PESUGIHAN KELUARGA NINGRAT "NGIPRI KETHEK" (Part 6) - Pertemuan Para Pejabat Rengget

Bagian 6 - Pertemuan Para Pejabat Rengget
Keluarga Brotoseno merupakan benar-benar keluarga yang sangat terhormat. Selain dia menjadi keluarga yang sangat ditakuti keluarga ningrat lainnya, keluarga brotoseno ini memiliki jejaringan dan relasi yang sangat luas.
Sampai suatu ketika, raden angkoro meminta kepada mas pangarep dan juga mbak ayu untuk menyiapkan jejamuan yang sangat mewah karena ada salah seorang pejabat yang mendatangi rumah.
Bisa dibilang, dia juga masih memiliki hubungan darah dengan kera***. Hal ini dibuktikan, kedekatan antaran keluarga brotoseno dan para pejabat merupakan satu ikatan tali yang masih menyambung hingga beberapa decade terakhir.
Keluarga brotoseno juga dipercaya sebagai wadah bagi solusi atas masalah yang di alami para pejabat saat itu. Beberapa pejabat daerah yang memang termasuk dalam kategori ini disebut dengan para pejabat rengget.
Dalam kategori ini, pejabat yang memegang sebutan itu adalah para pejabat yang memang dikenal sebagai pejabat yang kotor.
Saat dimana kehadiran pejabat ini diketahui oleh bapakku, bapak dan ibuku langsung buru-buru untuk menuju ke rumah kang waris.
Alasannya sederhana, jika memang para pejabat ini ada keikutsertaan dalam pesugihan yang keluarga ningrat dan keluarga brotoseno, maka bapak dan ibuku akan segera keluar dari rumah untuk benar-benar melakukan sebuah pati obor.
Pati obor merupakan sebuah cara untuk mematikan hubungan tali silaturahmi. Cara ini bisa memuat menjadi keluarga peteng atau keluarga gelap yang menjadikan ketidakstabilan antara saudara yang satu dengan saudara lainnya.
Pagi hari itu juga bapak dan ibuku menuju ke rumah kang waris. Dengan perasaan yang sedikit takut, mereka berdua pun langsung bertemu dengan kang waris dan menyampaikan apa yang sedang raden angkoro rencanakan.
‘’Kang, apakah pejabat yang akan datang ke rumah ini masih memiliki hubungan dengan keluarga ningrat?’’ Tanya bapakku.
‘’Masih. Bukan hanya dalam trah saja, namun mereka juga termasuk dalam bagian ‘’welut’’ yang sangat licin dan dibenci oleh masyarakat sekitar.’’
Bapak pun bingung. Apa maksud dari ‘’welut’’ yang diungkapkan oleh kang waris kepada bapak.
‘’Welut itu adalah nama lain dari belut jika di artikan. Maksudnya adalah pejabat ini adalah pejabat yang memiliki sifat seperti belut yang sangat licin dalam omongannya namun tidak sesuai dengan kinerjanya. Dia termasuk pejabat yang suka berlarian ke sana kemari ketika disuruh membuktikan hasil kerjaan. Itu termasuk dalam pejabat welut yang dibenci oleh masyarakat sekitar.’’
Bapak pun paham. Memang benar, jika orang baik pasti akan ditemukan dengan orang baik. Begitu pun sebaliknya, jika orang yang licik, maka akan dipertemukan dengan orang yang licik.
Semesta seperti sedang mempertemukan antara satu golongan dengan golongan yang sama sebagai tanda dari kekuasaan tuhan sendiri.
‘’Lalu kapan saya harus keluar dari rumah itu kang?’’
‘’Tunggu. Selamatkan ratu kethek dulu.’’
‘’Maksudnya, kang?’’
‘’Ratu kethek yang kamu tahu adalah dia yang memang sedang melaksanakan kontrak, namun faktanya, dia adalah korban dari pesugihan ini.’’ Ibuku pun langsung bergeming dan memikirkan apa maksud dari kang waris. Jika memang benar ratu kethek yang dimaksud oleh kang waris adalah korban, berarti pesugihan ini sendiri memiliki system yang tidak bisa dinalar oleh manusia sendiri.
‘’Pesugihan yang dijalankan oleh keluarga ningrat memiliki tingkatan. Mula-mula, dia akan tersistem dengan mempertemukan raja dan ratu kethek, lalu mencari pengawal dan yang terakhir adalah yang sangat mengerikan.’’
‘’Maksudnya, kang?’’
‘’Yang terakhir akan mencari tumbal dari orang-orang yang dikenalinya.’’
‘’Walaupun kita sudah melakukan pati obor?’’
‘’Pati obor itu adalah menghilangkan jejak bukan menghilangkan pertanda jika dirimu dan juga isterimu atau anakmu, Kelak akan dijadikan tumbal dan terus menerus diteror sampai sekiranya benar-benar pesugihan ini selesai.’’
Mendengar hal itu, bapakku langsung menghadap ke arah ibuku. Sampai saat dimana kang waris berdehem, bapakku pun langsung menatap kembali ke arah kang waris.
‘’Jangan risau. Pejabat itu datang hanya karena urusan duniawinya saja. Bukan ada keterkaitan dengan pesugihan yang dijalankan oleh keluarga ningrat. Tapi jika disamakan dengan pesugihan yang sedang dijalankan oleh keluarga ningrat, pejabat itu tidak ada bedanya.’’
‘’Maksudnya, kang?’’
‘’Sekelompok pejabat itu termasuk kebal hukum. Mereka juga memiliki perewangan (peliharaan) yang mana semuanya ditujukan untuk menjaga kekuasaannya.’’
Tanpa sengaja, kang waris telah membuka sedikit demi sedikit terkait pejabat-pejabat yang memang berlaku kotor. Tidak heran, jika pertemuannya nanti bersama keluarga brotoseno, pasti ada niat terselubung di antara keduanya.
‘’Menjadi manusia itu gak usah kagetan. Ada pejabat yang memang meminta-minta ke dukun, ya banyak. Ada kyai yang memang seorang dukun ya tidak terhitung. Jadi fokuskan dirimu untuk menyelamatkan ratu kethek.’’
‘’Tapi kang? Kapan waktunya?’’
‘’Setelah si pengawal sudah diketahui?’’
‘’Maksudnya, kang?’’
‘’Tumbal selanjutnya akan mencari pengawal. Berhubung targetnya sudah lepas, maka ada dua kemungkinan yang terjadi.’’
Bapakku langsung terdiam sembari memikirkan jawaban setelahnya. Mungkin, apa yang selama ini di pikirkan adalah jawaban yang sama seperti apa yang akan kang waris ucapkan,
‘’Tumbal selanjutnya akan berasal dari salah satu pihak. Baik itu keluarga ningrat, ataupun keluarga brotoseno. Keduanya adalah satu sama lain yang masih berhubungan.’’
Akhirnya terungkap. Teruntuk tumbal selanjutnya, kemungkinan besar akan jatuh dari salah satu keluarga besar itu.
Memang terlihat sangat mendominan adalah keluarga ningrat.
Masih ada beberapa anggota keluarga ningrat yang laki-laki. Itu menandakan, jika korban selanjutnya adalah tumbal yang akan dijadikan sebagai pengawal dari rojo kethek sendiri.
Setelah mengobrol-ngobrol dengan kang waris telah usai, bapak dan ibu pun langsung kembali ke rumah.
Keduanya tidak menginginkan adanya kecurigaan yang terjadi dari keluarga ningrat selama keduanya berpergian.
Sesampainya di rumah, bapak dan ibuku langsung melihat mbak neneng yang sedang terduduk sendirian di kursi sofa sembari memegangi sisir milik ibu.
‘’Mbak neneng? Tumben sendirian?’’ Tanya ibuku sembari memegangi perut.
Mbak neneng menatap wajah ibuku dengan tatapan yang sedikit sedih. Tampaknya setelah kematian nyi endang, mbak neneng masih belum menerima kematian itu sendiri.
‘’Mas arto? Bolehkah aku bertanya sesuatu?’’
‘’Kenapa, mbak?’’
Mbak neneng pun bangkit dari duduknya. Ia kemudian berjalan sembari wajah yang masih menunduk ke bawah.
Ia pun langsung menatap ke arah bapakku sembari menyerahkan sisir itu kepada bapakku.
Bapak pun menerima sisir itu. Sejenak bapak menatap ke arah mbak neneng yang wajahnya masih tertunduk lesu.
Dengan sekejap, mbak neneng pun menatap ke arah bapakku sembari meneteskan air matanya.
‘’Tolong selamatkan aku!’’
‘’Maksud mbak neneng?’’
‘’Aku ingin keluar dari rumah ini!”
Ibuku pun langsung merespon dari apa yang dirasakan oleh mbak neneng sendiri. Ia lansung memeluk tubuh mbak neneng dan mengelus pundaknya secara perlahan.
Bapakku kemudian mengingat apa yang dikatakan oleh kang waris terkait ratu kethek yang dibicarakannya itu.
Dalam hati bapak, ia sendiri membenarkan terkait ratu kethek yang ia maksud. Jika benar perkiraannya, berarti dalam ritual ngipri kethek yang dilakukan oleh keluarga ningrat dan apa yang diucapkan oleh keluarga brotoseno, berarti mbak neneng adalah ratu kethek selanjutnya.
Saat dimana mbak neneng mengatakan hal itu, tiba-tiba dari belakang mereka sudah berdiri raden angkoro dan beberapa keluarga ningrat lainnya.
Bapak pun langsung menarik tubuh ibuku karena kehadiran keluarga brotoseno yang hadir secara tiba-tiba. Ibu juga langsung melepaskan pelukannya dari mbak neneng.
‘’Ada apa ini?’’ Tanya mas pangarep.
Bapakku langsung menyembunyikan sisir tersebut. Ia langsung mengatakan kepada mas pangarep terkait apa yang sudah terjadi,
‘’Mbak neneng kangen nyi endang mas.’’
‘’Hah? Neneng kangen ibu?’’
Mas pangarep pun berjalan menuju ke arah mbak neneng. Namun dengan cepat raden angkoro menghalangi tubuh mas pangarep.
Bapak dan ibuku yang melihat kejadian ini hanya terdiam. Mereka berdua tidak ingin ikut campur terkait apa yang memang menjadi urusan antara keluarga ningrat dan keluarga brotoseno sendiri.
‘’Sebentar lagi akan ada tamu besar yang datang. Dia merupakan pejabat daerah tempat ini. Cepat bereskan semuanya.’’
Perintah dari raden angkoro pun langsung dijalankan oleh keluarga ningrat lainnya.
Mereka yang baru saja keluar dari rumah untuk membeli bahan makanan untuk hidangan pejabat itu langsung meletakkan ke piring-piring yang mewah dan cantik.
Persis seperti hidangan untuk para raja-raja.
Setelah semua hidangan sudah rapih ditata, raden angkoro pun berjalan ke arah bapak dan ibuku.
‘’Siapa orang yang baru saja kalian temui?’’
Bapak dan ibuku langsung terkejut mendengar kalimat itu. Sepertinya mereka berdua sudah lama dimonitori oleh raden angkoro.
‘’Bukan siapa-siapa. Dia teman lamaku.’’
‘’Apakah ada hubungannya dengan nyi endang?”
‘’Tidak ada.’’
‘’Ingat arto. Aku ini adalah tetua dari keluarga brotoseno. Keluarga yang memangku tahta kekera*****.’’
Bapak tidak menjawab apapun. Dia tahu apa yang dimiliki oleh raden angkoro sangatlah mengerikan.
Jika memang bisa diibaratkan, setetes darah yang menetes dari keluarga brotoseno bayarannya adalah penggalan kepala yang harus ditebus. Tidak lama kemudian datanglah tiga orang dengan menggunakan jas hitam yang sangat mewah.
Ketiganya adalah pejabat yang akan menemui raden angkoro. Bapak dan ibuku yang mengetahui keedatangan para pejabat itu pun langsung masuk ke dalam kamar. Tujuannya adalah untuk menghindari pembahasan rahasia yang akan diungkapkan oleh kedua belah pihak.
Selama pertemuan itu berlangsung, raden angkoro tidak menyebutkan nama dari pejabat itu sendiri. Mereka saling menjaga rahasia satu sama lain. Namun ada satu pembahasan yang di anggap sangat sensitive hingga bapakku sendiri yang sedang menguping dari dalam kamar terkejut dibuatnya,
Raden angkoro menyampaikan, bahwa dirinya memiliki sebuah pabrik bawang terbesar di tempatnya. Lalu dia menyebutkan, jika semua rencananya sudah berhasil, dia akan menjadikan karyawannya sebagai tumbal dari pesugihan yang sedang dijalankannya.
Berarti benar apa yang dikatakan oleh kang waris. Pesugihan ini memiliki aturan. Namun jika semuanya sudah terencana, pesugihan ini akan berjalan semestinya tergantung dengan tuannya yang memegang kemudi dari pesugihan itu sendiri.
‘’Haha! Baiklah! Berhubung aku juga kebal hukum, maka aku akan melindungi pabrik itu.’’ Ucap salah seorang pejabat itu kepada Raden angkoro.
‘’Terima kasih tuan. Sebagai bayarannya, aku akan memberikan pesangon 20% dari penghasilan pabrik yang sedang beroperasi.’’
‘’Tenang saja. Jangan pusingkan hal itu.’’
Mereka pun tertawa sembari memakan dan meminum semua hidangan yang telah disediakan.
Berbeda dengan bapakku, ia sempat tersentak mendengar penuturan licin dari pejabat itu.
Dengan ini, bapakku semakin paham akan rencana yang dijalankan oleh raden angkoro untuk bisa memanipulasi semua kekayaan yang akan dihasilkan dari pesugihannya itu sendiri.
Akan tetapi yang masih menjadi pertanyaan, siapakah yang akan dijadikan korban selanjutnya untuk menjadi pengawal dari rojo kethek itu sendiri.
Bapakku pun kembali menguping dari balik kamar. Dia menemukan sedikit rahasia siapa yang akan dijadikan tumbbal berikutnya.
‘’Lalu siapakah pengawalnya?’’
‘’Raden Suropto. Pamanku sendiri.’’
Bapak pun langsung berhenti untuk menguping. Dia belum pernah mendengar siapa itu raden suropto. Ibuku yang sedari tadi masih terduduk di kasur pun bertanya,
‘’Ada apa, pak?’’
‘’Siapa raden suropto bu?’’
‘’Dia adik dari brotoseno.’’
‘’Kenapa pak?’’
Bapak pun langsung menuju ke arah ibuku sembari memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
‘’Raden angkoro berencana menumbalkan raden suropto. Lalu dia akan bekerja sama dengan pejabat itu untuk menumbalkan korban lainnya yang bisa saja kita adalah korban selanjutnya.’’
Ibu pun langsung memeluk bapakku sembari meneteskan air mata.
‘’Pak, kapan kita keluar dari rumah ini?’’
‘’Kita harus menyelamatkan ratu kethek dulu bu. Aku yakin, ratu kethek itu adalah mbak neneng.’’
‘’Bagaimana cara kita menyelamatkannya?’’ Bapak pun melepaskan pelukan ibuku.
Dia kemudian memikirkan caranya agar bisa keluar dari rumah ini sembari menyelamatkan mbak neneng.
‘’Kita ikuti cara mas krishna.’’
BERSAMBUNG
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya