Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI DAN DUNIA ASTRAL - Tamparan Peri Galak


Matahari pagi di ufuk timur mulai menampakkan sinarnya. Kali ini Jaka Indi telah berada dalam perjalanan menuju pesanggrahan eyang Ageng Wicaksono  yang terletak di kaki pegunungan kapila. Dengan mengenakan pusaka raja khodam naga mas pada pergelangan tangannya, Jaka Indi tidak lagi memerlukan kendaraan berupa kuda unicorn ataupun khodam macan putihnya, karena saat ini Jaka Indi sudah dapat terbang melesat setara dengan kecepatan khodam macan putihnya.

Jelang pukul tujuh pagi, Jaka Indi telah sampai ditelaga kuning, tempat ia bersama Dewi Yuna pernah beristirahat di sana, saat dalam perjalanan menuju pesanggrahan eyang Ageng Wicaksono kala itu.

Kali ini Jaka Indi juga duduk beristirahat diatas batu besar yang ada ditepi telaga.

Sebagaimana saat ia berkunjung ketelaga kuning kala itu.

Sambil memakan buah-buahan dan duduk santai Jaka Indi menikmati keindahan telaga kuning yang memiliki air yang jernih, serta ada beberapa angsa yang hilir mudik di atas telaga.

Tidak hanya angsa dan beberapa burung walet yang nampak di Telaga Kuning, bahkan beberapa peri wanita terlihat mandi dengan bebasnya ditepi telaga, tanpa mereka merasa khawatir atau sungkan dengan tatapan mata pria yang kebetulan lewat melintas telaga kuning.

Beberapa waktu berikutnya, terlihat serombongan peri wanita yang terdiri dari lima orang peri muda yang cantik, menghampiri telaga yang berada disisi Jaka Indi, dan tanpa sungkan dan malu, serta tanpa merasa jengah sedikitpun, kelima peri remaja tersebut membuka semua busananya, hingga dalam keadaan polos.

Seolah mereka tak menyadari atau mungkin sengaja mengabaikan kehadiran Jaka Indi.

Lalu para peri yang cantik itu bersama-sama mandi ditepi telaga, tepat di hadapan Jaka Indi yang sedang duduk menghadap Telaga Kuning.

Memang para peri  di negeri Suralaya ini sangat bersifat lugas dan tidak malu-malu. Sekalipun mandi dan berganti pakaian ditempat terbuka, tak ada rasa jengah sedikitpun.

Justru para peri pria yang biasa dipingit, yang umumnya bersifat malu-malu.

Mungkin karena para peri wanita yang jumlahnya lebih banyak dari peri pria, atau mungkin karena berdasar tradisi, peri wanita yang bekerja, berperang dan mencari nafkah, sedang peri pria yang rata-rata berumur pendek, hanya bertugas menabur benih untuk memberi keturunan atau mengurus rumah tangga, membuat tidak sedikit peri pria yang kerjanya hanya bermalas-malasan, dan berdiam diri dirumah sepanjang waktu.

Berdasar apa yang diketahui Jaka Indi, tentang kehidupan masyarakat peri. Hal ini membuat Jaka Indi hanya tenang saja duduk diatas batu, makan buah, sambil melihat tontonan gratis para peri yang sedang mandi.

Baik para peri yang mandi diujung telaga, maupun peri yang mandi ditepi telaga dekat Jaka Indi yang dedang duduk beristirahat, mereka semua sepertinya tidak mengacuhkan kehadiran Jaka Indi, justru para peri wanita tersebut beberapa diantaranya sengaja menghadapkan sisi depan tubuh polosnya kearah Jaka Indi, dengan mengedipkan mata dan melempar senyuman manis untuk menggoda Jaka Indi.

Jaka Indi hanya tersenyum rikuh dan sesekali membuang pandangan ketempat lain.

Namun seorang peri remaja, yang memiliki wajah paling cantik, kulit paling putih mulus, dan mempunyai bentuk tubuh paling sempurna, mulai keluar dari tepi danau, lalu melilitkan handuk pada sekujur tubuhnya dan berjalan ke arah Jaka Indi.

Jaka Indi hanya diam terkesima, semakin nona muda itu mendekat, semakin terlihat kecantikan wajahnya, nona itu memiliki mata sipit, rambut lurus, tubuh tinggi seperti artis-attis korea yang Jaka Indi lihat di televisi.

Hanya saja nona muda itu menghampiri Jaka Indi dengan ekspresi kemarahan.

Saat telah berada didepan Jaka Indi, Tiba-tiba sinona muda menampar pipi Jaka Indi dengan keras.

"Plak....!"

"Dasar pemuda begajulan!"
"Pemuda mata keranjang!"

"Bukannya menyingkir ada tuan putri dan para gadis  mandi, malah menonton terang-terangan, benar benar tidak tahu malu."

"Eh... maaf nona, aku telah berada disini terlebih dahulu, sebelum nona dan teman-teman nona datang dan mandi ditelaga ini, kalaupun menurut nina aku salah, bukankah nona bisa menintaku untuk menyingkir, sebelum nona mandi. Lagian salah nona sendiri mandi ditempat terbuka." Ucap Jaka Indi membela diri untuk menutupi rasa malu dan bersalahnya karena menonton si nona muda dan teman-temannya mandi.

Si nona cantik tidak hanya menampar Jaka Indi, bahkan kaki telanjangnya sekarang menendang tubuh Jaka Indi.

Kalau saja Jaka Indi tidak memiliki tenaga dalam yang tinggi serta tidak dalam lindungan aji lembu sekilan maupun pusaka raja khodam naga mas, pasti Jaka Indi sudah terlempar jauh dan mungkin saja mati kelenger.

Karena ternyata nona cantik itu, bukan gadis biasa, tapi seorang ahli beladiri dengan ilmu yang tinggi. Jaka Indi dapat merasakannya dari kerasnya tamparan dan tendangan sinona.

Sekalipun tamparan dan tendangan sinona tidak sampai membuat cidera Jaka Indi, tak urung juga Jaka Indi merasa sebal dan kesal, dirinya ditampar dan ditendang.

Kali ini sinona cantik kembali mencoba menampar Jaka Indi, namun dengan cepat tangan sinona ditangkap oleh Jaka Indi, lalu hiatto tubuhnya atau titik-titik syaraf gerak tubuh sinona ditutuk oleh Jaka Indi, membuat tubuh sang nona terdiam kaku seketika, tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya.

Perlahan sambil Jaka Indi memincingkan matanya, diamatinya sinona galak ini dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Nona itu.....
Begitu muda
Begitu galak
Begitu angkuh
Begitu arogan
Tapi juga begitu cantik

Nona itu tak mengenal Jaka Indi. Tapi meski Jaka Indi tak mengetahui nama nona cantik tersebut. Berdasar gelang giok warna hijau yang dikenakan si nona, Jaka Indi dapat mengenali siapa nona galak yang dihadapannya saat ini.

Jaka Indit tidak bermaksut membalas perlakuan nona galak itu, dengan terlalu keras, tapi ia berharap bisa memberi pelajaran bagi sinona.

"Bagaimana menurut pendapatmu?" Tanya Jaka Indi.  Setelah membuat  tubuh sinona kaku tak bergerak. Sekalipun tubuh sinona kaku tak bisa bergerak, namun sinona masih dapat bicara.

Sinona cantik sungguh tidak menyangka, yang dipikirnya Jaka Indi hanya seorang pria biasa dari penduduk desa setenpat, ternyata Jaka Indi seorang ahli bela diri dan seorang yang berilmu tinggi.

"Kau.. kau mampus saja!" Teriak Sinona dengan murka.

"Bukankah seandainya aku orang biasa, aku sudah mampus oleh tamparan dan tendanganmu yang disertai tenaga dalam." Jelas Jaka Indi sambil tersenyum kecut.

"Masa.... aku yang lebih dulu duduk disini, tiba-tiba kamu datang dan mandi di-depanku, lantas kamu akan membunuhku, bukankah itu rasanya terlalu kejam dan tidak adil."

Lagian aku juga tidak tertarik dengan tubuh seorang bocah perempuan.

Nona muda itu tidak menjawab namun mukanya hanya cembetut, dan bibirnya cemberut dengan melengkungkan bibirnya keatas serta matanya mendelik marah, yang membuat wajah cantiknya yang kekanakan terlihat semakin menggiurkan.

[BERSAMBUNG]

close