Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KUTUKAN SEWU LELEMBUT (Part 7) - Ajian Pemutih Raga

Pertarungan mulai memasuki babak akhir, dan tidak ada yang menyangka bahwa mereka akan kembali memijakkan kaki di alam itu lagi... 


Desa Dawuilir..

Jarang sekali suasana desa bisa sesepi ini. Bahkan serangga malam pun enggan bersuara di malam yang mencekam ini.

Warga bergelimpangan di pelataran balai desa tanpa bisa bergerak sebagaimana mestinya.

Sebagian dari mereka sudah membuka mata, namun mereka hanya terlihat seperti orang linglung.
Sukma mereka masih ditawan untuk memperkuat ilmu-ilmu Raden Sengkuni.

Naya dan beberapa anggota padepokan Ki Joyo Talun tak lelah merawat warga bersama petugas medis yang telah datang dan keteteran merawat mereka.

“Sedikit lagi, jika mereka bisa menghentikan Raden Sengkuni, semua akan kembali pulih..” ucap Paklek yang baru saja menggunakan ilmu Rogosukmonya untuk melihat dari jauh keadaan pertarungan Danan dan yang lainnya.

“Danan dan Cahyo berhasil, Paklek?” Tanya Arsa. Paklek menggeleng dan menghela nafas.

“Belum bisa dipastikan, keadaan semakin gawat. Tapi Paklek percaya kalau mereka bisa mencari cara menghentikan kutukan itu dan mengalahkan Raden Sengkuni,” Balas Paklek.
Walau bicara seperti itu, Paklek tetap terlihat cemas.

Bagaimana mungkin ia bisa tenang melihat kedua pemuda yang sudah seperti anaknya sendiri itu babak belur di tengah kobaran api.

Tak hanya itu, di tengah kebingunganya, tiba-tiba Paklek dan Arsa mendapatkan firasat yang tak menyenangkan.

“Pa—Paklek!!”

Naya terburu-buru berlari menghampiri Paklek dan Arsa yang tengah beristirahat.

“Kenapa, Naya?” Tanya Paklek berusaha menenangkan Naya.

“I—itu! Diluar!! Ada setan! Ada setan yang mendekat!” Teriak Naya.

Paklek dan Arsa pun bertatapan sejenak dan bergegas berlari ke luar.

Benar saja, hanya berjarak beberapa puluh meter dari desa dawuilir mereka melihat beberapa makhluk aneh terbang menuju desa.

“Siluman Lowo ireng?” Ucap Paklek.

“I—iya Paklek! ada satu yang memimpin mereka!” Tunjuk Arsa.

Paklek pun melihat sosok yang memimpin siluman lowo ireng itu. Bukan siluman seperti yang lainnya, namun yang memimpin mereka adalah sosok manusia.
“Ti—tidak! Tidak mungkin!” ucap Paklek.
Arsa dan Naya heran dengan raut wajah Paklek.
“Kenapa Paklek?”

“I—itu! Itu Raden Sengkuni! Bagaimana dia bisa ada di sini!!” Teriak Paklek.

Jelas ia tidak menyangka, baru beberapa saat ia mengintip pertarungan Danan dan Cahyo melawan Raden Sengkuni, kini ia melihat musuh mereka yang mengerikan itu kini ada di hadapan mereka.

***

Siti Kawaruhan…
Pohon-pohon mati dan langit yang begitu gelap mendominasi tempat dimana Mbah Widjan, Dirga, dan Guntur terjebak itu. Bila memperhatikan sekitar, dengan mudahnya mereka bisa menemukan jasad-jasad bergelimpangan hampir di sekitar mereka.

“Jadi disinilah mereka menyembunyikan jasad yang mereka bangkitkan,” ucap Mbah Widjan.
Panji mengangguk. Ia mencoba mempelajari tentang alam ini sembari menunggu Jagad menjemput mereka kembali.

Semua cemas, namun mereka tidak secemas Dirga yang merasakan keanehan yang tidak pernah ia duga.

Keris Dasasukma Dirga terus bergetar saat berada di Siti Kawaruhan.

“Apa? Apa ini?” Dirga bingung ia pun membenci perasaan itu.

Getaran Keris Dasasukma mengarah pada salah satu sudut di Siti Kawaruhan. Dirga yang penasaran dengan perasaan itu pun mengikuti getaran keris dasa sukma ke tempat itu.

“Dirga!” Teriak Guntur yang bingung dengan gelagat Dirga.

Ia pun mengikuti teman seumurannya meninggalkan Mbah Widjan dan yang lainnya.
Ada sebuah goa, entah bagaimana ada tempat seperti ini di alam mengerikan Siti Kawaruhan ini.

Tak ada satu pun jasad bergelimpangan di sekitar goa itu, namun Dirga merasakan dengan jelas ada sesuatu yang tidak wajar di dalamnya.

“Heh! Jangan aneh-aneh! Kamu ngapain?” Tanya Guntur.

“Kerisku, Dirga! Ia bergetar mengarah ke dalam goa ini…”

“Jangan gegabah, bisa jadi ada jebakan atau hal buruk yang ada di sana!” Guntur mencoba menahan Dirga, tapi mimpi dan penglihatan yang Dirga dapati selama ini membuat Dirga tak mampu membendung rasa penasarannya.

“Aku harus melihat ke sana, Keris Dasasukma benar-benar tidak tenang!”

Dirga pun tidak menghiraukan ucapan Guntur dan memaksa menyelinap masuk ke dalam Goa. Guntur yang sudah terlanjur mengetahui adanya sesuatu di sana terpaksa mengikuti Dirga.

“I—itu apa?” Tanya Guntur.

Ada tubuh yang membatu duduk bersila di dalam goa. Bentuknya seperti patung manusia, namun Dirga dan Guntur tahu bahwa itu bukanlah patung. Itu adalah manusia yang membatu. Entah kutukan apa yang membuatnya seperti itu.

“Ada sesuatu yang mengutuknya hingga seperti itu, dia pasti berbahaya,” ucap Dirga.

Keris Dasasukma bergetar semakin keras, Dirga mulai tak mampu lagi menahan getaran keris pusaka keluarganya itu.

“Dirga, sudah…” Guntur menepuk bahu Dirga dan memintanya untuk berpikir dengan tenang.

“Benar, sudah cukup. Aku tidak perlu mencari tahu lebih dari ini. Kita kembali…”
Guntur pun lega setelah berhasil meyakinkan Dirga untuk kembali.

Mereka pun berpaling dan meninggalkan goa itu, tapi baru saja mereka berjalan beberapa langkah tiba-tiba keris Dasasukma bergetar dan terlepas dari warangkanya.

Srattt!!!

“Tu—tunggu!!” Dirga mencoba menangkap dan menahan kerisnya itu, namun tidak seperti biasanya keris dasasukma tidak menurutinya dan melesat hingga menancap ke jantung jasad yang membatu itu.

“A—apa maksudnya ini, Dirga?” Tanya Guntur.

“Keris Dasasukma terlepas sendiri! Aku tidak mengendalikannya!”
“Firasatku kali ini benar-benar tidak enak,”

Benar saja, tepat beberapa saat setelah Keris Dasasukma menghujam tubuh yang membatu itu,

tiba-tiba retakan-retakan muncul di jasad itu. Secara perlahan lapisan batu di jasad itu terlepas dan memunculkan tubuh seseorang kakek tua berambut dan berjanggut panjang.
“Tidak.. jangan bilang makhluk itu masih hidup,” ucap Guntur.

Dirga berkali-kali berusaha menari kerisnya dengan kekuatan sukmanya, tapi itu semua sia-sia. Raut muka cemas semakin terlihat di wajahnya. Terlebih saat ia merasakan aura hitam pekat yang menyelimuti tubuh yang mulai bangkit itu.
“Ini bukan hal baik,” ucap Dirga.

Goa itu bergetar, kekuatan hitam dari Siti Kawaruhan merasuk ke tubuh jasad yang pada akhirnya membuka mata itu.

“HAHAHAHA.. Terima kasih sudah mengantarkan Keris Dasasukma padaku!” Tawa sosok yang baru bangkit itu.

Ia mencabut keris itu dari jantungnya dan memandangi setiap ukiranya. “Sudah lama sekali aku tidak melihatmu!”
Dirga merasa tidak bisa tinggal diam.

Kembalikan! Kembalikan keris Dasasukma!” Sekuat tenaga Dirga menarik keris itu dengan kekuatan sukmanya, namun keris itu tetap tidak terlepas dari gengGaman sosok itu.
“Percuma, keris ini bukan dibuat untukmu!” Ucap sosok itu.

Tetesan keringat menetes di pelipis Dirga, ia benar-benar tidak siap jika harus kehilangan pusaka keluarganya itu saat ini.
Praak!!!
Seketika sebuah tendangan melesat menghantam tangan sosok yang baru bangkit itu. Keris Dasasukma pun terpental.
“Sekarang, Dirga!”

Dirga tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Guntur itu. Sekali lagi dengan seluruh tenaganya ia menarik keris dasasukma hingga kembali ke gengGamanya.
“Lari!!!” Perintah Guntur.
Dirga mengikuti perintah Guntur dengan membawa Keris Dasasukma.

Tapi hanya dengan sebuah gerakan, tiba-tiba keris dasasukma sudah terlepas lagi dari gengGaman Dirga dan kembali ke sosok itu.
Dirga terhenti lagi, ia menoleh ke arah sosok yang semakin kuat itu.

Melihatnya saja mereka berdua yakin bahwa mereka saja tidak bisa menghadapi sosok itu.
“Sebentar lagi! Sebentar lagi kekuatanku pulih! Saatnya trah Pakujagar kembali berkuasa!!” Teriak sosok itu sembari mengangkat Keris Dasasukma seolah keris itu memang miliknya.

“Gimana kita rebut lagi keris itu?” Tanya Guntur.
“Nggak, kita pergi.. ini diluar kuasa kita. Kita butuh bantuan” ucap Dirga.
“Tapi, kerismu..”
“Sudah! Cepat lari sebelum terlambat!”
Guntur lega mendengar ucapan itu. Mereka pun bergegas meninggalkan goa yang hampi runtuh itu.

“Membiarkan pemilik keris ini sebelumnya hidup sepertinya bukan hal bagus,” ucap sosok itu.
Tepat beberapa saat setelah Dirga dan Guntur meninggalkan goa itu, tiba-tiba bayangan keris hitam melayang melesat ke arah mereka.
“Menghindar!!!” Teriak Dirga.

Guntur merespon dengan cepat dan menghindari serangan itu. mereka pun menoleh ke arah goa dan mendapati sosok yang mengaku dari Trah Pakujagar itu sudah berada tak jauh di belakang mereka.
“Gawat!!”

Kali ini tidak hanya satu, tapi ada lebih dari lima bayangan keris hitam yang melayang menyerang mereka. Dirga terlihat geram, ia tahu dengan pasti bayangan keris itu adalah bayangan keris dasasukma.

Trang! Trang!! Trangg!!!

Belum sempat bayangan keris itu menyentuh kedua pemuda itu, tiba-tiba sebuah serangan mementalkan bayangan keris itu.

“Jangan harap kau bisa melukai cucu-cucuku!”

Seorang nenek yang terlihat renta tiba-tiba melesat menghadang makhluk dari trah Pakujagar itu.

“Eyang!”

“Nyai Jambrong!”

Guntur dan Dirga cukup lega melihat Nyai Jambrong tiba menyusul mereka.

“Nyai Jambrong? Aku tahu tentangmu! tak kusangka kau sudah setua ini,”

“Cuihhh!” Nyai Jambrong membuang ludah seolah enggan menanggapi ucapan sosok itu.

“Kekuatanku belum pulih, aku akan menemuimu lagi saat Trah Pakujagar sudah kembali bersatu!”
Sosok itu pun berpaling, ia menarik kekuatan dari Siti Kawaruhan dan tiba-tiba menghilang dari pandangan mereka.

Melihat itu, Nyai jambrong segera berpaling dan melangkah kembali ke tempat teman-teman mereka berada.

“Nyai! Nyai tahu sosok itu siapa?” Tanya Dirga.

“Iya eyang, Dirga harus merebut pusakanya kembali,” tambah Guntur.

Nyai Jambrong menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah kedua pemuda itu.
“Siapapun dia, kebangkitanya menandakan bahWa latihan kalian akan jauh lebih keras setelah ini” Ucap Nyai Jambrong.

***

ASTANA GIRIDANYANG

(Sudut pandang Danan…)
Kobaran api membakar seluruh wilayah sekitar reruntuhan Astana Giridanyang. Asap hitam dan udara panas menyelimuti medan perang yang seharusnya sudah hampir menemui ujungnya.

“Nyi, apa tidak bisa memadamkan semua api ini?” Tanyaku yang benar-benar mulai kesulitan bernapas dengan semua hawa panas ini.

“Hujanku tidak pernah berhenti sama sekali sejak tadi. Itu alasan kalian masih bisa bertahan dari panas apa ini,”

Benar ucapan Nyi Sendang Rangu, aku tahu seganas apa api Banaspati milik Raden Sengkuni ini. Bila kami tidak dilindungi oleh air sendang rangu yang meredakan suhu tempat ini, mungkin kami sudah terbakar hingga ke tulang-tulang.

“Cahyo, bantu aku..” ucapku sembari memberi isyarat padanya. Ia mengangguk dan segera mengambil posisi untuk melemparkan tubuhku ke arah Raden Sengkuni.

“Hajar dia, Danan!” Teriak Cahyo sembari melemparkan ku dengan tenaga Wanasura yang sudah kembali ke tubuhnya sejak tertarik ke alam Siti Kawaruhan.
Kilatan putih menyala dari Keris Ragasukma.

Dengan tenaga Cahyo, aku melesat dengan cepat menghujamkan keris pusaka ni ke tubuh Raden Sengkuni yang masih melayang di udara.
Sraattt!!!
Dengan mudah Raden Sengkuni menghindari seranganku hingga tubuhku melesat jauh melewatinya.

Namun seranganku belum selesai, saat ia menyerangku kilatan cahaya Keris Ragasukma sudah bersiap menusuk punggung Raden Sengkuni. Itu adalah sukmaku.
“Kau lengah!” ucapku sambil menusukkan keris itu.
Tapi… sekali lagi aku gagal.

Ia seperti sudah membaca siasatku dan menghindari seranganku dengan mudah. Walau begitu Cahyo juga sudah melompat menyusulku dan menghantamkan pukulanya pada Raden Sengkuni.
Sraaat!
Cahyo hanya memukul angin sama sekali tak menyentuh Raden Sengkuni.

Sebaliknya Raden Sengkuni mengangkat tangannya dan menghantamkan ke tubuh Cahyo.
Brukkk!!!
Aku dan Cahyo terkapar di tanah. Siasat kami tidak berhasil sekalipun menyentuh Raden Sengkuni.

“Tidak bisa! Raden Sengkuni sudah menguasai sepenuhnya ilmu pangaweruh ku. Ia bisa mengetahui apa yang terjadi beberapa saat kedepan!!” Teriak Kimpul memperingatkan kami.

Budi tidak percaya, ia yang sudah menantang Raden Sengkuni dengan melemparkan jasad birawa ke hadapanya kini melompat dengan beringas dan mengincar sayap hitam Raden Sengkuni.
“Mamang Gondrong! Jangan gegabah!” Teriak Cahyo.

Dengan belati di gengGamanya Budi yakin setidaknya ia bisa merobek sayap hitam yang terus membuat Raden Sengkuni melayang hingga tak terjamah.
“Kalian benar-benar tidak sadar diri!”
Bruakkk!!!

Belum sempat Budi menggoreskan belatinya, tiba-tiba Raden Sengkuni sudah berada di belakang Budi. Ia menangkap kaki Budi memutarnya dan membantingnya ke tanah.

“Awas!!!” Beruntung Cahyo dengan sigap menangkap tubuh Budi walaupun saat ini mereka berdua menahan sakit dari serangan Raden Sengkuni.
“Tidak bisa, dia tidak bisa dikalahkan dengan siasat murahan!” ucap Gama.
Raden Sengkuni tertawa dan melihat menatap kami semua.

“Aku sudah melihat apa yang akan kalian perbuat! Tunjukkan! Keluarkan semua makhluk andalan kalian. Akan kuhabisi mereka di tempat ini,” Raden Sengkuni.
Sial, apapun yang kami lakukan Raden Sengkuni sudah mengetahui ujungnya. Bagaimana cara kami melawan kekuatan itu?

“Tidak ada ilmu yang sempurna, walaupun kau bisa mengetahui apa yang kami lakukan aku tidak percaya kau bisa menahan kami…” Ucap Cahyo yang melangkah maju menantang Raden Sengkuni.

Aku mengetahui maksudnya dan meminta Nyi Sendang Rangu untuk memastikan hujannya tetap siap untuk apa yang akan Cahyo lakukan.
“CAHAYA LANGIT MENYATU DENGAN NIRWANA! PENGHANCUR NESTAPA PELINDUNG HUTAN! DENGAN INI AKU MEMANGGIL SANG PELINDUNG ALAS WANAMARTA! WANASURA!!!!”

Teriakan Cahyo menyatu dengan suara raungan seekor kera raksasa yang kembali muncul dibawah rintikan hujan Nyi Sendang Rangu.
“GRRRAAAOOORRR!!!”
“Memangnya selama ini manggil Wanasura harus pakai ucapan begitu?” Tanya Budi masih dengan tatapan dinginnya.

“Nggak sih, biar keren aja kayak Kimpul dan temen-temenya,”
Tanpa berbicara sepatah kata pun Budi berbalik badan dengan menggeleng meninggalkan Cahyo.
“Heh, mukamu itu maksudnya apa?” Protes Cahyo.
Aku pun menepuk pundak Cahyo dan menahannya.

“Sudah-sudah, kita sudah tidak bisa menahan diri..”
Gelang gengge sudah tergenggam di tangan Gama.
Sekali lagi Gama membunyikan gelang itu dan memijakkan kaki ke tanah.
Cring.. Cring.. Cring…
“Kita selesaikan sekarang, Meong hideung!”

“Aaauuuummmmm!”Raungan meong hideung terdengar bersama sosok kucing besar yang menyusul Wanasura.
“Kau juga, Wirangon!”
Kimpul tidak mau kalah, sosok ular besar yang menyatu dengan pusaka kerangkeng sukmo itu kini sudah menjadi pelindungnya yang dapat diandalkan.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana cara Raden Sengkuni mengalahkan ketiga makhluk keramat yang mengerikan ini!
“SERAAANG!!!”
Ketiga makhluk raksasa itu menerjang secara bersamaan menghadapi Raden Sengkuni.

Kecepatan Wirangon menyelinap membuatnya sudah berada di belakang Raden Sengkuni, namun patukan ularnya dapat dihindari dengan kecepatan yang melebihinya.
Aauuurrrmm!!

Meong hideung tak membiarkan Raden Sengkuni membentuk serangan dan menghantamkan cakar besarnya ke makhluk bersayap itu, tapi dengan mudah Raden Sengkuni melesat dan menabrak kucing raksasa itu hingga terpental. Walau gagal, serangan mereka berhasil membuat celah.

“Sekarang! Wanasura!!”
Cahyo sudah membacakan ajian penguat raga pada sahabatnya itu. Sebuah pukulan dengan kekuatan yang tak dapat dibayangkan kini tak dapat terelakkan oleh Raden Sengkuni.
DHUAAAAAGGG!!
Berhasil!! Pukulan kuat Wanasura berhasil mendarat di tubuh Raden Sengkuni!

Tapi, ada yang aneh..
Tidak ada tubuh yang terpental dari serangan itu. dan benar saja, saat asap dari pertarungan itu menghilang terlihat Raden Sengkuni tengah menahan serangan Wanasura hanya dengan satu tangannya.

“Ti—tidak mungkin?! Yang tercepat, yang terkuat ia kalahkan begitu saja!” ucapku.
“Sudah sepantasnya kalian putus asa..” ucap Raden Sengkuni.
Aku menggenggam erat keris ku tak mampu memikirkan bagaimana melawan sosok seperti Raden Sengkuni ini. Kali ini bukan hanya adu kekuatan.

“Mereka belum selesai..” Ucap Nyi Sendang Rangu. Di tengah keraguanku tiba-tiba beberapa luka goresan muncul di tubuh Raden Sengkuni.
“Sekarang!” Teriak Kimpul.
Secara bersamaan tiba-tiba dari belakang meong hideung dan Wanasura mencengkeram sayap Raden Sengkuni dan merobeknya.

Bruggh!!
Raden Sengkuni jatuh berlutut di tanah. Sayap lowo irengnya rusak, namun aku tahu itu akan pulih dengan cepat.

“Apa yang kalian lakukan? Tak mungkin kalian lolos dari pangaweruh ku!” Geram Raden Sengkuni.

“Raden Bodoh! Mana mungkin kami bocorkan siasat kami!”

Aku menoleh pada Gama yang bersebelahan dengan Kimpul. Ia menggunakan sorban yang diberikan oleh Abah, Ayah dari Dirga. Sepertinya aku bisa menebak bahwa kekuatan sorban itu mampu menyembunyikan keberadaan mereka berdua dari pangaweruh Raden Sengkuni, dan pusaka kerangkeng sukmo bisa menyegel sementara pangaweruh Raden Sengkuni.

“Kita masih ada kesempatan!”
Aku mengajak Nyi Sendang Rangu untuk membantu mereka. Tapi belum sempat kami melakukan apapun Raden Sengkuni melebarkan kedua tangannya.

“Kalian terlalu berbahaya bila dibiarkan hidup!”
Saat Wirangon dan Wanasura kembali membentuk serangan, tiba-tiba dua jasad melayang mendekat ke tangan Raden Sengkuni.
“Itu jasad Birawa!” ucap Budi.

“Jasad Raden Brotoseno!” Geram Cahyo yang cemas bila Raden Sengkuni bisa membangkitkan lagi sosok itu.
Tapi tidak, kali ini lebih mengerikan.
Raden Sengkuni memecah sukmanya seperti yang Baron lakukan, tapi kali ini sukma itu menyatu dengan kedua jasad dari makhluk terkuat itu.

“A—apa itu?” Gama merasakan firasat yang sangat buruk.
“Ajian pecah sukmo, tapi dengan menggunakan kekuatan jasad itu pecahan sukmonya tidak lebih lemah dari tubuh aslinya!” ucap Kimpul.
“Sial!!”

Cahyo tidak mau mengulur waktu dan maju bersama Wanasura untuk mencegah rencana Raden Sengkuni itu.
Tapi terlambat! Dengan mudah Raden Sengkuni menahan serangan Wanasura lagi.

Dhuaagg!! Dhuaagg!!

Ketiga makhluk keramat andalan Gama, Cahyo, dan Kimpul terpental begitu saja melawan ketiga Raden Sengkuni itu.
“Mana? Mana tubuh aslinya?!” Tanya Budi.
Benar, kali ini kami tidak bisa membedakan lagi mana tubuh Asli Raden Sengkuni.

Banaspati di belakang tubuh ketiga Raden Sengkuni berputar seolah bersiap melakukan serangan, namun Wirangin, Wanasura dan Gama menyerang mereka untuk mengalihkan serangan itu.
Blar!! Blar!! Blarr!!

Kobaran api kembali mengarah ke arah kami, namun dengan sigap Nyi Sendang Rangu membuat perisai untuk menahan serangan itu.
Walau begitu, Nyi Sendang Rangu terlihat kewalahan. Sepertinya ia belum tentu bisa menahan serangan itu lagi.

“Danan! Pisahkan mereka sampai Kimpul bisa menentukan mana tubuh yang sebenarnya,” Ucap Nyi Sendang Rangu.
Benar, itu cara terbaik. Walaupun kekuatan Raden Sengkuni begitu kuat. Cara terbaik tetaplah melawanya satu persatu.
Sraatt!!!

Keris Ragasukma melayang mengejar Raden salah satu sosok Raden Sengkuni, Ia dengan mudah menghindarinya namun setidaknya itu cukup mengalihkan perhatianya.

“Kimpul! Sekali lagi, cari tahu mana sosok yang sebenarnya. Sampai kau dapat jawabanya, kita akan pisahkan Raden Sengkuni dan menahannya,” ucapku.
“Benar! Aku juga mendapat firasat akan ada petunjuk untuk mengalahkannya,” ucap Gama.

“Tapi, tanpa pangaweruh aku tidak bisa mengetahui tubuh asli Raden Sengkuni!” ucap Kimpul.
Di tengah keraguan Kimpul beberapa pendekar berbaju ningrat menggenggam pundak Kimpul.
“Kau tidak sendiri, pasti ada cara untuk mengetahuinya..”

Kimpul menoleh kepada pendekar berdarah ningrat itu dan menatap wajah mereka.
“Kalau bukan seorang Raden Rahardian yang melakukanya, maka tidak ada lagi yang bisa,” Ucap seorang lainnya.

Aku belum mengenal mereka, tapi aku tahu mereka adalah orang-orang hebat yang bisa membawa Kimpul menjadi sekuat ini.
Kimpul pun mengangguk, kini kami sudah sepakat untuk memisahkan ketiga Raden Sengkuni dan menahanya satu persatu.
“Sekarang giliranku…” ucap Gama.

Ia melepas sorban yang terlilit di lehernya dan mengibaskanya beberapa kali. Ada sebuah doa yang dibacakan oleh Gama yang aku tahu bahwa ini adalah cara bagaimana ia bisa bersembunyi dari pangaweruh Raden Sengkuni.
“Sekarang…” Bisik Gama.
GRRAAAORRRR!!!

Dengan perintah Cahyo, Wanasura menghantam sekuat tenaga tubuh Raden Sengkuni. Ia terseret, namun sama sekali tidak terluka. Menyusul serangan itu, seketika hujan Nyi Sendang Rangu berubah menjadi kabut bercampur dengan asap dan menghalangi penglihatan kami semua.

Aku dan Cahyo menyusul Wanasura dan memulai pertarungan sengit dengan Raden Sengkuni yang pangaweruhnya masih tertahan oleh ajian milik Gama.
“Orang-orang bodoh!!!”
Blarrr!!!
Sekali lagi kobaran api dari banaspati Raden Sengkuni menyerang kami.

Namun dengan sigap Wanasura kembali melompat dan membawa tubuh kami menjauh.
Serangan itu menimbulkan angin yang besar dan menyibakkan kabut dan asap.
Raden Sengkuni pun tersadar, kini kami berada di bekas hutan yang sudah terbakar dan jauh dari yang lainnya.

“HAHAHA! Kalian bercanda??!” Tawa Raden Sengkuni.
Jelas ia meremehkan kami.
“Dua orang manusia bodoh dan dua roh tua mau melawanku?”
Ya, kami tidak bercanda. Tidak ada yang mustahil di dunia ini.

Kami sudah melalui berbagai pertarungan, bahkan melawan sosok yang mengaku sebagai dewa. Dan selama kami masih menggantungkan diri kepada Yang Maha Pencipta, kami yakin kami tidak akan kalah.

***

Rintikan hujan beradu dengan kobaran api Nyi Sendang Rangu mengerahkan semua kekuatannya untuk menahan Banaspati Sengkuni yang terus membakar apa yang ada disekitarnya.

“Jangan lengah! Kekuatanya tidak lebih lemah dari lawan-lawan kalian sebelumnya!” Ucap Nyi Sendang Rangu.

Kami setuju dan memang sudah bersiap dengan semua yang kami miliki. Cahyo mengeluarkan sebuah benda kuningan berwujud artefak dan menanamkanya pada tubuh Wanasura.

“Kita gunakan ini sekali lagi,” Ucap Cahyo pada Wanasura.

GGrrrrrrr….

Wanasura menggeram, beberapa bagian tubuhnya bercahaya dan memunculkan pusaka pelindung emas di pergelangan tanganya.
“Itu pusaka yang kalian gunakan di Setra Gandamayit?” Tanyaku.

“Benar, ini lebih baik daripada aku harus memaksanya menggunakan Triwikrama..”

Aku mengangguk setuju. Triwikrama adalah ilmu mematikan yang kami bahkan tidak tahu apakah kami bisa menenangkan Wanasura lagi setelahnya.

“Aku juga punya siasat, tapi kita harus mencari cara agar pangaweruhnya tidak membaca siasatku ini..” ucapku.

“Kita pikirkan, Sambil menghajarnya!” Teriak Cahyo yang segera mengajakku menaiki Wanasura dan menyerang ke arah Sengkuni.
Dharrr!!!
Pukulan Wanasura beradu dengan banaspati Sengkuni, kali ini Wanasura tidak terpental.

Dengan pusaka itu pukulan Wanasura bisa mengimbangi ledakan banaspati itu.
Srat!! Srat!!!
Kilatan putih dari Keris Ragasukma memburu sayap sengkuni sementara Wanasura menghalau serangan banaspati yang mengincar kami.
Sayangnya strategi kami belum cukup.

Seranganku masih dapat dihindari.
“Aku sudah melihat ini semua sebelumnya..” Ucap Raden Sengkuni dengan sombongnya.
“Kalau begitu kau juga pasti sudah melihat kekalahanmu!” Teriak Cahyo yang sama sekali tidak gentar dengan Pangaweruh yang sudah dikuasai sepenuhnya oleh sengkuni.

Pusaka Wanasura membuat tubuhnya menjadi membesar sehingga tubuh Raden Sengkuni hanya sebesar kepalan tangannya saja. Cahyo memerintah Wanasura untuk menghajar tubuh yang melayang itu,

namun sekali lagi Wanasura hanya memukul angin dan Raden Sengkuni sudah berpindah di belakangnya.

Duarr!!!

Tepat saat kemunculannya di belakang Wanasura, aku mendaratkan ajian lebur saketi ke Raden Sengkuni. Aku sudah memprediksi ia akan berpindah ke sisi buta Wanasura, tapi sialnya seranganku sama sekali tidak melukainya.

“Aku juga sudah mengetahui akan datangnya seranganmu dan mengetahui bahwa seranganmu terlalu lemah!”

Kini Raden Sengkuni melesat sendiri menghantam punggung Wanasura.

GRAAAAAORRR!!!

Wanasura kesakitan dengan serangan Raden Sengkuni yang menghantam tubuhnya. Aku dan Cahyo segera menyusul keberadaan Raden Sengkuni di tubuh Wanasura dan menghadapinya.

Dhuaagg!!!

Cahyo terpental dengan mudah oleh pukulan Sengkuni, aku yakin ia sudah menggunakan ajian penguat raga namun ternyata itu tidak sebanding dengan ilmu Raden Sengkuni.

Angin berhembus layaknya alunan puisi yang mengalun. Deruan angin menyayat-nyayat tubuh sengkuni yang kuselimuti dengan ajian Gambuh rumekso.

Bila Cahyo saja tidak bisa melawan dalam pertarungan jarak dekat, mungkin aku juga akan kesulitan.

GRAAAORRR!!!

Wanasura mengamuk mementalkan kami bertiga dari tubuhnya. Angin yang terus menyayat tubuh Raden Sengkuni membuatnya tak menyadari pukulan keras Wanasura.

Dhuaagg!!!

Kali ini pukulan itu mendarat dengan telak. Raden Sengkuni jatuh ke tanah. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan mengirimkan ajian lebur saketi yang kutanamkan pada Keris Ragasukma.

“Nyi Sendang Rangu! Bantu aku!” pinta ku pada Nyi Sendang Rangu.

Sebuah selendang menutupi tubuhku hingga kekuatan gaib membanjiri Keris Ragasukma. Kilatan putih menyelimuti tubuhku dari kekuatan besar yang kutanamkan di Keris Ragasukma.
“Sekarang!” Teriak Nyi Sendang Rangu.

Aku melepaskan kekuatan yang tertahan dari selendang Nyi Sendang Rangu dan memecah kilatan Keris Ragasukma bagaikan hujan yang terus menghantam tubuh Raden Sengkuni.

Trangg!! Tranggg!! Trangg!!!!

Ratusan kilatan berwujud Keris Ragasukma menggantikan tetesan hujan Nyi Sendang Rangu yang terus menghujani Raden Sengkuni. Ia menghindari dan menangkis serangan itu, namun tetap saja ada serangan yang berhasil menembus pertahanan dan melukai tubuh dan sayapnya.

Berhasil! Serangan kami berhasil melukai Raden Sengkuni. Tapi ini baru permulaan, ia bisa pulih dengan cepat sementar kutukan itu masih berada di tubuhnya.

“Jangan sombong!!”

TrrrrraaaangGGG!!!
Sebuah kibasan besar menghalau semua seranganku.

Aku mencoba menahan kilatan itu agar terus menyerang Raden Sengkuni, namun gagal.
“Aku sudah melihat kematian kalian yang hangus menjadi debu dengan apiku. Tak ada kemungkinan kalian akan menang!” ucapnya.

“Aku lebih percaya ramalan nomor togel daripada pangaweruhmu!” Teriak Cahyo. Yang kembali mengendalikan Wanasura untuk menyerang sengkuni.

“Benar! Lagipula kami sudah tahu cara untuk melawanmu!” tambahku.

Serangan Wanasura dan hujan Keris Ragasukma tadi merupakan percobaan kami. Mungkin Sengkuni bisa melihat terjadinya serangan itu, namun kami hanya perlu memberinya serangan yang tak bisa ia hindari.

“Oy…oy... Jangan pikir aku bisa dikalahkan dengan jurus kacangan kalian,” ucapnya sembari memainkan dua bola api di tangannya.

Dhuarr! Dhuarr!!

Sekali lagi Wanasura menahan serangan sekuat itu untuk melindungi kami. Aku tidak diam saja dan memisahkan sukmaku dari raga.

Dengan sigap aku mengincar titik buta Raden Sengkuni dengan wujud sukma, namun ia dengan mudah membacanya.

Berkali kali aku menusukkan kerisku ke tubuhnya, namun ia bisa menghindar seperti asap yang menjauhi sentuhan.

Dhuaagg!!

Sukmaku terpental, tubuhku memuntahkan darah merah dari mulutku. Serangan sengkuni berhasil dengan mudah mengenaiku. Namun aku belum menyerah dan masih mencoba menyerang, sayangnya kali ini bola-bola api itu mengincar sukmaku.

“Danan minggir!!”

Dari ketiga penjuru bola api banaspati Raden Sengkuni sudah memutari dan mengincarku, aku mencari cara melarikan diri, namun terlalu sulit.

“Biar sukmamu yang hancur lebih dulu!” ucap Raden Sengkuni yang memberi isyarat bola api itu menyerangku.

Dhuarr!! Dhuarr!! Dhuarrr!!

Asap mengepul menutup pemandangan kami, aku sempat mengira bola api itu akan membakarku hidup-hidup, namun ternyata aku salah.
Sosok bola api besar melindungiku dan melahap ledakan yang hendak mematikanku.

Setelahnya ia bergegas menembus asap dan meledak tepat di tubuh sengkuni yang tak menyadari kehadiran nya.

Dhaaaarrrrr!!!

Raden Sengkuni tidak menyadari kedatangan serangan itu.

Bola api itu pun berubah menjadi sosok rangda yang sangat kukenal. Dialah Bli Waja.
Bli Waja kembali mundur setelah melancarkan serangan, ia memperhatikan sengkuni masih memulihkan diri setelah ledakkan sebesar itu.

“Aku lupa memberitahu kalian, aku sudah tidak bisa mati!” sombong Raden Sengkuni.

“Bli Waja…” ucapku yang segera menghampiri Bli waja.

“Bersiaplah!” ucap bli waja.

“Ta—tapi, Jagad?” Tanyaku.

“Dia sudah sadar, dia ingin menemui Nyi Sendang Rangu!” Ucap Bli waja.

Entah apa yang terjadi, hanya dengan bertatapan Bli Waja bisa menjelaskan sesuatu pada Nyi Sendang Rangu.

“Kalau kalian punya serangan pamungkas, gunakan sekarang! Aku bisa menahan ilmunya dengan ini…” perintah bli waja yang mengeluarkan gulungan serat lontar bertuliskan aksara jawa.

“A—apa itu?” Tanyaku.

“Harusnya kalian paling ahli soal ini. ini adalah gulungan yang menceritakan suatu tempat, sedikit kekuatan nya masih menyelimuti serat ini.

bila aku menggunakanya, aku bisa membawa serpihan alam itu dan membuat pangaweruh sengkuni tertahan sementara. Ini juga yang mungkin bisa menjadi cara kita mengalahkan Raden Sengkuni!” Jelas Bli Waja.

Aku dan Cahyo masih belum mengerti, tapi aku seharusnya percaya saat tahu serangan Bli Waja berhasil mengenai sengkuni.
“Pikirkan saja, apa kekuatan membaca masa depan bisa berguna di ruang yang tak terbatas oleh ruang dan waktu?” Ucap Bli Waja.

Aku dan Cahyo berpikir sejenak dan mulai mengerti. Benar ucapnya, bila kita berada di tempat yang tak terbatas oleh ruang dan waktu. Mungkin saja pangaweruh itu tidak berfungsi lagi dan kami bisa mengalahkanya.

Aku pun mengerti mengapa Bli waja tidak langsung mengatakannya dengan gamblang, agar rencana kami tidak terbaca oleh sengkuni. Namun masalahnya strategi ini membutuhkan peran besar Jagad yang tadi sempat sekarat.

Pada intinya, kami harus membawa Raden Sengkuni ke alam itu dan menghabisinya disana. Sebuah alam mengerikan yang tak berbatas ruang dan waktu serta memiliki kesadarannya sendiri. Jagad Segoro Demit.

Hanya Nyi Sendang Rangu dan Jagadlah yang bisa membuka gerbang itu dengan kekuatan mereka.
Namun apakah Mas Jagad Sanggup?
“Kita lemahkan Raden Sengkuni, sebelum kita jalankan rencana itu!” perintah bli waja.

Aku dan Cahyo mengangguk. Bli waja kembali pada wujud rangdanya dan mengaktifkan serpihan Jagad segorodemit dari serat lontar yang perlahan terbakar dan menghitam.

“Waktu kita hanya sampai serat lontar ini terbakar habis, setelahnya Jagad akan membawa kita semua ke alam itu..” ucap Bli Waja.
“Apa Mas Jagad sanggup?” Tanya Cahyo.
“Ini pilihannya! Tugas kita adalah memastikan rencana ini berjalan lancar!” Ucap Bli Waja.

Kami bertiga berdiri bersandingan. Tanpa adanya hujan Nyi Sendang Rangu, Wanasura pun kembali ke tubuh Cahyo dan menyatukan kekuatannya. Udara begitu panas, namun kami harus menahannya hingga kami benar-benar bisa mendaratkan serangan kami.

Sayup-sayup terdengar suara gending gamelan bali mengiringi gerakan rangda Bli Waja. Aku merasakan bahwa Bli Waja tidak bertarung sendirian di sini. Di tanah dewata ada yang mendukungnya dan menyalurkan kekuatan.

“Wanasura!” Cahyo menyusul Rangda Bli Waja dan beradu sengit dengan Raden Sengkuni.
Benar, berbeda dengan sebelumnya. kali ini Raden Sengkuni menahan dan melawan semua serangan mereka berdua. Ini menandakan pangaweruh Raden Sengkuni benar-benar tertahan.
Berarti inilah saatnya…

Aku membacakan sebuah mantra dengan Keris Ragasukma tepat berada di depan dahiku.
Gunung pangurip jiwo ana ring rahining wang Hapanas geni langgeng rogo sampurna Sang rogo putih, Sang jiwo mutih..
Permata biru di Keris Ragasukma menyala.

Di kepalaku teringat kejadian dimana Ajian Segoro Demit yang menyelimuti Nyai Jambrong dulu bisa dihapus oleh leluhurku. Daryana putra sambara…
Aku menggoreskan Keris Ragasukma pada lenganku dan meneteskan darah sama seperti Paklek menggunakan keris sukmageninya.

Tetesan api putih menyelimuti Keris Ragasukma.
Inilah ajian yang mampu menghapus kutukan sekuat apapun. Ajian yang dipelajari eyang daryana sampai akhir hayatnya.
Ajian Pemutih raga…
Seolah sudah membaca gelagatku, Cahyo dan Bli Waja membukakan celah untukku.

Aku pun masuk ke dalam pertarungan, sulit untuk mencari celah menusukan keris itu di tubuh Raden Sengkuni. Namun sedikit demi sedikit keris itu menimbulkan goresan di tubuh Raden bersayap itu.

Luka dari setiap seranganku mengeluarkan sedikit demi sedikit energi hitam yang ada di tubuh Raden Sengkuni hingga tak mampu lagi menghindari tusukan Keris Ragasukma yang kugenggam.
“Apa? Apa ini?” Teriak Raden Sengkuni yang tidak menyangka akan serangan yang ia terima.

Aliran energi hitam bertiup mengelilingi tubuh Raden Sengkuni menandakan sirnanya Energi dari Kutukan Sewu lelembut di tubuhnya.
Dhuaarrr!!!

Bli Waja dan Cahyo tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Mereka menghajar Raden Sengkuni hingga berbagai luka muncul di tubuhnya.

“Brengsek!!!”

Kobaran api menyala besar dari tubuhnya membuat kami tidak bisa mendekat.

“Danan! Bersiap! Kita satukan sengkuni di Jagad Segoro Demit!”
Terdengar suara Nyi Sendang Rangu yang merasuki pikiranku.

Aku pun merasakan keberadaan Jagad mendekat, ia masih terlihat pucat namun aku merasakan tekad dari dalam dirinya.
Auuuuummmmm!!
Suara raungan Meong hideung juga terdengar dari samping reruntuhan.

“Kalian benar-benar bisa membuat Raden Sengkuni seperti ini?!” Ucap Jagad.
“Aku yang seharusnya bertanya, Mas Jagad benar bisa membawa kami ke alam itu lagi?” Tanyaku sembari mengingat betapa mengerikannya alam Jagad Segoro demit.
“Memangnya ada orang lain yang bisa?” Balasnya.

Aku menoleh pada Nyi Sendang Rangu yang kini berada di belakangnya. Ia mengangguk seolah memintaku untuk mempercayai Jagad.

Kabut Pun menebal, aku tidak lagi melihat siapapun di sekitarku. Suara pusaka beradu, Raungan meong hideung, hingga kepakan sayap sengkuni terdengar tanpa kuketahui wujudnya.

Ini jelas bukan ilmu pemindahan alam yang sama dengan yang Jagad gunakan saat melawan setan-setan dari setra gandamayit dulu.

“Penerus takdir keluarga ningrat, cucu sang ulama, keturunan terakhir pelindung hutan, bocah yang dianugerahi berkat wanara, dan ujung tombak trah kita.. Sambara.
Hanya mereka yang mampu kami bawa untuk melintas alam. Selesaikan dengan cepat..” Jelas Nyi Sendang Rangu.

Kabut menghilang, kami pun tiba di tempat yang seharusnya tidak pernah kami datangi lagi. Tempat yang begitu gelap seolah tidak ada benda langit yang menerangi tempat ini.
Yang terlihat hanya hamparan rumput hitam dan pepohonan yang telah mati.

Suara pertarungan dan teriakan tak kasat mata terdengar dimana-mana.
“Di—dimana ini? Siti Kawaruhan?” Tanya Kimpul bingung.
“Bukan, tempat ini lebih terkutuk daripada itu,” Jawab Cahyo.
Belum sempat mereka mencari tahu apa yang terjadi,

tiba-tiba Kimpul, Budi, dan Gama merasa kesakitan. Mata mereka memerah seolah ingin mengamuk. Namun dalam beberapa saat mereka pulih seperti semula.
Aku menoleh ke arah Nyi Sendang Rangu yang tengah bermeditasi tak jauh dari tempat Jagad berada.

“Alam ini memiliki kesadarannya sendiri, bila kita lengah kesadaran kita akan direnggut.” Ucapku.

“Aku akan membantu menjaga kesadaran kalian sementara Jagad akan mengumpulkan tenaga kembali untuk membawa kita pulang. Akhir pertarungan ini ada di tangan kalian berlima…”

Tambah Nyi Sendang Rangu.
Masih terlihat kebingungan di wajah Kimpul, Gama, dan Budi, namun teriakkan Raden Sengkuni yang berusaha mempertahankan kesadaranya membuat kami memilih untuk menyingkirkan kebingungan kami untuk menuntaskan pertarungan ini.

“Brengsek!! Tempat apa ini??!!! Apa yang kalian lakukan!!!” Umpat Raden Sengkuni.
“Kuburanmu!” Balas Cahyo yang tiba-tiba sudah berada di belakang salah satu Raden Sengkuni dan menghajarnya dengan kekuatan Wanasura.
Dhuaaagggg!!

Berhasil! Raden Sengkuni tidak bisa memprediksi serangan itu.
“Jagad Segoro Demit tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Pangaweruh Raden Sengkuni tidak berguna di tempat ini. Kami akan menahan mereka sampai kau menemukan tubuh aslinya.” Ucapku pada Kimpul.

“Baik, Raden Kroda sudah memberiku petunjuk, akan kuberi tanda pada kalian,” Balas Kimpul.

“Kita habisi saja mereka bertiga sekaligus!” Ucap Budi yang sudah sangat kesal.

“Jangan jumawa, dia masih bisa memulihkan diri dan kita tidak tahu kekuatan apa lagi yang masih disembunyikan sengkuni,” Tahan Gama.

Benar saja, mengetahui keadaan pecahan sukmo yang sudah terluka.

Salah satu dari mereka mengeluarkan sebuah kantong dari dalam pakaianya dan menebarkan serbuk seperti pasir.
“Danan! Itu Jengges!!” Teriak Cahyo.
Aku menyadari hal itu. Itu adalah serbuk yang menebar kutukan yang mampu menghabisi satu desa dengan cepat.

Aku pun segera meninggalkan Kimpul dan yang lain dan melantunkan sebuah ajian untuk menghalau serbuk kutukan itu. Gambuh Rumekso.
Saat menoleh, aku sudah melihat Gama memanggil meong hideung namun meong hideung mengamuk seolah bertarung dengan kesadaran di alam ini.

“Kendalikan meong hideung Gam,” tegas Budi. “Sulit Bud!” tegas Gama, melihat meong hideung berlari ke arah salah satu pecahan sukmo Raden Sengkuni yang sudah ia lihat menjadi tiga.

“Jangan membuang waktu di alam ini Gam, cepat!” Teriakku mencoba mengingatkan Gama.

Seolah sudah menunggu saat-saat ini, Budi pun melemparkan pisaunya tepat ke dada Raden Sengkuni.
“Aku tidak pernah sesumbar apapun dalam bentuk ucapan, karena penebusan ucapan adalah bukti!”
“Masih ingat dengan pisau itu!”

Ucapan Budi dingin tidak membuat Raden Sengkuni menjawab sepatah katapun tubuhnya hanya sedikit menunduk dengan pisau di arah dadanya.

“Mengamuk yang puas, Mamang Gondrong!” Teriak Cahyo yang semakin bersemangat melihat serangan Budi.
“Jangan sombong, makhluk jelata!”

Raden Sengkuni menggunakan seluruh banaspati di belakang punggungnya dan mengarahkannya ke Cahyo.
Sementara itu mata Cahyo memerah, aku sempat menduga kesadarannya diambil alih oleh alam ini. Tapi ternyata bukan, saat ini Cahyo sedang beresonansi dengan Wanasura.

“Aku sudah bosan dengan mainanmu ini!” teriak Cahyo yang menendang kembali banaspati-banaspati itu dengan kekuatan Wanasura yang semakin besar.

Aku belum pernah melihat mereka sekuat ini.

Blarrr!! Blarr!! Blarr!!!

Banaspati itu meledak di sekitar Raden Sengkuni. Aku menggunakan kesempatan itu untuk sekali lagi merapalkan ajian pada Keris Ragasukmaku.

Kekuatan gaib di alam ini begitu besar. Aku memanfaatkanya untuk sekali lagi menghujani Raden Sengkuni dengan kilatan Keris Ragasukma.

Sraatt!! Srattt!! Sraattt!!

“TERKUTUK KALIAN!!!” Umpat Raden Sengkuni yang kali ini bertahan setengah mati dengan serangan kami.

Aku sadar kami tidak bisa mempertahankan serangan ini terus menerus. Namun, Kimpul menjawab harapan kami.

“Jangan hiraukan yang lain! Habisi Sengkuni yang tertancap kerangkeng sukmo, itu tubuh aslinya!” teriak Kimpul.

Aku dan Cahyo pun dengan mudah menemukan sebuah pisau pusaka yang tertancap di tubuh salah satu Raden Sengkuni.

Pisau Kerangkeng Sukmo itu menyegel kemampuan Raden Sengkuni dengan Wirangon yang terus mengawasinya.
“Kalau mau mengamuk, sekarang saatnya, Jul!” Ucapku.

“Ini yang kutunggu-tunggu! WANASURAAA!” Di Jagad Segoro Demit ini Wanasura bisa dengan leluasa menggunakan tubuh rohnya. Tanganya masih mengenakan pusaka alas wanamarta dan kali ini matanya juga memerah seolah masih menyatu dengan Cahyo.

GRAAAAORRRRR!!!!

Tanpa aba-aba secara bersamaan Meong hideung dan Wanasura segera menggigit dan mencabik-cabik sayap Raden Sengkuni dengan beringas. Mereka mengamuk seolah melepaskan kekesalan mereka yang tertumpuk.
Dengan sadisnya sayap lowo ireng itu dirobek terkoyak dari tubuh Raden Sengkuni.

“TERKUTUK KALIAN! KALIAN TIDAK AKAN BISA MEMBUNUHKU!” Umpat Raden Sengkuni.
Kami semua tahu, itu hanya gonggongan anjing yang sedang terdesak.
Dhuaaag!!!!
Serangan Wanasura dan Meong hideung membuat Raden Sengkuni jatuh menghantam tanah.

Ia pun berusaha berdiri dengan tubuhnya yang penuh luka.
“Habisi mereka!! Bakar semua kekuatan kalian!” Raden Sengkuni memerintahkan kedua pecahan sukmonya untuk menyerang kami.

Namun dengan pertarungan sebelumnya, ternyata kedua pecahan sukma Raden Sengkuni tak mampu merespon dan berbuat banyak.
“Haha! Sepertinya tak hanya kita, Kimpul dan Mamang Gondrong juga berhasil menghajar pecahan sukma Raden Sontoloyo ini!” Ucap Cahyo.

Kami tak memberikan waktu untuk Raden Sengkuni bertindak. Kimpul bersama Wirangonya sudah menarik kerangkeng sukmo, dan Budi sudah melesat dengan menggenggam belatinya.
“Cahyaning lintang manunggaling sukmo, kilat geni ngelangke angkoro…”

Keris Ragasuma menyala dengan mantra yang kubacakan. Kilatan api berkobar menyelimuti bilahnya bersama permata biru yang menyala.
“Hapuskan semua kutukan, hapuskan semua angkara, hapuskan semua bencana…”
Jleb!! Jleb!! Jleb!!

Keris Ragasukma, Kerangkeng Sukmo, dan belati andalan Budi menghujam tubuh Raden Angkoro secara bersamaan. Perlahan tapi pasti, asap hitam keluar dari tubuh makhluk yang hampir membangkitkan bencana yang bisa memusnahkan ribuan nyawa manusia itu.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

Akhirnya sudah hampir sampai di penghujung cerita. Mohon maaf jika ada salah kata atau bagian yang menyinggung. terima kasih sudah menyimak part ini hingga akhir..
close