Dewi Salasika kembali menutup genting yang tadi dibukanya. Sambil memegang tangan Jaka indi agar mengikutinya, kemudian Dewi Salasika melompat kebawah dengan tangannya tetap menggandeng tangan Jaka Indi. Tangan Jaka Indi baru dilepasnya setelah mereka sampai di atas permukaan tanah.
"Raden bagaimana pendapat Raden mengenai wanita yang baru Raden lihat..?" Jaka Indi tidak menjawab tapi Justru balik bertanya, "Siapakah wanita tadi ?"
"Nama yang sesungguhnya saya kurang tahu Raden, tapi orang-orang memanggilnya dengan sebutan Putri Kidung, karena ia gemar menyanyi atau mendendangkan lagu. Dia murid salah satu dari 9 Dewi pelindung Istana Suralaya, yaitu Dewi Janettra, Dewi Janettra juga merupakan guru dari Dewi Rheena, Kalau Dewi Lintang yang bercadar hitam, yang tadi siang Raden temui adalah guruku," Jelas Dewi Salasika.
"Aku mencurigai wanita tersebut, karena ada laporan prajurit yang melihatnya di hutan Purwa dimalam yang sama dengan kematian Pangeran Corwin."
"Berapakah jumlah keseluruhan wanita, baik dari jenis peri maupun manusia yang ada di Kaputren saat ini ?" Tanya Jaka Indi.
"Ada sekitar dua puluh dua orang Raden."
"Agar tidak ada kecurigaan dari kelima wanita jenis manusia saat diperiksa, serta memberikan kesan adil dalam mencari tersangka, periksa seluruh wanita yang ada di Pavilliun Kaputren ini secara bersamaan." Ujar Jaka Indi.
Lantas Dewi Salasika masuk bersama Jaka indi kedalam paviliun Kaputren dan memerintahkan prajurit untuk mengumpulkan seluruh penghuni paviliun kaputren baik dari kalangan peri maupun manusia, agar dikumpulkan di aula tertutup yang ada di samping paviliun. Setelah semua wanita terkumpul dalam aula, masuklah Dewi Salasika kedalam ruang aula diikuti Jaka Indi. Kemudian mereka mengambil tempat duduk yang telah disediakan.
Ada delapan orang pengawal wanita berbusana serba hitam yang berjaga didalam aula dengan bersenjata lengkap, ke delapan orang prajurit tersebut merupakan pengawal khusus yang berada langsung dibawah perintah Dewi Salasika. Dewi salasika selanjutnya berdiri menghadap dua puluh dua wanita yang telah berbaris rapi dihadapannya.
"Mohon maaf telah mengganggu kenyamanan saudari sekalian, tetapi dikarenakan ada peristiwa pembunuhan tidak jauh dari paviliun Kaputren ini, maka akan dilakukan pemeriksaan kepada semua penghuni paviliun Kaputren tanpa terkecuali. Lalu Dewi Salasika kembali duduk disebelah Jaka Indi. Buat seluruh penghuni Kaputren, silahkan kalian membuka semua pakaian yang kalian kenakan." Kata Dewi Salasika dengan nada tegas.
Tentu saja Jaka indi jadi sangat terkejut, segera Jaka indi membisikkan ke telinga Dewi Salasika,
"Tanggalkan pakaian kalian, tapi tetap kenakan pakaian dalam kalian," Ujar Dewi Salasika lebih lanjut.
Satu persatu mereka menanggalkan pakaiannya, hingga tertinggal penutup dada dan celana dalamnya saja, berikutnya Dewi Salasika meminta satu persatu wanita tersebut maju ke hadapannya.
Semua peri wanita sudah maju diperiksa, tidak ada suatu apapun yang mencurigakan. "Silahkan bagi yang sudah diperiksa untuk kembali kekamarnya masing-masing." Kata Dewi Salasika.
Tertinggal dua wanita utusan Kraton Kasepuhan Haryodiningrat, dan dua wanita utusan kerajaan Malayapada serta Putri kidung. Saatnya Putri kidung maju kehadapan Dewi Salasika,
Putri kidung mengenakan pakaian dalam warna putih yang tipis sehingga tampak membayang samar bagian dadanya dan bagian sensitif tubuhnya. Membuat jantung Jaka Indi sedikit berdebar. Putri kidung tampak terlihat tenang dan tidak menunjukan sikap cemas sama sekali, sorot matanya yang sayu bahkan memberi kesan tak acuh dengan pemeriksaan ini. Tapi saat diperiksa putri kidung, juga tidak memiliki tanda gambar ular pada bawah pusarnya, hanya saja saat Putri Kidung memutar badannya, pada bagian pinggul belakangnya terdapat tatto bunga teratai warna ungu.
Giliran dua wanita utusan kerajaan Malayapada, maju mendekat untuk diperiksa bersama, tetapi pada tubuh keduanya juga tidak ada gambar ular. hanya pada pusar kedua gadis tersebut terdapat hiasan dengan tindik batu berlian. Setelahnya giliran dua utusan Kraton kasepuhan Haryodiningrat, Anindya dan Anindita yang diminta maju ke depan bersama. Saat mereka maju Jaka indi dapat melihat dibawah pusar Anindya gadis yang berwajah lembut bertubuh langsing dan mungil, tertampak gambar ular cobra warna hitam, seperti tatto tapi karena letaknya dibawah kulit ari maka hanya terlihat samar,
Dewi Salasika mencolek pinggang Jaka Indi, sepertinya ia juga melihat lambang itu. Disamping gambar ular, pada diri Anindya juga terdapat Tatto teratai yang tertera pada sisi bagian dalam paha kirinya.
"Hmmm.., ternyata Anindya-lah yang merupakan wanita Bahu Laweyan.. bahkan gambar ularnya jenis cobra.. ini jenis bahu laweyan yang sangat mematikan." Renung jaka indi dalam hati.
"Kemudian Jaka indi memperhatikan Aninditha, yang memiliki tubuh lebih tinggi dan badan lebih molek dari Anindya. Sekalipun tidak ada gambar ular tapi pada diri Anindita juga terdapat tatto bunga teratai pada bagian bahu kirinya serta pada kuku ibu jari kanan dan kirinya terlihat kukunya yang panjang dan runcing, juga memiliki warna pelangi terang yang mencolok seperti terang pospor."
"Aiiiiihhh.., bila melihat bentuk kuku ibu jari tangannya mengingatkan Jaka Indi pada tokoh perwayangan Bima atau yang dikenal dengan nama lain Werkudara, namun kuku pada ibu jari nona Anindita lebih kecil dari kuku Bima dan berwarna seperti pelangi dengan warna terang dan dari warnanya yang mencolok nampaknya kuku itu mengandung racun," Pikir Jaka Indi.
Jaka indi jadi merenung,
"Ketiga wanita, yaitu putri kidung, Anindya dan Anindita, ternyata sama-sama memiliki tatto bunga teratai pada tubuhnya,"
Dalam kitab kecil catatan leluhurnya ada termuat tentang, organisasi rahasia kuno bernama Viskhanyaz. Organisasi Viskhanyaz ini melatih para gadis muda dan cantik untuk dijadikan senjata.., sebagai alat pembunuh utamanya. Kerajaan-kerajaan kuno di India juga pernah menggunakan Jasa organisasi ini, untuk membunuh para raja dan juga untuk menghabisi lawan-lawan politiknya. Organisasi Viskhanyaz ini memiliki ciri tanda keanggotaan, diantaranya adalah adanya simbol atau tatto bunga teratai ditubuhnya.
Sayangnya tidak ada catatan lebih detail tentang organisasi pembunuh Viskhanyaz ini. "Mungkinkah ini merupakan organisasi yang sejenis?" Hal ini hanya disimpan dalam hati Jaka Indi dan tidak disampaikan kepada Dewi Salasika.
"Putri kidung, Anindya dan Anindita, silahkan kenakan pakaian kalian kembali, dan kalian boleh kembali ke kamar kalian masing-masing. terkecuali Anindya, masih ada hal yang harus kami tanyakan." Ujar Dewi Salasika.
Sepeninggal Putri Kidung dan Anindita serta kedua putri kerajaan mayapada. Dewi Salasika meminta prajurit untuk membawa Anindya ke suatu tempat guna pemeriksaan lebih lanjut.
"Raden, terima kasih banyak atas bantuannya, dan mohon maaf Raden aku tidak bisa menghantar Raden, tapi Raden akan dihantar prajurit ketempat peristirahatan Raden." Kata Dewi Salasika.
"Iya.., Dewi Salasika, tidak mengapa." Jawab Jaka Indi sambil berjalan keluar, kemudian menuju kereta yang telah disediakan.
[BERSAMBUNG]