Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SEKAR PATI (Part 1) - Keputusan Yang Salah

Wanita cantik itu sekarang terbaring tanpa nyawa. Saat ditemukan, mayatnya sudah membusuk dikerubungi banyak lalat. Tapi, dimana saat kehidupannya berakhir, disitulah awal dari masa-masa kegelapan itu dimulai.


“Yang mengerikan bukan hanya soal kematiannya
saja. Tapi arwahnya yang terus gentayangan, dan hampir setiap malam dia di sana menghantui para warga. Saat matahari sudah tenggelam, saat terangnya cahaya matahari berganti dengan gelapnya malam, -

saat itu pula orang-orang memilih bersembunyi di balik atap rumahnya. Setiap orang tua pun melarang anak-anaknya keluar rumah setelah adzan maghrib berkumandang. Benar-benar menakutkan”

Ucap salah seorang warga yang bersedia menceritakan sekelumit kisah seram yang pernah menghantuinya dan seluruh orang di kampungnya.

***

SEKAR PATI  Bagian 1 - Keputusan Yang Salah

Adzan maghrib baru saja berkumandang, suasana kampung yang awalnya ramai oleh candaan anak-anak pun kini sudah tak terdengar, berganti dengan suara serangga- serangga malam.

“Jeglekkkk” suara pintu terbuka. Masuklah seorang wanita dengan muka lelah ke dalam kamar kosnya.

“Huh, lelah sekali hari ini” keluh seorang wanita bernama Sekar, ia meniti langkahnya pelan, lalu melepas jaket dan seragam kerjanya.

Bak melihat sebuah pertolongan, Sekar langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya yang hanya muat untuknya saja. Tidak ada yang lebih nikmat baginya selain merebahkan badan di atas kasur.

Benar saja, belum genap sepuluh menit, kesadarannya langsung hilang, berganti dengan alam bawah sadar. Namun, belum lama matanya terpejam, perutnya yang belum lama diisi makanan itu tiba-tiba mual tak tertahan.

Sekar lantas bangun dan buru-buru menuju wastafel di sudut kamarnya sambil menggerutu kesal, ia tak sanggup membendung perutnya yang bergejolak. Sekar muntah di atas wastafelnya.

“Hueeekkkk” Sekar memuntahkannya. Tapi, anehnya, setelah berkali-kali usahanya memuntahkan sesuatu dari dalam perutnya, yang keluar hanyalah gumpalan-gumpalan busa air liurnya saja.

Sekar melemas, langkahnya gemetar. Ia sejenak duduk di atas ranjangnya, seraya memegang perutnya yang masih terasa sangat mual. Ia mengingat-ingat makanan apa saja yang ia konsumsi hari itu.

Tapi, ia rasa tidak ada yang salah hari itu, ia makan seperti biasanya dan tidak ada konsumsi makanan atau minuman asing ke dalam mulutnya. Sekar pun kembali tidur walau sambil menahan rasa mual di dalam perutnya.

Lamat-lamat, kesadarannya pun hilang. Namun, selang satu jam, lagi-lagi ia kembali bangun dengan rasa mual dan ingin muntah.

“Perutku kenapa begini” gerutu Sekar.

Ia meraih handphone nya, mencoba mengirim pesan singkat kepada Yuda kekasihnya.

“Perutku sakit. Dari tadi aku bangun dan muntah berkali-kali” begitu kurang lebih isi pesan singkatnya. Namun, karena sudah hampir jam dua malam, Sekar tak mendapatkan respon dari kekasihnya itu. Sekar pun kembali tidur, namun, rasa mual terus membangunkannya hingga berkali-kali.

Sampai pagi, totalnya sudah empat kali Sekar bangun dari tidurnya hanya untuk memuntahkan rasa mual di dalam perutnya itu. Padahal, pada pagi itu ia harus bekerja lagi, tapi kondisi tubuhnya belum juga membaik. Sekar bingung, apa sebenarnya penyebab rasa mual di dalam perutnya.

“Drrrrgggtttt…… drrrrgggttttt……”

Handphone Sekar bergetar. Saat ia lihat, ternyata Yuda meneleponnya.

“Sayang, maaf semalam aku tidur” ucap Yuda sesaat setelah Sekar mengangkatnya.

“Apa perutmu sekarang udah normal?” tanyanya.

“Belum…. Rasanya lebih parah. Kepalaku pusing, badanku juga lemass” jawab Sekar.

“Kok bisa? Kamu kemarin makan apa?”

“Aku makan kayak biasanya kok, nggak makan aneh-aneh” terang Sekar.

“Mau ke klinik?” ucap Yuda menawari.

“Emangnya nggak kerja?”

“Aku tukar shift hari ini, aku masuk malam” kata Yuda.

“Ya udah, nanti siangan, aku ke kosmu. Kamu makan dulu seadanya, ya” ujar Yuda.

Sekar mencoba menghubungi atasannya, mencoba mengirim kabar jika ia sakit, sehingga tidak bisa berangkat kerja pada hari itu. Beruntung, ia memiliki atasan yang care dengan bawahannya, sehingga Sekar dengan mudah mendapat izin darinya.

***

Beberapa jam kemudian, Yuda sudah datang menjemptut. Ia menunggu di depan kos Sekar.

“Ceklekkk” Suara daun pintu kamar Sekar. Yuda yang menyadarinya pun menoleh dan melihat ke arah Sekar.

“Sekar!” seru Yuda.

Yuda kaget melihat Sekar dengan wajah pucat dan lemas. Langkahnya pun gontai sambil memegang perutnya yang sedari malam terasa mual. Yuda buru-buru menyusul Sekar, kemudian membantunya berjalan.

“Kamu kenapa? Aku nggak mengira keadaanmu separah ini” ucap Yuda kaget.

“Iya, dari tadi malam begini, nggak tau kenapa” jawab Sekar.

Tanpa mampir kemana-mana, Yuda bertolak menuju ke klinik yang tak jauh dari daerah rumah kos Sekar. Di sana, ia ditangani oleh dokter perempuan yang sebut saja bernama Dokter Sinta.

Dokter Sinta memeriksa setiap kondisi di tubuh Sekar. Mulai tensi, lidah, sampai dicecar oleh beberapa pertanyaan untuk mendeteksi sakit yang dideritanya.

“Saya sakit apa ya, Dok?” tanya Sekar setelah Dokter Sinta melakukan beberapa pemeriksaan.

“Mbak Sekar, benar tidak ada salah makan ya?” tanya Dokter Sinta.

Sekar menggeleng.

“Sebelumnya, apa sudah merasakan mual begini? Atau baru pertama kali ini?”

“Baru pertama, Dok”

Dokter Sinta tampak tersenyum, lantas membuat Sekar dan Yuda pun bingung melihatnya.

“Dari tanda-tanda dan gejalanya, Mbak Sekar sedang hamil” ucap Dokter Sinta.

“Deegggg….”

Jantung Sekar serasa ditumbuk barang keras namun tak terlihat. Napasnya terhenti, matanya pun melotot di depan Dokter Sinta. Karena, itu bukanlah berita baik untuknya. Sekar menoleh ke arah Yuda, ia pun demikian. Terlihat senyum terpaksa yang terlukis di wajahnya.

“Saya hamil. Dok?” tanya Sekar memastikan.

“Beneran hamil, Dok?” tambah Yuda.

“Iya, Mas… Mbak…. Selamat, ya” kata Dokter Sinta yang lagi-lagi dengan senyum sumringahnya.

“Sudah berapa bulan, Dok?”

“Kurang lebih empat minggu” tukas Dokter Sinta. Mereka berdua pun bertambah kaget, ternyata janin itu sudah berusia satu bulan.

Seberes pemeriksaan, mereka berdua keluar ruang pemeriksaan dengan saling diam satu sama lain. Tak sekecap pun keluar dari mulut mereka.

“Sayang, aku hamil” ucap Sekar sesaat sebelum masuk mobil Yuda. Seketika air matanya keluar dengan sendirinya.

“Aku nggak mau hamil. Aku takut”

Yuda menyuruh Sekar masuk mobilnya terlebih dulu, karena khawatir ada orang yang mendengar omongan mereka berdua.

Di dalam, Sekar terus menangis sambil memegang perutnya yang di dalamnya sudah hidup satu jabang bayi hasil dari percintaannya dengan Yuda. Yuda pun bingung mendengarnya, ia tak habis pikir, jika pertemuannya dua minggu lalu bisa membuat Sekar hamil begini.

“Tapi, kita kan baru sekali melakukan itu, Sayang, masak kamu bisa hamil” ujar Yuda.

“Tapi nyatanya aku hamil sekarang” rengek Sekar.

“Nggak mungkin, waktu itu aku melakukannya dengan hati-hati. Kamu tahu kan” ucap Yuda dengan nada meninggi.

Sekar hanya menangis tak menjawab apa-apa. Ia tidak menerima jika ia hamil sekarang tanpa ada ikatan pernikahan. Siang itu, Yuda mengantar Sekar kembali ke kosannya, tapi, saat mobil sudah berhenti, mereka berdua kembali berdebat mengenai kehamilan Sekar.

“Aku akan cari informasi mengenai cara menggugurkan kandunganmu itu, aku akan mengabarimu segera” ucap Yuda. Emosi Yuda sudah meluap-luap. Menikah dengan Sekar merupakan salah satu keinginannya.

Namun, menikahinya dalam keadaan mengandung terlebih dahulu, bukanlah hal yang membahagiakan, justru itu menjadi petaka baginya dan keluarganya. Apa lagi, keluarganya dipandang terhormat oleh banyak orang. Mau dikata apa kalau ia menikahi wanita yang hamil duluan begini.

“Tapi….” Jawab Sekar.

Sekar menangis sesenggukan, ia tak siap dengan usulan Yuda.

“Aku akan menikahimu, Sayang…. Tapi, tidak dengan kondisi hamil gini…. Gimana kata orang kalau tahu kalau kita menikah dengan keadaan begini” kata Yuda.

Yuda masih dengan pendiriannya, ia akan tetap menggugurkan kandungan Sekar demi nama baiknya. Sekar pun turun dari mobil, kemudian dipopoh Yuda hingga ke dalam kamarnya.

“Mbak Sekar kenapa, Mas?” tanya tetangga kos Sekar saat tak sengaja melihat mereka berdua.

“Lagi kurang sehat, Mbak. Barusan dari dokter” ujar Yuda.

Sekar larut dalam kesedihannya, air matanya tak berhenti keluar dari kelopak matanya mengalir hingga membasahi bantal tidurnya. Obat pemberian dokter Sinta pun tak sempat ia minum.

Beberapa kali ia masih muntah karena merasa mual. Ia meratapai keadaannya sekarang. Akankah ia harus menuruti kekasihnya, apa akan tetap menghidupi janin di rahimnya?

Namun, jika ia memilih pilihan yang kedua, Yuda pasti akan meninggalkannya, dan tidak akan ada laki-laki lagi yang mau menerimanya dengan kondisinya seperti ini. Sekar tidak menginginkan hal itu terjadi.

“Aku belum siap menerima ini…. Aku kotor” ucap Sekar berulang kali.

***

Sudah dua hari Sekar tidak mendapatkan kabar dari Yuda, dan udah dua hari ini, ia hanya menyendiri di dalam kamarnya, dan bertahan dengan makanan seadanya. Di hari itu pula Sekar dapat beristirahat sebelum besok kembali bekerja.

“Andai aku nggak mekakukannya waktu itu” Sekar terus berandai-andai dan menyesali segala perbuatan kotornya beberapa waktu yang lalu. Tapi, nasi sudah berubah menjadi bubur. Sekarang, penyesalan tidak ada gunanya.

Di tengah kesendiriannya itu, tiba-tiba suara kendaraan yang tak asing baginya kedengaran dari dalam. Ya, itu Yuda. Pagi itu ia datang menghampiri Sekar di rumah kosnya. Tak lama, Yuda mengetuk pintu kos Sekar, seraya memanggil namanya.

“Sekar…” panggil Yuda.

Tanpa menunggu lama, Sekar membuka pintunya. Namun, bersamaan dengan pintunya yang terbuka, Yuda terkejut melihat kondisi Sekar yang berantakan, lebih parah dari kondisi terakhir saat ia ketemu mengantarnya ke klinik dua hari yang lalu.

“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Yuda terkejut.

Sekar enggan menjawabnya, ia kesal karena dua hari ini Yuda hilang tanpa kabar.

“Maaf, maaf aku kemarin nggak ada kabar. Aku lagi cari obat buat kandunganmu” tukas Yuda

“Obat? Obat apa?” tanya Sekar memalingkan wajahnya.

“Ini, kamu coba minum ini. Aku dapat dari kerabatnya temanku yang katanya belum lama ini juga baru saja menggugurkan kandungannya dengan obat ini” ucap Yuda dengan memelankan suaranya agar tak di dengar tetangga kos Sekar.

Sekar berbalik arah, ia kini menatap Yuda dengan sorot matanya yang tajam. “Apa kamu yakin, akan membunuh anak ini?” Yuda bingung, ia sendiri pun sebenarnya tidak tega jika harus menghilangkan janin yang lahir karena perbuatannya itu.

“Mau bagaimana lagi, Sayang… Apa kamu siap menerima semuanya? Aku pasti akan menikahimu, tapi, jika keluargaku tahu kalau kamu sudah hamil lebih dulu, aku akan diusir dari rumah, dan akan kehilangan pekerjaanku. Kamu kan tahu bagaimana keluargaku” ucap Yuda

“Jika semua itu terjadi, mau dengan apa aku menikahimu?” imbuh Yuda.

Yuda membelai pipi Sekar, seraya berkata “Tenang… Setelah masalah ini selesai, aku akan menikahimu.”

Yuda kembali menyodorkan dua butir obat yang ia bawa beserta satu kotak makanan untuk Sekar makan sebelum meminum obat itu. Sekar bimbang, hidupnya memang dalam pertaruhan.

“Aku udah pesan hotel” ucap Yuda.

“Untuk?”

“Untuk kita menginap malam ini. Obat itu pasti akan bereaksi, jadi lebih baik aku jaga-jaga saja takut kamu kenapa-kenapa”

Mereka berdua pun berangkat, dalam perjalanannya, Sekar menelan dua obat yang dipercaya Yuda mampu menggugurkan kandungan Sekar.

“Gimana? Ada reaksi?” tanya Yuda.

Sekar menggeleng.

Tak berselang lama, mereka berdua tiba di hotel. “Istirahatlah, aku akan disini menungguimu” ujar Yuda. Namun, hingga malam, Sekar tak menunjukkan reaksi apa-apa. Yuda mulai bingung, apa obatnya tidak bekerja?

Paginya, Sekar masih tampak biasa saja, mereka berdua pun masih bingung, terlebih lagi Yuda. “Apa aku ditipu temanku sendiri? Ah, rasa-rasanya tidak” ucap Yuda dalam hati. Karena sudah mulai lagi bekerja, Yuda kembali mengantar Sekar pulang.

“Jika terjadi apa-apa, telepon aku” pesan Yuda.

Di hari itu, Sekar masih terlihat biasa saja dan tak merasa ada yang aneh dalam kandungannya. Bahkan, hingga berhari-hari setelahnya. Ia pun bingung, kenapa dia masih merasa biasa saja sampai sekarang.

“Kenapa nggak ada reaksi apa-apa? Kalau gini, perutku semakin besar, dan orang-orang akan curiga” ucap Sekar.

“Aku juga nggak tau, padahal aku sudah memberimu beberapa kapsul” kata Yuda.

“Aku akan cari alternatif lain, sebelum perutmu bertambah besar lagi” imbuh Yuda.

Sekar yang awalnya merasa keberatan untuk menggugurkan kandungannya, kini malah berbalik mendukung permintaan kekasihnya.

***

Yuda memutar otaknya, tak mungkin ia meninggalkan Sekar dalam keadaan hamil begitu. Meski pilihannya untuk menggugurkan kandungan Sekar bukan pilihan yang benar, tapi ia tak tega jika harus kabur dan meninggalkan Sekar.

Hari berganti minggu, minggu pun berganti bulan, sampai tak terasa usia kehamilan Sekar sudah lebih dari tiga bulan, namun disisi lain, Yuda masih belum menemukan jalan lainnya.

Sekar sudah semakin kalut dengan masalah hidupnya. Mau dikata apa jika perutnya membesar namun belum ada ikatan pernikahan. Ancaman cemooh orang, keluarga dan ancaman ditinggalkan Yuda pun menghantui pikirannya setiap hari.

Hingga, pada suatu malam, entah dari mana Sekar tiba-tiba saja mendapatkan bungkusan plastik kecil berisi ramuan. Bagi sebagian orang, ramuan itu dipercaya sebagai ramuan yang dapat menggugurkan kandungan. Sekar meraciknya lalu meminumnya malam itu juga.

Awalnya, ia tak merasakan apa-apa, hanya rasa ngantuk saja yang tiba-tiba saja datang. Kurang lebih jam delapan malam, Sekar tertidur. Tak pernah terbesit di dalam pikirannya, bahwa malam itu akan menjadi malam mencekam baginya.

Sampai di tengah malam, rasa sakit dan tidak nyaman membangunkan Sekar dari tidurnya. Awalnya ia kira itu hanya mimpinya belaka. Ternyata tidak. Seketika Sekar berkeringat dan badannya terasa panas. Kepalanya terasa pusing seperti ditusuk belasan jarum bersamaan.

Apalagi perutnya, Sekar merasakan perutnya bergerak-gerak dan perih. Ia menggeliat menahan sakit di atas ranjangnya sambil mengerang merintih kesakitan.

“Sakiitttt….. Tolong….. Sakit……”

Dalam gelapnya kamar kosnya waktu itu, Sekar mengerang, berkali-kali ia berusaha bangun dan meminta pertolongan, namun rasa sakit di perut membuatnya tak bisa bergerak kecuali hanya menggeliat di atas ranjangnya.

“Tolong….. tolong…….” Sekar mencoba mengeraskan suaranya. Namun, saat ia berusaha teriak, malah membuat perutnya semakin terasa sakit yang luar biasa. Hal itu membuat Sekar lagi-lagi hanya mampu merintih dan mengerang saja.

Nasib baik belum berpihak kepada Sekar. Malam itu adalah akhir pekan. Tetangga kosnya banyak yang pulang ke rumah keluarganya sehingga membuat rumah kosnya sepi tanpa ada orang.

Sekar lalai, ia tak memperhitungkan segala kondisinya, ia tak lebih dulu memikirkan mengenai resiko dari ramuan yang ia minum sebelum tidur tadi. Efeknya ternyata diluar yang ia kira.

Sekar mencari handphone nya, berusaha menelepon Yuda saat itu juga. Namun, butuh lima kali panggilan sampai akhirnya Yuda membuka panggilan darinya karena ia sudah tidur.

“Sa-sayang…. Perutku sakit sekali….. tolong aku….. kamu cepat kesini…..” pinta Sekar dengan merintih. Yuda yang mendengarnya pun sontak kaget, matanya yang awalnya ngantuk seketika terbuka lebar.

“Kamu kenapa, Sekar? Kenapa suaramu begini?” tanya Yuda khawatir.

“Kamu cepat kesini, perutku sakit sekali…. Aku nggak tahan lagi…..”

Sekar tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk menahan rasa sakit pada perutnya. Ia hanya bisa pasrah malam itu.

***

Beruntung, Yuda langsung menuruti perkataan Sekar lalu berangkat menuju rumah kosnya malam itu juga. Namun, nasib berkata lain. Sesampainya di sana, Yuda menelepon Sekar karena pintu kamarnya dalam keadaan terkunci.

Sampai berkali-kali panggilan, Sekar tak kunjung mengangkatnya, dan Yuda pun tak mendengar suara Sekar dari luar kamar kosnya.

“Sekar…..” panggil Yuda berkali-kali sambil mengetuk-ketuk pintunya. Ia mulai panik, rasa takut dan khawatir berkecamuk menjadi satu mengalir dari ujung kepala hingga kakinya.

Yuda mondar-mandir, mencari cara agar bisa membukanya pintu kamarnya. Karena tak menemukan apa-apa, ia punya pikiran untuk mendobrak pintu kamarnya saja, beruntung, meski terkuci, pintu kamarnya mudah saat Yuda mencoba mendobraknya.

“Sekar…..” panggil Yuda saat berhasil masuk di dalam kamarnya yang dalam keadaan gelap.

Yuda berusaha mencari saklar lampu kamar dengan senter handphone nya, saat sudah berhasil menyalakan lampu disana, ia terperanjat kaget dan seolah tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang.

Berkali-kali ia mengucap matanya, berharap penglihatannya berubah saat itu. Tapi nyatanya, yang ia lihat saat itu adalah sebuah kenyataan yang sebenarnya, disana di depan mata kepala Yuda,

ia melihat kekasihnya Sekar sudah tergeletak tak sadar di atas ranjangnya dengan banyak lumuran darah di bagian perut hingga kakinya

Yuda melangkah pelan memeriksa Sekar, ia tak yakin, apakah kekasihnya itu masih bernapas. Tapi, karena sudah kepalang takut, Yuda kembali keluar dari kamar Sekar, lalu menutup pintu kamarnya sepelan mungkin agar tidak mengeluarkan bunyi.

Sembari menahan napas yang masih terengah karena masih shock, Yuda melangkah keluar kos dengan hati-hati dan kembali ke dalam mobilnya pelan-pelan. Bukannya menolong kekasihnya itu, ia malah kabur karena takut jika ia dituduh melakukan hal jahat kepada Sekar malam itu.

Selain itu, ia merasa jika janin di dalam kandungannya sudah tewas malam itu . Di sepanjang jalan, Yuda merasa gelisah, tubuhnya gemetar dan tegang, ia masih tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan.

Sesampainya di rumah pun, Yuda langsung masuk ke dalam kamarnya, lalu menyembunyikan badannya di balik selimut kemudian larut dengan pikirannya sendiri.

***

Dua hari berselang, Tiara, tetangga kos Sekar yang pada hari itu sedang libur kerja, merasa terganggu oleh bau amis tak sedap yang tercium hingga dalam kamarnya.

Awalnya, Tiara mengira bau itu berasal dari tempat sampah depan kos yang tercium hingga ke kamarnya. Namun, saat ia keluar, tempat sampah itu masih kosong tak ada isinya.

Tiara pun mulai curiga, dan memeriksa setiap sudut kosnya, khawatir ada bangkai tikus yang tak sengaja mati di rumah kosnya. Tapi, setelah berkeliling, ia masih tak mendapati apa-apa di luar.

Hingga, saat Tiara hendak melangkah kembali ke dalam kamarnya, ia mendapati banyak lalat di depan kamar Sekar. Spontan, Tiara memeriksanya. Bau amis pun tercium semakin kuat di depan kamar Sekar. Rasa curiga Tiara pun bertsmbsh kuat.

“Sekar….. Sekar…..” panggil Tiara.

Berkali-kali ia memanggil tapi tak ada sahutan dari dalam.

“Mungkin masih kerja” batin Tiara.

Setelahnya, Tiara pun kembali ke kamarnya sambil menutup hidung dengan tangan kanannya. Jarum jam di kamar Tiara sudah menujukkan hampir jam lima sore, bau tak sedap dari kamar Sekar sedari tadi masih mengganggu, menggelitik hidungnya.

Tiara mencoba keluar dan ke kamar Sekar lagi, karena biasanya Sekar sudah pulang pada jam itu.

Duuggg….. Dug….. duuugggg……

Tiara mengetuk pintu kamar Sekar seraya memanggil namanya dari luar.

“Sekar…… Sekar”

Semakin lama, nada Tiara semakin meninggi karena kesal, diikuti ketukan tangannya yang berubah menjadi kasar.

“DUUUGGGG…. DDUUGGG…. DUUGGG…. Sekar! Kamu lagi apa di dalam? Kenapa bau begini dari luar? Sekar!”

Sampai, saat ketukan tangannya terlampau keras, hingga membuat kamar Sekar terbuka dengan sendirinya. Bau amis itu semakin menyeruak manakala pintu kamar Sekar terbuka.

“Sekar……” panggil Tiara lagi. Ia melangkah pelan hampir tak bersuara masuk ke dalam kamar Sekar. Beberapa detik kemudian, tubuhnya mendadak bergetar, matanya melotot, pandangannya terpaku ke arah tubuh tetangga kosnya yang entah masih bernapas atau tidak di atas kasurnya.

“AAAAA………”

Tiara berteriak, ia tak tahan melihat Sekar tergeletak di atas kasurnya dengan lumuran darah yang sebagian sudah mengering.

Bahkan, lalat-lalat yang tadi ia lihat banyak di depan kamar Sekar, ternyata sedang berlomba menerobos masuk ke dalam kamar untuk mengerubungi tubuh Sekar yang sudah tak sadar.

Dengan tubuh yang bergetar hebat, Sekar berlari pergi ke halaman rumah kosnya dan berteriak-teriak meminta pertolongan kepada setiap orang yang mendengar teriakannya.

“TOLONG….. TOLONG…..”

“SEKAR….. TOLONG…….”

Tiara berteriak-teriak ketakutan seperti orang gila, jantungnya hampir saja copot.

Ia mondar-mandir, berlarian mencari bantuan yang belum juga ia temukan. Ia lantas berlari keluar kos, mencari bantuan dari warga yang sedang lewat.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya
close