Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TEROR PENUNGGU POHON KERSEN (Part 1)


Aku beranjak dan duduk di sisi tempat tidur. Merasakan tubuhku jauh lebih ringan. Aneh padahal semalam, kaki kananku ini masih sakit dan susah digerakan. Mungkin ini efek obat herbal yang diberikan ibu semalam. Tapi, rasa traumanya masih belum juga hilang. Bagiamanapun kejadian semalam nyaris merenggut nyawaku. Ditambah mimpi itu....

Sebuah mimpi yang sangat membingungkan. Aku masih penasaran dengan sosok Kakek berwajah arab itu. Dia mengaku berasal dari Yaman, sebuah negara yang bahkan tidak pernah aku datangi. Ditambah ada dua sosok lain yaitu seekor Macan Besar di garasi dan Burung Emas di atap. Kakek itu bilang, kedua sosok itu adalah penjaga ibu dan kakak. Apa iya?

Satu hal yang paling membuatku penasaran adalah tentang pintu gerbang itu. Pintu gerbang yang membuatku bergidik ngeri. Banyak suara-suara aneh keluar dari sana. Dari yang melengking hingga yang berat dan menggema. Aku tidak mengerti suara itu berasal dari mana. Untung aku melangkah mundur. Kalau tidak, bisa jadi aku akan terkurung di sana ketika pintu tiba-tiba tertutup.

Adzan subuh berkumandang, aku melangkah keluar kamar. Kulihat ibu sudah bangun dan berjalan menuju kamar mandi. Sambil menunggu ibu keluar, aku berjalan ke pintu depan. Ada rasa ragu dan takut, ketika akan membukanya.

"Apakah Macan Besar itu masih ada di garasi?" batinku. Perlahan kubuka pintu. Mengintip dari celah-celah. Macan Besar itu tidak ada di sana. Aku semakin yakin, kalau semalam hanyalah mimpi.

Ibu sudah selesai mengambil wudhu. Bergegas aku pergi ke kamar mandi. Sempat kesulitan, karena perban di kaki kananku tidak boleh sampai basah. Walaupun akhirnya bisa juga mengambil wudhu.

Di luar Dani sudah berdiri menunggu giliran. Padahal tadi aku masih mendengar suara dengkurannya. Cepat sekali kakakku itu bangun.

Aku berjalan perlahan menuju kamar, melalui kamar Dani. Pintu kamarnya tertutup. Langkahku terhenti di depan pintu kamarnya. Ketika mendengar ada suara dengkuran yang khas dari dalam. 

"Loh, bukannya tadi dia masuk kamar mandi?" pikirku sembari membuka pintu kamarnya. Kulihat Dani masih tertidur pulas di tempat tidur. Lantas, siapa yang tadi masuk ke kamar mandi?

Aku kembali ke kamar mandi, mengecek keberadaan Dani. Namun tidak ada siapa-siapa di sana. Apa aku berhalusinasi? Atau ini efek kecelakaan semalam?

Aku berusaha menepis semua prasanka negatif. Anggap saja tadi salah liat. Mungkin aku butuh lebih banyak istirahat. Bergegas aku kembali ke kamar, sholat dan lanjut tidur.

***

Seminggu kemudian, kondisiku sudah mulai membaik. Motor yang kemarin hancur pun sudah diperbaiki. Ibu sudah mengizinkanku bermain keluar. Walaupun tidak boleh sampai larut malam.

Sempat berpikir, setelah kedatangan kakek keturunan arab di dalam mimpi, akan ada hal berubah di hidupku. Nyatanya tidak, semua masih berjalan seperti biasa. Aku masih sama dengan remaja lainnya.

Tapi, itu tidak bertahan lama. Keanehan pun muncul. Entah kenapa aku mulai mendengar suara-suara misterius setiap malam tiba. Mulai dari suara orang bergumam pelan, hingga suara wanita tertawa melengking dan menangis.

Suara-suara itu seperti timbul tenggelam. Pernah sepanjang malam di dalam kamar berisik sekali, seperti banyak orang mengobrol. Sehingga membuatku sulit tidur. Terkadang selama beberapa malam suara itu tidak terdengar sama sekali.

Puncaknya, sekitar pukul sebelas malam, aku pulang dari rumah teman, dengan mengendarai sepeda motor. Kondisi perumahan saat itu sudah sepi. Hanya ada dua satpam yang menjaga pintu gerbang. Usai menyapa kedua satpam itu, aku pun masuk ke area perumahan. 

Di tengah perumahan ada tiga lapangan kosong saling berdekatan. Ada yang digunakan khusus kuliner, parkir dan olahraga. Di salah satu sudut lapangan olahraga ini ada pohon kersen yang cukup besar. Posisinya tepat di pinggir jalan yang akan kulewati.

Posisiku sudah agak dekat dengan lapangan olahraga. Dari kejauhan, kulihat ada seseorang sedang berdiri di bawah pohon kersen. Sendirian. Menjelang tengah malam pula.

Motor semakin mendekat. Kini aku bisa melihat lebih jelas. Sepertinya dia seorang nenek-nenek. Terlihat dari posisi berdirinya yang agak membungkuk dan memegang tongkat kayu. Rambutnya gimbal, sedikit berantakan. Dengan kepala yang terus menuduk.

Kuhentikan motor, tepat di samping pohon kersen itu. Bermaksud untuk bertanya apa yang dilakukan si Nenek di sana. 

"Nek," sapaku masih duduk di atas motor.

"Nek, ngapain tengah malem berdiri di sini?" tanyaku. Namun nenek itu tidak menjawab. Tetap menundukan kepalanya.

"Nek?" tanyaku lagi. Perlahan, Nenek itu mengangkat kepalanya. 

"Astagfirullah." Aku terkejut ketika melihat wajahnya yang rata. 

Sialnya motorku tiba-tiba mati. Dari ekor mata kulihat si Nenek sedang memainkan kepalanya. Berputar-putar. 

Kupejamkan mata, sambil terus berusaha menyalakan motor. Masih tidak berhasil juga. Terpaksa aku mendorong motor menjauh dari pohon kersen itu. Sambil komat-kamit membaca doa.

Brum!

Akhirnya motorku menyala. Sebelum meninggalkan lokasi, aku sempat melihat di kaca spion. Nenek itu masih berdiri membelakangiku. Tapi, kepalanya berputar 180 derajat, melihat ke arahku. Aku langsung tancap gas, pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamar. Berbaring di atas tempat tidur. Mulai mengantur nafas dan irama jantung yang daritadi tak beraturan. 

Ya, ini pertama kali aku melihat hantu. Bahkan ketika memejamkan mata pun, wajah si Nenek masih terus terbayang. Entah berapa kali membaca doa, tapi masih belum juga bisa tidur dengan tenang.

Hihihi....

Suara tawa melengking itu muncul kembali. Kenapa harus sekarang. Di saat aku sedang benar-benar ketakutan.

Aku beranjak dari tempat tidur, menyalakan lampu. Mengambil earphone di laci nakas. Sepanjang malam aku terjaga, sambil bermain game di ponsel. Ketika adzan subuh berkumandang, baru berani melepaskan earphone. Polanya selalu sama, suara-suara itu akan menghilang ketika adzan subuh berkumandang.

Akibat kurang tidur, aku mulai terserang flu berat. Lagi-lagi harus istirahat selama beberapa hari. Mungkin ini yang dinamakan karma, dulu aku sempat meledek teman yang sakit setelah melihat hantu. Sekarang giliranku yang sakit. Beruntung selama beberapa hari terakhir, suara-suara misterius itu tidak menggangguku.

***

Terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah. Aku juga kurang 'update' dengan info-info yang beredar di sekitar perumahan. Kebetulan ketika sedang ke Lapangan Kuliner, aku bertemu dengan Dudi, teman main dari blok sebelah.

"Kemana aja lu, Mir?" tanya Dudi ketika melihatku memarkirkan sepeda motor di depan warung Bu Enah. 

"Lagi males ke luar aja, Dud."

"Wah, padahal kemaren seru loh di sini."

"Seru kenapa?"

"Tuh pohon kersen bikin rame." Dudi menunjuk pohon kersen di sebrang, di lapangan olahraga. Ya... tempat aku bertemu dengan nenek muka rata.

"Emang kenapa pohon kersennya?" Aku pura-pura tidak tahu.

"Ada hantu nenek yang ganggu orang lewat."

"Seriusan?" Fiuh, ternyata bukan aku saja yang melihat nenek itu.

"Iya, yang ngeliat udah beberapa warga komplek sini, termasuk satpam," seru Dudi.

"Katanya sih, nanti pohonnya bakal ditebang," sambungnya.

"Wah kasian dong, kalau yang maen bola siang-siang gak ada tempat neduh."

"Daripada entar kesambet atau ketempelan tuh nenek. Bisa repot juga."

"Iya juga sih, bisa bikin SAKIT," jawabku.

"Ya udah, Dud. Aky mau beli gorengan dulu, buat sarapan," sambungku, lalu membeli beberapa macam gorengan di warung Bu Enah.

"Oke, Mir. Entar malem maen lah disini. Siapa tau ketemu sama tuh nenek-nenek," ucap Dudi diikuti tawa.

"Ih males banget," balasku seraya pergi meninggalkan warung. Aku tidak mau mengambil resiko bertemu nenek itu lagi. Baru saja sembuh, masa harus sakit lagi.

***

Selang dua hari kemudian, pohon kersen di samping lapangan olahraga itu akhirnya ditebang. Warga sempat khawatir akan kemarahan sosok penunggu pohon itu. Namun nyata, semua lancar-lancar saja. Tidak ada laporan teror lebih lanjut, sampai....

Dua bulan kemudian, tersiar kabar. Kalau beberapa tetangga depan pernah melihat penampakan Kuntilanak di sebelah rumah. Kebetulan rumahnya memang sudah lama kosong.

Bagian depannya pun sudah ditumbuhi tanaman liar, termasuk sebuah pohon kersen yang cukup besar. Di sanalah mereka melihat sesosok Kuntilanak sedang berdiri. Kadang duduk di salah satu dahan pohonnya.

"Mir, pernah ketemu Kuntilanak di sebelah gak?" tanya Ibu.

"Kagak, Bu. Emang beneran ada ya?"

"Iya, ini grup WA komplek heboh banget."

"Posisi pohon kersennya kan di samping rumah banget, Bu. Malahan dempetan sama pager depan. Masa kita yang paling deket aja gak tau," ucap Dani.

"Iya, Amir juga gak pernah liat kok, padahal kan sering pulang jam 2-3 subuh," balasku.

"Nah itu dia, ibu juga ngerasa aneh. Ini besok ada rapat RT, buat diskusiin masalah ini."

"Ya ampun, masalah begini aja harus rapat RT. Ada-ada aja," timpal Dani seraya meninggalkan ruang tengah, menuju kamarnya.

Esok harinya, rapat benar-benar digelar. Aku dan Dani tidak menghadiri rapat. Biar ibu saja yang mewakili kami. Sepulangnya dari rapat, ibu langsung menghampiri kami yang sedang duduk di ruang tengah.

"Gimana, Bu?" tanya Dani.

"Ya gitulah, ibu ditanya-tanya," jawab Ibu.

"Ditanya apaan?"

"Pernah liat Kuntilanak di pohon kersen samping rumah gak? Begitu."

"Terus ibu jawab apa?" tanyaku.

"Ya ibu jawab aja enggak. Kan emang belum pernah ada yang liat juga di sini."

"Emang aneh sih, masa yang ngeliat malah tetangga depan semua."

"Keputusan akhirnya gimana jadinya?" tanya Dani.

"Katanya bakal ditebang."

"Hadeuh, padahal enak banget duduk di depan sambil ngemilin buah kersen," keluh Dani.

Akhirnya nasib pohon kersen di samping rumah pun sama dengan yang di lapangan olahraga. Ditebang. Bahkan pohon kersen lain yang berada di sekitar komplekku pun ikut ditebang. Segitu takutnya dengan Kuntilanak itu. 

Ya... walaupun aku pernah punya pengalaman menakutkan dengan pohon kersen di lapangan. Tidak perlulah sampai berlebihan seperti itu. 

Malam harinya, aku pulang ke rumah sekitar pukul 12 malam. Ketika sedang membuka pintu pagar, ada hawa dingin yang terasa di sekitar punggung dan leher. Hingga membuatku merinding. Cepat-cepat aku memasukan motor dan menutup pagar, dengan terus menundukan kepala. Tidak berani melihat ke samping rumah.

Entah kenapa, pundakku tiba-tiba terasa berat dan kepala agak pusing. Setelah mencuci kaki dan muka, bergegasku berbaring di kamar. Tak lama aku pun tertidur.

Aku kembali mendapatkan mimpi yang aneh. Kali ini latarnya di pinggir sungai. Ada seorang wanita sedang duduk, kepalanya bertumpu pada kedua lututnya. Rambutnya panjang terurai, hingga menutupi punggungnya. Dan mengenakan pakai lengan panjang berwarna putih.

Perlahan aku berjalan mendekatinya. Terdengar suara isak tangis.

"Kalian jahat," ucap Wanita itu terisak, masih menundukan kepalanya.

Aku menghentikan langkah, menjaga jarak darinya.

"Jahat?"

"Kenapa kalian menghancurkan rumahku." Wanita itu mulai beranjak dan berdiri. Namun tetap membelakangiku.

"Siapa yang kamu maksud?"

"Ya, kalian semua!" Wanita itu membalikan badannya. Wajahnya putih dengan lesung di pipi kirinya. Matanya agak sipit dan bibir kecil. Khas seperti perempuan sunda.

"Kapan aku menghancurkan rumahmu?"

"Kemarin! Masih saja tidak ingat," balasnya kesal.

"Aku tidak merasa merusak rumahmu."

"Apa kamu tidak ingat dengan Pohon Kersen yang kalian tebang?" tanya masih terdengar kesal.

"Hah?"

"Ingat tidak!" bentaknya.

"I-ya, i-ngat," balasku terbata-bata.

"Nah kalau sudah ingat, sekarang tanggung jawab!"

"Jadi kamu...?" Aku sudah tau siapa wanita yang ada dihadapanku ini.

BERSAMBUNG
close